Oleh :
i
HALAMAN JUDUL
Oleh :
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A., selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
2. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin.
3. Dr. Hasbir Paserangi, SH., MH, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Hukum Universitas Hasanuddin.
4. Prof.Dr.Marthen Arie, SH.,MH.,Dr. Mappeaty Nyorong,S.KM,MPH dan
Dr.Anshori Ilyas, SH., MH selaku dewan penguji.
5. Para dosen pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
v
memberikan ilmunya kepada penulis untuk menjadi bekal agar penulis
dapat mencapai masa depan yang lebih baik.
6. Kepada sahabat-sahabat penulis dan teman-teman seangkatan
penulis yaitu Kelas D Angkatan 2017 1 dan Kelas C Konsentrasi
Hukum Kesehatan Pascasarjana Hukum Universitas Hasanuddin.
Penulis
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ABSTRACT .......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah.................................................................. 9
Kesehatan ................................................................................. 27
ix
1. Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ...................... 27
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 80
B. Saran ........................................................................................ 80
x
DAFTAR TABEL
Tengah ................................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia
ini. 1
merupakan hak asasi manusia yang mendasar dan diakui oleh seluruh
1
mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak
kesehatan.
1
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H
2
Hukum merupakan kumpulan peraturan yang berisi kaidah-
3
Untuk mencapai peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh
diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dan
4
kegotongroyongan,nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas,
peserta.
5
berhubungan dengan pedoman internasional, hukum kebiasaan dan
6
Regulasi tentang hak atas kesehatan juga diatur dalam
bahwa setiap orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya,
kondisi pasien.
diperlukan.
7
pasien tidak dapat memilih dengan bebas layanan kesehatan mana
yang ingin dituju. Pasien harus mengikuti sistem tersebut atau memilih
rata-rata melayani pasien rawat jalan hingga 400 orang. Namun saat
ini, hanya melayani 50 sampai 100 orang per hari. Pasien Rawat Inap
8
RSUD akan melakukan pengurangan jumlah karyawan BLUD untuk
untuk itu penulis menulis tesis dengan judul : Tinjauan Yuridis hak
Berjenjang.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
9
2. Untuk mengkaji pemenuhan hak pasien kepesertaan Badan
rujukan berjenjang.
D. MANFAAT PENELITIAN
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kesehatan.6
pertama.
teknologi spesialistik.
6
Indar.2017.Etikolegal dalam Pelayanan Kesehatan.Pustaka Belajar.Yogyakarta
11
atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan
komunikasi;
Rujukan Nasional:
12
kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama
kewenangannya
7
Buku Panduan BPJS Kesehatan.2018.Jakarta
13
b. apabila kompetensi dan kewenangan pelayanan kesehatan tingkat
tersebut
panjang; dan/atau
dan/atau ketenagaan.
8
Buku Panduan BPJS Kesehatan.2018.Jakarta
14
Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat di rujuk langsung
kondisi :
b. Bencana ;
Pemerintah Daerah
d. Pertimbangan geografis;
15
Ada pun rujukan parsial yaitu pengiriman pasien atau specimen ke
di faskes tersebut.9
atau tindakan
yang setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar
9
Peraturan Menteri Kesehatan No.28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional
16
dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan
kebutuhan medis.10
maupun umum. Dapat pula diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang
17
i. Hak atas second opinion (pendapat kedua)
14
Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
15
Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
18
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah,
a. Pelayanan kedokteran
fungsi perseorangan.
16
Triwibowo.C.2014 Etika dan Hukum Kesehatan.Nuha Medika.Yogyakarta
17
Ibid,Hal.24
19
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
gawat darurat.
menjadi dua yakni Rumah Sakit Umum (rumah sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit) dan Rumah
20
Sakit Khusus (rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu
Klasifikasi Rumah Sakit diatur pada UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit dan Permenkes No. 56 tahun 2014 tentang klasifikasi rumah sakit
spesialis
b. Rumah sakit Umum Tipe B yaitu rumah sakit yang harus memiliki
21
c. Rumah sakit tipe C merupakan rumah sakit yang menyediakan
gawat darurat.
dapat berbentuk bus, kapal laut, karavan, gerbong kereta api, atau
18
Undang-Undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
19
Permenkes No.56 tahun 2014 tentang klasifikasi Rumah Sakit
22
didirikan di lokasi tertentu selama kondisi darurat dalam
Jika ditinjau dari kepemilikannya, maka rumah sakit yang yang ada
Rumah sakit juga merupakan subyek hukum. Dalam hal ini, rumah
etik dan hukum yang timbul sebagai akibat dari perbuatannya atau
jawab tersebut meliputi tanggung jawab etik dan tanggung jawab hukum.
23
Tanggung jawab etik didasarkan pada kode etik rumah sakit
berarti, rumah sakit bertanggung jawab antara pasien dengan rumah sakit
dari aspek hukum pidana terjadi jika kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis di rumah sakit. Dari ketiga
memiliki kaitan hubungan yang erat bukan hanya bagi pelayanan medis
rumah sakit terhadap pasien, kewajiban rumah sakit terhadap tenaga staf
24
badan yang dibentuk di bawah nama Panitia Etika Rumah Sakit (PERS)
yang anggotanya terdiri dari staf medis, perawatan, administratif dan pihak
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat adalah sebagai
berikut :22
menginap.
pasien tidak dalam bentuk rawat inap. Pelayanan rawat jalan ini
kesehatan yang telah lazim dikenal rumah sakit atau klinik, tetapi
perawatan.
22
Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
25
menyelamatkan kehidupannya. Unit kesehatan yang
seoptimal mungkin. 23
tenaga keperawatan.
kesehatan, secara umum dapat dibedakan atas dua macam yaitu sebagai
berikut :24
23
Peraturan Pemerintah No.47 tahun 2018 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan
24
Ibid Hlm 32
26
b. Standar penampilan minimal (Minimum Performance Standard)
yang dianut lebih diutamakan dari sudut pasien yaitu yang dapat
1. Pengertian BPJS
pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), pasal 9 ayat (1) dan Undang-Undang No.40
27
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension, dan
Peraturan Pemerintah
25
Undang-Undang No.24 tahun 2011 tentang BPJS
28
2. Landasan Hukum BPJS Kesehatan
kesehatan.
kerja;
29
d. Mengelola dana jaminan social untuk kepentingan peserta;
a. Prinsip kegotongroyongan
yang sakit atau yang beresiko tinggi. Hal ini terwujud karena
30
jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh
b. Nirlaba
Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit
kepentingan peseerta .
pengembangannya.
d. Prinsip Portabilitas
31
wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan
peserta.
lingkungan.
32
- Preventif sekunder, terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini
D. LANDASAN TEORI
1. Teori Keadilan
33
satu esensinya, yaitu hak yang diberikan kepada individu-
mengimplikasikan dan memberikan kesaksian mengenai kewajiban
yang lebih mengikat.”26
Ada dua unsur yang menjadi focus keadilan yang dikemukakan oleh Jhon
1. Eksistensi keadilan.
2. Esensi keadilan.
berbicara tentang baik dan buruk. Aturan moral ini harus difokuskan untuk
melaksanakannya..27
dari institusi atau individu terhadap masyarakat atau individu yang lainnya.
Focus teori ini pada keadilan yang terjadi dalam masyarakat, bangsa, dan
26
Salim, H.S., Nurbani, S.E, 2016, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm, 183
27
Ibid, 184
28
ibid
34
Teori keadilan dikembangkan oleh Plato, Hans Kelsen, H.L.A Hart,
“ Tidak ada teori keadilan yang bisa dipisahkan dari tuntutan kemanfaatan.
Keadilan adalah istilah yang diberikan kepada aturan-aturan yang
melindungi klaim-klaim yang dianggap esensial bagi kesejahteraan
masyarakat, klaim-klaim untuk memegang janji diperlakukan dengan
setara, dan sebagainya.”
29
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien,
Bandung, Nusa Media, 2011, hlm. 7.
35
yang mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa
keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda
30
Ibid.
36
tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam, dari
Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen :
yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju suatu
31
Ibid.
32
Ibid., hlm. 14, lihat dan bandingkan Filsuf Plato dengan Doktrinnya tentang Dunia Ide
33
Ibid, hlm. 16.
37
Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas
dasar suatu yang kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans
peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan
tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa.34 Konsep keadilan dan
lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki
38
penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai
itu akan tampak merefleksikan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuata
Indonesia.
tertuju pada dasar negara, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya
pendapat tentang apakah yang dinamakan adil, terdapat tigal hal tentang
pengertian adil.36
2. “Adil” ialah : menerima hak tanpa lebih dan memberikan orang lain
tanpa kurang.
36
Kahar Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, Jakarta, Kalam Mulia, 1985.
39
keadaan yang sama, dan penghukuman orang jahat atau yang
antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang
denga jalan bekerja keras, dan kerja keras yang dilakukan tidak pula
menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga
memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang
dengan sila kedua dari Pancasila sebagai sumber hukum nasional bangsa
kelompok individu yang lainnya sehingga tercipta hubungan yang adil dan
beradab.
37
Suhrawardi K. Lunis, Etika Profesi Hukum, Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, hlm.
50.
40
Hubungan adil dan beradab dapat diumpamakan sebagai cahaya
dan api, bila apinya besar maka cahayanya pun terang : jadi bila
pengusaha.
dihakimi itu.
38
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum, Jakarta,
Rajawali, 1982.
41
yang menserasikan atau menselaraskan keadilan-keadilan yang bersifat
3. Teori HAM
dan fundamental. Dengan demikian hak asasi berarti hak paling mendasar
yang dimiliki oleh manusia sebagai fitrah, sehingga tak satupun makhluk
di atas, bersumber dari teori hak kodrati (natural rights theory). Teori
kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum kodrati (natural law
theory) yang terakhir ini dapaat dirunut kembali sampai jauh ke belakang
42
memutus asal usulnya yang teistik dan membuatnya menjadi produk
perkembangan selanjutnya.
hak-hak yang melekat pada diri manusia, yang tanpanya mustahil hidup
sebagai manusia. 39
Hak asasi disebut juga dengan hak dasar manusia atau human
right, yaitu hak-hak manusia pokok yang tidak dapat bias dipisahkan dari
badannya dan tidak kurangi siapa pun juga. Misalkan hak hidup, hak
kemerdekaan.
Dari pengertian di atas HAM secara mutlak melekat pada diri setiap
manusia tidak terbatas pada ras dan warna kulit manusia itu sendiri.
Dasar HAM adalah manusia berada dalam kedudukan yang sejajar dan
defenisi yang baku dalam HAM secara universal hal ini terlihat dari
39
Baharuddin Lopa,hak-hak Asasi Manusia, hlm.52
40
Rudy,konstitusionalisem Indonesia,Op.Cit hal.45
41
Budiyono & Rudy, 2014,Konstitusi dan HAM, Justice Publisher,Bandar Lampung hal.61
43
mempunyai hak-hak yang sifatnya kodrat. Hak-hak ini tidak dapat dicabut
sebagai hak-hak yang diberikan Tuhan sejak manusia lahir dan karenanya
tidak ada suatu orang atau lembaga manapun yang berhak mencabut
berkaitan dengan HAM yakni dimensi moral dan dimensi hokum. Pertama
dimensi moral, artinya bahwa HAM adalah hak yang tidak dapat
42
Ibid
43
Mahfud MD,2007,Kontribusi pemikiran untuk 50 Tahun, FH UII Press, Yogyakarta.hlm.3
44
ditimbulkan perang dunia kedua. Ketika itu hak asasi manusia
konstitusinya.
pribadi dan juga makhluk social, sbagai mana yang tertuang dalam
45
bagi sebuah Negara yang mengakui dirinya sebagai Negara hokum
seperti Indonesia.
F. Defenisi Operasional
46
bersistem Rujukan Berjenjang” penulis menetapkan definisi operasional
sebagai berikut :
47
dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan
menginap.
rumah perawatan.
48