Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEBERATAN DAN BANDING

Disusun Oleh:

1. Izza Putri Andhini (202101011011)


2. Aisyah Naura Rafifah (202101011012)
3. Nuriyyah Saffanah Lailataz Zulfa (202101011013)

PENGANTAR PERPAJAKAN
PROGRAM STUDI PERBANKAN DAN KEUANGAN
UNIVERSITS HAYAM WURUK PERBANAS SURABAYA

i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pengantar Perpajakan.

Kami mengucapkan Segala terima kasih kepada Bapak Dr. Kautsar Riza Salman, SE.MSA. Ak.
BKP. SAS. CA. dan Bapak Kadek Pranetha Prananjaya S.E, MA. selaku dosen pengampu mata
kuliah Pengantar Perpajakan yang telah memberi kesempatan pada kami untuk menyelesaikan
makalah ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu kami menerima segala kritik dan saran yang membangun agar dapat
kami jadi pembelajaran untuk kedepannya.

Surabaya, 27 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR….…………..…………………….…………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………..…………………………………………………iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………….. 1


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………. 2
1.3 Tujuan ………………………………………………………………... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keberatan………………………………………………... 3


2.2 Jenis SKP Yang Dapat Diajukan Keberatan……………………….... 3
2.3 Siapa Yang Dapat Mengajukan Keberatan………………………….. 3
2.4 Syarat-Syarat Pengajuan Keberatan………………………………… 3
2.5 Jangka Waktu Pengajuan Keberatan…………………………...…… 4
2.6 Jangka Waktu Penyelesaian Keberatan……………………………... 5
2.7 Alur Penyelesaian Keberatan……………………………………….. 5
2.8 Pencabutan Pengajuan Keberatan…………………………………... 6
2.9 Pengertian Banding…………………………………………………. 7
2.10 Syarat Pengajuan Banding………………………………………….. 7
2.11 Yang Dapat Mengajukan Banding Ke Pengadilan Pajak…………... 8
2.12 Pencabutan Banding………………………………………………... 8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………..……. 9


3.2 Saran……………………………………………………………….. 9

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak merupakan sumber pendapatan utama Indonesia, berdasarkan data dari
Kemenkeu.go.id APBN 2018 menunjukkan bahwa dominasi penerimaan perpajakan
mencapai 85,4% dari penerimaan negara. Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak
berkontribusi sebesar 14,5% dan hibah sebesar 0,1% dari penerimaan negara. Pajak
sebagai penerimaan terbesar negara yang di alokasikan untuk pembangunan negara dan
kesejahteraan masyarakat. Peran pajak bagi Indonesia dapat dilihat dalam pembangunan
infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang dapat dinikmati oleh masyarakat sekarang.
Oleh karena itu sudah sepatutnya warga negara untuk taat membayar pajak. Pembayaran
pajak merupakan perwujudan kewajiban dan peran wajib pajak untuk ikut secara
langsung dan bersama-sama melaksanakan pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Untuk sistem pelaporan pajak di Indonesia terdapat 3 sistem, yaitu :
1. Self Assesment System yaitu wajib pajak sudah diberikan kewenangan untuk
menghitung sendiri, melaporkan sendiri dan membayar sendiri pajak yang terutang
yang harus dibayar.

2. Official Assesment System yaitu sistem pemungutan pajak yang membebankan


wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat
perpajakan sebagai pemungut pajak.

3. Witholding Assesment System yaitu besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang
bukan wajib pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 202/PMK.03/2015


tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan (penyempurnaan dari No
9/PMK.03/2013) menjelaskan bahwa keberatan pajak adalah mekanisme yang disediakan
Ditjen Pajak bagi Wajib Pajak yang tidak puas dan tidak sependapat terhadap hasil
pemeriksaan pajak.Wajib Pajak yang menempuh upaya hukum melalui pengajuan
keberatan pajak tidak puas dengan penetapan jumlah rugi, total jumlah pajak, dan jumlah
potongan pajak yang diputuskan petugas pemeriksa. Dalam hal terdapat alasan keberatan
selain mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau pemotongan atau
pemungutan pajak, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.
Surat keberatan pajak disampaikan ke Kantor Pelayanan Perpajakan (KPP) atau ke
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang berada dalam
wilayah Wajib Pajak bersangkutan dan akan di proses oleh Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas pajak yang dibebankan

iv
kepadanya, baik itu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) maupun Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Namun prosedur pelaporan dan
penyelesaian kasus keberatan untuk Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan, dan
Pajak Penjualan atas Barang mewah mempunyai prosedur yang sama, sehingga pada
pembahasan akan menjelaskan tentang prosedur dari penyelesaian keberatan Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (PPnBM). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang sama juga
menjelaskan bahwa permohonan keberatan yang diajukan harus memenuhi syarat sesuai
ketentuan perpajakan yang berlaku. Dalam proses keberatan Wajib Pajak juga perlu
memperhatikan ketentuan terkait pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan
lain yang digunakan, untuk dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.

1.2 Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud dengan keberatan?
 Dalam hal apa keberatan dapat diajukan?
 Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan?
 Apa saja syarat-syarat pengajuan keberatan?
 Bagaimana jangka waktu pengajuan keberatan?
 Bagaimana jangka waktu penyelesaian keberatan?
 Bagaimana alur penyelesaian keberatan?
 Bagaimana pencabutan pengajuan keberatan?
 Apa yang dimaksud dengan banding?
 Apa saja syarat yang dibutuhkan dalam pengajuan banding?
 Apa saja yang dapat diajukan dalam banding?
 Bagaimana dalam pencabutan banding?

1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keberatan
 Untuk mengetahui dalam hal apa keberatan dapat diajukan
 Untuk mengetahui siapa saja yang dapat mengajukan keberatan
 Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat pengajuan keberatan
 Untuk mengetahui bagaimana jangka waktu pengajuan keberatan
 Untuk mengetahui bagaimana jangka waktu penyelesaian keberatan
 Untuk mengetahui bagaimana alur penyelesaian keberatan
 Untuk mengetahui bagaimana pencabutan pengajuan keberatan
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan banding
 Untuk mengetahui apa saja syarat yang dibutuhkan dalam pengajuan banding
 Untuk mengetahui apa saja yang dapat diajukan dalam banding
 Untuk mengetahui bagaimana dalam pencabutan banding

v
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keberatan


Keberatan Pajak adalah Suatu upaya yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak
untuk dapat mengurangkan atau menghilangkan tagihan pajak yang terdapat pada Surat
Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh Kantor Pajak atau Pemotongan atau
Pemungutan Pajak oleh Pihak Ke Tiga

2.2 Jenis SKP Yang dapat diajukan Keberatan


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
Perpajakan Pasal 25 ayat 1 mengatur bahwa, keberatan pajak yang disampaikan Wajib
Pajak hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas:

 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);


 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Baya Tambahan (SKPKBT);
 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); atau
 Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perpajakan.

Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat
ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari
pemotongan atau pemungutan pajak. Dalam hal terdapat alasan keberatan selain
mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan
pajak, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan

2.3 Siapa Saja Yang Dapat Mengajukan Keberatan


 Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;
 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;
 Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga; 
 Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir diatas

2.4 Syarat – Syarat Pengajuan Keberatan


a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai
alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;

vi
c. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1
(satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan
disampaikan;
e. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
- surat ketetapan pajak dikirim; atau
- pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga;
-
f. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri
dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)
Undang-Undang KUP; dan
g. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 Undang-Undang KUP
- surat ketetapan pajak dikirim; atau
- pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga;

Ketentuan khusus:

 Dalam hal Surat Keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
atau huruf f, Wajib Pajak dapat melakukan perbaikan atas Surat Keberatan tersebut
dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui.
 Tanggal penyampaian Surat Keberatan yang telah diperbaiki merupakan tanggal
Surat Keberatan diterima.

Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak yang
masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi sebagaimana tercantum dalam
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai
dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan

2.5 Jangka Waktu Pengajuan Keberatan


 Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP atau
sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar
kekuasaannya 
 Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka
waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan

vii
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh
Kantor Pelayanan Pajak. 
 Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka
jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal bukti
pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
 Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi
syarat formal. Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika
“dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan
oleh Wajib Pajak. Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar
pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

2.6 Jangka waktu Penyelesaian Keberatan


 Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas
keberatan yang diajukan, Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal Surat
Keberatan diterima sampai dengan tanggal Surat Keputusan Keberatan
diterbitkan.
 Dalam hal Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas surat dari
Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak
dipertimbangkan, jangka waktu 12 (dua belas) bulan tertangguh, terhitung sejak
tanggal dikirim surat dari Direktur Jenderal Pajak tersebut kepada Wajib Pajak
sampai dengan Putusan Gugatan Pengadilan Pajak diterima oleh Direktur
Jenderal Pajak.
 pabila jangka waktu di atas telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi keputusan atas keberatan, keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak
dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan
Keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 12 (dua belas) bulan tersebut
berakhir.

2.7 Alur Penyelesaian Keberatan

 Dalam proses penyelesaian keberatan, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk:

 meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam


bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi
yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku,
catatan, data dan informasi;

viii
 meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan materi
yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan keterangan;
 meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan
kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak melalui
penyampaian surat permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga;
 meninjau tempat Wajib Pajak, termasuk tempat lain yang diperlukan;
 melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yang diperlukan dengan
memanggil Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan;
 Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal
pembahasan dan klarifikasi atas sengketa perpajakan.
 Pembahasan dan klarifikasi dituangkan dalam berita acara pembahasan dan
klarifikasi sengketa perpajakan.
 melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk
mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar
dalam mempertimbangkan keputusan keberatan.
 Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan paling lama 15
(lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat
permintaan keterangan dikirim.
 Apabila sampai dengan jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal
surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim
berakhir, Wajib Pajak tidak meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan,
data dan informasi dan/atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Direktur
Jenderal Pajak menyampaikan:
o Surat permintaan peminjaman yang kedua; dan/atau
o Surat permintaan keterangan yang kedua.
 Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yang kedua paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat peminjaman dan/atau
permintaan yang kedua dikirim.

2.8 Pencabutan Pengajuan Keberatan


a. Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada
Direktur Jenderal Pajak sebelum tanggal diterima surat pemberitahuan untuk
hadir (SPUH) oleh Wajib Pajak.
b. Pencabutan pengajuan keberatan dilakukan melalui penyampaian permohonan
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

ix
o permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan
dapat mencantumkan alasan pencabutan;
o surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat
permohonan tersebut ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat
permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus;
o surat permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan atasan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak.

c. Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan jawaban atas permohonan pencabutan


pengajuan keberatan berupa surat persetujuan atau surat penolakan.
d. Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada
Direktur Jenderal Pajak ini tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan
atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar.
e. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, Wajib Pajak dianggap tidak
mengajukan keberatan.
f. Dalam hal Wajib Pajak dianggap tidak mengajukan keberatan, pajak yang masih harus
dibayar dalam SKPKB atau SKPKBT yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi menjadi utang pajak sejak
tanggal penerbitan SKP.

2.9 Pengertian Banding


Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas
keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke
Badan Peradilan Pajak.

Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Putusan Banding adalah
putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang
diajukan oleh Wajib Pajak.

2.10 Syarat Pengajuan Banding


1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
2. Permohonan  diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang
jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan
dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

x
4. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%

2.11 Yang Dapat Mengajukan Banding Ke Pengadilan Pajak


1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus; 
2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli warisnya; 
3. Kuasa Hukum dari butir diatas.

2.12 Pencabutan Banding


Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada
Pengadilan Pajak. Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:

 penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan;
 putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.

xi
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Surat keberatan pajak disampaikan ke Kantor Pelayanan Perpajakan (KPP) atau
ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang berada
dalam wilayah Wajib Pajak bersangkutan dan akan di proses oleh Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas pajak yang
dibebankan kepadanya, baik itu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
maupun Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Namun prosedur pelaporan dan penyelesaian kasus keberatan untuk Pajak


Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan, dan Pajak Penjualan atas Barang mewah
mempunyai prosedur yang sama, sehingga pada pembahasan akan menjelaskan tentang
prosedur dari penyelesaian keberatan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia yang sama juga menjelaskan bahwa permohonan
keberatan yang diajukan harus memenuhi syarat sesuai ketentuan perpajakan yang
berlaku. Dalam proses keberatan Wajib Pajak juga perlu memperhatikan ketentuan
terkait pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang digunakan, untuk
dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.

Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat
diajukan kembali. Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan
Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon
banding.Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum
tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara. Dalam sejarah banding, jika
dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak

3.2 Saran
Keberatan Pajak adalah Suatu upaya yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak
untuk dapat mengurangkan atau menghilangkan tagihan pajak yang terdapat pada Surat
Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh Kantor Pajak atau Pemotongan atau
Pemungutan Pajak oleh Pihak Ke Tiga.

Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat diajukan
kembali. Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang
berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.Putusan
Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan

xii
Keputusan Tata Usaha Negara. Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase
Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak

Berdasarkan penelitian DJP sendiri, keputusan banding yang membatalkan surat


ketetapan pajak dikarenakan lemahnya proses pemeriksaan yang dilakukan oleh
pemeriksa pajak. Artinya, banyak pemeriksaan pajak yang melakukan pemeriksaan tanpa
dasar yuridis dan argumentasi yang kuat

xiii
DAFTAR PUSTAKA
http://scholar.unand.ac.id/54600/2/BAB%20I.pdf

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/116709-T%2024563-Analisis%20perbedaan-Pendahuluan.pdf

http://www.ocw.upj.ac.id/files/Slide-ACT108-ACT108-Slide-06.pdf

http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Keberatan-dan-banding.pdf

https://blog.pajak.io/prosedur-lengkap-keberatan-dan-banding-pajak/

https://www.pajak.go.id/id/keberatan

https://taxcenter.vokasi.unair.ac.id/2020/12/02/artikel-tax-edu/

https://www.wibowopajak.com/2020/09/keberatan-pajak.html

https://www.softwarepajak.net/news/100-keberatan-banding-dan-peninjauan-kembali/

xiv

Anda mungkin juga menyukai