Anda di halaman 1dari 3

Nama: Katrima Rizki Diyanto

Nim : 041013618
Jawaban Tugas 3 Bahasa Indonesia
1. Ringkasan cerpen Mitos Ibu

Terpaksa aku mengelus dada ketika ibu mertua menyuruhku dan istri harus tinggal di
rumahnya selama kehamilan istri.

"Ini penting demi keselamatan istrimu!" ketus ibu mertua ketika menjemput kami.
"Kalian sedang menanti anak pertama. Jadi, harus hati-hati! Kalian tak mengerti apa yang
boleh dan tidak dilakukan oleh perempuan hamil. Nanti kalau terjadi apa-apa, aku pasti
menyesal karena tak mengajari kalian." Ocehannya terbiar mengalir, dan tak kukomentari
lagi. Istri hanya menanggapi dengan desah atau anggukan kepala. Dia juga sama
sepertiku tak sanggup menolak kehendak ibu

***

Hari pertama yang menjemukan di rumah ibu mertua. Istri disuruh menggantungkan
gunting kecil di bh-nya, yang sebelumnya berpengait peniti. "Ini demi kebaikan kalian!"
Ibu mertua berlalu ke dapur.

***

Maryani, staff personalia di kantorku, manggut-manggut ketika kuceritakan tentang


perilaku ibu mertua. Dia juga seperti istriku, sedang hamil.
"Apakah kondisi seperti yang kualami itu terjadi juga kepadamu dan suami?" kejarku.
"Apa yang kau alami tak terjadi kepadaku dan suami. Kau tak ingat, papaku seorang
pengusaha burung walet, dan mamaku dokter umum? Mereka tak memiliki pemikiran
tentang mitos-mitos. Semua harus real, harus sesuai dengan medis. Jadi saranku,
boyonglah istrimu kembali ke rumah kontrakanmu. Pertama, agar kau dan istrimu tak
pening mendengar ocehan seorang ibu yang sangat memercayai mitos-mitos.
Aku menggerutu. Heran! Apakah semua pasangan yang sedang menunggu kelahiran anak
pertama selalu dikelilingi mitos-mitos? Kecuali Maryani tentunya

***

Apa yang selalu kukeluhkan sejak ibu mertua memboyong aku dan istri ke rumahnya,
akhirnya mencapai titik nadir. Ibu mertua menginginkan istriku melahirkan bayi laki-laki.
Tapi bukan pasal itu yang membuat keluhanku berkepanjaangan. Melainkan syarat untuk
mendapatkan bayi laki-laki itu.
Setiap kali bangun tidur, dan kala istri menyambutku pulang kantor, tak ada lagi aura
keindahan yang ditunjukkannya kepadaku. Dia selalu mengenakan daster belel warisan
ibu mertua. Wajah tak lagi berbedak, bibir tiada bergincu. Deodoran yang biasanya selalu
menyinggahi pangkal bawah lengannya, pun tak pernah digunakan, sehingga
membuarkan bau kurang sedap.
"Ini kehendak ibu!" katanya saat kami rebahan di kasur dengan mata yang tak mau diajak
terpejam.
"Kehendak bagaimana?"
"Ya, itu, tuh! Karena ibu ingin aku melahirkan bayi laki-laki."
Aku terperanjat. Aku duduk dan memperhatikan wajah istri. "Apa hubungan bayi laki-
laki dengan penampilanmu yang tak menarik ini?
"Ibu mengatakan aku tak boleh bersolek dan mempercantik diri kalau ingin melahirkan
bayi laki-laki. Bila kulanggar, kita bisa memperoleh bayi perempuan," jelasnya.
"Apa ibu tukang ramal? Apa dia mau menyaingi Tuhan?" geramku. Istri buru-buru
menutup mulutku dengan telapak tangan kanannya. "Pokoknya besok kau harus bersolek
sehingga rasa cinta dan nafsuku tak padam kepadamu."
Benar saja, besok pagi telah kutemukan istri dengan pakaian daster baru, dan rambutnya
di sisir rapi. Benar pula ibu mertua tak setuju. Dia hanya menggeram sekali. Kemudian
sepulang dari kantor aku menemukan barang-barangku dan istri telah disusun di ruang
tamu. Ibu menyuruh kami pulang saja ke rumah kontrakan. Dia kecewa karena kami tak
mau menuruti petuahnya.
Aku bersorak dalam hati. Akhirnya terbebas dari ocehan ibu mertua. Segera aku dan istri
kembali ke rumah kontrakan dan menata hidup seperti dulu, sebelum ibu mertua
mengacaukannya.

***

Tujuh bulan usia kehamilan istriku, akhirnya kandungannya di-scan. Ibu mertua turut
serta karena ingin mengetahui jenis kelamin bakal cucunya.
"Nah, ini gambar anak Bapak! Kelihatannya sehat-sehat!" kata dokter.
"Jenis kelaminnya apa, Pak Dokter?" Ibu mertua tak sabaran.
"Perempuan!" jawab dokter.
Ibu mertua langsung memelototiku. "Itulah kalau tak mau mendengar petuah orangtua.
Jadinya, calon cucuku perempuan, kan?
Sementara aku hanya membisu. Aku berpikir semuanya berjalan sesuai kehendak Tuhan.
--sekian—

2. Kelebihan dan kekurangan cerpen dari unsur-unsur instrinsik (unsur instrinsik:


tema/alur/cerita/tokoh/penokohan/setting/amanat)
 Tema: Mitos ibu mertua
 Alur: Maju (progresif)
 Cerita: Di mulai saat ibu mertua menyuruh Aku (tokoh utama) dan Istri tinggal di
rumahnya.
 Tokoh: Aku (tokoh utama), istri, ibu mertua, maryani, dan dokter.
 Penokohan:
a. Aku (tokoh utama): orang yang sering mengeluh.
b. Istri: orang yang penurut dengan suami.
c. Ibu mertua: orang yang berambisi dan percaya akan mitos
d. Maryani: orang yang memberikan saran
e. Dokter: orang yang tidak tau apa-apa tentang masalahnya Aku (tokoh
utama)
 Setting: di mulai dari kontrakan Aku (tokoh utama) dan istri dilanjutkan ke rumah
ibu mertua, dilanjutkan di tempat makan pinggir jalan, dilanjutkan lagi di rumah
ibu mertua terus diakhiri di rumah sakit (puskesmas).
 Amanat: Sebagai anak, kita harus nurut apa kata orang tua, walaupun itu ibu
mertua, karena, ibu mertua juga sama berperan seperti ibu kandung.

Anda mungkin juga menyukai