Anda di halaman 1dari 35

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

SEMESTER 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HISPRUNG

Disusun Oleh :

Theresia Susi Kristina NIM (1812033)

Endang Rusita K NIM (1812035)

Bekti Setyorini NIM (1812041)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR
2018/ 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang
menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari springter ani
internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus
sampai rectum. Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian
bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering
pada neonatus.
Penyakit Hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital
diman tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di
kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya
peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, springter rectum tidak dapat
berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian
dapat menyebabkan usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru dipublikasikan adalah
Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun
1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui dengan
jelas. Hingga tahun 1838, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan
bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan
peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion. Penyakit Hirschsprung
terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi Hirschsprung di Indonesia tidak
diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksi setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung.
Insiden keseluruhan dari penyakit Hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-
laki lebih banyak diseraang dibandingkan perempuan (4:1). Biasanya penyakit
Hirschsprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit
ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk down syndrom,
syndrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler. Penyakit ini ditemukan
tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam
waktu 24-48 jam setelah lahir., muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor
penyebab Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor
lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui
pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan yang dilakukan seperti
pemeriksaan radiologi, barium enema, rectal biopsi, manometri anorectal dan
melalui penatalaksanaan dan terapeutik yaitu dengan pembedahan atau
coloctomy.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep penyakit Hirschsprung?
2. Bagaimana asuhan keperwatan pada penyakit Hirschsprung?
C. TUJUAN PENULISAN
1. TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir secara
ilmiah ke dalam proses asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan
pengalaman dalam memecahkan masalah pada penyakit Hirschsprung.
2. TUJUAN KHUSUS
a. Mampu mendiskripsikan pengertian Hirschsprung.
b. Mampu mendiskripsikan jenis-jenis Hirschsprung.
c. Mampu mendiskripsikan penyebabHirschsprung.
d. Mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan Hirschsprung
BAB II
KONSEP DASAR
A.  DEFINISI
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah
proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.
Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat
muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari
anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
“kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-
beda untuk setiap individu.
B. ETIOLOGI
Penyebab tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi genetik
(A,iel, 2001). Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para
simpatis dari pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang
aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi
hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon. Diduga terjadi karena
faktor genetik dan lingkungan  sering terjadi pada anak dengan Down
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

C. EPIDEMIOLOGI
Insidensi penyakit Hisprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1
diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta
dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir
1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Menurut catatan Swenson, 81,1 %
dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan
Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57
kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan
bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang
memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan
kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai
gangguan urologi seperti refluks vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan
vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus).

D. KLASIFIKASI HISPRUNG
Dua kelompok besar, yaitu :
1. Tipe kolon spastik
Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala (konstipasi
periodik) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih berganti dengan
diare. Sering tampak lendir pada tinjanya. Nyeri bisa berupa serangan nyeri
tumpul atau kram, biasanya di perut sebelah bawah. Perut terasa kembung,
mual, sakit kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk
berkonsentrasi. Buang air besar sering meringankan gejala-gejalanya.
2. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang
relatif tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan.
Yang khas adalah diare timbul segera setelah makan. Beberapa penderita
mengalami perut kembung dan konstipasi dengan disertai sedikit nyeri.
Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi  dalam :
1. Megakolon kongenital segmen pendek: Bila segmen aganglionik meliputi
rektum sampai sigmoid (70-80%)
2. Megakolon kongenital segmen panjang: Bila segmen aganglionik lebih
tinggi dari sigmoid (20%)
3. Kolon aganglionik total: Bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon
(5-11%)
4. Kolon aganglionik universal: Bila segmen aganglionik meliputi seluruh
usus sampai pylorus (5%)
E. MANIFESTASI HISPRUNG
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia
gejala klinis mulai terlihat :
- Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.
Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama)
merupakan tanda klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka
94% dari pengamatan terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat
angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah
lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang
manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis
merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit
Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun
paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada
usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau
busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus
Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat
pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.
- Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat
gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan
colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-
liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak
teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.
Kasus yang lebih ringan mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari.
- Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):
1. Tidak dapat meningkatkan berat badan
2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan
dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
- Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia Gejala Hisprung
Gejala-gejala yang terjadi pada pasien mega kolon/penyakit hisprung antara
lain:
1. Pada bayi yang baru lahir tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja
pertama pada bayi baru lahir)
2. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, perut
menggembung, muntah
3. Diare encer (pada bayi baru lahir)
4. Berat badan tidak bertambah
5. Malabsorpsi

F. KOMPLIKASI HISPRUNG
1. Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh
ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi
(pembentukan pembuluh abnormal atau berlebihan) yang tidak adekuat
pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose
serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan
terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini
beragam. Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan
suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik, kebocoran berat
dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis
dan kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat
kolostomi di segmen proksimal.
2. Stenosis (penyempitan)
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan
penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan
terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan.
Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau
Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel
sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit,
distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal. Tindakan yang
dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab stenosis, mulai dari
businasi hingga sfinkterektomi posterior.
3. Enterokolitis
Enterokolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus
halus. Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus
makin dipenuhi eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko perforasi
(perlubangan saluran cerna) . Proses ini dapat terjadi pada usus yang
aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien
penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda
enterokolitis adalah :
a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.
d. Pemberian antibiotika yang tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada
pasien dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab
kecacatan dan kematian pada megakolon kongenital, mekanisme timbulnya
enterokolitis menurut Swenson adalah karena obtruksi parsial. Obtruksi
usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan
kolon aganlionik yang tersisa masih spastik. Manifestasi klinis enterokolitis
berupa distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau
fekal dan feses keluar eksplosif cair dan berbau busuk. Enetrokolitis
nekrotikan merupakan komplikasi paling parah dapat terjadi nekrosis,
infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah
terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah
dihadapkan pada konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca
bedah.
4. Gangguan Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima
universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit
merupakan parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai
fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal tersebut
tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus
tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan
sering.
G.  PATOFISIOLOGI PENYAKIT HISPRUNG

Istilah congenital agang lionic Mega Colon menggambarkan adanya


kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada
usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian
yang rusak pada Mega Colon.
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul
didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian
Colon tersebut melebar.
H. WOC
Terlampir
I.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang.
Anamnesis
- Pada neonatus :
1. Mekonium keluar terlambat, > 24 jam
2. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
3. Perut cembung dan tegang
4. Muntah
5. Feses encer
- Pada anak :
1. Konstipasi kronis
2. Failure to thrive (gagal tumbuh)
3. Berat badan tidak bertambah
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi abdomen terlihat perut cembung atau membuncit
seluruhnya, didapatkan perut lunak hingga tegang pada palpasi, bising usus
melemah atau jarang. Pada pemeriksaan colok dubur terasa ujung jari terjepit
lumen rektum yang sempit dan sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan
menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian kembung pada
perut menghilang untuk sementara.
Pemeriksan penunjang lainnya:
a. Foto polos abdomen tegak kan memperlihatkan usus- usus melebar
atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan pada kolon
setelah enema barium. Radiografi biasa akan memperlihatkan
dilatasi dari colon diatas segmen agalionik.
c. Biopsy rectal dilakukan dengan anastesi umum, hal ini melibatkan
diperolehnya sampel lapisan otot rectum untuk pemeriksaan adanya
sel ganglion dari pleksus Aurbach (biopsy) yang lebih superficial
untuk memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan
pleksus meissner.
d. Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang
ditempatkan dalam rectum dan dikembangkan. Secara normal,
dikembangkan balon akan menghambat sfingter ani interna. Efek
inhibisi pada penyakit hisrchprung tidak ada jika balon berada
dalam balon aganglionik, dapat diidentifikasi gelombang rectal
yang abnormal. Uji ini efektif dilakukan pada masa neonatus karena
dapat diperoleh hasil baik positif palsu atau negatif palsu.
J.  PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pembedahan
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik
di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan
motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus
besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat
anak mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah
operasi pertama (Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,
Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang
paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian
akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah (Darmawan K 2004 : 37)
2. Konservatif     
Pada  neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif
melalui pemasangan  sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan
mekonium dan udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa
yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan
keadaan  umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal
yang paling distal.
4. Terapi farmakologi
-   Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi
diet dan wujud feses adalah efektif
-  Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam
megakolon toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses
menggunakan tuba.

K.  ASUHAN KEPERAWATAN HISPRUNG


1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan
dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionsis dari anus
sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi
sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak
pada anak laki- laki dan perempuan. (Ngastiyah, 1997)
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang
sering ditemukan adalah meconium yang lambat keluar (lebih dari 24
jam setelah lahir), perut kembung, muntah berwarna hijau. Gejala lain
adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan
evakuasi meconium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan
dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu
atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga
konstipasi ringan, enterocolitis dengan diare, distensi abdomen, dan
demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Hisrchprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
3. Pemeriksaaan Fisik
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada
survey umum terlihat lemah dan gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi
dan takikardia dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala
terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada
kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan
rectum akan didapatkan :
Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal.
Pemeriksaan rectum dan feses akan didapatkan adanya
perubahan feses seperti pita dan berbau busuk.
Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bisisng usus, dan
berlanjut dengan hilangnya bising usus.
Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung
Palpasi : teraba dilatasi kolon abdominal
a. Sistem kardiovaskuler
Takikardia
b. Sistem pernafasan
Sesak nafas, distress pernafasan
c. Sistem pencernaan
Umumnya obstipasi. Perut kembung/ perut tegang, muntah berwarna
hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok
anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti
dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem saraf
Tidak ada kelainan
e. Sistem muskuloskeletal
Gangguan rasa nyaman: nyeri
f. Sistem endokrin
Tidak ada kelainan
g. Sistem integumen
Akral hangat, hipertermi
4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil
a Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus melebar dan terdapat
gambaran obstruksi usus rendah
b Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi,
gambaran kontraksi usus yang tidak teratur dibagian menyempit,
enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium
setelah 24-48 jam.
c Biopsi isap, mencari sel ganlion pada daerah sub mukosa
d Biopsi otot rektum, yaitu pengembalian otot rektum.
e Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
5. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon , sekunder,
obstruksi mekanik
b Risiko ketidakseimbangan volume cairan/ elektrolit tubuh
berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari muntah ,
ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.
c Risiko injury berhubungan dengan paska prosedur bedah, iskemia,
nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.
d Risiko infeksi berhubungan dengan paska prosedur pembedahan
6. Intervensi keperawatan
a Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon , sekunder,
obstruksi mekanik
NOC :
Eliminasi usus : otot untuk mengeluarkan feses
NIC : Manajemen saluran cerna
1. Catat tanggal buang air besar terakhir
2. Monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk,
volume dan warna dengan cara yang tepat
3. Monitor bising usus
4. Lapor peningkatan frekuensi dan atau bising usus bernada tinggi
5. Monitor adanya tanda dan gejala diare, konstipasi dan impaksi
6. Memulai program saluran cerna, dengan cara yang tepat
b Risiko ketidakseimbangan volume cairan/ elektrolit tubuh
berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari muntah ,
ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.
NOC :
Keseimbangan cairan : keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
NIC : Manajemen elektrolit/cairan
1. Pantau kadar serum elektrolit yang abnormal, seperti yang
sudah tersedia
2. Berikan cairan, yang sesuai
3. Berikan (cairan) pengganti nasogastrik yang diresepkan
berdasarkan output, yang sesuai
4. Jaga infus intravena yang tepat, tranfusi darah, atau laju aliran
enteral
5. Monitor tanda-tanda vital
6. Monitor kehilangan cairan
c Risiko injury/cedera berhubungan dengan paska prosedur bedah,
iskemia, nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obstruksi
usus.
NOC :
Kontrol risiko : memonitor faktor risiko individu
NIC : Kontrol infeksi
1. Alokasikan kesesuaian luas ruan per pasien, seperti yang
diindikasikan oleh pedoman pusat pengendalian dan
pencegahan penyakit
2. Bersihkan lingkungan yang baik batasi jumlah pengunjung
3. Ajarkan cara cuci tangan bagi petugas kesehatan dan keluarga
pasien sebelum dan sesudah ke pasien
4. Pakai sarung tangan yang steril dengan tepat
5. Tingkatkan intake cairan yan tepat
6. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
7. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi
dan kapan harus melaporkannya kepada penyedia perawatan
kesehatan
d Risiko infeksi berhubungan dengan paska prosedur pembedahan
NOC :
Kontrol risiko : proses infeksi : menyesuaikan strategi dalm
mengontrol infeksi
NIC : Kontrol infeksi
1. Alokasikan kesesuaian luas ruang per pasien, seperti yang
diindikasikan oleh pedoman pusat pengendalian dan
pencegahan penyakit
2. Bersihkan lingkungan yang baik batasi jumlah pengunjung
3. Ajarkan cara cuci tangan bagi petugas kesehatan dan keluarga
pasien sebelum dan sesudah ke pasien
4. Pakai sarung tangan yang steril dengan tepat
5. Tingkatkan intake cairan yan tepat
6. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
7. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi
dan kapan harus melaporkannya kepada penyedia perawatan
kesehatan
BAB III
CONTOH KASUS

Tanggal MRS : 6 Februari 2019 jam 15.00


Tanggal pengkajian : 8 Februari 2019 jam 08.00
A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
IDENTITAS BAYI
Nama : By. H
No. Reg : 1177xx
Umur : 6 hari
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Ds. Serang Rt 2 Rw 3 kec Panggungrejo Blitar
Tanggal lahir : 3 Februari 2019
Diagnosa medis : Hischsprung
IDENTITAS AYAH
Nama : Tn. Y
Umur : 40 tahun
Alamat : Ds. Serang Rt 2 Rw 3 kec Panggungrejo Blitar
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : kuli bangunan
IDENTITAS IBU
Nama : Ny. M
Umur : 35 tahun
Alamat : Ds. Serang Rt 2 Rw 3 kec Panggungrejo Blitar
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : ibu rumah tangga
II. KELUHAN UTAMA
- Saat MRS : bayi H tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut
sekali dan perut membesar
- Saat pengkajian : bayi H belum bisa buang air besar , muntah saat minum
dan perut membesar
III. RIWAYAT KESEHATAN
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya sekali, dan perut
semakin lama semakin membesar. Kemudian bayi H dibawa ke RSK BR
dirawat di Ruang Perinatologi dengan diagnosa medis Hirschsprung.
RIWAYAT KEHAMILAN
- Pemeriksaan rutin : ANC rutin ke bidan puskesmas setiap bulan
- Penyakit yang diderita selama hamil : tidak ada
- Keluhan saat hamil : hanya pada semester 1 pusing dan mual
- Imunisasi : tidak ada
- Obat/ vitamin yang dikonsumsi : kalk dan tablet Fe
- Riwayat minum jamu : tidak pernah
- Riwayat dipijat : tidak pernah
- Masalah : tidak ada
RIWAYAT PERSALINAN
- Cara persalinan : normal
- Tempat : bidan praktek
- Penolong : bidan
- Usia kehamilan 37-38 minggu
- BB/PB/LK/LD : 3200 gram/ 55cm/39 cm/ 32 cm
RIWAYAT POST NATAL
- Pernafasan : bayi langsung menangis spontan tanpa alat bantu nafas
- Apgar SKOR : 7-9
- Trauma lahir : tidak ada
IV. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE )
a. Keadaan umum
- Postur : normal
- Kesadaran : compos mentis
- BB/PB/LK/saat ini : 300 gram/ 55 cm/37 cm/ 30 cm
- Nadi : 140x/menit
- Suhu : 38,50 C
- RR : 40 x/menit
b. Kepala dan rambut
- Kebersihan : cukup bersih
- Bentuk kepala : normal, simetris
- Fontanela Anterior : lunak
- Sutura sagitalis : tepat
- Distribusi rambut : merata
c. Mata
- Kebersihan : bersih
- Sklera : tidak icterus
- Konjungtiva : tidak anemis
- Pupil : normal, reflek cahaya baik, bereaksi bila ada cahaya
- Gerakan bola mata : normal, memutar dengan baik
d. Hidung
- Pernafasan cuping hidung : tidak ada
- Struktur : normal
- Sekresi : tidak ada
- Kelainan lain : tidak ada
e. Telinga
- Kebersihan : bersih
- Sekresi : tidak da
- Struktur : normal, simetris
f. Mulut dan tenggorokan
- Mukosa bibir : kering
- Kandidiasis : tidak ada
- Kelainan bibir dan rongga mulut : tidak ada
g. Leher
- Arteri karotis : teraba berdenyut teratur dan kuat
- Trachea : berada di garis tengah
h. Dada atau Thorax (jantung dan Paru )
- Bentuk dada : simetris, barrel chest
- Pergerakan dinding dada : simetris, tidak terdapat tarikan intercosta
- Tarikan dinding dada : normal, retraksi dada ringan
- Suara pernafasan : sonor, tidak ada wheezing dan ronchi
- Perkusi : pekak
- Palpasi : ictus cordis palpable midclavicula line sinistra
- Auskultasi : suara jantung I dan II terdengar tunggal, regular
- Kelainan jantung bawaan : tidak ada
i. Ekstremitas atas dan bawah
- Tonus otot : cukup
- Warna : merah muda
- Trauma : tidak ada
j. Abdomen
- Bentuk : distended abdomen
- Bising usus : 5x/ menit
- Benjolan : tidak ada
- Turgor : 2 detik
- Hepar, lien : tidak teraba
- Distensi : ya
k. Kelainan dan anus
- Kebersihan : bersih
- Keadaan kelamin luar : normal, tidak ada lesi, tidak ada benjolan abnormal
- Anus : normal
l. Integumen
- Warna kulit : merah muda
- Kelembaban : kering
- Lesi : tidak ada
V. REFLEK PRIMITIF
- Rooting refleks ( refleks mencari ): baik
- Sucking Refleks (reflek menghisap) : baik
- Palmar grasp ( reflek menggenggam ): baik
- Tonic neck (refleks leher ) : baik
- Refleks Moro ( reflek kejut ) : baik
- Refleks Babinski : baik
VI. RIWAYAT IMUNISASI
Bayi belum mendapatka imunisasi
VII. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
- Nutrisi :
Di rumah : bayi minum asi
Di RS : bayi sementara dipuasakan dan terpasang OGT
terbuka
- Eliminasi urine
Di rumah : bayi bak spontan dipempers warna kuning jernih
Di RS : bayi bak spontan pakai pempers warna kuning
jernih
- Eliminasi alvi
Di rumah : bayi tidak bab
Di RS : bayi belum bab
- Pola istirahat tidur
Di rumah : bayi sering tidur kurang lebih 16-18 jam dalam
24 jam dan sering bangun dan rewel
Di RS : bayi sering tidur kurang lebih 16-18 jam dalam
24 jam dan sering bangun dan rewel
VIII. DATA PENUNJANG
Hasil laboratorium tanggal 7 Februari 2019
Hb : 15,6 g/dl
Eritrosit : 4,33
Hematokrit : 17,7
Trombosit : 250.000
Albumin : 3,57 gr/dl
Natrium : 144 Mmol/L
Kalium : 3,65 Mmol/L
Klorida : 110 Mmol/L
Hasil pemeriksaan radiologi 7 Februari 2019
Jenis pemeriksaan : colon inloop hirschsprung
BNO
- Preperitoneal fat line D/S : tertutup udara usus

- Kontur hepar normal, kontur lien normal

- Kontur renal D/S tertutup udara usus

- Distribusi udara usus meningkat

- Psoas line D/S tertutup udara usus

- Tulang-tulang normal
Colon inloop hirschsprung
Kontras yang diencerkan dimasukkan per rectal melalui kateter dengan
balon yang dikembangkan. Tampak kontras mengisi rectum, sigmoid,
colon desenden, colon transversum. Kaliber melebar dengan mukosa
reguler aganglionik segmen panjang ± 6 cm. rectosigmoid index < 1
Kesimpulan :
Sesuai gambaran hirschsprung disease dengan segmen aganglionik
sepanjang rectosigmoid.
IX. TERAPI/ PENATALAKSANAAN
- IVFD D 10% 180 cc/hari
- Injeksi Ampicillin 3 x 180 mg (IV)
- Injeksi Gentamicyn 1x 16 mg (IV)
- Metronidazole drip 3 x 50 mg (IV)
- Sanmol drip 3x 50 mg (IV)

B. ANALISA DATA
Nama pasien : By. H
Umur : 6 hari
No Reg : 1177xx
Data penunjang Etiologi Masalah
Data Subyektif : nekrosis dinding intestinal Resiko cidera/ injury
- sekunder dari kondisi obstruksi
Data Obyektif : usus.
- Keadaan umum cukup
- Pasien rewel
- Pasien sering
menangis
- Akral panas
- TTV :
- Nadi:140x/menit
- Suhu : 38,50 C
- RR : 40 x/menit
Kesimpulan colon
inloop : Sesuai
gambaran hirschsprung
disease dengan segmen
aganglionik sepanjang
rectosigmoid
Data Subyektif : Penyempitan colon Resiko konstipasi
- Orang tua pasien
mengatakan mulai
lahir pasien belum bab
Data Obyektif :
- Keadaan umum cukup
- Pasien rewel
- Pasien sering
menangis
- Pasien belum bab
- Perut distensi
-

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama pasien : By. H
Umur : 6 hari
No Reg : 1177xx

No. Tanggal Diagnose keperawatan


1. 8 Februari 2019 Resiko cidera/ injury berhubungan
dengan nekrosis dinding intestinal
sekunder dari kondisi obstruksi usus.

3. 8 Februari 2019 Resiko konstipasi berhubungan


dengan penyempitan colon
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : By. H
Umur : 6 hari
No Reg : 1177xx

TGL NO. DIAGNOSA PERENCANAAN IMPLEMENTASI EVALUASI


NOC NIC
DX KEPERAWATAN
8-2- 1. Resiko cidera/injury Kontrol risiko : Kontrol infeksi Jam 08.00 Jam 14.00
berhubungan dengan memonitor faktor 1. Bersihkan 1. Memberikan pasien S:-
2019
nekrosis dinding risiko individu lingkungan yang lingkungan yang O : - k/u lemah
Kriteria hasil :
intestinal sekunder baik batasi jumlah tenang dan membatasi - Akral panas
dari kondisi
- Pasien tampak
pengunjung pengunjung
rileks - Pasien kadang rewel
obstruksi usus. 2. Ajarkan cara cuci 2. Mengajarkan cara cuci - Perut distensi
- Akral hangat
Batasan karakteristik: tangan bagi petugas tangan kepada petugas - Pasien belum bab
- Bab lancar
- Keadaan umum kesehatan dan dan keluarga sebelum - Nadi : 140x/menit
- TTV dalam batas
cukup keluarga pasien dan sesudah ke pasien - Suhu : 37,90 C
normal
- Pasien rewel sebelum dan sesudah 3. Mengukur dan A : Masalah belum teratasi
- Nadi : 120-160
- Pasien sering x/menit ke pasien memantau TTV pasien P: Lanjutkan implementasi
menangis - RR : 30-50 x/menit 3. Pakai sarung tangan 4. Mengobservasi intake no 1,2,3,4 dan 5
- Suhu : 36,5-37,40 C yang steril dengan dan output pasien
- Akral panas
tepat 5. Berkolaborasi dengan
- TTV : 4. Tingkatkan intake dokter pemberian
- Nadi:140x/menit cairan yang tepat terapi antibiotik dan
- Suhu : 38,50 C 5. Berikan terapi antipiretik
antibiotik yang - Injeksi Ampicillin 180
- RR : 40 x/menit
sesuai mg (IV)
Kesimpulan colon
inloop : Sesuai 6. Ajarkan pasien dan - Injeksi Gentamicyn 16
gambaran keluarga mengenai mg (IV)
hirschsprung disease tanda dan gejala
- Metronidazole drip 50
dengan segmen infeksi dan kapan
mg (IV)
aganglionik harus
sepanjang - Sanmol drip 3x 50 mg
melaporkannya
rectosigmoid (IV)
kepada penyedia
perawatan kesehatan

8-02- 2. Resiko konstipasi Eliminasi usus : otot Manajemen saluran Jam 08.00 Jam 14.00
berhubungan dengan untuk mengeluarkan cerna 1. Mengkaji kapan pasien S:-
2019
penyempitan colon feses 1. Catat tanggal buang air besar O : - k/u lemah
Kriteria hasil : buang air besar
Batasan karakteristik: terakhir - Akral panas
- Pasien tidak rewel terakhir 2. Memonitor buang air
- Keadaan umum - Pasien kadang rewel
- Perut distensi 2. Monitor buang
besar pasien
cukup bekurang sampai air besar termasuk - Perut distensi
- Pasien rewel frekuensi, 3. Memonitor bising usus - Pasien belum bab
dengan supel
- Pasien sering - Pasien bisa bab konsistensi, bentuk, - Nadi : 140x/menit
menangis volume dan warna - Suhu : 37,90
dengan cara yang - Bising usus 8x/menit
- Pasien belum bab tepat A : Masalah belum teratasi
- Perut distensi 3. Monitor bising
pasien direncanakan
usus tindakan colostomy
4. Lapor tanggal 09 februari
peningkatan 2019 jam 16.00
frekuensi dan atau
P : Lanjutkan implementasi
bising usus bernada
tinggi no 1,2,dan 3
5. Monitor adanya
tanda dan gejala
diare, konstipasi dan
impaksi
6. Memulai
program saluran
cerna, dengan cara
yang tepat
E. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama pasien : By. H
Umur : 6 hari
No Reg : 1177xx

No. Tanggal No. Diagnosa Catatan perkembangan


Keperawatan

1. 09-02-2019 1 S:-
Jam 14.00 O : - k/u lemah
WIB - Akral hangat
- Pasien kadang rewel
- Perut distensi berkurang
- Terpasang colostomy
- Bab lewat colostomy konsistensi cair
- Nadi : 120x/menit
- Suhu : 37,50 C
A : Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan implementasi no 1,2,3,4 dan 5
2. 09-02-2019 2 S:-
Jam 14.00 O : - k/u lemah
WIB - Akral hangat
- Pasien kadang rewel
- Perut distensi berkurang
- Pasien masih dipuasakan
- Terpasang colostomy
- Bab lewat colostomy konsistensi cair
- Nadi : 120x/menit
- Suhu : 37,50 C
A : Masalah teratasi muncul masalah baru resiko
infeksi berhubungan dengan proses
pembedahan
P : intervensi dihentikan
I : kontrol infeksi
- Bersihkan lingkungan yang baik batasi
jumlah pengunjung
- Ajarkan cara cuci tangan bagi petugas
kesehatan dan keluarga pasien sebelum
dan sesudah ke pasien
- Pakai sarung tangan yang steril dengan
tepat
- Tingkatkan intake cairan yang tepat
- Berikan terapi antibiotik yang sesuai

3. 10-02-2019 1, 3 S:-
Jam 14.00 O : - k/u lemah
WIB - Akral hangat
- Pasien kadang rewel
- Total minum 50 cc/8jam
- Perut distensi berkurang
- Terpasang colostomy
- Bab lewat colostomy konsistensi cair
volume ± 50 cc per 8 jam warna kuning
- Nadi : 120x/menit
- Suhu : 370 C
A : Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan implementasi no 1,2,3,4 dan 5

4 11-02-2019 1,3 S:-


Jam 14.00 O : - k/u lemah
WIB - Akral hangat
- Pasien kadang rewel
- Perut distensi berkurang
- Total minum 80 cc/8 jam per sonde
- Terpasang colostomy
- Bab lewat colostomy konsistensi cair
volume ± 80 cc per 8 jam warna kuning
- Nadi : 140 x/menit
- Suhu : 36,80 C
A : Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan implementasi no 1,2,3,4 dan
BAB IV
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang
menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani
internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus
sampai rektum.Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para
simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.

B.     Saran
1.      Sebagai calon perawat hendaknya kita mengerti dan memahami tentang
Hisprung.
2.      Dengan memahami tentang rheumatoid arthritis diharapkan kita dapat
melaksanakan asuhan keperawatan tentang penyakit tersebut dengan benar
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari.2011.Gangguan Gastrointestinal, Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
http://evid van diaz.blogspot.com/2012/01/askep-hisprung-terlengkap.html
http://ml.scribd.com/doc/99193630/Askep-Hisprung

Anda mungkin juga menyukai