8/Okt/2017
1 3
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Dr. Ralfie Pinasang, ST Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku.I Bina Cipta,
SH, MH; Harold Anis, SH, MH Bandung, 1998, hal.46.
2 4
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. M Hamdan, 2000. Tindak Pidana Pencemaran
13071101591 Lingkungan Hidup, Jakarta: Mandar Maju, Hal. 2
133
Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
134
Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
Dalam penelitian hukum normatif dengan Upaya penegakan hukum ini dapat
data sekunder diperlukan bahan-bahan hukum dilakukan melalui pengadilan atau di luar
primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum pengadilan. Bentuk dari penegakan hukum ini
primer diperoleh dari peraturan perundang- adalah sanksi perdata berupa pembayaran
undangan yang mengatur tentang lingkungan ganti rugi bagi masyarakat dan pemulihan
hidup, khususnya Undang-Undang Nomor.32 terhadap pencemaran dan/atau kerusakan
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan lingkungan hidup.
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sedangkan 3) Penegakan Hukum Lingkungan Pidana
bahan hukum sekunder diperoleh melalui Penegakan Hukum Pidana Lingkungan dapat
kajian literatur, karya-karya ilmiah, jurnal dilaksanakan apabila telah memenuhi salah
hukum dan juga sumber hukum tersier sebagai satu persyaratan berikut:
penunjang pengumpulan data yang diperoleh a. sanksi administratif, sanksi perdata,
dari kamus hukum.9 penyelesaian sengketa alternatif melalui
negosiasi, mediasi, musyawarah diluar
PEMBAHASAN pengadilan setelah diupayakan tidak efektif
A. Bentuk-Bentuk Sanksi Menurut Undang- atau diperkirakan tidak akan efektif.
Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang b. tingkat kesalahan pelaku relatif berat;
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan c. akibat perbuatan pelaku relatif besar; dan
Hidup d. perbuatan pelaku menimbulkan keresahan
Hukum lingkungan merupakan salah satu bagi masyarakat. 10
instrumen yuridis yang memuat tentang Sanksi Pidana merupakan sanksi hukum
kaidah-kaidah perlindungan dan pengelolaan yang bersifat antisipatif bukan reaktif, terhadap
lingkungan hidup. Adapun makna yang dapat pelaku tindak pidana yang berbasis pada
terkandung dan diamanatkan dalam Undang- filsafat determinisme dalam ragam bentuk
Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun sanksi yang dinamis dan spesifikasi, bukan
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan penderitaan fisik atau perampasan
Lingkungan hidup (UUPPLH) adalah upaya kemerdekaan, dengan tujuan untuk
penegakan hukum yang terdiri dari: memulihkan keadaan tertentu bagi pelaku
1. Penegakan hukum secara administrasi maupun korban.11
2. Penegakan hukum secara perdata Perlunya penggunaan sanksi pidana
3. Penegakan hukum secara pidana menjadi premium remedium karena pada saat
Bentuk-bentuk sanksi yang berlaku dalam penggunaan sanksi pidana menjadi sampingan
hukum lingkungan yang berkaitan dengan atau ultimum remedium dalam penyelesaian
Penegakan hukum lingkungan terbagi menjadi masalah pencemaran dan perusakan
3 (tiga) aspek yaitu: lingkungan hidup, telah menimbulkan
1) Penegakan Hukum Lingkungan beberapa kelemahan diantaranya.12
Administratif. a. Pada umumnya proses perkara perdata
Upaya penegakan Hukum Lingkungan yang memerlukan waktu yang cukup lama,
diterapkan kepada kegiatan dan/atau usaha karena besar kemungkinan pencemar
yang ditemukan pelanggaran terhadap izin akan mengulur-ulur waktu sidang atau
lingkungan. Penegakan hukum tersebut pelaksanaan eksekusi dengan cara
diterapkan melalui sanksi administratif seperti mengajukan banding atau kasasi,
yang termuat dalam Pasal 76 ayat (2) UUPPLH, sementara pencemaran terus
yang terdiri dari: berlangsung.
a. terguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
10
d. pencabutan izin lingkungan. Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan
2) Penegakan Hukum Lingkungan Perdata Indonesia, Penegakan Hukum Administrasi,Hukum
Perdata dan Hukum Pidana, Graha Ilmu, 2012, hal.159
11
Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
9
Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Hidup, PT. Sofmedia, Jakarta, 2011.Hal. 52
12
Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985, hal.12-13. Ibid, Hal 55
135
Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
b. Jangka waktu pemulihan sulit dilakukan pidana penjara, denda dan tindakan tata
dengan segera, memerlukan waktu yang tertib.
cukup lama. 3. Sanksi pidana penjara denda sangat
c. Dengan tidak menerapkan sanksi pidana, bervariasi tergantung pada sifat perbuatan
tidak ada deter effect (efek pencegahan) dan akibat yang ditimbulkan. Pidana
dari sanksi-sanksi lain tidak dapat penjara bervariasi antara 1-15 tahun,
diharapkan dengan baik sedangkan sanksi denda dimulai dari Rp.
d. Penerapan sanksi administarsi dapat 500.000.000,- sampai Rp. 15.000.000.000,-.
mengakibatkan penutupan perusahaan Rumusan sanksi penjara dalam UUPPLH
industri yang membawa akibat pula 2009 dapat dikatakan tidak konsisten
kepada para pekerja, pengangguran karena dalam beberapa pasal diatur sanksi
bertamabah dan menimbulkan bahaya pidana paling lama satu tahun. Ini berarti
dan kerwanan kejahatan lainnya. snaksi yang dijatuhkan bisa kurang dari satu
Telah terurai di atas bahwa dengan di tahun, sebagaimana karakteristik pidana
berlakukannya Undang-Undang Nomor 32 kurungan, bukan pidana penjara.
tahun 2009 tentang Perlindungan dan 4. Dalam UUPPLH 2009 diatur sanksi pidana
Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan diatur bagi pejabat yang memberikan izin
jawaban atas inkonsitensi konstitusi yang tanpa memenuhi syarat, dan juga diatur
ditawarkan atas derovatif regulasi sebelumnya bagi pejabat yang tidak melakukan
yaitu pada Undang-Undang Nomor 23 tahun pengawasaan terhadapa ketaatan usaha
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup atau kegiatan yang mengakibatkan
(PLH). Perbedaan mendasar pada Undang- pencemaran atau perusakan.
Undang lingkungan sebelumnya tidak 5. Pelaku juga dikenakan sanksi pidana tata
mengakomodir hukuman pidana sehingga tertib sebagaimana dirumuskan dalam Pasal
tindakan pidana seperti pengelolaan hutan 119 UU PPLH 2009, yaitu :
tanpa berwawasan lingkungan tidak dapat di a. perampasan keuntungan yang diperoleh
pidana, sehingga dengan regulasi setelahnya dari tindak pidana;
(Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 b. penutupan seluruh atau sebagian
tentang Perlindungan dan Pengelolaan tempat usaha/atau kegiatan;
Lingkungan Hidup) dimuat ketentuan tentang c. perbaikan akibat tindak pidana;
pidana. Upaya hukum demikian merupakan d. pewajiban mengerjakan apa yang
salah satu dari peran pemerintah yang dapat di dilakukan tanpa hak;
implementasikan. Korelasi lingkungan dan e. penempatan perusahaan dibawah
pengelolaan hutan dapat disinergikan, pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
sehingga dapat memberikan kesejahteraan Penerapan sanksi pidana penjara dan
bagi masyarakat melalui pembangunan pidana denda dalam UUPPLH bersifat kumulasi
perekonomian nasional yang diselenggarakan bukan alternative, bahkan pidana denda
berdasarkan prinsip berwawasan lingkungan.13 diperberat dengan sepertiga. Ketentuan
hukum pidana dalam UUPPLH sebagaimana
B. Penerapan Sanksi Pidana Khususnya telah diuraikan dalam bab sebelumnya hanya
Terhadap Tindakan Penebangan Hutan mengatur perbuatan pidana pencemaran
Tanpa Izin. dan/atau perusakan (generic crimes) atau
Berkaitan dengan penerapan sanksi pidana , delik materiel sebagaimana diatur dalam Pasal
ketentuan hukum lingkungan dalam UU PPLH 98 ayat (2, 3), Pasal 99 ayat (2, 3) dan 108,
2009 dikemukakan beberapa hal: akan tetapi mengatur juga perbuatan
1. Kualifikasi tindak pidana yang diatur dalam pelepasan, pembuangan zat, energi dan/atau
UU PPLH 2009 adalah kejahatan. komponen lain yang berbahaya dan beracun,
2. Karena termasuk kejahatan maka sanksi serta mengelola B3 tanpa izin (specific crimes)
pidana dalam UU PPLH 2009 meliputi atau delik formil sebagaimana diatur dalam
Pasal 98 ayat (1), Pasal 99 ayat (1) sampai
dengan Pasal 109. Suatu perbuatan yang diatur
dalam hukum pidana lingkungan untuk dapat
13
WWW. Google. Com.
136
Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
15
Ilyas Asaad,Penegakan Hukum yang berkaitan dengan
14
Lihat, UU No. 32 Tahun 2009. Hukum Lingkungan di Indonesia, 2008, hal.3.
137
Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
138
Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
139
Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
140