Dosen pengampu
Disusun oleh
Rofi’urrutab
Uli huliyatunnisa
I
KATA PENGANTAR
Penulis
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………II
DAFTAR ISI……………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...4
A. Latar Belakang………………………………………………..4
B. Rumusan Masalah…………………………………………….4
C. Tujuan Masalah……………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….5
A. Sejarah Bahasa Indonesia……………………………………..5
B. Perkembangan Bahasa Indonesia……………………………..6
C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia……………………10
BAB III PENUTUP………………………………………………………..13
A. Kesimpulan…………………………………………………....13
B. Saran…………………………………………………………..14
BAB IV Daftar pustaka……………………………………………………15
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Kata wala menjadi bala dimana fonem [w] berubah menjadi [b] adalah
perubahan yang umum dan biasa. Ada contoh lain, yaitu watu menjadi batu dan
wankai menjadi bangkai. Fonem [bh] menjadii [b] pada kata bhumi dan bhakti
adalah juga perubahan yang biasa terjadi begitupun fonem[a] berubah menjadi [e]
pada kata ka juga merupakan peubahan yang biasa ada contoh lain, yaitu kata
tantara menjadi tentara dan kata karena menjadi kerana (dalam bahasa Melayu
kini).
B. Perkembangan Bahasa Indonesia
1. Bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan
Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman
Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa penghubung antar suku di
Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan antara
pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.Membahas tentang
sejarah perkembangan bahasa indonesia sebelum merdeka tidak terjadi dalam
suatu waktu yang singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan berabad-abad
lamanya.
Alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah sebagai
berikut:
a. Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua
franca (bahasa perantara atau bahasa pergaulan dibidang perdagangan) di
seluruh wilayah Nusantara.
b. Bahasa Melayu mempunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari,
mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima pengaruh luar
untuk memerkaya dan menyempurnakan fungsinya.
c. Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan
tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya, sehingga
tidak menimbulkan perasaan sentimen dan perpecahan.
d. Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain
untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
e. Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang
mulia.
6
Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaanBrunei, Indonesia, Malaysia,
dan Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan
dan bahasa resmi Negara Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa
Melayu, yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau (bahasa Melayu dari provinsi
Riau, Sumatera, Indonesia). Agaknya terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Orang-orang lupa bahwa
bahasa Melayu Riau hanyalah merupakan satu dialek dari sekian banyak dialek
Melayu yang lain.Diatas semua ini sudah terkenal di seluruh Nusantara suatu
bahasa perhubungan, suatulingua Franca yang disebut dengan Melayu Pasar.
Melayu Pasar inilah yang merupakan faktor yang paling penting untuk di
terimanya.
Nama Melayu mula-mula digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah
Jambi di tepi sungai Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukkan
oleh kerajaan Sriwijaya. Selama empat abad, kerajaan ini berkuasa di daerah
Sumatera Selatan bagian Timur dan di bawah pemerintahan raja-raja Syailendra
bukan saja menjadi pusat politik di Asia Tenggara, melainkan juga menjadi pusat
ilmu pengetahuan.
Untuk mengikuti pertumbuhan bahasa Indonesia dari awal mula
terdapatnya faktor-faktor historis hingga sekarang, baiklah kita mengikuti
beberapa perkembangan berikut.
a. Masa Prakolonial
Walaupun bukti-bukti tertulis masih kurang, dapat di pastikan bahasa
yang di pakai oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai
peninggalan–peninggalan bersejarah misalnya: Tulisan yang terdapat pada batu
Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 M, Prasasti Kedukan Bukit, di
Palembang, pada tahun 683, Prasasti Talang Tuo, di Palembang, pada tahun 684,
Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686, Prasasti Karang Brahi
Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.
Walaupun bukti tertulis hampir tidak ada, dengan adanya bermacam-
macam dialek Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara seperti dialek Melayu,
7
Ambon, Larantuka, Kupang Betawi, dan Manado, dapatlah dipastikan bahwa
bahasa Melayu sudah mengalami penyebaran seluas itu.
Dalam kesusastraan Tiongkok terdapat berita-berita tentang musafir-
musafir Cina yang bertahun-tahun tinggal di kota-kota Indonesia. Mereka
mempergunakan bahasa penduduk asli yang disebut Kwu’un Lun. I Tsing yang
belajar di Sriwijaya pada akhir abad VII juga menggunakan bahasa itu.
b. Masa Kolonial
Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia pada abad ke XVI, mereka
menghadapi suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi
dalam pergaulan dan bahasa perantara dalam perdagangan (lingua franca). Hal
ini dapat di buktikan dari beberapa kenyataan berikut. Seorang Portugis bernama
Pigafetta, setelah menjunjung Tidore, menyusun semacam daftar kata pada tahun
1522; berarti sebelum itu bahasa Melayu sudah tersebar sampai Kepulauan
Maluku.
Baik bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke Indonesia
mendirikan sekolah-sekolah. Mereka terbentur pada soal bahasa pengantar.
Usaha-usaha untuk memakai bahasa Portugis atau bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar selalu mengalami kegagalan. Demikianlah pengakuan seorang Belanda
yang bernama Danckaerts dalam tahun 1631. Ia menyatakan bahwa kebanyakan
sekolah di Maluku itu kebanyakan memakai bahasa Melayu sebagai bahasa
pengantar. Kegagalan di dalam memakai bahasa-bahasa Barat itu memuncak
dengan keluarnya suatu keputusan pemerintah kolonial, KB 1871 No. 104, yang
menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah Bumi Putra, kalau tidak
digunakan bahasa Melayu, di berikan dalam bahasa daerah.
c. Masa Pergerakan Kemerdekaan
Dengan lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 sebagai penggerakan
kemerdekaan, terasa sangat diperlukan suatu bahasa untuk mengikat bermacam-
macam suku bangsa di Indonesia. Pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat
berhasil kalau semua rakyat diikutsertakan. Untuk itu mereka mencari suatu
bahasa yang dapat dipahami dan dipakai semua orang.
8
Pada mulanya memang sulit untuk menentukan bahasa mana yang akan
menjadi bahasa persatuan. Tiap perhimpunan pemuda, apakah Jong Java, Jong
Sumatra atau Jong Ambon, lebih suka menggunakan bahasa daerahnya sendiri.
Budi Utomo, misalnya lebih menekankan kebudayaan dan bahasa Jawa. Hal-hal
ini dirasakan sangat menghambat persatuan dan kesatuan yang hendak dicapai.
Mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku
bangsa di Indonesia, pada tahun 1926 Jong Java merasa perlu mengakui suatu
bahasa daerah sebagai media penghubung pemuda-pemudi Indonesia. Bahasa
melayu dipilih sebagai bahasa pengantar. Pemuda-pemudi di Sumatra sudah lebih
dulu menyatakan dengan tegas hasrat mereka agar bahasa Melayu Riau, yang
juga disebut Melayu Tinggi, diakui sebagai bahasa persatuan. Walaupun dengan
adanya hasrat yang tegas ini, sebagai majalah Jong Java dan Jong Sumatranen
Bond masih ditulis dalam bahasa Belanda.
Perlu pula dicatat jasa beberapa Surat kabar yang turut menyebarluaskan
bahasa Melayu, seperti Bianglala, Bintang Timoer, Kaum Moeda, dan Neratja.
Disamping pengaruhnya yang sangat besar dalam perkembangan bahasa Melayu,
media tersebut sekaligus menjadi penghubung dan tempat latihan bagi putra-putri
Indonesia untuk mengutarakan berbagai macam masalah.
Dengan adanya bermacam-macam faktor seperti disebutkan diatas,
akhirnya tibalah saat diadakan Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta, yaitu pada
tanggal 28 Oktober 1928. Sebagai hasil yang paling gemilang dari kongres itu,
diadakan ikrar bersama yang terkenal dengan nama Sumpah Pemuda, yang
berbunyi:
9
Kami poetera dan poeteri Indonesia
Mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.
10
Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25-28 Februari 1975 menegaskan bahwa dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a. Lambang kebanggaan Nasional.
Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia
memancarkan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan
keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga,
menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan
terhadap bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah
diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan
memelihara dan mengembangkannya.
11
Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah
sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah bahasa Indonesia.
d. Alat penghubung antarbudaya antar daerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling
berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala
kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan mudah
diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi antarmanusia
meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan
seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.
12
peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek).
c. Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah
dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan
itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu
media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu
tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan
tepat diterima oleh masyarakat.
d. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan
ilmu
Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal dari masyarakat
Indonesia yang beragam pula. Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi
modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan
teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer,
majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya
menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan
timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat
lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal
36”bahasa Negara adalah bahasa Indonesia”. Sejarah bahasa Indonesia telah
tumbuh dan berkembang sekitar abad ke VII dari bahasa Melayu yang sejak
zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan.
13
Bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga di seluruh Asia
Tenggara.
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, diumumkanlah penggunaan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk Negara Indonesia pascakemerdekaan.
Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi
diakui keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 36.
Ada beberapa ejaan yang pernah diguankan di Indonesia, antara lain
ejaan Van Ophuysen, ejaan republik, dan ejaan yang masih digunakan sampai
sekarang yaitu ejaan yang disempurnakan atau biasa disingkat EYD.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
di pertanggung jawabkan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca.
14
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
15