Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH

TRANSAKSI TAKAFUL ( Asuransi Islami)

DOSEN PENGAJAR

RAYYAN FIRDAUS, S.E, M.Si, Ak

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :


- MUHAMMAD SOFIAN (180420
- ENDAH RORO ANGGINI (190420163)
- SHABITA ALIA (190420
- FATMAWATI (190420
- HADISATUNNAWWARA (190420160)
- ECHA VERINA ARTHA (190420

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LHOKSEUMAWE

TA 2021/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT.puji dan syukur bagi-Nya telah melengkapi dan mencukupkan
nikmat-Nya.dan sholawat semoga tetap terlimpah atas janjangan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
di utus Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia.

Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tema “TRANSAKSI TAKAFUL
( Asuransi Islami)” untuk memenuhi tugas kami yaitu Akuntansi Syariah yang masih banyak kesalahan
dan kekurangan dalam makalah ini.dalam penyusunan makalah ini kami memperoleh bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini kami ingin berterima kasih kepada dosen
mata kuliah akuntansi syariah yaitu rayyan firdaus, s.e, m.si, ak.

Mengingat kemampuan menulis kami sangat terbatas.maka kami menyadari dalam


penyusunan makalah ini banyak kekurangan.oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik
yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang dan
bermanfaat bagi kita semua.

Lhokseumawe …/…/….

Penulis
Sejarah Asuransi Syariah

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan sebutan Al-
Aqila. Saat itu suku Arab terdiri atas berbagai suku besar dan kecil. Sebagaimana kita ketahui,
Rasulullah adalah keturunan suku Qyrais, salah satu suku yang terbesar. Menurut Dictionary of Islam,
yang ditulis Thomas Patrick, jika ada salah satu anggota suku yang dibunuh oleh anggota suku lain,
sebagai kompensasi, keluarga terdekat si pembunuh akan membayarkan sejumlah uang darah atau diyat
kepada pewaris Qurban. Al'-agl adalah denda, sedangkan makna alaqil adalah orang yang membayar
denda. Beberapa ketentuan sistem Aqilah yang merupakan bagian dari asuransi sosial oleh Nabi
Muhammad SAW dalam Piagam Madinah yang merupakan konstitusi pertama di dunia setelah Nabi
hijrah ke Madinah. Dalam Pasal 3 Konstitusi Madinah, Rasulullah membuat ketentuan mengenai wan
jiwa para tataan. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa jika tawanan dihentikan oleh musuh karena
perang, pihak dari tawanan harus membayar tebusan kepada musuh untuk membebaskannya. Kata
"asuransi" diambil dari bahasa Belanda, "assurantie". Dalam hukum Belanda disebut "Verzekering",
yang berarti pertanggungan. Istilah tersebut kemudian berkembang menjadi "assuradeur" yang berarti
penanggung dan tertanggung disebut "geassureerde".

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, pengertian asuransi adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih; pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan; atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti; yang didasarkan
atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Ruang lingkup usaha asuransi meliputi
usaha jasa keuangan dengan cara menghimpun dana masyarakat melalui premi asuransi. yang tidak pasti
atau terhadap hidup atau mening- galnya seseorang.

Sejarah Asuransi Syariah

Riwayat Asal Mula Asuransi Ditemukan Melalui Penggalian Sejarah Perekonomian dan
Kebudayaan Manusia Sejak Sebelum Masehi Dalam Bentuk Yang Masih Sama Belum Seperti Asuransi
Saat Ini. Manusia pada umumnya secara naluriah selalu berusaha menyelamatkan jiwanya dari berbagai
ancaman, termasuk ancaman kekurangan sandang dan pangan.

Salah satu riwayat tersebut tercantum dalam Al-Qur'an Surat Yusuf ayat 43-49 dan kitab Injil
Perjanjian Lama Genesis 41. Diriwayatkan tentang salah seorang raja di Negeri Mesir yang bermimpi
melihat tujuh ekor sapi yang kurus-kurus masing-masing menelan seekor sapi yang gemuk. Dalam
mimpinya yang kedua raja melihat tujuh butir gandum yang kosong. Nabi Yusuf as., atas permintaan raja
klik mimpi tersebut, beliau menjelaskan bahwa negara Mesir akan mengalami tujuh tahun berturut-turut
panen gandum yang berhasil dan kemudian tujuh tahun berikutnya turut akan mengalami masa pace.
Berdasarkan tafsir mimpi tersebut Nabi Yusuf AS. memberi saran agar turu pada saat panen melimpah
maka sebagian panen dicadangkan untuk masa paceklik yang akan datang. Riwayat lain dapat dari
sebuah buku kuno dari India yang diberi nama "Rig Veda" yang ditulis dalam bahasa Sansekerta
menyebutkan riwayat tentang "Yoga Kshema" yang berarti pertanggungan. Riwayat di atas adalah
sebagai bukti bahwa manusia selalu memulai dan mempersiapkan masa mendatang.
Hasil penelitian Mohd. Ma'sum Billah yang dalam bukunya "Principles & Practice of Takaful
and Insurance Compared", menjelaskan tentang asal usul dan perkembangan asuransi konvensional dari
buku British Insurance, sebagai berikut: Dalam kehidupan di zaman primitif, kebiasaan hidup saling itu
atau bersama-sama dalam suatu komunitas merupakan ciri utama, sehingga kebutuhan dan keperluan
hidup mereka secara umum dapat teratasi melalui mekanisme saling menjaga dan saling membantu antara
mereka, oleh karena itu tidak memerlukan asuransi, sejalan dengan perkembangan waktu terjadi
perpindahan ke kota (urbanisasi), di mana dalam masyarakat kota seseorang menghadapi berbagai bahaya
dan risiko dan susah mendapat bantuan dari keluarga maupun kelompoknya, schingga dengan perubahan
kehidupan membuat mereka mencari beberapa solusi yang dapat membuat kehidupan menjadi aman, atau
properti yang diharapkan terlindungi dari risiko yang tidak.

Clayton, menyatakan bahwa ide tentang asuransi tumbuh dan berkembang pada zaman
masyarakat Babilonia sekitar tahun 3000 SM (sebelum masehi), di mana pada tahun 2500 SM, Raja
Babilonia telah mengumpulkan se- kitar 282 klausa yang dikenal dengan Kode Babilonia (Babylonian).
code) atau disebut juga Kode Hammurabi. Dari kode tersebut, orang Babilonia telah menunjukkan
praktek bisnis komersial yang menggunakan uang sebagai transaksi, di mana orang meminjamkan uang
kepada pedagang dan mengambil beberapa persen untuk pembayaran bunga (bunga). Transaksi di atas
yang sekarang dikenal dengan Kontrak Bottomry (kontrak bottomry).

Dasar diperkenalkan oleh pedagang Babilon sekitar 4000-3000 SM, di mana uang atau barang
dipinjamkan kepada pedagang untuk tujuan perdagangan, atau dapat juga sebagai pinjaman murni dengan
membebankan tarif tertentu sebagai bunga, atau keduanya, membebankan bunga atas pinjaman uang dan
sebagai modal akan mendapatkan bagi keuntungan dari hasil perdagangan.

Dasar traksaksi antara yang meminjamkan uang (pemberi pinjaman) yang meminjamkan
(peminjam) atas dasar saling pengertian, di mana atas pembayaran bunga, peminjam harus dilindungi
(dibebaskan) dari kewajibannya bila dalam melakukan perdagangan terjadi kecelakaan atau musibah yang
menimpa peminjam. Pembayaran bunga di atas dalam bottomry dapat disamakan dengan premi, di mana
peminjam merupakan tertanggung sedangkan yang meminjamkan bertindak sebagai penanggung
(asuransi). dan sekitar 1600-1000 SM, praktik dari Bottomry Contract Bond diadopsi oleh orang
Phonesia dan setelah juga dipraktikkan di Yunani pada awal abad ke-4 SM, praktik asuransi konvensional
merupakan lanjutan dari praktik Bottomry Contract Bond di zaman dahulu. Bukti lain pula bahwa
sekitar tahun 2250 SM bangsa Babylonia hidup di daerah lembah sungai Euphrat dan Tigris (sekarang
menjadi wilayah Irak), pada waktu itu apabila seorang pemilik kapal memerlukan dana untuk
mengoperasikan kapalnya atau melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam uang dari seo-rang
saudagar (Kreditur) dengan jaminan kapalnya sebagai jaminan dengan perjanjian bahwa si pemilik pal
dibebaskan dari pembayaran utangnya jika kapal tersebut tidak selamat sampai, di samping sejumlah
uang sebagai ketidakseimbangan atas risiko yang telah dipikul oleh pemberi kredit. Tambahan biaya ini
dapat dianggap sama dengan "uang premi" yang dikenal pada asuransi sekarang. Di samping kapal yang
dijadikan barang jaminan, dapat pula dipakai sebagai jaminan berupa barang-barang muatan (Cargo).
Transaksi seperti ini disebut "Respontentia Contract Bond"

Tahun 215 SM

Pada tahun 215 SM pemerintah kerajaan Romawi didesak oleh para pemasok pelengkapan dan
tentara kerajaan untuk menerima konsep yang melindungi reka terhadap segala risiko kerugian yang
mereka derita atas barang-barang mereka yang berada di kapal sebagai akibat dari bahaya maritim seperti
halnya serangan mu badai dan juga badai.

Tahun 50 SM

Cicero pada kira-kira tahun 50 SM memberi penjelasan tentang praktik mempersembahkan


proteksi atau jaminan terha- dap keselamatan pengiriman uang dan surat-surat ber- harga selama dalam
perjalanan. Sebagai ketidakseimbangan maka pihak yang diberi proteksi memberikan semacam balas jasa
berupa uang premi kepada pihak pemberi proteksi.

Dasar-Dasar Asuransi Syariah

Asuransi dalam bahasa Arab disebut At-ta'min. Pihak yang menjadi penanggung asuransi disebut
mu'ammin dan pihak yang menjadi tertanggung disebut mu'amman lahu atau must- ta'min. At-ta'min
berasal dari kata "amanah" yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas
dari rasa takut. Istilah men-ta'min kan sesuatu berarti seseorang membayar atau memberikan uang cicilan
atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapat- kan ganti terhadap hartanya yang hilang.

Falsafah

Falsafah yang memiliki asuransi syariah adalah bahwa umat manusia merupakan keluarga besar
kemanusiaan. Agar ke- hidupan bersama dapat terselenggara, sesama umat manusia harus tolong-
menolong, saling bertanggung jawab, dan saling berinteraksi antara satu dan yang lain. Takaful yang
berarti saling berinteraksi antar-umat manusia me- rupakan dasar pijakan kegiatan manusia sebagai
makhluk sosial. Di atas dasar pijakan, di antara peserta ber- menyaksikan bersama di antara mereka atas
risiko yang diakibatkan oleh kematian, kebakaran, kehilangan, dan sebagainya. Dengan demikian, sistem
asuransi syariah harus bersifat universal, berlaku secara umum. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang pedoman umum asuransi syariah, asuransi syariah adalah
usaha saling melindungi dan membantu antara jumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset
dan atau tabarru yang memberikan pola untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang
sesuai dengan syariah.

Asuransi syariah saling melindungi dan membantu- menolong yang dikenal dengan istilah
"ta'awun", yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiyah
antara sesama anggota peserta asuransi syariah dalam menghadapi malapetaka.

Premi

Pada asuransi syariah, premi yang digunakan peserta berupa sejumlah dana yang terdiri atas dana
tabungan dan tabarru. Dana tabungan dianggap sebagai dana titipan dari peserta (life insurance) yang
akan diolah oleh perusahaan dengan mendapatkan alokasi bagi hasil (al-mudharabah).. Dana tabungan
dan hasil investasi yang diterima peserta akan dikembalikan ke peserta ketika peserta mengajukan klaim
klaim klaim manfaat asuransi. Sementara itu, tabarru merupakan infak/sumbangan peserta yang berupa
dana kebajikan jika sewaktu-waktu akan digunakan untuk membayar klaim atau asuransi (asuransi jiwa
atau asuransi umum). Hal itu sejalan dengan perintah Allah SWT dalam Surat al-Baqarah 261 dan hadis
Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari, Nasai, Hakim, dan Baihaqi.
Akad tabarru ini dalam asuransi syariah menurut Syaikh Husain Hamid Hisan merupakan
perwujudan dari ta'awun dan tadhamun. Dalam akad tabarru, orang yang menolong dan bederma
(mutabarri tidak berniat mencari keuntungan dan tidak menuntut ganti rugi atas pemberiannya.

A. Mengapa Harus Asuransi?

Kegiatan ekonomi berupa pengembangan atau penanaman modal yang mensyaratkan adanya
komitmen untuk mengorbankan jumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini
dengan harapan memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang. Keuntungan yang
diharapkan dari kegiatan ekonomi tersebut tentu tidak dapat dipastikan besarnya. Bahkan tanpa
perencanaan dan pengelolaan yang baik, kegiatan bisnis justru dapat mengalami kerugian. Pendeknya,
segala kegiatan bisnis akan selalu berhubungan dengan risiko ketidakpastian bisnis di masa yang akan
datang.

Demi memperoleh keuntungan maksimum dari kegiatan bisnis, seorang pebisnis harus
melakukan perhitungan terhadap dua hal penting, yaitu risiko dan keseimbangan. Setiap keputusan bisnis
dan investasi mengandung ketidakpastian dan risiko yang berbeda-beda. Setiap keputusan kegiatan
ekonomi tersebut harus memperhatikan tingkat-tingkat dari berbagai tingkat risiko tersebut. Selain
kalkulasi untung-rugi, sisi psikologis dari manusia juga membutuhkan rasa aman dalam melakukan
kegiatan-kegiatan bisnisnya. Asuransi merupakan buah pikiran dan akal budi manusia untuk mencapai
suatu keadaan yang dapat memenuhi kebutuhannya,

untuk kebutuhan-kebutuhan yang terutama hakiki yaitu aman dan terlindung. Dinamika
kehidupan menjadikan setiap individu memiliki aktivitas yang berbeda. Kondisi tersebut juga melahirkan
tan yang beraneka ragam karena risiko-risiko yang dihadapi juga berbeda. Perbedaan ekonomi, kondisi
geografis, dan hal lain melahirkan risiko yang berbeda bagi setiap manusia. Risiko harus dihadapi karena
timbul dari konsekuensi atas aktivitas yang dipilih. Risiko dapat berupa kesulitan yang mungkin
menimbulkan musibah, cedera atau hal-hal semacam itu akan merugikan. Risiko tak ubahnya satu sisi
dari koin, di mana sisi yang lainnya adalah keuntungan. Dengan demikian, ini adalah sebuah pilihan.
Upaya yang bisa dicapai adalah memilih kemungkinan terkecil.

Asuransi merupakan salah satu dari buah peradaban manusia untuk memenuhi kebutuhan akan
rasa aman dan terlindungi dari kemungkinan menderita kerugian. Sejalan dengan perkembangan bisnis,
kebutuhan akan jasa asuransi yang dirasakan oleh perorangan maupun kalangan bisnis di Indonesia.
Asuransi dipandang sebagai salah satu alternatif menghadapi risiko, baik yang mendasar seperti risiko
maupun risiko atas harta benda yang dimiliki. Secara kelembagaan, dunia usaha juga perlu strategi untuk
menghadapi berbagai risiko yang dapat mengganggu kesinambungan usaha. Meskipun banyak metode
untuk menghadapi tantangan, namun asuransi merupakan metode yang paling banyak dipakai, asuransi
yang menjamin perlindungan kepada pihak tertanggung terhadap tantangan yang dihadapi oleh
perorangan maupun perusahaan. Penerapan asuransi syariah di Indonesia merupakan impian yang telah
dibangun sejak lama. diharapkan menjadi lembaga asuransi modern yang siap melayani umar Islam
Indonesia dan siap bersaing dengan lembaga asuransi konvensional. Sebagaimana asuransi konvensional,
asuransi syariah memiliki dua jenis perlindungan takaful Pertama, takaful keluarga, yaitu bentuk takaful
yang memberikan perlindungan finansial dalam menghadapi malapetaka kematian dan kecelakaan atas
diri peserta takaful Adapun produk takaful keluarga
meliputi; takaful berencana, takaful pembiayaan, takaful pendidikan, takaful dana haji, takaful
kecelakaan siswa, takaful kecelakaan diri, dan takaful khairat keluarga. Jenis yang kedua adalah takaful
umum. Takāful ini merupakan bentuk perlindungan yang berupa finansial dalam menghadapi bencana
atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful, seperti rumah, bangunan, dan sebagainya. Produk
takaful umum meliputi; takaful kebakaran, takaful kendaraan bermotor, takaful transportasi laut, dan
takaful rekayasa.

Perkembangan industri asuransi syariah tidak hanya memperhatikan karena kebutuhan untuk
memperoleh rasa aman menghadapi risiko, namun juga mempertimbangkan agama. Bagi sebagian
Muslim, rasa aman yang diperoleh dari asuransi harus dibarengi dengan kesesuain dengan ketentuan-
ketentuan syariat. Fukaha yang dianggap pertama kali berbicara tentang asuransi adalah Muhammad
Amin bin Umar. Ia dikenal dengan sebutan Ibnu Abidin al-Dimaski dari Madzhab Hanafi (1784-1836).
Dalam kitabnya Rad al-Muhtar 'ala al-Dar al-Mukhtar, ia berpendapar bila seorang pedagang menyewa
kapal untuk dimuati barang dagangan dari negara non-Islam, lalu membayar biaya kapal itu dan juga
membayar sejumlah uang tertentu pada seorang di luar negeri Islam untuk menjamin keselamatan barang
dagangannya, kemudian kapal tenggelam atau terbakar, maka lembaga penjamin itu harus membayar
ganti rugi akibat kecelakaan yang terjadi.

Menurutnya hukum penanggungan seperti itu adalah haram. Di Indonesia, perasuransian


didefinisikan dalam UU Nomor 40 2014 sebagai segala usaha yang menyangkut jasa pertanggungan atau
pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk
asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi
syariah, atau kerugian kerugian asuransi atau asuransi syariah.

Asuransi Islam, yang juga sering disebut dengan asuransi takaful atau asuransi syariah adalah
lembaga atau perusahaan asuransi yang memiliki harapan saling memiliki risiko yang dialami sesama
anggota, dalam hal ini antara satu dengan anggota lain yang saling bertanggung jawab atas risiko yang
muncul. Saling, risiko ini dilakukan atas dasar membantu menolong dalam, yaitu dengan cara saling
mengeluarkan dana yang diakumulasikan sebagai dana tabarru'. Karena kegiatan muamalah ini
dikategorikan sebagai kebaikan

Karena akad tabarru' bersifat sosial, industri asuransi syariah perlu akad pendamping yang
bersifat bisnis. Sejak awal kemunculannya di Indonesia, selain itu saling melindungi dan membantu
antara lain melalui dana tabarru", kegiatan asuransi syariah juga disertai dengan investasi dan/atau
tabungan. Dengan demikian, terdapat dua model akad yang menjadi dasar praktik asuransi syariah, yaitu
akad tabarru' dan tijarah. Alur perikatan yang pertama memberi sumbangan kepada peserta yang
mengalami risiko tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Akad ini dilakukan dengan tujuan membantu
dan membantu menolong untuk mengharap pahala dari Allah Swt. Sedangkan alur perikatan yang kedua
kalinya sebagai upaya berjaga-jaga untuk kebutuhan di masa yang akan datang. argumentasinya pada
beberapa pertimbangan, yaitu:

1. Pada dasarnya semua akad muamalah diperbolehkan, kecuali ada hal-hal yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini sesuai dengan kaidah:

"Pada dasarnya semua bentuk muamalah diizinkan kecuali ada dalil yang menunjukkan
keharamannya." Sebagai jenis akad baru, pada dasarnya asuransi diizinkan.
2. Sistem asuransi dinilai menjadi kebutuhan banyak pihak (kepentingan umum) Premi-premi
yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam proyek proyek yang produktif dan pembangunan.

3. Asuransi telah nyata menyantuni korban kecelakaan atau kematian, termasuk juga pada
kerusakan atau kehilangan benda, sehingga darurat asuransi memang dibutuhkan.

Agar terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan, asuransi syariah harus memperhatikan hal-hal berikut:

1.Prinsip akad asuransi syariah adalah ta'awuny (tolong-menolong). Di mana seluruh peserta asuransi
bersepakat membantu anggota lain yang mengalami kesulitan di masa datang (risk sharing). Ini berbeda
dengan asuransi konvensional yang bersifat timbal balik yaitu transfer risiko antara nasabah (peserta
asuransi) dengan perusahaan asuransi.

2. Dana premi tijarah (premi setelah diambil untuk tabarru') diinvestasikan berdasarkan syariah dengan
sistem bagi hasil (profit and loss sharing) secara kolektif. Ini untuk membedakan dengan asuransi
konvensional yang dana berbasis bunga.

3. Premi yang disisihkan untuk tabarru tetap diperlakukan sebagai dana milik nasabah (yang mengalami
risiko sesuai perjanjian). Perusahaan hanya berperan sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya.
Hal seperti ini tidak ada pada asuransi konvensional, di mana premis yang digunakan menjadi milik
perusahaan sehingga mereka memiliki otoritas penuh atas dana tersebut.

4. Bila ada peserta yang terkena musibah, ia memperoleh penggantian (klaim). Dana diambilkan dari
rekening tabarru' (dana sosial) yang merupakan akumulasi dana peserta. Sejak awal dana itu diniatkan
untuk saling membantu, schingga disebut dengan risk sharing. Sedangkan dalam asuransi konvensional,
dana klaim diambil dari rekening milik perusahaan. Inilah yang disebut dengan mekanisme transfer atau
barter risiko.

5. Pembayaran klaim sesungguhnya hanya dicukupkan dari total dana tabarru'. Secara teoritis,
perusahaan tidak perlu menambah dana dari sumber lain, karena risiko klaim bukan kewajibar perusahaan
asuransi takaful. Dengan demikian, pihak perusahaan tidak dapat mengatasi kesulitan untuk mengatasi
defisit dana taburru'

6.apabila yang terjadi surplus dari total dana tabarru, maka dana itu hanya dapat dimanfaatkan untuk
cadangan dana rmanfaat asuratisi, dan dikembalikan kepada peserta (yang tidak mengalami risiko).Hal ini
didasarkan pada prinsip muamalah bahwa sesuatu yang sudah diberikan sebagai tabarru' (seperti hadiah,
sedekah, wakaf dan lain-lain) tidak dapat ditarik kembali. Bahkan sebenarnya pelaku tabarru' pun tidak
dilarang oleh syariah untuk mengambil manfaat atau keuntungan dari kegiatan amalnya.

7. Keuntungan investasi dari dana tijarah dibagi sesuai kesepakatan antara peserta asuransi sebagai
pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola berdasarkan prinsip profit and loss sharing. Sedangkan
dalam asuransi konvensional, keuntungan investasi atau tabungan (bila ada) dihitung dengan kalkulasi
bunga. Sedangkan keuntungan dari pengelolaan "transfer risiko" sepenuhnya menjadi milik perusahaan.
Jika tidak ada risiko klaim, peserta asuransi tidak memperoleh apa-apa, demikian pula sebaliknya.
Pemerintah berupaya menjamin pemenuhan kepatuhan syariah di atas dengan mewajibkan perusahaan
asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan ini berperan mengawasi produk atau
jasa yang ditawarkan serta kebijakan dan pengelolaan investasi berjalan sesuai dengan syariah.
Pada prinsipnya semua produk asuransi syariah yang berlaku di Indonesia menggunakan dasar
pemikiran yang sama, yaitu menjadikan prinsip tolong-menolong sebagai basis bisnis mereka. Persoalan
yang muncul dari sisi hukum Islam adalah adanya percampuran dana tabarru' dengan dana tijarah.
Percampuran ini melahirkan masalah-persoalan hukum muamalah, sehingga seolah-olah seolah-olah tidak
berbeda dengan asuransi konvensional. Selain masalah tabarru', permasalahan asuransi syariah juga
terletak pada bentuk-bentuk investasinya (tijarah). Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar
asuransi yang ditawarkan warga masyarakat adalah asuransi yang mengandung investasi (asuransi
dwiguna maupun multi-akad). Asuransi, perusahaan, prinsip-prinsip yang diperoleh dark perserta,
kalkulasi, bunga, dan kegiatan investasi tersebut tidak terkait dengan peserta asuransi, artinya tidak
berkewajiban untuk berbagi investasi dengan peserta.

Kewajiban perusahaan membayar adalah klaim. Ini salah satu pembeda penting antara asuransi
konvensional dengan syariah. Kegiatan investasi pada asuransi syariah didukung oleh Dewan Pengawas
Syariah yang memastikan bahwa semua mekanisme asuransi dan alokasi investasinya tidak bertentangan
dengan hukum syariah. Oleh karena itu, satu pembahasan buku ini akan mengkaji, klasifikasi dan
asuransi menurut para ahli sehingga diperoleh pemahaman yang komprehensif. Selain itu, sebagai
pendukung akan disajikan beberapa keputusan fatwa, baik yang dikeluarkan oleh DSN MUI maupun oleh
lembaga internasional, serta pendapat fukaha terkait dengan asuransi.
Daftar pustaka
Abdullah Amrin,2006,asuransi syariah keberadaan dan kelebihan nya di tengah asuransi konvensional.PT
Elex Media Komputindo.

Abdullah Amrin,SE.,MM ,2011,Meraih berkah melalui asuransi syariah ditinjau dari perbandingan
dengan asuransi konvensional.PT Elex Media Komputindo.

Dr.Nafis Irkhami,M.Ag.,M.A,april 2020,asuransi takaful di Indonesia menelisik aspek shariah


compliance.PT Rajagrafindo persada.

Anda mungkin juga menyukai