Jiptummpp GDL Elganelova 47629 3 Babii
Jiptummpp GDL Elganelova 47629 3 Babii
TINJAUAN PUSTAKA
Forensik, biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa
Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau tata
bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau melihat yang artinya
penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang ditemukan,
disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang artinya apa
yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara etimologi
Mengenai disiplin ilmu ini, dimana sebelumnya dikenal dengan Ilmu Kedokteran
pidana maupun dalam perkara lain (perdata). Tujuan serta kewajiban Ilmu
1
H.M.Soedjatmiko, Ilmu Kedokteran Forensik, (Malang: Fakultas Kedokteran UNIBRAW
Malang, 2001), 1
13
dalam menghadapi kasus-kasus perkara yang hanya dapat dipecahkan dengan
terjadi tindak pidana (di tempat kejadian perkara, pemeriksaan korban yang luka
atau meninggal) dan pemeriksaan barang bukti, dimana hal ini akan diterangkan
dan diberikan hasilnya secara tertulis dalam bentuk surat yang dikenal dengan
kedokteran forensik ini.Dalam hal ini, hasil pemeriksaan dan laporan tertulis ini
akan digunakan sebagai petunjuk sebagaimana yang dimaksud pada pasal 184
KUHAP tentang alat bukti.4 Artinya, hasil Visum et Repertum ini bukan saja
sebagai petunjuk dalam hal membuat terang suatu perkara pidana namun juga
2
R. Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science), Edisi kedua
(Bandung: Tarsito 1983), 10
3
Waluyadi, Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum Praktik
Kedokteran, (jakarta: Djambatan, 2000), 26
4
KUHAP pasal 184
14
repertum. Satu-satunya ketentuan perundangan yang memberikan pengertian
mengenai visum et repertum yaitu Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350. Disebutkan
berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan
a. Visum et repertum untuk orang hidup, jenis ini dibedakan lagi dalam:
lebih lanjut.
15
b. Visum et repertum untuk orang mati (jenazah). Pada pembuatan visum et
e. Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada saat
jiwa.
visum et repertum untuk orang hidup, khususnya yang dibuat oleh dokter
1) Pada sudut kiri atas dituliskan “PRO YUSTISIA”, artinya bahwa isi visum
7
Ibid
16
2) Di tengah atas dituliskan Jenis visum et repertum serta nomor visum et
repertum tersebut;
repertum ini dibuat atas sumpah dan janji pada waktu menerima jabatan;
7) Di sebelah kanan bawah diberikan Nama dan Tanda Tangan serta Cap
8
Wordpress,dewi37lovelight, Peranan Visum Et Repertum Dalam Penyidikan Di
Indonesia Beserta Hambatan Yang Ditimbulkan,dewi37lovelight.wordpress.com, Diakses Pada 22
Februari 2016
17
4. Peranan Visum Et Repertum Dalam Proses Penanganan Delik Pidana
hasil pemeriksaan seorang dokter ahli terhadap barang bukti yang ada dalam suatu
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam KUHAP pasal 184 ayat (1) jo pasal
187 huruf c.
bukti yang cukup untuk melakukan tindakan tersebut. Salah satu bukti
adalah akibat tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka terhadap korban.
Visum Et Repertum yang dibuat oleh dokter dapat dipakai oleh penyidik
tersangka.
Repertum adalah merupakan bukti materiil dari sebuah akibat tindak pidana,
pengganti barang bukti yang telah dilihat dan ditemukan oleh dokter.
9
H.M.Soedjatmiko, Ilmu Kedokteran Forensik,7
18
Dengan demikian dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi hakim
perkara pidana tersebut harus dapat terungkap secara jelas. Demikian halnya
dengan visum et repertum yang dibuat oleh dokter spesialis forensik atau atau
dokter ahli lainnya, dapat memperjelas alat bukti yang ada bahwa tindak pidana
adalah suatu hal yang wajar demi kepentingan pemeriksaan dan pembuktian.
membantu aparat penegak hukum menangani suatu perkara pidana, hal ini
Ketentuan dalam KUHAP yang memberi dasar hukum bahwa pada tahap
penyidikan penyidik dapat meminta keterangan ahli, dimana hal ini meliputi pula
keterangan ahli yang diberikan oleh dokter pada visum et repertum yang
10
Ibid
19
a) Pasal 7 KUHAP mengenai tindakan yang menjadi wewenang Penyidik,
pemeriksaan perkara.
b) Pasal 120 KUHAP. Pada ayat (1) pasal ini disebutkan : “Dalam hal
c) Pasal 133 KUHAP dimana pada ayat (1) dinyatakan: “Dalam hal
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya”.
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
bantuan keahliannya pada pemeriksaan perkara pidana, hal ini tercantum dalam
Pasal 179 KUHAP dimana pada ayat (1) disebutkan : “Setiap orang yang diminta
pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya
wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.” Bantuan dokter untuk proses
peradilan dapat diberikan secara lisan (berdasar Pasal 186 KUHAP), dapat juga
secara tertulis (berdasar pasal 187 KUHAP). Bantuan dokter untuk proses
20
peradilan baik secara lisan ataupun tertulis semuanya termasuk dalam pasal 184
tindakan dokter dalam membantu proses peradilan (dimana dalam hal ini tindakan
yang dianut oleh Indonesia menggunakan keyakinan hakim untuk menilai alat
berarti orang yang telah melakukan tindak pidana harus mendapatkan sanksi demi
11
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Departemen P & K, Balai Pustaka,
Jakarta, 1990, hlm. 133.
21
kepentingan terdakwa berarti bahwa ia harus diperlakukan dengan adil sesuai
dalam arti yuridis yaitu memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang
sehingga pada akhirnya hakim akan mengambil kesimpulan siapa yang benar dan
siapa yang salah. Proses pembuktian atau membuktikan mengandung maksud dan
arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang
12
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, hlm. 35.
13
Subekti., 2001, Hukum Pembuktian, Jakarta : Pradnya Paramitha, hlm. 1
14
Martiman Prodjohamidjojo, 1984, Komentar atas KUHAP: Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana, Jakarta: Pradnya Paramitha, hlm. 11.
15
Darwan Prinst, 1998, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta: Djambatan, hlm.
133
22
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan
mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut
pidana.17
dalam Pasal 183 bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
yaitu:
(Conviction In Time)
16
M.Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua, Jakarta: Sinar
Grafika, hlm. 273
17
Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Bandung:
Mandar Maju, hlm. 10
23
Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya-tidaknya
pada alat bukti yang ada. Sekalipun alat bukti sudah cukup kalau
meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin, maka
yang aneh.18
18
Andi Hamzah, 1985, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta:Ghana Indonesia,
hlm. 241
24
diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak perlu
Wettwlijks theode).
19
Munir Fuady, 2006, Teori Hukum Pembuktian: Pidana dan Perdata, Bandung : Citra
Aditya, hlm. 56
25
perbuatan terdakwa tidak didukung alat bukti yang sah menurut
objek pemeriksaan belaka dalam hal ini hakim hanya merupakan alat
perlengkapan saja.20
(negative wettelijk).
20
D. Simons. Dalam Darwin Prinst, 1998, Op.Cit. hlm. 65
26
undang itu ada, ditambah dengan keyakinan hakim yang didapat dari
melakukannya".21
Atas dasar ketentuan Pasal 183 KUHAP ini, maka dapat disimpulkan
negatif. Ini berarti bahwa dalam hal pembuktian harus dilakukan penelitian,
apakah terdakwa cukup alasan yang didukung oleh alat pembuktian yang
ditentukan oleh undang-undang (minimal dua alat bukti) dan kalau ia cukup, maka
baru dipersoalkan tentang ada atau tidaknya keyakinan hakim akan kesalahan
terdakwa.
sedangkan negatif, artinya bahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup
21
Ibid
22
M. Yahya Harahap. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua, Jakarta:
Sinar Grafika, hlm. 319
27
juga terikat pada ketentuan undang-undang. Dalam sistem menurut undang-
negatif sebagai intinya yang dirumuskan dalam Pasal 183, dapat disimpulkan
dibentuk ini harus berdasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari alat bukti yang
mencari kebenaran yang hakiki, jadi sangat sedikit kemungkinan terjadinya salah
ditambah dengan keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti itu
suatu perkara, karena di lain pihak pembuktian harus melalui penelitian. Tetapi
28
terungkap benar-benar dapat dipertanggung jawabkan dan merupakan kebenaran
yang hakiki.
Pidana.
Prinsip ini terdapat pada Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang
dibuktikan atau disebut dengan istilah notoke feiten. Secara garis besar
159 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan: Orang yang menjadi saksi
25
Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana,
Bandung: Mandar Maju, hlm. 20.
29
setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan
dengan ahli;
Prinsip ini terdapat pada Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang
didakwakan kepadanya.
berlaku bagi pemeriksaan cepat. Hal ini dapat disimpulkan dari penjelasan
terbalik" yang tidak dikenai oleh hukum acara pidana yang berlaku di
Indonesia. Menurut Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang berbunyi: keterangan
30
e) Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri.
Prinsip ini diatur pada Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang
sidang pengadilan hanya boleh diterima dan diakui sebagai alat bukti yang
berlaku dan mengikat bagi diri terdakwa sendiri. Menurut asas ini, apa
dirinya sendiri. Dalam suatu perkara terdakwa terdiri dari beberapa orang,
31
mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang
dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum
peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana
haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk
masyarakat.26.
Para pakar asing hukum pidana menggunakan istilah tindak pidana atau
Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga
kata, yaitu straf, baar dan feit. Yang masing-masing memiliki arti:27
perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict
yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).
26
Ilyas, Amir, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana sabagai Syarat Pemidanaan, Rangkang Education Yogyakarta &
PuKAP-Indonesia, Yogyakarta, hlm: 18
27
Ibid
32
Delik adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan
tindakan pada, tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang dilarang (atau
bertanggungjawab).32
sudut pandang, yaitu sudut teoritis; dan sudut Undang-Undang. Teoritis artinya
berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya.
28
Ilyas, Amir, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana sabagai Syarat Pemidanaan, Rangkang Education Yogyakarta &
PuKAP-Indonesia, Yogyakarta, hlm: 19
29
Ibid
30
Ibid:20
31
Ibid
32
Ibid:22
33
Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana
dari batasan tindak pidana oleh teoritisi yang telah dibicarakan di muka,
perbuatan, yang dilarang (oleh aturan hukum) dan ancaman pidana (bagi
ataukah tidak merupakan hal yang lain dari pengertian perbuatan pidana.34
33
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. PT Raja Grafindo Persada, hlm:79
34
Ibid
35
Ibid:80
34
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan diadakan
tindakan penghukuman.
selalu dan tidak dengan demikian dijatuhi pidana (Adami Chazawi, 2002:
paham dualism tersebut, tidak ada perbedaan, yaitu bahwa tindak pidana
yang ada jelas terlihat bahwa unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri si
36
Ibid:81
35
paham monism, memang tampak berbeda. Penulis mengambil dua
Schravendijk.
dalam batasan yang dibuatnya secara panjang lebar itu, jika dirinci
tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan Buku III memuat
37
Ibid
36
bertanggung jawab. Di samping itu, banyak mencantumkan unsur-unsur
3. Unsur kesalahan;
pemilik (melawan hukum objektif). Atau pada Pasal 251 KUHP pada
38
Ibid
39
Pasal 362 KUHP
37
kalimat “menggunakan cap asli secara melawan hukum” adalah berupa
melawan hukum objektif. Akan tetapi, ada juga melawan hukum subjektif
lain secara melawan hukum.40 Begitu juga unsur melawan hukum pada
artinya terdapat kesadaran bahwa memiliki benda orang lain yang ada
semua unsur yang berada di luar keadaan batin manusia/si pembuat, yakni
keadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objektif tindak
pidana. Sementara itu, unsur yang bersifat subjektif adalah semua unsur
40
Pasal 251 KUHP
41
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. PT Raja Grafindo Persada, hlm:82
42
Ibid:83
38
Tindak pidana dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu, yakni sebagai
berikut:43
Buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Alasan pembedaan
dari pada kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada
pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa
tindak pidana materil. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang
(dolus) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpa). Tindak pidana
43
Ilyas, Amir, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana sabagai Syarat Pemidanaan, Rangkang Education Yogyakarta &
PuKAP-Indonesia, Yogyakarta, hlm: 28-34
39
d. Berdasarkan macam-macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak
pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak
terdapat baik dalam tindak pidana yang dirumuskan secara formil maupun
KUHP adalah tindak pidana aktif. Tindak pidana pasif ada dua macam
yaitu tindak pidana pasif murni dan tindak pidana pasif yang tidak murni.
Tindak pidana pasif murni ialah tindak pidana yang dirumuskan secara
pasif yang tidak murni berupa tindak pidana yang pada dasarnya berupa
tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat
aktif, atau tindak pidana yang mengandung suatu akibat terlarang, tetapi
benar-benar timbul.
antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu
40
dalam waktu seketika atau waktu singkat saja, disebut juga dengan
terus, yang disebut juga dengan voordurende dellicten. Tindak pidana ini
dapat disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan yang
terlarang.
yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materil (Buku
II dan III). Sementara itu tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana
communia (tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang) dan
tindak pidana propria (tindak pidana yang harus dapat dilakukan oleh
dibentuk dan dirumuskan untuk berlaku pada semua orang, dan memang
khusus hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu saja,
41
h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntut, maka
dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan. Tindak
pidana biasa yang dimaksudkan ini adalah tindak pidana yang untuk
pengaduan diri yang berhak, sementara itu tindak aduan adalah tindak
atau wakilnya dalam perkara perdata, atau keluarga tertentu dalam hal-hal
tertentu atau orang yang diberi kuasa khusus untuk pengaduan oleh orang
yang berhak.
diperberat dan tindak pidana yang diperingan. Dilihat dari berat ringannya,
1. Dalam bentuk pokok disebut juga bentuk sederhana atau dapat juga
42
meringankan secara tegas dalam rumusan. Karena ada faktor pemberatnya
bentuk yang deperberat atau yang diperingan itu menjadi lebih berat atau
pengelompokan tindak pidana bab per bab dalam KUHP didasarkan pada
k. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan
antara tindak pidana tunggal dan tindak pidana berangkai. Tindak pidana
cukup dilakukan satu kali perbuatan saja, bagian terbesar tindak pidana
43
dalam KUHP adalah berupa tindak pidana tunggal. Sementara itu yang
wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun dilakukan pada
orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian
segala macam wujud perbuatan baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun
pada orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian
atau menggosok-gosok penis atau vagina, memegang buah dada, mencium mulut
lain;
44
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. PT Raja Grafindo Persada, hlm:80
45
Ibid
44
b. Voyeurism : Yaitu mencium seseorang dengan bernafsu.
peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan
untuk mendapatkan anak, jadi anggota kemaluan laki-laki harus masuk ke dalam
Arriest Hoge Raad 5 Februari 1912 (W, 9292). Dalam pengertian persetubuhan di
atas disimpulkan bahwa suatu tindakan dapat dikatakan suatu persetubuhan jika
dan perempuan, yang pada umumnya dapat menimbulkan kehamilan. Tidak perlu
“bersetubuh” pada saat ini diartikan bahwa penis telah penestrasi ke vagina.47
46
R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus,. Bogor,
hlm:209
47
Leden Marpaung. 2008. Asas-Teori-Paktek Hukum Pidana. Sinar Grafika, Jakarta, hlm:53
45
Berdasarkan uraian diatas bahwa pengertian bersetubuh berdasarkan
dengan yang diungkapkan oleh R.Soesilo karena disini tidak disyaratkan terjadi
pengeluaran air mani dari penis laki-laki yang dapat menyebabkan kehamilan.
yaitu jika seseorang melakukan persetubuhan itu sudah termasuk perbuatan cabul
kehamilan sehingga jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka bukan
cabul. Ketentuan mengenai perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289 KUHP
sebagai berikut:49
48
Ibid:70
49
Pasal 289 KUHP
46
Apabila rumusan Pasal 289 KUHP tersebut dirinci, akan terlihat unsur-
perbuatan yang ditujukan pada orang lain dengan menekan kehendak orang lain
yang bertentangan dengan kehendak orang lain itu agar orang lain tadi menerima
sebagai “mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil secara
sebagai setiap perbuatan yang dilakukan dengan kekuatan badan yang agak hebat.
kekerasan merupakan setiap perbuatan yang ditujukan pada orang lain dengan
ditujukan pada orang, yang pada dasarnya juga berupa perbuatan fisik, perbuatan
fisik mana dapat saja berupa perbuatan persiapan untuk dilakukan perbuatan fisik
50
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. PT Raja Grafindo Persada, hlm:78
51
Ibid:63
52
R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus,.
Bogor, hlm:98
53
Leden Marpaung. 2008. Asas-Teori-Paktek Hukum Pidana. Sinar Grafika, Jakarta, hlm:52
47
yang besar atau lebih besar yang berupa kekerasan, yang akan dan mungkin
Perbuatan cabul terhadap anak diatur pada Pasal 290 KUHP, Pasal 292
KUHP, Pasal 293 KUHP, Pasal 294 ayat (1) KUHP, dan Pasal 295 KUHP serta
dengan pokok masalah yang dibahas dalam skripsi khususnya untuk jenis kelamin
duga;
2. Unsur-unsur Objektif:
a. Seorang dewasa;
d. Kebelumdewasaan;
Pasal ini melindungi orang yang belum dewasa dari orang yang dikenal
sebagai “homoseks” dan “lesbian”. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, dimuat
arti “homoseksual” dan “lesbian” Dalam keadaan tertarik terhadap orang dari
54
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. PT Raja Grafindo Persada, hlm:65
48
jenis kelamin yang sama (homoseksual), sedangkan “Lesbian” adalah wanita yang
sedang lesbian dimaksudkan untuk wanita. Kurang jelas kenapa terjadi hal ini
kelamin yang sama. Bagi orang yang di bawah umur, perlu dilindungi dari orang
Perlindungan Anak
1. Unsur Objektif :
membujuk;
c. Perbuatan cabul;
55
Theo Lamintang, 2009. Delik-Delik Khusus Kejahatan. Terhadap Harta Kekayaan, Jakarta:
Sinar Grafika, hlm:153
56
Leden Marpaung. 2008. Asas-Teori-Paktek Hukum Pidana. Sinar Grafika, Jakarta, hlm:67
49
2. Unsur Subjektif yaitu Sengaja.
akal cerdik yaitu “Suatu tipu yang demikian liciknya sehingga seorang berpikir
normal dapat tertipu”.57 Hal yang hampir sama diutarakan oleh Adami Chazawi
mengiming-iming.58
dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang lain itu menurutinya berbuat
sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan
berbuat demikian”.59
57
R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus,. Bogor,
hlm:261
58
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. PT Raja Grafindo Persada, hlm:86
59
R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus,. Bogor,
hlm:261
50
D. Tinjauan Pustaka Tentang Anak
1. Pengertian Anak
Pasal 1 angka 20“ anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur
kandungan”;
Pasal 1 angka 1“ Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal
51
g. Konvensi Hak-hak AnakAnak adalah setiap manusia yang berusia di
belum menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal
i. Menurut Agama Islam: “Anak adalah manusia yang belum mencapai akil
baliq ( dewasa ), laki – laki disebut dewasa ditandai dengan mimpi basah,
kewajiban”;
k. Pasal 330 ayat (1) KUHperdata“ Seorang belum dapat dikatakan dewasa
Dan para ahli juga memiliki beberapa definisi tentang anak, antara lain:
a. Menurut John Locke :“ anak merupakan pribadi yang masih bersih dan
52
ketertiban yang di sebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
memaksa.”
dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang
adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum
Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
2. Anak yang menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak
Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat
dialaminya sendiri.
60
Undang-Undang RI No.11 tahun 2002 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 1 butir 2-5
53