Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KEPERAWATAN JIWA II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

Dosen Pengampu : Ns. Nuria Muliani, M.Kep., Sp.Kep.J

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK I

1. Heri Novianto
2. Mariam
3. Hodijah
4. Sri Winarti
5. Riska Diana
6. Leli Fitriyani
7. Lia Sepriana

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya, tugas makalah
ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Makalah ini berjudul Asuhan Keperawatan Pada
Anak dengan Kebutuhan Khusus akan menjadi tugas kami dalam mata kuliah Keperawatan Jiwa
II. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada para pihak yang turut serta membantu
kelancaran tugas kami, terutama dosen Keperawatan Jiwa II yang telah memberi banyak ilmu
kepada kami mahasiswa. Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan makalah kami ini.

Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi pembaca. Kami juga tidak segan-
segan untuk menerima kritik dan saran, agar penugasan makalah selanjutnya dapat menjadi lebih
baik dari sebelumnya dan sesungguhnya semua itu bersifat membangun. Terima kasih.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................................ ii


Daftar isi .................................................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan ...................................................................................................................... 1


A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................................................... 2

Bab II Konsep Gangguan Sistem ................................................................................................ 3


A. Definisi .............................................................................................................................. 3
1. Konsep Dasar Autisme ................................................................................................ 3
2. Konsep Dasar Hiperaktivitas ....................................................................................... 8
3. Konsep Dasar Down Syndrom ................................................................................... 10
4. Konsep Dasar Retradasi Mental ................................................................................. 12

Bab III Asuhan Keperawatan .................................................................................................... 14


1. Asuhan Keperawatan Down Syndrome ......................................................................... 14
2. Asuhan Keperawatan Hiperaktivitas ............................................................................. 17
3. Asuhan Keperawatan Retradasi Mental ........................................................................ 22
4. Asuhan Keperawatan Autisme ...................................................................................... 26

Bab IV Penutup ......................................................................................................................... 29


A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 29

Daftar Pustaka ............................................................................................................................ 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan kehadirannya, namun
tidak semua anak beruntung dengan mendapatkan kesempurnaan. Terdapat beberapa
anak yang istimewa, berbedadari yang lain yang harus mendapatkan perhatian khusus.
anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus yang
berkaitan dengan kekhususanya. (Fadhli, 2010).Sama halnya dengan anak yang normal,
anak yang berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan, pertumbuhan dan perkembangan
anak sangat penting bagi anak karena menentukan masa depannya.
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status
sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang
mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk
memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak- anak
yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. anak dengan kebutuhan
khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat
(slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di
sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan
sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap.
Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah
sebagai berikut:
a. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment)
untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal,
biasanya digunakan dalam level individu.
b. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur
anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
c. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau
disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada
individu.
Khususnya untuk anak yang mengalami gangguan kognitif seperti autism,
hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental, membutuhkan perhatian yang lebih
terutama dari orang-orang sekitar, sehingga perawat perlu melibatkan lingkungan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada anak. untuk itu akan dibahas bagaimana
asuhan keperawatan pada anak yang berkebutuhan khusus.

1
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah konsep gangguan autism?
b. Bagaimana konsep ganggau hiperaktif?
c. Bagaimana konsep gangguan down sindrom?
d. Bagaimana konsep gangguan retradasi mental?
e. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang mengalami autism?
f. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang mengalami hiperaktif?
g. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang mengalami down sindrom?
h. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang mengalami retradasi mental ?

C. Tujuan
a. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan autism.
b. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan hiperaktif.
c. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan down sindrom.
d. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan retardasi mental.
e. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
autism.
f. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
hiperaktif.
g. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
down sindrom.
h. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
down retardasi mental.

2
BAB II
KONSEP GANGGUAN SISTEM

A. Definisi
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus
yang berkaitan dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010). Anak yang memiliki gangguan
kognitif juga termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif adalah sebuah
istilah umum yang mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi mental (Wong, 2008).
Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif, down sindrom dan
retardasi mental. Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus paling
efektif dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya berjalan lebih
lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25% dari usia sebelum
5 tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus memberi  kesempatan pada anak
berkebutuhan khusus ini untuk berkembang, dia masih dapat menguasai beberapa
kemampuan seperti halnya anak normal yang lain. (Monika & Waruwu, 2006).

1. Konsep Dasar Autisme


Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunan; aut ‟= diri sendiri, isme‟
orientation/state= orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan sebagai kondisi
seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri; kondisi seseorang yang
senantiasa berada di dalam dunianya sendiri.
Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943,
selanjutnya ia juga memakai istilah ‘Early Infantile Autism”, atau dalam bahasa
Indonesianya diterjemahkan sebagai “autisme masa kanak-kanak” . Hal ini untuk
membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan gejala autism seperti ini.
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya
komplek dan berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk
berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya
perilaku dan hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga
keadaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat
pendidikan, sosial dan ekonomi. autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti yang
ada, diketahui kelainan ini sudah ada sejak berabad - abad yang lampau. Hanya saja
istilahnya relatif masih baru. Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu, autisme
merupakan suatu gangguan yang masih jarang ditemukan, diperkirakan hanya 2-
4 penyandang autisme. Tetapi sekarang terjdi peningkatan jumlah penyandang
autisme sampai lebih kurang 15-20 per 10.000 anak. Jika angka kelahiran pertahun di
Indonesia 4,6 juta anak, maka jumlah penyandang autisme pertahun akan bertambah

3
dengan 0,15% yaitu 6900 anak.
a. Penyebab Autisme
Beberapa tahun yang lalu, penyebab autisme masih merupkan suatu misteri, oleh
karena itu banyak hipotesis yang berkembang mengenai penyebab autisme. Salah
satu hipotesis yang kemudian mendapat tanggapan yang luas adalah teori “ibu yang
dingin”. Menurut teori ini dikatakan bahwa anak masuk ke dalam dunianya sendiri
oleh karena merasa ditolak oleh ibu yang dingin. Teori ini banyak yang
menentang karena banyak ibu yang bersifat hangat tetap mempunyai anak yang
menunjukkan ciri - ciri autisme. Teori tersebut tidak memberi gambaran secara pasti,
sehingga hal ini mengakibatkan penanganan yang diberikan kurang tepat bahkan tidak
jarang berlawanan dan berakibat kurang menguntungan bagi pekembangan individu
autisme. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang
kedokteran akhir-akhir ini telah menginformasikan individu dengan gangguan
autisme mengalami kelainan neurobiologis pada susunan saraf pusat. Kelainan ini
berupa pertumbuhan sel otak yang tidak sempurna pada beberapa bagian otak.
Gangguan pertumbuhan sel otak ini, terjadi selama kehamilan, terutama kemahilan
muda dimana sel-sel otak sedang dibentuk.
Pemeriksaan dengan alat khusus yang disebut Magnetic Resonance Imaging
(MRI) pada otak ditemukan adanya kerusakan yang khas di dalam otak pada daerah
apa yang disebut dengan limbik sistem (pusat emosi). Pada umumnya individu
autisme tidak dapat mengendalikan emosinya, sering agresif terhadap orang lain
dan diri sendiri, atau sangat pasif seolah-olah tidak mempunyai emosi. Selain itu
muncul pula perilaku yang berulang-ulang (stereotipik) dan hiperaktivitas. Kedua
peilaku tersebut erat kaitannya dengan adanya gangguan pada daerah limbik sistem di
otak.
Terdapat beberapa dugaan yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada
otak yang menimbulkan gangguan autisme di antaranya adanya pertumbuhan
jamur  Candida yang berlebihan di dalam usus. akibat terlalu banyak jamur , maka
sekresi enzim ke dalam usus berkurang. Kekurangan enzim menyebabkan makanan
tak dapat dicerna dengan sempurna. Beberapa protein jika tidak dicerna secara
sempurna akan menjadi “racun” bagi tubuh. Protein biasanya suatu rantai yang
terdiri dari 20 asam amino. Bila pencernaan baik, maka rantai tersebut seluruhnya
dapat diputus dan ke - 20 asam amino tersebut akan diserap oleh tubuh. Namun bila
pencernaan kurang baik, maka masih ada beberapa asam amino yang rantainya belum
terputus. Rangkaian yang terdiri dari beberapa asam amino disebut peptida. Oleh
karena adanya kebocoran usus, maka peptida tersebut diserap melalui dinding usus,
masuk ke dalam aliran darah, menembus ke dalam otak. Di dalam otak peptide
tersebut ditangkap oleh reseptor oploid, dan ia berfungsi seperti opium atau morfin.

4
Melimpahnya zat-zat yang bekerja seperti opium ini ke dalam otak
menyebabkan terganggunya kerja susunan saraf pusat. Yang terganggu biasanya
seperti persepsi, kognisi (kecerdasan), emosi, dan perilaku. Dimana gejalanya mirip
dengan gejala yang ada pada individu autisme. Tentu masih terdapat dugaan-
dugaan lain yang menimbulkan keruskan pada otak seperti adanya timbal , mercury
atau zat beracun lainnya yang termakan bersama makanan yang dikonsumsi ibu hamil,
yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan otak janin yang dikandungnya. Apapun
yang melatarbelakangi penyebab gangguan pada individu autisme, yang jelas
bukan karena ibu yang frigit (ibu yang tidak memberi kehangatan kasih
sayang), seperti yang dianut dahulu, akan tetapi gangguan pada autisme terjadi erat
kaitannya dengan gangguan pada otak.
b. Karakteristik Autisme
Gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul sejak bayi. Ciri
yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang sangat minim
terhadap ibunya atau pengasuhnya. Ciri ini semakin jelas dengan bertambahnya umur.
Pada sebagian kecil lainnya dari individu penyandang autisme, perkembangannya
sudah terjadi secara “relatif normal”. Pada saat bayi sudah menatap, mengoceh,
dan cukup menunjukkan reaksi pada orang lain, tetap kemudian pada suatu saat
sebelum usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai
menolak tatap mata, berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi terhdap orang lain.
Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan
mengalami gangguan autisme , jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga
aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang
dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai gerakan-
gerakan berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat sebelum
anak berumur 3 tahun. Mengingat bahwa tiga aspek gangguan perkemb angan di atas
terwujud dalam berbagai bentuk yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa autism
sesungguhnya adalah sekumpulan gejala/ciri yang melatar-belakangi berbagai factor
yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk
masing-masing anak. Dengan demikian, maka sering ditemukan ciri-ciri yang
tumpang tindih dengan beberapa gangguan perkembangan lain. Gradasi
manifestasi gangguan juga sangat lebar antara yang berat hingga yang ringan. Di satu
sisi ada individu yang memiliki semua gejala, dan di sisi lain ada individu yang
memiliki sedikit gejala. Adapun tanda-tanda awal autism anak usia 0-5 tahun menurut
Harris (1080) sebagai berikut:
1) Bayi lahir usia 6 bulan
- anak “terlalu tenang atau baik”
- Mudah terangsang (irritable) banyak menangis terutama malam, susah

5
ditenangkan
- Jarang menyodorkan kedua tangan untuk minta diangkat
- Jarang mengoceh
- Jarang menunjukkan senyuman social
- Jarang menunjukkan kontak mata
- Perkembangan gerakan kasar tampak normal
2) usia 6 bulan- 2 tahun
- Tidak mau dipeluk, atau menjadi tegang bila diangkat
- Cuek menghadapi kedua orang tuanya
- Tidak mau ikut permainan sederhana seperti “ciluk ba, bye-bye”
- Tidak berupaya menggunakan kata-kata
- Seperti tidak tertarik pada boneka atau binatang mainan untuk bayi
- Bisa sangat tertarik pada kedua tangannya sendiri
- Mungkin menolak makanan keras atau tidak mengunyah
3) usia 2-3 tahun
- Tidak tertarik (terbatas) atau menunjukkan perhatian khusus, (perlu dikoreksi
untuk usia muda)
- Menganggap orang lain sebagai alat atau benda
- Menunjukkan kontak mata yang terbatas
- Mungkin mencium atau menjilat benda-benda
- Menolak untuk dipeluk dan menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi
lemas
- Relative cuek menghadapi kedua orag tuanya
4) Usia 4-5 tahun
- Bila anak akhirnya berbicara, tidak jarang echolalic (megulang-ngulang apa
yang diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama)
- Menunjukkan nada suara yang aneh (biasanya bernada tinggi dan monoton)
- Merasa sangat terganggu bila terjadi perubahan rutin pada kegiatan sehari-
hari
- Kontak mata masih sangat terbatas, walaupun bisa terjadi perbaikan
- Tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berangsur-angsur 
berkurang
- Melukai diri sediri
- Merangsang diri sendiri
c. Pertimbangan Keperawatan
Intervensi terapeutik untuk anak penderita autism merupakan wilayah khusus
yang melibatkan profesioal terlatih. Meskipun tidak ada penyembuhan utuk
autism, berbagai terapi telah digunakan. Hasil yang paling menjanjikan adalah

6
melalui program modifikasi perilaku yang dilakukan secara intensif dan terstruktur.
Secara umum, tujuan penanganan adalah meningkatkan penguatan positif,
menigkatkan kesadaran social terhadap orang lain, mengajari keterampilan
komunikasi verbal, dan mengurangi perilaku yag tidak dapat diterima. Memberikan
rutinitas terstruktur untuk diikuti anak merupakan kunci dalam penatalaksanaan
autism.
Apabila anak ini di rawat di rumah sakit, orang tua sangat penting merencanakan
asuhan dan idealnya harus tinggal bersama anak sesering mungkin. Perawat harus
memahami bahwa tidak semua anak penderita autism sama dan bahwa mereka akan
memerlukan pengkajian dan penatalaksanaan individual. Mengurangi stimulasi
dengan menggunakan ruang pribadi, menghindari distraksi suara dan visual yang
berlebihan, dan mendorong orag tua untuk membawakan barang-barang yang
sangat penting bagi anak dapat mengurangi gangguan akibat rawat inap. Karena
kontak fisik sering menjengkelkan anak ini maka menggendong dan kontak mata
perlu dibatasi untuk menghindaari ledakan perilaku. Harus hati-hati saat melakukan
prosedur, memberi obat, atau memberi makan anak, karena mereka susah makan
sampai kelaparan sendiri atau melakukan muntah untuk meghidari makan anak atau
mengulum makanan, menelan semua benda yang bisa atau tidak bisa dimakan, seperti
thermometer.
Mereka perlu diperkenalkan dengan situasi baru secara perlahan, kunjungan
pemberi asuhan dibuat singkat jika mugkin. Karena anak ini mengalami
kesulitan mengatur perilaku dan mengarahkan kembali energy mereka, maka segala
sesuatu yang harus dikerjakan mereka perlu diperintah secara langsung. Komunikasi
harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak, singkat dan konkret. Hanya
satu permintaan diberikan pada satu kesempatan, seperti “duduk di tempat tidur”.
Orang tua memerlukan ahli untuk konsultasi dini dalam riwayat penyakitnya dan
harus dirujuk ke Autism society of America (ASA).  ASA menyediakan informasi
mengenai edukasi, program dan teknik penanganan, serta fasilitas seperti berkemah
dan rumah kelompok. ada juga kelompok sibling yang dinamakan SHARE
(Siblings Helping Persons with Autism Through Resources and Energy). Sumber daya
yang sangat membantu lainnya adalah departemen kesehatan mental local dan
nasional serta hendaya (desabilitas) perkembangan; organisasi ini menyediakan
program penting untuk anak autistic dan program dalam sekolah seluruh wilayah
Amerika Serikat. Ketika anak mendekati masa dewasa dan orang tua menjadi semakin
tua, keluarga mungkin memerlukan bantuan untuk mencari fasilitas penempatan
jangka panjang.

7
2. Konsep Dasar Sindroma Hiperaktivitas
Sindroma hiperaktivitas merupakan istilah gangguan kekurangan perhatian
menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak, yang sampai saat
ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis, kerusakan otak minimal atau
disfungsi serebral minimal.
a. Etiologi
Pandangan-pandangan serta pendapat-pendapat mengenai asal usul, gambaran-
gambaran, bahkan mengenai realitas daraipada gangguan ini masih berbeda-beda
serta dipertentangkan satu sama lainnya. Beberapa orang berkeyakinan bahwa
gangguan tersebut mungkin sekali timbul sebagai akibat dari gangguan-
gangguan di dalam neurokimia atau neurofisiologi susunan syaraf  pusat. Istilah
gangguan kekurangan perhatian merujuk kepada apa yang oleh banyak orang
diyakini sebagai ganggua yang utamanya. Sindroma tersebut diduga disebabkan
oleh factor genetic, pembuahan ataupun racun, bahaya- bahaya yang diakibatkan
terjadinya prematuritas atau immaturitas, maupun rudapaksa, anoksia atau
penyulit kelahiran lainnya.
Telah dilakukan pula pemeriksaan tentag temperamen sebagai kemungkinan
merupakan factor yang mempermudah timbulnya gangguan tersebut, sebagaimana
halnya dengan praktek pendidikan serta perawatan anak dan kesulitan emosional di
dalam interaksi oranng tua anak yang bersangkutan. Sampai sekarang tidak ada satu
atau beberapa factor peyebab pasti yang dapat diperlihatkan.
b. Patofisiologi
Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditadai dengan gangguan
konsentrasi, sifat impulsive, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang
meyakinkan tentang suatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan
biokimiawi. anak pria yang hiperativ, yang berusia antara 6-9 Tahun serta yang
mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik
terhadap pengobatan-pengobatan stimulant, memperlihatkan derajat
perangsangan yang rendah di dalam susunan saraf pusat mereka, sebelum
pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil diukur dengan
mempergunakan elektroensefalografi, potensial-potensial yang diakibatkan
secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. anak pria ini mempunyai skor  tinggi
untuk kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka
yang buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobata serta perawatan, maka
angka-angka laboratorik menjadi lebih mendekati normal serta penilaian yang
diberikan oleh para guru mereka mempJperlihatkan tingkah laku yang lebih baik.
c. Manifestasi Klinis
Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan ini

8
memperlihatkan aktivitas fisik yang lebih banyak, juka dibandingkan dengna anak-
anak kotrol yang normal, tetapi gerakan-gerakan yang mereka lakukan kelihatan
lebih kurang bertujuan serta mereka selalu gelisah dan resah. Mereka mempunyai
rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat impulsive dan
mereka cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau merenungkan
akibat tindakan tersebut. Mereka mempunyai toleransi yang rendah terhadap
perasaan frustasi dan secara emosional mereka adalah orang- orang yang labil serta
mudah terangsang. Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat
netral atau pertenangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi secara social
mereka bersikap kaku. Beberapa orang di antara mereka bersikap bermusuhan dan
negative, tetepi ciri ini sering terjadi secara sekunder terhadap permasalahan-
permasalahan psikososial yang mereka alami. Beberapa orang lainnya sangat
bergantung secara berlebih- lebihan, namun yang lain lagi bersikap begitu bebas
dan merdeka, sehingga kelihatan sembrono.
Kesulitan-kesulitan emosional dan tingkah laku lazim ditemukan dan biasanya
sekunder terhadap pengaruh social yang negative dari tingkah laku mereka. anak-
anak ini akan menerima celaan dan hukuman dari orang tua serta guru dan
pengasingan social oleh orang-orang yang sebaya dengan mereka. Secara kronik
mereka mengalami kegagalan di dalam tugas-tugas akademik mereka dan banyak
diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta cukup mampu mengendalikan diri
sediri untuk dapat berhasil di dalam bidang olahraga. Mereka mempunyai gambaran
mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta mempunyai rasa harga diri yang
rendah dan kerap kali mengalami depresi. Terdapat angka kejadian tinggi
mengenai ketidakmampuan belajar membaca matematika, mengeja serta tulis
tangan. Prestasi akademik mereka dapat tertinggal 1-2 tahun dan lebih sedikit
daripada yang sesungguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.
d. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis
gangguan kekurangan perhatian. anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan
memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektroensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit
neurologic atau epilepsy yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna
yang tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis oleh computer akan dapat membantu di
dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak itu.
e. Komplikasi
1) Diagnosis sekuder, gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
2) Pencapaian akademik kurag, gagal di sekolah, sulit membaca dan mengerjakan
aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)

9
3) Hubungan dengan teman sebaya buruk lsering kaliakibat perilaku agresif  dan
kata-kata yang diungkapkan)
f. Penatalaksanaa Medis
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas
penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan
konseling keluarga. Orang tua mungkin mengutarakan kekhawatirannya tentang
penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus dijelaskan pada orang tua,
termasuk pencegahan skolastik dan gangguan social yang terus menurus karena
penggunaan obat-obat psikostimulan. eatting scale conners dapat digunakan
sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari pengobatan.
Psikostimulan-metilfenidat (ritalin), amfetamin sulfat (benzedrine), dan
dekstroamfetamin sulfat (dexedrine)- dapat memperbaiki rentang perhatian dan
konsentrasi anak dengan meningkatkan efek paradoksikal pada kebanyakan
anak dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini.

3. Konsep Dasar Down Syindrome


a. Definisi
Kelainan bawaan sejak yang terjadi pada 1 diantara 800-000 bayi. ditandai
oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi
hamper semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat
dirinya sendiri. merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan 20% anak dengan dilahirkan oleh ibu yang berusia
diatas 35 tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh
adanya kelebihan kromosom x. Syndromini juga Trisomy 21, karena 3 dari 21
kromosom menggantikan yang normal. 95 % kasus syndrom down disebabkan oleh
kelebihan kromosom.
b. Etiologi
Penyebab dari Syndrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak
pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1) Non Disjunction sewaktu osteognesis (Trisomi)
2) Translokasi kromosom 21 dan 15
3) Prostzygotic non disjunction (mosaicism)
Faktor-faktor yang berperan dalm terjadinya kelainan kromosom lKejadian Non
Disjunction) adalah :
1) Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan
resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrome.
2) Radiasi

10
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak
dengan syndrome down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi
konsepsi.
3) Infeksi dan Kelainan Kehamilan
4) Autoimun dan Kelainan Endokrin pada Ibu
Terutama autoimun tiroid atau atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
5) umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal
yang dapat menyebabkan (non disjunction) pada kromosom. Perubahan
endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar 
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentransi estradiolsistemik, perubahan
konsentrasi reseptor hormone dan peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-
tiba sebelum dan selama menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga
berpengaruh
6) umur ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nucleolus,
bahan kimia dan frekuensi koitus.
c. Manifestasi Klinis
Berat badan waktu lahir dari bayi dengan syndrome down umumnya kurang dari
normal. Beberapa bentuk Kelainan Pada anak Dengan Syndrom Down :
1) Sutura Sagitalis yang Terpisah
2) Fisura Palpebralis yang Miring
3) Jarak yang lebar antara kaki
4) Hyperfleksibilitas
5) Peningkatan Jaringan Sekitar Leher 
6) Bentuk Palatum yang abnormal
7) Hidung Hipoplastik
8) Kelainan otot dan hipotonia
9) Bercak Brushfield pada Mata
10) Mulut terbuka dan lidah terjulur 
11) Tangan dan kaki yang pendek serta lebar 
12) Bentuk/ struktur telinga yang abnormal
13) Kelainan mata , tangan, kaki, mulut, sindaktili
14) Mata sipit
d. Diagnosa yang lazim muncul
1) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
2) Resiko infeksi
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

11
kesulitan pemberian makanankarena lidah yang menjulur dan palatum yang tinggi
4) Defisiensi pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrome down
e. Discharge Planing
1) Konseling genetic maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan
sangat membantu mengurangi angka kejadian syndrome down
2) Dengan biologi molekuler, misalnya dengan “gene targeting” atau yang dikenal
sebagai “homologous recombination” sebuah gen yang dapat di nonaktifkan
3) Pencegahan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis
bagi ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan, ibu hamil pernah
mempunyai anak dengan sindrom down atau hamil diatas usia 40 tahun harus
dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki
risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi
4) Fisioterapi pada down sindrom adalah membantu anak belajar untuk
menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways).
(NIC-NOC, 2013)

4. Konsep Dasar Retradasi Mental


Retardasi Mental menerangkan keadaan fungsi intelektual umum bertara
subnormal yang dimulai dalam masa perkembangan individu dan yang
berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar maupun penyesuaian diri proses
pendewasaan individu tersebut atau kedua-duanya (Nelson,2000). angka kejadian pada
retardasi mental ini cukup banyak terutama di Negara yang sedang berkembang dan
merupakan dilemma atau penyebab kecemasan keluarga, masyarakat, dan Negara.
Pengertian retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai intelegensi yang
rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntutan masyarakatatas kemampuan yang dianggap normal (Soetjiningsih,
1994) dalam (Muttaqin,2008).
Anak tidakmampu belajar dan beradaptasi karena intelegensinya rendah,
biasanya IQ di bawah 70. Retardasi mental memiliki kriteria sebagai berikut :
- Fungsi intelektual umum di bawah normal (umumnya dibawah 70)
- Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial.
- Gejalanya timbul dalam masa perkembangan, yaitu di bawah usia 18 tahun.

a. Etiologi
Secara garis besarnya faktor penyebab dapat dibagi empat golongan, yaitu
1) Faktor genetic
- akibat kelainan jumlah kromosom, misalnya trisomi 21 atau dikenal
dengan syndrome down.

12
- Kelainan bentuk kromosom
2) Faktor Prenatal
Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada sebelum
atau pada saat kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya.
3) Faktor Perinatal
- Proses kelahiran yang lama misalnya placenta previa, rupture tali umbilicus.
- Posisi janin abnormal seperti letak bokong atau melintang, anomaly
uterus, dan kelainan bentuk jalan lahir.
- Kecelakaan pada waktu lahir dan distress fatal
4) Faktor pascanatal
- akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoencefalitis, dan infeksi).
- Trauma kapitis dan tumor otak.
- Kelainan tulang tengkorak
- Kelainan endokrin dan metabolic, keracunan pada otak, serta faktor 
sosio-budaya.(Muttaqin, 2008)
b. Gambaran klinis
Anak yang retardasi mental dapat dikenali dari tanda sebagi berikut :
- Penampilan fisik tidak seimbang misalnya kepala terlalu besar atau terlalu
kecil, mulut melongo, mata sipitAmongoloid, badan bungkuk.
- Kecerdasan terbatas
- Tidak dapat mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai usia
- Arah minat sangat terbatas pada hal-hal yang terbatas dan sederhana saja
- Perkembangan bahasa/bicara lambat
- Tidak ada perhatian terhadap lingkungannya lpandangan kosong) dan
perhatiannya labil, sering berpindah-pindah
- Koordinasi gerakan kurang , gerakan kurang terkendali.
- Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis, dan acuh tak
acuh terhadap sekitarnya.
- Sering kali ngiler.

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. ASUHAN KEPERAWATAN DOWN SYNDROM


A. Identitas
- Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
- Nama orang tua
- Alamat
- Umur
- Pendidikan
- Agama
- Pekerjaan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang melihat
pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai dengan
kelompok seusianya.
C. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio, pertusis,
vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
D. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
- Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang
dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum
serta kebiasaan selama hamil.
- Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan
gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat
lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup,
kurang, lebih) bulan.
- Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan dengan
gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola
eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya asfiksia,

14
trauma, dan infeksi.
E. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir. Tingkat
perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, motorik halus, kemampuan
bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
F. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga yang
harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan adat istiadat berpengaruh dalam
pengelolaan lingkungan internal eksternalyang dapat memengaruhi perkembangan
intelektual dan pengetahuan serta keterampilan anak. Di samping itu juga berhubungan
dengan persediaan dan bahan pangan, sandang, dan papan.
G. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PaSI pada umur anak tertentu.
Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran, dan frekuensi pemberian serta
makanan tambahan yang diberikan. adakah makanan yang disukai, alergi atau masalah
makanan yang lainnya. Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak
perlu di kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta bau).
Bagaimana tingkat toilet training sesuai dengan tingkatperkembangan anak. Pola
aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak pada usia sekelompoknya
mengalami kemunduran atau percepatan. Pola istirahat, kebutuhan istirahat
setiaphari, adakah gangguan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang
mempercepat tidur. Pola kebersihan diri, bagaimana perawatan pada diri anak,
apakah sudah mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain atau orang
tua.
H. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji, kesan kesadaran, tanda-tanda vital (perubahan suhu,
frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan). Kepala dan lingkar
kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan pengukuran diameter
oksipito-frontalis terbesar. ubun-ubun normal : besar rata atau sedikit cekung sampai
anak usia 18 bulan. Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva
adakah anemis, penurunan penglihatan (visus). Telinga, simetris, fungsi pendengaran
baik. Mulut/leher , keadaan faring, tonsil ladakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang
dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Kulit, keadaan warna,
turgor, edema, keringat, dan infeksi. Thorak, bentuk simetris, gerakan Paru, normal
vesicular, adakah kelainan pernapasan lronkhi ,whee5ing). Fantung, pembesaran, irama,
suara jantung, dan bising. Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi

15
labia minor pada perempuan. Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek
memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak down sindrom meliputi
- Radiologi
- Pemeriksaan EEG
- Pemeriksaan CT scan
- Thoraks AP/PA
- Laboratorium : SE (serum elektrolit) serum protein,IgG,IgM,
- Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
- Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi penyerta.
J. Intervensi
 Tujuan: Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan
anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatsumber sumber sarana komunitas,
status nutrisi seimbang, berat badan normal. Rencana:
1) Peningkatan perkembangan anak dan remaja
- Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
- Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
- Berikan instruksi berulang dan sederhana
- Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
- Dorong anak melakukan perawatan sendiri
- Manajemen perilaku anak yang sulit
- Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
- Ciptakan lingkungan yang aman
2) Manajemen nutrisi
- Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
- Tentukan makanan yang disukai anak
- Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
3) Nutrition theraphy
- Menyelesaikan penilaian gizi
- memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan gizi
sehari-hari
- kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
- pilih suplemen yang sesuai
- dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
 Tujuan: klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan proses

16
penularan penyakit ,faktor yang mempengaruhi penulara serta
penatalaksanaannya, menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi, jumlah
leukosit dalam batas normal, menunjukan perilaku hidup sehat. Rencana:
Infection control
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2) Pertahankan teknik isolasi
3) Batasi pengunjung bila perlu
4) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
meninggalkan pasien
5) Gunakan sabun untuk cuci tangan
6) Guci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7) Pertahankan lingkungan aseptic
8) Tingkatkan intake nutrisi
9) Dorong masukan cairan
10) Dorong istirahat
K. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan
pasien.
L. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil

2. ASUHAN KEPERAWATAN HIPERAKTIVITAS


A. Pengkajian
 Pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt Hiperactivity Disorder  (ADHD)
antara lain:
1. Pengkajian riwayat penyakit
- Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami masalah
saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak
berusia todler atau masuk sekolah atau daycare.
- Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang
utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku hiperaktif atau
bahkan perilaku yang membahayakan di rumah.
- Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi
perilaku anak.
- Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk
mendisplinkan anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu sebagian besar
tidak berhasil.
2. Penampilan umum dan perilaku motorik
17
- Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-goyang
saat mencoba melakukannya.
- Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain dengan
sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
- Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan
suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan
berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
- Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang
lain. anak dapat tampak imatur atau terlambat tingkat perkembangannya
3. Mood dan afek
- Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau tempertantrum.
- Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
- Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak memiliki
sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
- Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan dan
kemarahan.
4. Proses dan isi pikir 

Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk mempelajari anak
berdasarkan tingkat akti3itas anak dan usia atau tingkat perkembangan.
5. Sensorium dan proses intelektual
- anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi
seperti halusinasi. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau
berkonsentrasi tergangguan secara nyata.
- Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau 3
menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
- Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya tidak
tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat
berhenti memikirkan sesuati.
- Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang
mampu menyelesaikan tugas.
6. Penilaian dan daya tilik diri
- Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang buruk dan
sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
- Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan impulsi
seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi.
- Meskipun sulit untuk mempelajari penilaian dan daya tilik pada anak kecil.
- Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai
jika dibandingkan dengan anak seusianya.

18
- Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama sekali
bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
- Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, “tidak ada yang menyukaiku di
sekolah”, tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan
perilaku mereka sendiri.
7. Konsep diri
- Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapi secara
umumharga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
- Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat memiliki banyak teman,
dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka
biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.
- Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai
orang yang buruk dan bodoh
8. Peran dan hubungan
- Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademis maupun sosial.
- Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang menyebabkan
perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
- Orang tua sering meyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan
berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan
diterapi.
- Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan yang
terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik, bahkan
memukul orang tua atau merusak barang-barang miliki keluarga.
- Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik.
- Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh atau
babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami ADHD
yang meningkatkan penolakan anak.
9. Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri

Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan waktu
untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan.
Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah
yang terjadi. Fika anak melakukan perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada
riwayat cedera fisik.

 Pengkajian Fisik

Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan


hiperaktif mencakup :

19
1. Rambut yang halus
2. Telinga yang salah bentuk
3. Lipatan-lipatan epikantus
4. Langit-langit yang melengkung tinggi serta.
5. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
6. Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis serta
permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.

 Pemeriksaan Penunjang
1. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan dapat menegakan diagnosis
gangguan hiperaktif. anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan
memperlihatkan jumlah gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektroensefalogram (EEG). Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat
membantu di dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak.
2. Alat-alat berikut ini dapat untuk mengidentifikasi anak-anak dengan gangguan ini.
- bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka, dan pengkodean)
- Daftar periksa gangguan (misal: Gopeland symptom checklist for attention.
Defisit Disorders, attention Deficit Disorders Evaluation Scale)

 Diagnosa
1. Kerusakan interaksi social berhubungan dengan disabilitas perkembangan
(hiperaktivitas)
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan
gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.

 Intervensi
1. Kerusakan interaksi sosialberhubungan dengan disabilitas perkembangan
(hiperaktivitas).

NOC : Ketrampilan interaksi social


Tujuan : Pasien mampu menunjukan interaksi social yang baik.
Kriteria Hasil :
- Menunjukan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki interaksi social
- Mendapatakan atau meningkatkan ketrampilan interaksi social !misalnya:
kedekatan, kerja sama, sensitivitas dan sebagainya..
- Mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain.

20
NIC : Peningkatan sosialisasi, aktivitas keperawatan :
- Kaji pola interaksi antara pasien dan orang lain
- anjurkan pasien untuk bersikap jujur dalam berinteraksi dengan orang lain
dan menghargai hak orang lain.
- Identifikasi perubahan perilaku yang spesifik.
- bantu pasien meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
- berikan umpan balik yang positif jika pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.

NOC : Konsentrasi
Tujuan : Pasien dapat berkonsentrasi secara penuh terhadap obyek atau benda- benda
disekitarnya
Kriteria Hasil :
- Menunjukan proses pikir yang logis, terorganisasi.
- Tidak mudah terganggu / focus terhadap sesuatu
- berespon dengan baik terhadap stimulus.

NIC : Pengelolaan Konsentrasi, aktivitas keperawatan :


- berikan pada anak yang membutuhkan ketrampilan dan perhatian
- Kurangi stimulus yang berlebihan terhadap orang-orang dan lingkungan dan
orang/benda-benda disekitarnya.
- berikan umpan balik yang positif dan perilaku yang sesuai.
- bantu anak untuk mengidentifikasikan benda-benda disekitarnya
seperti, memberikan permainan-permainan yang dapat merangsang pusat
konsentrasi.
- Kolaborasi medis dalam pemberian terapi obat stimulan untuk anak dengan
gangguan pusat konsentrasi.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan
gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.

NOC : Menjadi orang tua


Tujuan : Orang tua mampu menghadapi kemungkinan resiko yang terjadi terhadap anak
dengan hiperaktivitas.
Kriteria Hasil :
- Mempunyai harapan peran orang tua yang realistis
- Mengidentifikasi factor-faktor resiko dirinya yang dapat mengarah menjadi orang
tua yang tidak efektif.
- Mengungkapkan dengan kata-kata sifat positif dari anak.

21
NIC : Peningkatan Perkembangan, aktivitas keperawatan :
- berikan informasi kepada orang tua tentang bagaimana cara mengatasi
perilaku anak yang hiperaktif 
- ajarkan pada orang tua tentang tahapan penting perkembangan normal dan
perilaku anak.
- bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku anak yang positif.
- bantu keluarga dalam membuat perubahan dalam lingkungan rumah yang
dapat menurunkan perilaku negative anak.

3. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK RETARDASI MENTAL


A. Pengkajian
1) Identitas
- Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi
tingkat perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
- Nama orang tua
- Alamat
- umur  
- Pendidikan
- agama
- Pekerjaan
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang melihat
pertumbuhan dan perkembangan anaknya yang terlambat tidak sesuai dengan
kelompok seusianya.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio,pertusis,
vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
4) Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
- Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang
dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum
serta kebiasaan selama hamil.
- Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan lspontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan

22
gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi ataukelainan congenital. Keadaan
saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
lcukup, kurang, lebih)bulan.
- Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan dengan
gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola
eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya
asfiksia, trauma, dan infeksi.
5) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkarkepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir. Tingkat
perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, motorik halus,
kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
6) Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga yang
harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan adat istiadat berpengaruh
dalam pengelolaan lingkungan internal eksternalyang dapat memengaruhi
perkembangan intelektual dan pengetahuan serta keterampilan anak. Di samping
itu juga berhubungan dengan persediaan dan bahan pangan, sandang, dan papan.
7) Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PaSI pada umur anak tertentu.
Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran, dan frekuensi pemberian serta
makanan tambahan yang diberikan. adakah makanan yang disukai, alergi atau
masalah makanan yang lainnya. Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan
pada anak perlu di kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta
bau). Bagaimana tingkat toilet training sesuai dengan tingkatperkembangan anak.
Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak pada usia
sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan. Pola istirahat, kebutuhan
istirahat setiaphari, adakah gangguan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan
yang mempercepat tidur. Pola kebersihan diri, bagaimana perawatan pada diri
anak, apakah sudah mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain
atau orang tua.
8) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji, kesan kesadaran, tanda-tanda vital (perubahan
suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan). Kepala dan
lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan pengukuran
diameter oksipito-frontalis terbesar. ubun-ubun normal : besar rata atau sedikit
cekung sampai anak usia 18 bulan. Mata, reflex mata baik, sclera adakah
ikterus, konjungtiva adakah anemis, penurunan penglihatan (visus). Telinga,

23
simetris, fungsi pendengaran baik. Mulut/leher , keadaan faring, tonsil ladakah
pembesaran, hyperemia), adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi
(kotor atau tidak, adakah kelainan, bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar
tiroid adakah pembesaran (gondok) yang dapat mengganggu proses pertumbuhan
dan perkembangan anak. Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan Paru, normal vesicular, adakah kelainan
pernapasan lronkhi ,whee5ing). Fantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan
bising. Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor
pada perempuan. Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek
memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.
9) Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak retradasi mental meliputi
- Radiologi
- Pemeriksaan EEG
- Pemeriksaan CT scan
- Thoraks AP/PA
- Laboratorium : SE (serum elektrolit) serum protein,IgG,IgM,
- Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
- Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta
10) Diagnosis keperawatan
a) Gangguan tingkat perkembangan (personal sosial, bahasa, dan kognitif) yang
berhubungan dengan atrofi hemisfer kiri (disfungsi otak).
b) Hambatan mobilitas fisik dan ketergantungan sekunder yang berhubungan
dengan disfungsi otak.
c) Hambatan interaksi sosial (Keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan sosial,
bahasa, bermain, dan pendidikan sekunder) yang berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
d) Kecemasan orang tua yang berhubungan dengan keadaan pertumbuhan dan
perkembangan anak yang terlambat. (Muttaqin, 2008)
11) Rencana Intervensi
 Tujuan: Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan
anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatsumber sumber sarana
komunitas, status nutrisi seimbang, berat badan normal. Rencana:
a) Peningkatan perkembangan anak dan remaja
- Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
- Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi

24
perkembangan anak yang optimal.
- Berikan instruksi berulang dan sederhana
- Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
- Dorong anak melakukan perawatan sendiri
- Manajemen perilaku anak yang sulit
- Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
- Ciptakan lingkungan yang aman
b) Manajemen nutrisi
- Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
- Tentukan makanan yang disukai anak
- Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
c) Nutrition theraphy
- Menyelesaikan penilaian gizi
- memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan gizi
sehari-hari
- kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
- pilih suplemen yang sesuai
- dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
 Tujuan : klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas. Rencana:
Exercise therapy
a) Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
b) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
c) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saatberjalan dan cegah terhadap
cidera
d) ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
e) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
f) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
g) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pasien saat ADLs
h) Berikan alat bantu jika klien memerlukan
i) ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
 Tujuan: lingkungan yang supportif yang bercirikan hubungan dan tujuan
anggota keluarga, menggunakan aktivitas yang menyenangkan, menarik, dan
menenangkan untuk meningkatkan kesejahteraan, interaksi sosial dengan

25
orang, kelompok, atau organisasi, mengungkapkan keinginan untuk
berhubungan dengan orang lain. Rencana:
Socialization enchancement
a) Buat interaksi terjadwal
b) Dorong pasien ke kelompok atau program keterampilan interpersonal yang
membantu meningkatkan pemahaman tentang pertukaran informasi
atau sosialisasi
c) Identifikasikan perubahan perilaku tertentu
d) Berikan umpan balik positif jika pasien berinteraksi dengan orang lain
e) Fasilitas pasien dalam memberi masukan pada orang lain
f) Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya dalam berinteraksi dengan orang
lain
g) anjurkan menghargai orang lain
h) Gunakan teknik bermainperan dan berkomunikasi
 Tujuan: klien mampu mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan
teknik untuk mengontrol cemas, vital sign dalam batas normal, postur tubuh,
ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan. Rencana
a) Gunakan pendekatan yang menyenangkan
b) Nyatakan dengan jelas harapan pada pelaku pasien
c) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
d) Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
e) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
f) Dorong keluarga untuk menemani anak
g) Lakukan back/neckrub
h) Dengarkan dengan penuh perhatian
i) Identifikasi tingkat kecemasan
j) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
k) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
l) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
m) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan (NIC-NOC, 2013)
12) Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan
pasien.
13) Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil

4. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISME

26
A. Pengkajian
1) Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
2) Riwayat keluarga yang terkena autisme.
3) Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
- Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
- Gedera otak
4) Status perkembangan anak.
- anak kurang merespon orang lain.
- anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
- anak mengalami kesulitan dalam belajar
- anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
- Keterbatasan Kongnitif.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Tidak ada kontak mata pada anak.
2) anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
3) Terdapat Ekolalia.
4) Tidak ada ekspresi non verbal.
5) Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
6) anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
7) Peka terhadap bau.
C. Diagnosa Keperawatan
1) Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
percaya pada orang lain.
2) Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan
sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan.
3) Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan.
4) Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
D. Intevensi
1) Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
percaya pada orang lain.
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi: :
- Batasi jumlah pengasuh pada anak.
- Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak.
- Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan.
- Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain.
- Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain.

27
- Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan sosialisasi.
2) Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan
sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan.
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada
orang lain.
Intervensi :
- Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak.
- Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.
- anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara
konsisten.
- Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak menguasai.
- Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.
- Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan.
- Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal.
- Berikan reward pada keberhasilan anak.
- Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.
- Hindari kebisingan saat berkomunikasi.
3) Reisiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan.
Tujuan : Klien tidak menyakiti diriya.
Intervensi :
- Bina hubungan saling percaya.
- alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari
peningkatan kecemasan.
- Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan.
- alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk menurunkan
tingkat kecemasan.
- Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi.
- Siapkan alat pelindung/proteksi.
- Pertahankan lingkungan yang aman.
4) Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
- Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
- anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang berkwalitas
baik serta melakukan secara konsisten.
- Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi anaknya
yang spesial.

28
- anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan
anak autis, seperti kegiatan autis awareness Festifal.
- Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan
khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010) Anak yang berkebutuhan
khusus antara lain autisme, hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental.
Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunan; aut ‟= diri sendiri, isme‟
orientation/state= orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan sebagai kondisi
seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri; kondisi seseorang yang
senantiasa berada di dalam dunianya sendiri. Sindroma hiperaktivitas merupakan istilah
gangguan kekurangan perhatian menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat
pada anak-anak, yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis,
kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal. ditandai oleh kelainan jiwa atau
cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hamper semua anak yang
menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.
Syndrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebihan
kromosom x. Retardasi Mental menerangkan keadaan fungsi intelektual umum bertara
subnormal yang dimulai dalam masa perkembangan individu dan yang
berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar maupun penyesuaian diri proses
pendewasaan individu tersebut atau kedua-duanya

29
DAFTAR PUSTAKA

Fadhli, A. (2010). Buku pintar kesehatan anak.  Yogyakarta: Penerbit Pustaka Anggrek.

Monika, & waruwu, F. E. (2006). Jurnal Provitae Volume 2 ,Nomor 2.  Anak Berkebutuhan
Khusus: Bagaimana Mengenal dan Menanganinya  , 15.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan gangguan sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.

NIC-NOC, N. (2013). Panduan penyusunan asuhan keperawatan profesional.  jakarta:


mediaction.

NIC-NOC, N. (2013). Panduan penyusunan asuhan keperawatan profesional.  jakarta:


mediaction.

Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1.  Fakarta: EGC.

Betz, Cecily L. Buku saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Hidayat, Aziz Alimul. 2005.  Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.

30

Anda mungkin juga menyukai