Anda di halaman 1dari 5

NAMA : VIOLA YUNIARTRI

KELAS : X IPS 5

TUGAS PENGETAHUAN

1. Carilah dua buah teks laporan hasil observasi dengan tema "Bencana Alam" yang terjadi pada
tahun 2020!
2. Lalu ketiklah hal-hal penting yang berupa informasi yang terdapat dalam teks tersebut

1. Banjir bandang terjang daerah Masamba, di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan pada
Senin, (13/7/2020) malam. Peristiwa banjir ini disebabkan meluapnya sungai yang membuat
akses jalan tertutup lumpur dengan ketinggian beragam, juga sampah yang berserakan di sudut-
sudut kota. Keprihatinan terkait musibah ini memunculkan trending tagar #prayformasamba
dan #banjirluwuutara di Twitter. Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) Makassar Nur Asia Utami mengatakan, banjir bandang tersebut diakibatkan hujan lebat
yang dipengaruhi suhu muka laut di Teluk Bone. "Kejadian hujan lebat di wilayah Luwu Utara
dipengaruhi oleh suhu muka laut yang hangat di Teluk Bone," kata Nur Asia saat dihubungi
Kompas.com, Selasa (14/7/2020). Baca juga: Diterjang Banjir Bandang, Jalanan di Masamba
Dipenuhi Lumpur Selain itu, lanjut dia, banjir juga terjadi sebab terdapat daerah belokan angin
atau yang disebut konvergensi di wilayah Sulawesi bagian tengah. Kondisi ini memicu
pertumbuhan awan konvektif atau cumulonimbus yang membuat terjadinya hujan lebar.
"Berdasarkan analisa citra satelit BMKG, pertumbuhan awan konvektif terjadi di wilayah
sulawesi tengah dan bergerak ke Luwu Timur dan Luwu Utara, Curah Hujan yang cukup tinggi
terkonsentrasi di wilayah hulu Luwu Timur," ujar Nur Asia. Pihaknya mengingatkan, hujan
dengan intensitas sedang hingga lebat masih berpotensi terjadi hingga Rabu (15/7/2020).
"Namun untuk tiga hari ke depan intensitasnya sudah menurun," paparnya. Nur Asia
mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dengan curah hujan yang tinggi, mengingat masih
adanya potensi hujan yang akan terjadi. Baca juga: Banjir Bandang di Masamba akibat Sungai
Meluap, Puluhan Warga Mengungsi Putusnya jaringan komunikasi Selain menyebabkan
kerusakan, banjir bandang membuat putusnya akses komunikasi. Diberitakan sebelumnya,
terputusnya jaringan komunikasi ini membuat terhambatnya penanganan bencana, terutama di
Kota Masamba. Tim BPBD Sulsel telah dikerahkan ke lokasi kejadian untuk membantu para
korban. Masyarakat terdampak banjir bandang mengungsi ke tempat yang lebih aman, seperti
sekolahan, kantor pemerintah, masjid, dan sebagainya.
Informasi penting dari teks 1 di atas :
 Banjir bandang di daerah Masamba disebabkan meluapnya sungai yang membuat akses jalan
tertutup lumpur dengan ketinggian beragam, juga sampah yang berserakan di sudut-sudut kota.
 Menurut Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Makassar Nur Asia
Utami mengatakan, banjir bandang tersebut diakibatkan hujan lebat yang dipengaruhi suhu
muka laut di Teluk Bone. "Kejadian hujan lebat di wilayah Luwu Utara dipengaruhi oleh suhu
muka laut yang hangat di Teluk Bone," banjir juga terjadi sebab terdapat daerah belokan angin
atau yang disebut konvergensi di wilayah Sulawesi bagian tengah
 masyarakat di daerah Masamba harus tetap waspada dengan curah hujan yang tinggi,
mengingat masih adanya potensi hujan yang akan terjadi.
 Banjir bandang di atas Selain menyebabkan kerusakan, membuat putusnya akses komunikasi.
Diberitakan sebelumnya, terputusnya jaringan komunikasi ini membuat terhambatnya
penanganan bencana, terutama di Kota Masamba.
 Dampak dari banjir bandang tersebut masyarakat mengungsi ke tempat yang lebih aman,
seperti sekolahan, kantor pemerintah, masjid, dan sebagainya.
2. Curah hujan pada 1 Januari 2020 di sekitar Jakarta, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG), termasuk yang paling ekstrem dan tertinggi sejak 154 tahun lalu. Banjir
yang dipicu hujan besar menenggelamkan sebagian ibukota negara dan kota-kota penyangga
sekitarnya.
Sampai hari ini, lebih dari 50 orang tewas dan lebih dari 170 ribu orang menjadi pengungsi
dadakan karena rumah mereka tersapu air bah.
Sudah banyak penelitian dan kajian untuk menanggulangi banjir Jabodetabek. Baik pemerintah
pusat dan daerah telah memproduksi dokumen perencanaan, tata ruang, master plan dan
program.
Namun hanya sedikit dari rencana-rencana tersebut sedikit yang sudah benar-benar terlaksana.
Implementasi rencana penanggulangan banjir masih parsial, jangka pendek, dan belum
terintegrasi.
Dengan semakin bertambah parahnya cuaca ekstrem akibat efek perubahan iklim seluruh
tingkat pemerintahan perlu mengeluarkan kebijakan radikal bekerja sama dengan masyarakat,
swasta, LSM dan lembaga serta masyarakat internasional.
Penyebab banjir
Eksploitasi air tanah yang berlebihan di Jakarta menyebabkan ibu kota negara ini terus
tenggelam, dengan rata rata-rata laju penurunan tanah sekitar 3-18 cm per tahun . Kondisi ini
bertambah memburuk di Jakarta Utara yang berbatasan dengan laut. Tinggi permukaan tanah di
wilayah ini 1,5 meter lebih rendah dari permukaan air laut sebagai dampak perubahan iklim.
Akibatnya aliran air dari hulu (Bogor dan Depok) pun tidak dapat terbuang ke laut.
Selain penurunan permukaan tanah, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan banjir Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Saluran dan tangkapan air (waduk, sungai, kanal banjir, drainase dan ruang terbuka hijau) yang
ada kapasitasnya kurang untuk menampung volume air yang besar akibat curah hujan yang
ekstrem. Aliran dan sempadan sungai menyempit karena sebagian sungai di Jabodetabek
mengalami pendangkalan. Beberapa daerah resapan dan waduk juga kurang maksimal karena
berubah fungsi.
Selain itu saluran-saluran air yang ada tersumbat sampah akibat manajemen sampah yang
buruk. DKI Jakarta memproduksi sampah kurang lebih 7,500 ton per hari atau 2,7 juta ton per
tahun. Jumlah itu belum termasuk 300-400 ton sampah yang dibuang oleh penduduk ke sungai
terutama pada saat musim hujan.
Genangan air juga disebabkan oleh isu lama, yaitu tertutupnya permukaan tanah yang dilapis
beton atau material yang menahan air untuk meresap dalam tanah. Pertumbuhan penduduk
dan ekonomi, pembangunan infrastruktur yang massif serta urbanisasi menyebabkan okupasi
lahan semakin sempit.
Menurut data Badan Pusat Statisik penduduk Jakarta terus tumbuh, pada 2018 mencapai 10,46
juta jiwa. Hal ini menyebabkan lahan Jakarta terus berkurang. Pada 2014, sekitar 83% dari
674km2 wilayah Jakarta telah terpakai, menurut riset Mathias Garschagen dan koleganya (2008)
. Jadi wajar daya dukung kota terus menurun.
Kebijakan radikal mitigasi bencana banjir
Untuk mengelola dan mengurangi aliran air yang berlebihan dari hulu (Bogor dan Depok), maka
pemerintah pusat perlu mendukung Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta dalam
program-program penanggulangan banjir mereka. Selain revitalisasi hutan dan pembatasan
pendirian bangunan di kawasan Puncak dan Bogor, penyelesaian waduk Ciawi dan Sukamahi
untuk mengurangi air di sungai-sungai besar sangat mendesak.
Dengan tren curah hujan yang terus tinggi, wilayah-wilayah ini perlu memiliki aliran dan
penampungan air yang memadai. Dengan istilah apa pun, entah normalisasi, naturalisasi, atau
revitalisasi pemerintah perlu mengembalikan fungsi sungai. Pemeliharaan dan pengerukan
harus menjadi prioritas dan program wajib dan rutin pemerintah.
Kebijakan yang segera perlu dipercepat adalah realisasi pengelolaan sampah yang terintegrasi
dan modern. Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 3/2013 tentang Pengelolaan Sampah masih
menggunakan konsep lama. Misalnya mulai dari pemilahan dan pembuangan masih
konvensional. Untuk pembuangan, masih mengandalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah di Bantar Gerbang. Padahal kapasitas TPA ini sudah tidak bisa diandalkan.
Kota sebesar dan sekaya DKI Jakarta mestinya sudah harus memiliki pengolahan sampah sendiri
seperti ITF (Intermediate Treatment Facilities). Meskipun ITF ini juga sudah dimulai, tak kalah
pentingnya mengubah cara berpikir masyarakat dengan membangun pengelolaan sampah
berbasis masyarakat yang menghasilkan kompos, re-use, dan produk lainnya. Begitu juga
dengan sistem pemilahan dan pengumpulan sampah dari rumah tangga ke tempat fasilitas
pengolahan.
Dengan terus turunnya permukaan tanah dan meningginya permukaan air laut salah satu
caranya adalah dengan membangun dam raksasa di sepanjang wilayah Jakarta Utara. Proyek
National Capital Integrated Coastal Development Masterplan (NCICD) yang sudah direncanakan
tahun 2011 dan sekarang redup karena efek isu reklamasi Jakarta perlu segera dibahas lagi oleh
pemerintah pusat dan daerah. Tentu saja pra-syarat proyek ini adalah penyusunan rencana yang
benar-benar komprehensif, terintegrasi dan objektif serta benar-benar memperhitungkan
dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat.
Terakhir, guna mencegah penurunan permukaan tanah DKI Jakarta, harus ada peraturan daerah
pelarangan penggunaan air tanah. Saat ini pemerintah DKI baru menerbitkan Peraturan
Gubernur No. 38/2017 tentang Pungutan Pajak Air Tanah.
Faktor manusia
Selain kebijakan struktural di atas, untuk mengurangsi risiko banjir adalah perilaku manusia juga
perlu berubah. Komitmen, kedisiplinan, dan keberanian serta terobosan pengambil kebijakan
sangat diperlukan–termasuk keberanian untuk menegakkan hukum secara konsisten. Saat sidak
ke gedung-gedung di Jalan Sudirman Jakarta tahun 2008, misalnya, pemerintah DKI Jakarta
hanya mengirimkan surat teguran kepada salah satu hotel yang melanggar peraturan daerah
tentang sumur resapan, instalasi pengolahan limbah, dan pemanfaatan air tanah.
Kebijakan dan informasi seperti mitigasi bencana, kesiapsiagaan, peta rawan bencana, rencana
evakuasi, peringatan dini harus disosialisasikan kepada masyarakat secara terus menerus. Kita
perlu membudayakan kesiapsiagaan bencana.
Pendidikan bencana menjadi kunci ketahanan (bukan kepasrahan) masyarakat menghadapi
banjir ke depan. Sikap dan perilaku sadar bencana tidak hanya untuk kesiapsiagaan. Bencana
seperti banjir, memerlukan persepsi, kesadaran, kedisiplinan yang terus menerus. Misalnya,
dengan tidak membuang sampah sembarangan dan budaya menjaga lingkungan.
Kini kita menunggu keputusan radikal dari pemerintah agar banjir besar seperti pada 1 Januari
lalu tidak berulang.
Informasi penting dari teks 2 di atas :
 Curah hujan pada 1 Januari 2020 di sekitar Jakarta, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG), termasuk yang paling ekstrem dan tertinggi sejak 154 tahun lalu.
 Banjir yang dipicu hujan besar menenggelamkan sebagian ibukota negara dan kota-kota
penyangga sekitarnya.
 lebih dari 50 orang tewas dan lebih dari 170 ribu orang menjadi pengungsi dadakan karena
rumah mereka tersapu air.
 Sudah banyak penelitian dan kajian untuk menanggulangi banjir Jabodetabek. Namun hanya
sedikit dari rencana-rencana tersebut sedikit yang sudah benar-benar terlaksana.
 Saluran dan tangkapan air (waduk, sungai, kanal banjir, drainase dan ruang terbuka hijau) yang
ada kapasitasnya kurang untuk menampung volume air yang besar akibat curah hujan yang
ekstrem. Aliran dan sempadan sungai menyempit karena sebagian sungai di Jabodetabek
mengalami pendangkalan. Beberapa daerah resapan dan waduk juga kurang maksimal karena
berubah fungsi. Selain itu saluran-saluran air yang ada tersumbat sampah akibat manajemen
sampah yang buruk.
 Penyebab banjir di Jabodetabek adalah Eksploitasi air tanah yang berlebihan di Jakarta
menyebabkan ibu kota negara ini terus tenggelam, dengan rata rata-rata laju penurunan tanah
sekitar 3-18 cm per tahun . Kondisi ini bertambah memburuk di Jakarta Utara yang berbatasan
dengan laut.
 Genangan air juga disebabkan oleh isu lama, yaitu tertutupnya permukaan tanah yang dilapis
beton atau material yang menahan air untuk meresap dalam tanah. Pertumbuhan penduduk
dan ekonomi, pembangunan infrastruktur yang massif serta urbanisasi menyebabkan okupasi
lahan semakin sempit.
 Kebijakan radikal mitigasi bencana banjir Untuk mengelola dan mengurangi aliran air yang
berlebihan dari hulu (Bogor dan Depok), maka pemerintah pusat perlu mendukung Provinsi
Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta dalam program-program penanggulangan banjir mereka.
Selain revitalisasi hutan dan pembatasan pendirian bangunan di kawasan Puncak dan Bogor,
penyelesaian waduk Ciawi dan Sukamahi untuk mengurangi air di sungai-sungai besar sangat
mendesak. Dengan istilah apa pun, entah normalisasi, naturalisasi, atau revitalisasi pemerintah
perlu mengembalikan fungsi sungai. Pemeliharaan dan pengerukan harus menjadi prioritas dan
program wajib dan rutin pemerintah.

 Kota sebesar dan sekaya DKI Jakarta mestinya sudah harus memiliki pengolahan sampah sendiri
seperti ITF (Intermediate Treatment Facilities). Meskipun ITF ini juga sudah dimulai, tak kalah
pentingnya mengubah cara berpikir masyarakat dengan membangun pengelolaan sampah
berbasis masyarakat yang menghasilkan kompos, re-use, dan produk lainnya. Begitu juga
dengan sistem pemilahan dan pengumpulan sampah dari rumah tangga ke tempat fasilitas
pengolahan.
 Dengan terus turunnya permukaan tanah dan meningginya permukaan air laut salah satu
caranya adalah dengan membangun dam raksasa di sepanjang wilayah Jakarta Utara.
 Selain kebijakan struktural di atas, untuk mengurangsi risiko banjir adalah perilaku manusia juga
perlu berubah. Komitmen, kedisiplinan, dan keberanian serta terobosan pengambil kebijakan
sangat diperlukan–termasuk keberanian untuk menegakkan hukum secara konsisten.
 Pendidikan bencana menjadi kunci ketahanan (bukan kepasrahan) masyarakat menghadapi
banjir ke depan. Sikap dan perilaku sadar bencana tidak hanya untuk kesiapsiagaan. Bencana
seperti banjir, memerlukan persepsi, kesadaran, kedisiplinan yang terus menerus. Misalnya,
dengan tidak membuang sampah sembarangan dan budaya menjaga lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai