Anda di halaman 1dari 24

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA Ny. JS DENGAN HALUSINASI DI Link/Br. TEGALALANG
KELURAHAN KAWAN KECAMATAN BANGLI
KABUPATEN BANGLI

OLEH :

IDA AYU MADE NAMAYANTI


P07120019046
TINGKAT III.2/ D-III KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. JS DENGAN HALUSINASI DI Link/Br. TEGALALANG KELURAHAN
KAWAN KECAMATAN BANGLI
KABUPATEN BANGLI

A. MASALAH UTAMA
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

B. KONSEP DASAR HALUSINASI


1. Pengertian
Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang tersebut
disadari dan dimengerti pengindraan/sensasi. Gangguan persepsi: ketidakmampuan
manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal
(pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal.
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya
rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan
dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2007).

2. Faktor Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss berat
yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri. Isolasi sosial
merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan

1
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk membuat kontak.
Data subjektif :
a) Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b) Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi social
c) Mengungkapkan perasaan tak berguna
Data objektif :
a) Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b) Tidak komunikatif
c) Kontak mata buruk
d) Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e) Kurang aktivitas
f) Wajah tampak murung dan sedih
g) Kegagalan berinteraksi dengan orang lain.

a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut :
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,

2
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh, dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.Sumber
koping
3) Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

3
3. Pohon Masalah

Effect

Core
Problem

Causa

4. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

4
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

5. Gejala Klinis
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna
Keliat, 2007) :
a. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepa
4) tBicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap II : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
1) Cemas

5
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap III : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk)
d. Tahap IV : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mampu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

6. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 (Stuart dan Laraia, 2007) yaitu, comforting, condemning,
controlling, consquering.
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Klien mungkin melamun atau
memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih
mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas
persepsi meningkat.
Perilaku klien, tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Condemning

6
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda- tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita. Perilaku klien, meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Halusinasi lebih
menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak
berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik, bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai
dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien, kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat,
tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Consquering
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan
dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada
dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau
selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien, perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.

7
7. Rentang Respons Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Kadang proses pikir Gangguan proses


tergangu pikir/waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Emosi Tidak mampu
pengalaman berlebihan/berkurang mengatasi emosi
Perilaku cocok Perilaku yang tidak Perilaku tidak
biasa terorganisir
Hubungan sosial positif Menarik diri Isolasi sosial

Mekanisme koping
Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi :
a. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu
benda.
c. Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan
stimulus internal
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat di lakukan pada klien dengan halusinasi adalah :
a. Pemeriksaan Jantung
Pada pemeriksaan ini di dapatkan abnormalitas seperti, pembesaran
ventrikel, penurunan darah kortikal, terutama di kortek prefrontal,

8
penurunan aktivitas metabolik di bagian-bagian otak tertentu dan atropi
serabri.
b. Tes kromosom
Pemeriksaan ini di lakukan jika salah satu anggota keluarga ada yang
mempunyai riwayat dengan gangguan jiwa. Pada tes ini di fokuskan pada
kromosom 6, 13, 18, dan 24.
c. Test psikologi atau psikotes
Pada tes ini di temukan adanya kurang identitas diri, salah interprestasi
terhadap realita dan menarik diri.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Psikoparmakologi
1) Risperidone
a) Indikasi
Hendaya berat dalam fingsi-fungsi mental, bermanifestasi
dalam gejala POSITIF, Gangguan asosiasi pikiran, waham,
halusinasi, perilaku yang tidak terkendali, dan gejala
NEGATIF, Gangguan perasaan, gangguan berhubungan
sosial, gangguan proses piker, tidak ada inisiatif, peri terbatas
dan cenderung menyendiri.
b) Kontra indikasi
Penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, ketergantungan
alkohol, Parkinson dan gangguan kesadaran.
c) Efek samping
Kemampuan koknitif menurun, hipotensi, mulut kering,
kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur,
ganguan irama jantung, Parkinson.
2) Clorpromazine
a) Indikasi
Skizoprenia dan kondisi yang berhubungan dengan psikosis.

9
b) Kontra indikasi
Hipersensitivitas, depresi berat, kegagalan hati atau ginjal
berat.
c) Efek samping
Efek anti koligernik (mulut kering, pandangan kabur,
konstipasi, gangguan gastrointestinal, ruam kulit, efek
hormonal, penurunan libido, amenore, penambahan berat
badan, reduksi ambang kejang, agronulositosis, sindrom
neuroleptik malignant (SNM)).
3) Trihexypenidil
a) Indikasi
Parkinson, gangguan ekstrapiramidal yang di sebabkan oleh
susunan saraf pusat (SSP)
b) Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap trihexypenidil, glaukoma angle
closure, ileus paralitik, hipertropi prostat.
c) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, mual, pusing, konstipasi,
retensi urin, takikardi, tekanan darah meningkat.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata,
kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila
akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di
beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,

10
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
2) Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya
secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat
yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3) Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien
atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4) Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan
ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi
bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan
petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan.

11
10. Komplikasi
a. Muncul perilaku untuk mencederai diri sendiri dan lingkungan, yang di
akibatkan dari persapsi sensori palsu tanpa adanya stimulis eksternal.
b. Klien dengan halusinasi mengisolasi dirinya dengan orang lain karena tidak
peka terhadap sesuatu yang nyata dan tidak nyata.
C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Data yang Perlu Dikaji
a. Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak
mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan.
b. Faktor prediposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f) Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan
konflik dalam keluarga
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri

12
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif dan koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga
letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi
genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan
abnormal).
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah :
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan

13
kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dala,
berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm
tekanan kerja, dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi,
ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami
halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat
mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan
meliputi :
a) Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
b) Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
c) Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pertanyaan klien.
d) Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa
yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi.
Apakah klien bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah),
berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

14
1) Status mental
a) Penampilan  :  tidak rapi, tidak serasi
b) Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
c) Aktivitas motorik : meningkat/menurun
d) Afek : sesuai/maladaprif
e) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai
dengan nformasi
f) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik
dan dapat mempengaruhi proses pikir
g) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
h) Tingkat kesadaran
i) Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2) Mekanisme koping
a) Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
b) Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggungjawab kepada oranglain.
c) Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal
3) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,
pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

Masalah dan Data yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Perubahan Persepsi senori : Halusinasi a. Data Subjektif
- Klien mengatakan mendengar
sesuatu
- Klien mengatakan melihat
bayangan putih
- Klien mengatakan merasakan
dirinya seperti tersengat listrik
- Klien mengatakan mencium bau
tidak sedap
- Klien mengatakan kepalanya

15
melayang di udara
- Klien mengatakan merasakan
sesuatu yang berbeda pada
dirinya

b. Data Objektif
- Klien terlihat berbicara atau
tertawa sendiri saat diuji
- Bersikap seperti mendengarkan
sesuatu
- Berhenti tiba- tiba ditengah
kalimat seolah- olah
mendengarkan sesuatu
- Disorientasi
- Konsentrasi rendah
- Pikiran cepat berubah
- Kacau dalam alur pikiran

Jenis Halusinasi dan data Penunjangnya

Jenis Data objektif Data subjektif


halusinasi
Halusinasi - Bicara atau tertawa - Mendengar suara atau kegaduhan
dengar sendiri - Mendengar suara yang bercakap-
- Marah-marah tanpa cakap
sebab - Mendengar suara menyuruh
- Menyedengkan telinga melakukan sesuatu yang
kearahtertentu berbahaya
- Menutup telinga
Halusinasi - Menunjuk-nunjuk - Melihat bayangan, sinar, bentuk

16
Penglihatan kearah tertentu geometris, bentuk kartoon,
- Ketakutan pada sesuatu melihat hantu atau monster
yang tidak jelas
Halusinasi - Menghidu seperti sedang -  Membaui bau-bauan sperti bau
penghidu membaui bau-bauan darah, urin, feces, kadang-kadang
tertentu bau itu menyenangkan
- Menutup hidung
Halusinasi - Sering meludah - Merasakan rasa seprti darah, urin
pengecapan - Muntah atau feces
Halusinasi - Menggaruk-garuk - Mengatakan ada serangga
Perabaan permukaan kulit dipermukaan kulit
- Merasa seperti tersengat listrik
Halusinasi - Memegang kainya yang - Mengatakan badannya melayang
kinestetik diangganya bergerak diudara
sendiri
Halusinasi - Memegang badannya - Mengatakan perutnya menjadi
Viseral yang dianggapnya mengecil setelah minum soft
berubah bentuk dan drink
tidak normal seperti
biasanya

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan adalah sebagai berikut.
a) Jenis dan isi halusinasi
Data objektif dapat diperoleh melalui observasi perilaku pasien, sedangkan data
subjektif dapat dikaji melalui proses wawancara dengan pasien
b) Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi.
- Waktu : pagi, siang, sore, malam
- Frekuensi: terus-menerus, sekali-kali
- Situasi: sendiri, atau saat terjadi kejadian tertentu
c) Respons terhadap halusinasi. Untuk mengetahui apa yang dilakukan saat
halusinasinya muncul

17
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori :……..(sesuai jenis halusinasi yang dialami pasien)

3. Perencanaan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Dx Keperawatan
1. Halusinasi TUM : Setelah diberikan tindakan 1. Sapa klien dengan
Klien mampu keperawatan selama 15 ramah dan baik secara
mengontrol menit dalam 1x verbal dan non verbal.
halusinasi pertemuan, diharapkan 2. Perkenalkan diri
TUK I : Halusinasi pasien teratasi dengan sopan.
Klien dapat dengan kriteria hasil: 3. Tanyakan nama
membina 1. Ekspresi wajah lengkap klien dan nama
hubungan saling bersahabat panggilan yang disukai
percaya 2. Menunjukan rasa senang klien.
3. Ada kontak mata 4. Jelaskan tujuan
4. Mau berjabat tangan, pertemuan
mau menyebut nama, 5. Jujur dan menepati
mau menjawab salam janji.
5. Mau duduk 6. Tunjukkan sikap empati
berdampingan dengan dan menerima klien apa
perawat adanya.
6. Mau mengutarakan 7. Beri perhatian pada
masalah yang dihadapi. klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
Halusinasi TUK II: Setelah diberikan tindakan 1. Adakan kontrak sering
Klien dapat keperawatan selama 15 dan singkat secara
mengenal menit dalam 1x pertemuan, bertahap.

18
halusinasi diharapkan Halusinasi 2. Observasi tingkah laku
pasien teratasi dengan klien terkait dengan
kriteria hasil : halusinasinya. Bicara
1. Klien dapat dan tertawa tanpa
menyebutkan waktu, stimulus, memandang
isi, dan frekuensi ke kiri dan ke kanan
timbulnya halusinasi seolah-olah ada teman
2. Klien dapat bicara.
mengungkapkan 3. Bantu klien mengenal
perasaan terhadap halusinasinya.
halusinasinya. 4. Diskusikan dengan
klien tentang situasi
yang menimbulkan atau
tidak menimbulkan
halusinasinya, waktu
dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang,
sore dan malam atau
jika sendiri, jengkel,
sedih).
5. Diskusikan dengan
klien apa yang
dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah,
takut, sedih, tenang)
beri kesempatan
mengungkapkan
perasaan.
Halusinasi TUK III: Setelah diberikan tindakan 1. Idenfikasi bersama
Klien dapat keperawatan selama 15 klien tindakan yang
mengontrol menit dalam 1x pertemuan, dilakukan jika terjadi

19
halusinasinya diharapkan Halusinasi halusinasi (tidur,
pasien teratasi dengan marah, menyibukan diri
kriteria hasil : sendiri dan lain - lain).
1. Klien dapat 2. Diskusi manfaat cara
menyebutkan tindakan yang digunakan klien,
yang biasanya jika bermanfaat beri
dilakukan untuk pujian.
mengendalikan 3. Diskusi cara baru untuk
halusinasinya. memutuskan
2. Klien dapat mengontrol timbulnya
menyebutkan cara baru halusinasi.
3. Klien dapat memilih 4. Bantu klien memilih
cara mengatasi cara dan melatih cara
halusinasi seperti yang untuk memutuskan
telah didiskusikan halusinasi secara
dengan klien bertahap.
4. Klien dapat melakukan 5. Beri kesempatan untuk
cara yang telah dipilih melakukan cara yang
untuk mengendalikan telah dilatih.
halusinasi 6. Anjurkan klien untuk
5. Klien dapat mengetahui mengikuti terapi
aktivitas kelompok aktivitas kelompok,
orientasi realita dan
stimulasi perpepsi
Halusinasi TUK IV: Setelah diberikan tindakan 1. Membina hubungan
Klien dapat keperawatan selama 15 saling percaya dengan
dukungan dari menit dalam 1x pertemuan, menyebutkan nama,
keluarga dalam diharapkan Halusinasi tujuan pertemuan
mengontrol pasien teratasi dengan dengan sopan dan
halusinasinya kriteria hasil : ramah.
1. Keluarga dapat saling 2. Anjurkan klien

20
percaya dengan menceritakan
perawat. halusinasinya kepada
2. Keluarga dapat keluarga.
menyebutkan 3. Diskusikan
pengertian, tanda dan halusinasinya pada saat
tindakan untuk berkunjung.
mengendalikan
halusinasi.
Halusinasi TUK V: Setelah diberikan tindakan 1. Diskusikan dengan
Klien dapat keperawatan selama 15 klien dan keluarga
memanfaatkan menit dalam 1x pertemuan, tentang dosis dan
obat dengan baik diharapkan Halusinasi frekuensi serta manfaat
pasien teratasi dengan minum obat.
kriteria hasil : 2. Anjurkan klien minta
1. Klien dan keluarga sendiri obat pada
dapat menyebutkan perawat dan merasakan
manfaat, dosis dan efek manfaatnya.
samping obat. 3. Anjurkan klien untuk
2. Klien dapat bicara dengan dokter
mendemonstrasi kan tentang manfaat dan
penggunaan obat efek samping obat yang
dengan benar. dirasakan.
3. Klien mendapat 4. Diskusikan akibat
informasi tentang efek berhenti minum obat
samping obat. tanpa konsultasi dengan
4. Klien dapat memahami dokter.
akibat berhenti minum 5. Bantu klien
obat tanpa konsultasi. menggunakan obat
5. Klien dapat dengan prinsip 12
menyebutkan prinsip 12 benar.
benar penggunaan obat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah Retna, 2016. Askep Halusinasi. Tersedia pada:


https://www.scribd.com/doc/307184248/Askep-Halusinasi#download.
Diakses pada tanggal 4 April 2021.

Keliat.B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI. Jakarta: EGC.

Keliat.B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.


Kusumawati dan Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Maramis, W.f. 2007. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho Agung, 2011. Laporan Pendahuluan Pasien dengan Halusinasi. Tersedia


pada: https://www.scribd.com/document/251659359/Laporan-Pendahuluan-
Asuhan-Keperawatan-Pada-Klien-Dengan-Halusinasi-Pendengaran. Diakses
pada tanggal 3 April 2021.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: Salemba Medika.

22
LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui, Bangli, 13 November 2021


Pembimbing Klinik/ CI Mahasiswa

Sang Putu Astawan, A.Md.Kep. Ida Ayu Made Namayanti


NIP. 196908151991031012 NIM. P07120019046

Clinical Teacher/ CT

I Nengah Sumirta.,SST.,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NIP.196502251986031002

23

Anda mungkin juga menyukai