SESI 1: TAK
MENGENAL HALUSINASI
OLEH:
KELOMPOK 1
C. LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2007).
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss
berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri. Isolasi
sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
D. TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun
tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut
Halusinasi adalah pengalaman paska indra tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara – suara, bisikan dari telinga
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu. ( Hawari, 2001 )
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indra
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem pengindraan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu penuh atau baik
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah.(
stuart, 2007 )
Kesimpulannya halusinasi adalah presepsi klien melalui panca indra
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
c. Penyebab
1) Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2005). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
2) Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
2. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
d. Tanda dan Gejala
1) Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan
gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran
pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan
stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu
mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas
persepsi meningkat. Klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
2) Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut
apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain.Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3) Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien
menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam
gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan
dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau
detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak
mampu mematuhi perintah.
4) Fase Keempat / conquering/ panic
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi. Perilaku klien : perilaku teror akibat panik,
potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang
E. PROSES KEGIATAN
1. SELEKSI PASIEN DAN KELUAGA
a. Kriteria Pasien
Pasien yang mengalami perubahan sensori persepsi: halusinasi.
b. Proses Seleksi
b) Mengobservasi klien yang masuk kriteria.
c) Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.
d) Mengumpulkan klien yang masuk kriteria.
e) Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK, meliputi:
menjelaskan tujuan TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok dan
aturan main dalam kelompok.
A. JADWAL KEGIATAN
3. Penutup (5 menit)
C. PESERTA TAK
a. Kriteria pasien
b. Proses seleksi
1) Mengobservasi pasien yang masuk kriteria.
2) Mengidentifikasi pasien yang masuk kriteria.
3) Mengumpulkan pasien yang masuk kriteria.
4) Membuat kontrak dengan pasien yang setuju ikut TAK,
meliputi: menjelaskan tujuan TAK pada pasien, rencana
kegiatan kelompok dan aturan main dalam kelompok.
L CL
F
P
P F
F P F P
Keterangan:
L : Leader
CL
: Co-Leader
P
: Pasien
F : Fasilitator
O : Observer
Berikut merupakan uraian tugas dari terapis baik sebagai leader, observer, dan
fasilitator.
a. Leader
Uraian tugas :
b. Peran Co-Leader
Uraian tugas :
1. Membantu tugas leader
2. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader
3. Mengingatkan leader tentang kegiatan
4. Bersama leader menjadi contoh kegiatan
c. Observer
Uraian tugas :
1. Mengamati semua proses kegiatanyang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara
2. Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota
kelompok denga evaluasi kelompok
d. Fasilitator
Uraian tugas :
1. Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
2. Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah
kegiatan.
3. Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan.
4. Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
5. Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
6. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.
menanyakan perasaan
5 Menit Di pimpin oleh Leader
pasien saat ini
• Kontrak
2. Tahap Kerja:
1. Sesi I: Mengenal Halusinasi
a. Terapis meminta klien
menceritakan apa yang
dilakukan pada saat
mengalami halusinasi, dan
bagaimana hasilnya.
Ulangi sampai semua 30 Menit Di pimpin oleh Leader
klien mendapat giliran.
b. Beri pujian setiap klien
selesai bercerita
c. Terapis menjelaskan cara
mengatasi halusinasi
dengan menghardik
halusinasi saat halusinasi
muncul.
d. Terapis memperagakan
cara menghardik
halusinasi, yaitu: “Pergi
jangan ganggu saya”,
“Saya mau bercakap-
cakap dengan…..”
e. Terapis meminta masing-
masing klien
memperagakan cara
menghardik halusinasi.
Hidupkan musik dan oper
bola sehingga yang
mendapat bola
menceritakan sampai
semua peserta
mendapatkan giliran.
f. Terapis memberikan
pujian dan mengajak
semua klien bertepuk
tangan saat setiap klien
selesai memperagakan
menghardik halusinasi.
3. Tahap Terminasi : 5 menit Di pimpin oleh Leader
a. Evaluasi
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk setiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengenal halusinasi: isi,
waktu, situasi, dan perasaan. Beri tanda (V) jika klien mampu dan beri tanda (X)
jika klien tidak mampu.
DAFTAR PUSTAKA
Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Keliat, Budi Anna dan Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Erlangga University
Press.
Stuart dan Laraia. (2007). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St.
Louis: Mosby Year Book.
Stuart, G.W.,Sundeen, S.J. 2014. Pakku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC.
Suliswati dkk,. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC