Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penuaan merupakan suatu proses alamiah yang akan dialami oleh

setiap manusia. Dalam proses ini terjadi penurnan fisik, psikologis

maupun sosial kehidupan orang lanjut usia (lansia) sehingga dapat

menyebabkan ketergantungan kepada orang lain (Zainul Anwa, 2010).

Salah satu perubahan yang terjadi pada lansia adalah kebututuhan tidur

yang akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia.

Kebutuhan tidur pada usia 12 tahun adalah 9 jam, usia 20 tahun berkurang

menjadi 8 jam, usia 40 tahun sebanyak 7 jam, usia 60 tahun sebesar 6,5

jam dan usia 80 tahun adalah 6 jam. Secara fisiolois pada struktur tidur

lansia, terjadi peningkatan fase tidur mendalam sehingga jumlah tidur

lansia menjadi berkurang (A. Prayitno, 2004). Kondisi ini cenderung

mengakibatkan permasalahan kesehatan secara fisik maupun mental

(Kurniawan, 2012).

Gangguan tidur yang paling sering dialami oleh lansia adalah insomnia

(Erliana E. 2009). Di dunia, angka prevalensi insomnia pada lansia

diperkirakan sebesar 13-47% dengan porsi sekitar 50-70% terjadi pada

usia diatas 65 tahun (Doghramji, 2006). Sebuah penelitian Aging

Multicentre melaporkan bahwa sebesar 42% dari 9.000 lansia yang berusia

diatas 65 tahun mengalami gejala insomnia (Erliana E. 2009). Di indonesia

angka prevalensi insomnia pada lansia sekitar 67%. Namun sayangnya

1
hanya satu dai 8 penderita indsomnia yang diketahui karena mencari

pengobatan ke dokter (Zainul Anwa, 2010). Insomnia merupakan sebuah

gejala dari suatu penyakit tertentu. Etiologinya yang kompleks

menyebabkan terdapat beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan

munculnya insomnia pada lansia. Sebesar 60-70% merupakan insomnia

sekunder yang disebabkan oleh gangguan kesehatn fisik, mental,

lingkungan, atau penggunaan obat-obatan (Galimi, 2010). Penelitian

Macel et al (2009) menyatakan bahwa lansia dengan penyakit yang

mendasari, seperti depresi, hipertensi, penyakit jantung dan paru, stroke,

diabetes, atau artritis memiliki kualitas tidur yang lebih buruk dan durasi

tidur yang kurang dibandingkan dengan lansia yang sehat. Sedangkan 25-

30% sisanya merupakan insomnia primer yang dipengaruhi oleh gangguan

endrokrin, neurologi, dan perlaku (Marcel Gaharu, 2013).

Sebagian masyarakat, utamanya para lansia belum terlalu mengenal

gangguan tidur, khususnya insomnia sehingga jarang mencari pertolongan

ke dokter sebab dianggap sebagai keluhan yang tidak terlalu serius.

Padahal sesungguhnya insomnia akan berpengaruh langsung terhadap

penurunan kualitas kehidupan lansia (Zainul Anwar, 2010). Penelitian

Tsou (2013) mendapatkan bahwa lansia dengan insomnia mengeluh rasa

kantuk yang berlebihan pada siang hari, sehingga tubuh merasa lemah

terutama pada ekstremitas kelelahan, rasa tidak nyaman, kehilangan nafsu

makan, sakit kepala, dan gangguan aktifitas (Tsou MT. 2013). Insomnia

juga mempengaruhi fungsi kognitif lansia meliputi gangguan perhatian dan

2
knsentrasi, penurunan kemampuan mengingat, da kesulitan berorientasi

(Galimi, 2010).

Insomnia juga dsering dikaitkan dengan gangguan psikiatri seperti

cemas dan depresi. Penelitian Ohayon el al (2004) melaporkan bahwa 65%

lansia depresi, 61% lansia gangguan panik, dan 44% lansia gangguan

cemas menyeluruh mengalami insomnia (Ohayon, 2004).

Selama ini berbagai terapi pengobatan telah dikembangkan untuk

membantu para lansia mengatasi keluhannya sehingga meminimalisasi

dampak terhadap kehidupan. Namun hingga saat ini belum ditemukan suat

terapi pengobatan yang ideal bagi lansia penderita insomnia. Pengobatan

farmakologis seperti golongan hipnotik sedatif dapat ddiberikan

berdasarkan indikasi klinis. Namun dala penggunaan jangka panjang,

pengobatan ini tidak dianjurkan sebab memiliki efek sampin yang

berbahaya. Penelitian Glass el al. (2005) menyatakan golongan hipnotik

sedatif meningkatkan resiko ataxia, gangguan kognitif, dan jatuh pada

lansia.

Melihat fenomena diatas, maka diperlukan metode dalam

pelaksanaan insomnia pada lansia melalui pendekatan terapi

nonfarmakologis dan hanya menggunakan obat-obatan pada saat

mendesak. Terapi nonfarmakologis yang efektif untuk mengatasi insomnia

adalah terapi perilaku yaitu sleep hygiene. Sleep hygiene merupakan

identifikasi dan modifikasi perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi

3
tidur (Roepke SK, 2010). Penelitian LeBoureois et al. (2005) menyatakan

bahwa sleep hygiene berperan pentning terhadap kualitas tidur sehingga

kebiasan tidur menjadi lebih baik. Sehubungan hal diatas, penulis tertarik

mengetahui pengaruh sleep hygiene terhadap peningkatan kulitas tidur

pada lansia di UPT PLSU Blitar di Tulungagung.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada

pengaruh Sleep hygiene terhadap peningkatan kualitas tidur pada lansia di

UPT PLSU Blitar di Tulungagung ?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Membuktikan pengaruh Sleep hygiene terhadap peningkatan kualitas

tidur pada lansia di UPT PLSU Blitar di Tulungagung.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi kualitas tidur lansia sebelum melakukan sleep

hygiene pada lansia di UPT PLSU Blitar di Tulungagung.

b. Mengidentifikasi kualitas tidur lansia sesudah melakukan sleep

hygiene pada lansia di UPT PLSU Blitar di Tulungagung.

c. Menganalisis pengaruh sleep hygiene terhadap peningkatan

kualitas tidur pada lansia di UPT PLSU Blitar di Tulungagung.

4
D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Mendapatkan informasi atau pengetahuan kebenaran ilmiah

tentang pengaruh sleep hygiene terhadap peningkatan kualitas

tidur pada lansia di UPT PLSU Blitar di Tulungagung.

b. Sebagai wacana untuk pengembangan penelitian lebih lanjut di

bidang keperawatan khususnya pengaruh sleep hygiene terhadap

peningkatan kualitas tidur pada lansia di UPT PLSU Blitar di

Tulungagung

2. Manfaat praktis

a. Sebagai dasar pertimbangan melakukan intervensi keperawatan

dalam manajemen pengaruh sleep hygiene terhadap peningkatan

kualitas tidur pada lansia di UPT PLSU Blitar di Tulungagung.

b. Sebagai dasar penetapan protap pelaksanaan peningkatan kualitas

tidur pada lansia.

c. Sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai