1
LECTURER NOTES
filsafat Pancasila menjadi penataran P4. Dengan memberikan pembekalan Pancasila
kepada masyarakat dan penyelenggara negara, diharapkan masyarakat secara luas
mampu dan mau membantu pemerintah dalam menyukseskan program pembangunan
nasional. Apalagi saat itu Indonesia sedang mengalami pembangunan di segala bidang
yang cukup pesat sehingga manusia Indonesia berkewajiban mendukungnya. Adanya
P4 diharapkan mampu memfasilitasi itu sekaligus menjadi ajang penanaman kesadaran
kolektif sebagai manusia Pancasilais. Namun, dalam perjalanannya, indoktrinasi P4
justru menutup ruang kritik, aspirasi, dan hanya menekankan pendekatan
pembelajaran yang bersifat teoretis yang kesulitan menemui realitas praktis manusia
Pancasilais di lapangan.
Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa Indonesia. Pancasila semakin jarang
diucapkan, dikutip, dan dibahas, baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan,
kebangsaan, maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi
justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan
demokrasi dan kebebasan berpolitik” (Habibie, 2011: 1-2). Jika disimak, pernyataan
Habibie mampu melukiskan kondisi Pancasila pascareformasi yang dianggap tidak
penting dan cenderung dihilangkan dalam memori bangsa Indonesia. Pancasila
kehilangan maknanya untuk diamalkan, kehilangan dialektikanya karena dipinggirkan
dalam setiap diskusi, dan kehilangan arahnya karena tidak lagi dijadikan panduan wajib
bagi institusi pendidikan, baik sekolah maupun perguruan tinggi. Dampaknya cukup
terasa, masyarakat Indonesia kehilangan pegangan dan arah dalam keseharian
kehidupannnya karena tidak lagi memahami dan mengamalkan Pancasila.
Kata hakikat, sebagaimana dijelaskan Surip, dkk. (2015: 107-109) adalah suatu
inti terdalam dari segala sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur tertentu dan yang
mewujudkan sesuatu itu sehingga terpisah dengan sesuatu yang lain dan bersifat
mutlak. Terkait dengan hakikat dalam sila Pancasila, dapat dipahami dalam tiga
kategori.
1. Hakikat abstrak yang mengandung unsur yang sama, tetap, dan tidak berubah.
2
LECTURER NOTES
Haikat abstrak Pancasila merujuk pada kata ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Menurut bentuknya, Pancasila terdiri atas
kata Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil yang dibubuhi awalan dan akhiran
(Notonagoro, 1967: 39, dalam Surip, dkk., 2015).
2. Hakikat pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus, artinya terikat kepada
barang sesuatu. Hakikat pribadi Pancasila menunjuk kepada ciri khusus dalam
sila Pancasila yang ada pada bangsa Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai agama,
nilai kebudayaan, sifat, dan karakter yang melekat pada bangsa Indonesia yang
membedakan dari bangsa lain.
3. Hakikat konkret yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya yang
terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara. Dalam realisasinya,
Pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksanaan praktis
dalam kehidupan negara, bangsa, dan negara Indonesia yang sesuai dengan
kenyataan sehari-hari, tempat, keadaan, dan waktu (Notonagoro, 1975: 58-61,
dalam Surip, dkk., 2015).
a. Tanah air real adalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka,
dan berduka yang sehari-hari dialami secara fisik.
b. Tanah air formal adalah negara bangsa yang berundang-undang dasar; yang
manusia Indonesia menjadi salah seorang warganya; yang membuat undangundang;
3
LECTURER NOTES
memberikan hak, serta kewajiban; mengesahkan atau membatalkan,
memberikan perlindungan, dan menghukum; dan memberikan paspor atau
surat pengenal lainnya.
c. Tanah air mental bukan bersifat teritorial karena tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu, melainkan imajinasi yang dibentuk dan dibina oleh ideologi atau
seperangkat gagasan vital.
5. Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif,
legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari
negara kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara
terhadap negara. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama warga
negara (Notonagoro dalam Kaelan, 2013: 402).
Pancasila sebagai sistem filsafat sudah dikenal sejak para pendiri negara
membicarakan masalah dasar filosofis negara (Philosofische Grondslag) dan pandangan
hidup bangsa (Weltanschauung). Meskipun, kedua istilah tersebut mengandung muatan
filosofis, tetapi Pancasila sebagai sistem filsafat yang mengandung pengertian lebih
akademis memerlukan perenungan lebih mendalam. Sering berjalannya waktu,
Pancasila menghadapi tantangan dengan adanya ideologi asing yang masuk ke
Indonesia. Tantangan ideologis ini tentu bukan persoalan mudah dan jika dibiarkan
akan mengganggu stabilitas sosial-politik di Indonesia.
4
LECTURER NOTES
konsumerisme
membuat
manusia
Indonesia
terjebak
budaya
yang
mudah
2. Kedua, komunisme, yaitu sebuah paham yang muncul sebagai reaksi atas
perkembangan kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal. Komunisme
merupakan aliran yang meyakini bahwa kepemilikan modal dikuasai oleh negara
untuk kemakmuran rakyat secara merata. Salah satu bentuk tantangan komunisme
terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat ialah dominasi negara yang berlebihan
sehingga dapat menghilangkan peran rakyat dalam kehidupan bernegara. Dominasi
negara secara berlebihan membuat kreativitas individu tidak berjalan dan
mematikan potensi sektor swasta untuk membantu pemerintah dalam
meningkatkan perekonomian nasional. Padahal, sektor swasta menjadi salah satu
penopang dalam pembangunan dan perekonomian nasional.
korupsi dapat diberantas sampai ke akar-akarnya dan dihilangkan dari bumi Indonesia.
Tentu saja hal ini membutuhkan perjuangan panjang, kerja keras, dan kerja sama
semua pihak.
5
LECTURER NOTES
menggerus nilai asli bangsa Indonesia, seperti budaya gotong royong di masyarakat.
Individualisme merebak menggantikan kerja sama dan budaya kolektif yang sudah
mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Budaya jujur juga mulai dirasakan
menghilang, sikap plagiarisme dan mencontek yang merupakan tindakan kurang terpuji
dan minim kreativitas justru banyak bermunculan di berbagai institusi pendidikan.
Menurunnya budaya gotong royong dan kejujuran menandakan ada persoalan serius
dalam tubuh bangsa Indonesia yang berdampak kepada kepribadian manusia
Indonesia. Nilai Pancasila mulai meredup digantikan dengan nilai lainnya yang jauh dari
kekhasan bangsa Indonesia.