Anda di halaman 1dari 9

LECTURER NOTES

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA


SESI PERKULIAHAN : PERTEMUAN SESI 11 (SEBELAS)
TOPIK : 1. KONSEP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
2. SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGI, POLITIS PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
3. URGENSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
PENYUSUN : TIM DOSEN MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

1. KONSEP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

Pada dasarnya, sebuah sistem keyakinan terbentuk melalui proses yang panjang.
Hal ini disebabkan ideologi melibatkan berbagai sumber, seperti kebudayaan, agama,
dan pemikiran tokoh. Sumber kebudayaan dalam ideologi, meliputi sistem religi dan
upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan,
bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi, dan peralatan
yang memengaruhi dan berperan dalam membentuk ideologi suatu bangsa
(Koentjaraningrat, 2004: 2). Agama sebagai sumber ideologi dapat ditemukan dalam
negara teokrasi yang sistem pemerintahannya berlandaskan agama tertentu sehingga
peraturan hukum negara itu mengacu kepada doktrin agama tertentu.

`Ideologi berasal dari kata ‘idea’ dan ‘logos’. Idea berarti gagasan, konsep,pengertian
dasar, dan cita-cita. Logos berarti ilmu. Ideologi secara etimologis artinya adalah ilmu
tentang ide-ide (the science of ideas) atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan,
2013: 60-61). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai
kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan
tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi adalah cara berpikir seseorang atau suatu
golongan. Ideologi adalah paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program
sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517, dalam Paristiyanti, 2016).

Ideologi berkembang pada abad ke-18, Destutt de Tracy menyebut ideologi


sebagai science of ideas, yaitu suatu program yang diharapkan dapat membawa
perubahan institusional bagi masyarakat Perancis. Namun, Napoleon mengecam
istilah
ideologi yang dianggapnya suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti praktis.
Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan ditemukan dalam kenyataan
(Kaelan, 2003: 113). Niccolo Machiavelli (1460-1520) menjelaskan ideologi
berdasarkan
pengamatan lingkungan sekitarnya. Macchiavelli mengamati praktik politik pangeran
dan tingkah laku berpolitik manusia sehingga akhirnya berhasil merumuskan tiga
aspek

1
LECTURER NOTES
dalam konsep ideologi, yaitu agama, kekuasaan, dan dominasi. Macchiavelli
menegaskan, untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan maka dapat
menghalalkan segala cara atau tipu daya. Ungkapan Machiavelli dikenal dengan istilah
adagium, “tujuan menghalalkan segala macam cara”.

Dalam pandangan Sastrapratedja (2001: 43), ideologi adalah seperangkat


gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi
suatu
sistem yang teratur. Soerjanto (1991: 47, dalam Paristiyanti, dkk., 2016) mengartikan
ideologi sebagai hasil refleksi manusia berkat kemampuannya menjaga jarak dengan
dunia kehidupannya. Sementara, Mubyarto (1991: 239, dalam Paristiyanti, dkk.,
2016)
mendefinisikan ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol
sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman
kerja
(perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu.

Ideologi memiliki beberapa fungsi sebagai berikut (Soerjanto, 1991: 48, dalam
Paristiyanti, dkk., 2016):
a. Struktur kognitif, keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk
memahami dan menafsirkan dunia, serta kejadian-kejadian di lingkungan
sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna, serta
menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami dan menghayati
tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di
dalamnya.

Pancasila disebut sebagai ideologi jalan tengah di antara dua ideologi besar
dunia. Secara umum ada beberapa ideologi besar di dunia, yaitu (Sastrapratedja,
2001:
50–69):
a. Marxisme-Leninisme, suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip. Pertama, penentu akhir dari
perubahan sosial adalah perubahan cara produksi. Kedua, proses perubahan
sosial bersifat dialektis.
b. Liberalisme, suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kebebasan
individual. Artinya, lebih mengutamakan hak-hak individu.

2
LECTURER NOTES
c. Sosialisme, suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
kepentingan masyarakat. Artinya, negara wajib menyejahterakan seluruh
masyarakat atau yang dikenal dengan konsep welfare state.
d. Kapitalisme, suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap individu
untuk menguasai sistem perekonomian dengan kemampuan modal yang ia
miliki.

Rakhmat (2016: 11-14) menjelaskan, Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia


adalah suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai
sejarah, manusia, masyarakat, hukum, dan negara Indonesia yang bersumber dari
kebudayaan Indonesia. Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai
budaya bangsa Indonesia, yaitu cara berpikir dan cara kerja perjuangan. Pancasila
merupakan ideologi terbuka karena nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari
luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral, dan budaya
masyarakatnya sendiri. Dasarnya (ideologi Pancasila) adalah dari konsensus
(kesepakatan) masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam
masyarakat sendiri. Oleh sebab itu, ideologi terbuka adalah milik dari semua rakyat,
masyarakat dapat menemukan dirinya di dalamnya. Ideologi terbuka bukan hanya
dapat dibenarkan, tetapi dibutuhkan. Nilai nilai dasar menurut pandangan negara
modern bahwa Negara modern hidup dari nilai nilai dan sikap-sikap dasarnya.

Pancasila berakar pada pandangan hidup dan falsafah bangsa sehingga


memenuhi prasyarat suatu ideologi terbuka. Sekalipun ideologi ini bersifat terbuka,
tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat
memusnahkan atau meniadakan ideologi itu sendiri, di mana merupakan suatu yang
tidak logis. Suatu ideologi sebagai rangkuman gagasan-gagasan dasar yang terpadu
dan
bulat tanpa kontradiksi atau saling bertentangan dalam aspek-aspeknya, pada
hakikatnya berupa suatu tata nilai, di mana nilai dapat kita rumuskan sebagai hal
buruk
atau baiknya sesuatu, yang dalam hal ini ialah apa yang dicita-citakan.

Ada beberapa faktor yang mendorong keterbukaan ideologi Pancasila, yaitu:


a. Kenyataan dalam proses pembanguan nasional dan dinamika masyarakat yang
berkembang secara cepat.
b. Kenyataan menunjukkan bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku
cenderung meredupkan perkembangan dirinya, seperti bagaimana komunisme
ditinggalkan oleh sebagai besar negara-negara Eropa Timur dan Rusia.
c. Pengalaman sejarah politik masa lampau, seperti dominasi pemerintah Orde
Baru untuk melaksanakan penataran Pedoman Penghayatan Pengalaman
Pancasila (P4), yang mana materi penataran P4 itu bukan atas keinginan dari
segenap komponen masyarakat Indonesia sehingga hasilnya jauh dari harapan

3
LECTURER NOTES
yang diinginkan.
d. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang
bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam
rangka mencapai tujuan nasional.

Keterbukaan ideologi Pancasila terlihat dalam pola pikir dinamis dan konseptual
dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu (1) nilai dasar yang
tidak
berubah, (2) nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat
berubah sesuai dengan keadaan, dan (3) nilai praksis berupa pelaksanaan secara
nyata
yang sesungguhnya. Sekalipun Pancasila bersifat terbuka, tapi ada batas-batas yang
tidak boleh dilanggar, yaitu stabilitas nasional yang dinamis, larangan terhadap
ideologi
tertentu (Marxisme-Leninisme dan Komunisme), mencegah berkembangnya paham
liberal, dan larangan terhadap pandangan ekstrem yang menggelisahkan kehidupan
bermasyarakat, serta penciptaan norma-norma baru harus melalui konsensus.

2. SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, DAN POLITIS PANCASILA SEBAGAI


IDEOLOGI NEGARA

Setiap pemimpin yang berkuasa dan menjalankan pemerintahan di Indonesia


memiliki karakteristik yang khas dalam memandang Pancasila sebagai ideologi
negara.
Dalam perspektif historis ini, kita akan menemukan bagaimana penyelenggara negara
memahami dan menjalankan konsep ini secara berbeda-beda. Pada masa
pemerintahan Soekarno, Pancasila dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa,
mengingat
saat itu kondisi negara baru saja merdeka dan masih harus menjalani revolusi
melawan
Belanda, khususnya melalui agresi militer Belanda I dan II. Keterkaitan Pancasila dan
revolusi sangat erat, misalnya terlihat dalam berbagai pidato politik Soekarno
sepanjang 1945-1960. Namun, seiring perjalanan waktu, pada kurun waktu 1960-
1965,
Soekarno lebih cenderung memopulerkan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama,
dan
Komunisme) sebagai landasan politik bagi bangsa Indonesia dibandingkan
memasifkan
sosialisasi Pancasila.

Berbeda dengan sebelumnya, ketika berkuasa, Soeharto menguatkan Pancasila


dalam konsep yang disebut dengan asas tunggal. Pancasila menjadi asas tunggal bagi

4
LECTURER NOTES
organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan yang diawali dengan keluarnya TAP
MPR No. II/1978 tentang pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila. TAP MPR ini menjadi
landasan bagi dilaksanakannya penataran P4 bagi semua lapisan masyarakat yang
bersifat indoktrinasi sehingga mengundang perlawanan dari sebagian kelompok
masyarakat. Proses memasyarakatkan Pancasila melalui proses doktrin memberikan
kesan bahwa tafsir ideologi Pancasila adalah produk rezim Orde Baru (monotafsir
ideologi).

Kejatuhan Soeharto yang digantikan Presiden Habibie diharapkan membawa


angin segar bagi perubahan kehidupan sosial politik Indonesia. Pada masa ini,
pemerintahan Habibie resmi menghapus penataran P4. Meski begitu, amat
disayangkan pada masa ini, Pancasila kurang bergema karena pemerintahan Habibie
lebih disibukkan masalah politis, baik dalam negeri maupun luar negeri. Selain
menghapus P4, pemerintahan Habibie juga mengesahkan dan menyetujui Keppres
No.
27 tahun 1999 tentang pencabutan Keppres No. 10 tahun 1979 tentang Badan
Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila
(BP7).

Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, muncul wacana


penghapusan TAP No. XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan PKI dan penyebarluasan
ajaran komunisme. Keinginan itu mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat
disebabkan PKI dengan ajaran komunismenya dianggap sebagai ajaran terlarang
yang
tidak boleh hidup di Indonesia dan bertentangan dengan semangat Pancasila.

Di era Megawati Soekarnoputri, Pancasila sebagai ideologi kehilangan


formalitasnya dengan disahkannya Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003
yang
tidak mencantumkan pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat
sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Pemerintahan SBY yang berlangsung dalam dua periode juga belum


memperlihatkan perhatian kepada Pancasila sebagai ideologi negara. Hal ini dapat
dilihat dari belum adanya upaya untuk membentuk suatu lembaga yang berwenang
untuk menjaga dan mengawal Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara,
sebagaimana diamanatkan Keppres No. 27 tahun 1999. Meski begitu, SBY
memberikan
angin segar kepada Pancasila di mana mendekati akhir masa jabatannya, Presiden
SBY

5
LECTURER NOTES
menandatangani Undang-Undang RI No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
yang
mencantumkan mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah wajib pada pasal 35 ayat
(3).

Paristiyanti, dkk. (2016: 132) menjelaskan Pancasila sebagai ideologi negara


dalam perspektif sosiologis dapat dijelaskan bahwa Pancasila berakar dalam
kehidupan
masyarakat. Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi
negara
meliputi:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragama
masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinan
terhadap adanya kekuatan gaib.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat ditemukan dalam hal saling
menghargai dan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenangwenang.

3.

Sila Persatuan Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia
kawan, dan rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalam
negeri.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai
pendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan.
5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin dalam sikap suka
menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, dan tidak menyolok atau
berlebihan.

Selanjutnya, Paristiyanti, dkk. (2016: 132-133) menerangkan Pancasila sebagai


ideologi negara sejatinya harus dapat dirasakan dalam kehidupan politik di Indonesia.
Unsur-unsur politis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-
hal
sebagai berikut.
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransi
antarumat beragama.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan penghargaan terhadap
pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
3. Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentingan bangsa
dan negara daripada kepentingan kelompok atau golongan, termasuk partai.

4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

6
LECTURER NOTES
Permusyawaratan/Perwakilan diwujudkan dalam mendahulukan pengambilan
keputusan berdasarkan musyawarah daripada voting.
5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk
tidak menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diri atau
kelompok karena penyalahgunaan kekuasaan.

3. URGENSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

Pada dasarnya, peran ideologi negara tidak hanya berlangsung dalam aspek
legal formal, melainkan harus mampu direalisasikan secara nyata dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat. Ada beberapa peran penting sehingga Pancasila sebagai
ideologi negara dapat dirasakan masyarakat secara luas. Pertama, Pancasila sebagai
ideologi negara merupakan penuntun warga negara. Artinya, setiap perilaku warga
negara harus didasarkan pada preskripsi moral. Contohnya, maraknya kasus narkoba
yang melanda generasi muda menunjukkan preskripsi moral ideologis belum disadari
kehadirannya oleh kalangan muda. Oleh sebab itu, diperlukan norma-norma penuntun
yang lebih jelas, baik dalam bentuk persuasif, imbauan, maupun penjabaran nilai-nilai
Pancasila ke dalam produk hukum yang memberikan rambu yang jelas dan hukuman
yang setimpal bagi mereka yang terlibat dalam kejahatan narkoba. Kedua, Pancasila
sebagai ideologi negara akan menolak nilai-nilai yang tidak sesuai dengan sila-sila
Pancasila. Contohnya, kasus terorisme yang terjadi dalam bentuk pemaksaan
kehendak
melalui kekerasan. Hal ini bertentangan nilai toleransi berkeyakinan, hak-hak asasi
manusia, dan semangat persatuan (Paristiyanti, dkk., 2016: 136).

Paristiyanti, dkk. (2016: 125-128) menjelaskan, sebagai warga negara, kita harus
memahami dan mampu mengimplementasikan kedudukan Pancasila sebagai ideologi
negara karena ideologi Pancasila menghadapi tantangan dari berbagai ideologi dunia
dalam kebudayaan global. Secara umum, ada bebeberapa ideologi yang
bertentangan
dengan ideologi Pancasila, seperti:
a) Unsur ateisme yang terdapat dalam ideologi Marxisme atau komunisme
bertentangan dengan sila pertama.
b) Unsur individualisme dalam liberalisme tidak sesuai dengan prinsip nilai gotong
royong dalam sila kelima.
c) Kapitalisme yang memberikan kebebasan individu untuk menguasai sistem
perekonomian negara tidak sesuai dengan prinsip ekonomi kerakyatan.

Selain menghadapi tantangan dari ideologi besar dunia, Pancasila juga


menghadapi tantangan dari sikap dan perilaku kehidupan yang menyimpang dari
norma-norma masyarakat umum. Tantangan tersebut, antara lain terorisme, korupsi,
seks bebas, kriminalitas, narkoba, dan lemahnya kesadaran dalam membayar pajak.

7
LECTURER NOTES
Sebagai contoh, terorisme dan narkoba. Ada beberapa dampak dari aksi terorisme
yang
meresahkan kehidupan masyarakat.
1. Rasa takut dan cemas yang ditimbulkan oleh bom bunuh diri, mengancam
keamanan negara dan masyarakat pada umumnya.
2. Aksi terorisme dengan ideologinya menebarkan ancaman terhadap kesatuan
bangsa sehingga mengancam disintegrasi bangsa.
3. Aksi terorisme menyebabkan investor asing tidak berani menanamkan modal di
Indonesia dan wisatawan asing enggan berkunjung ke Indonesia sehingga
mengganggu pertumbuhan perekonomian negara.

Dampak narkoba terhadap masyarakat Indonesia meliputi hal-hal berikut.


1. Penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda dapat merusak masa
depan mereka sehingga berimplikasi terhadap keberlangsungan hidup
bernegara di Indonesia.
2. Perdagangan dan peredaran narkoba di Indonesia dapat merusak reputasi
negara Indonesia sebagai negara yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
3. Perdagangan narkoba sebagai barang terlarang merugikan sistem
perekonomian negara Indonesia karena peredaran ilegal tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Selain warga negara, penyelenggara negara merupakan kunci penting bagi


sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa sehingga aparatur negara juga harus
memahami dan melaksanakan Pancasila sebagai ideologi negara secara konsisten.
Magnis-Suseno menegaskan, pelaksanakan ideologi Pancasila bagi penyelenggara
negara merupakan suatu orientasi kehidupan konstitusional sebab penyelenggara
negara merupakan lembaga yang diamanahkan untuk membuat perundang-undangan
untuk kebaikan masyarakat. Ada beberapa unsur penting dalam kedudukan Pancasila
sebagai orientasi kehidupan konstitusional (Magnis-Suseno, 2011: 118-121):

a. Kesediaan untuk saling menghargai dalam kekhasan masing-masing. Artinya,


adanya kesepakatan untuk bersama-sama membangun negara Indonesia tanpa
diskriminasi sehingga ideologi Pancasila menutup pintu untuk semua ideologi
eksklusif yang mau menyeragamkan masyarakat menurut gagasannya sendiri.
Oleh karena itu, pluralisme adalah nilai dasar Pancasila untuk mewujudkan
Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini berarti bahwa Pancasila harus diletakkan sebagai
ideologi yang terbuka.

b. Aktualisasi lima sila Pancasila. Artinya, sila-sila dilaksanakan dalam kehidupan


bernegara sebagai berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dirumuskan untuk menjamin tidak adanya
diskriminasi atas dasar agama sehingga negara harus menjamin kebebasan
beragama dan pluralisme ekspresi keagamaan.

8
LECTURER NOTES
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi operasional dalam jaminan
pelaksanaan hak-hak asasi manusia karena hal itu merupakan tolok ukur
keberadaban, serta solidaritas suatu bangsa terhadap setiap warga negara.
3. Sila Persatuan Indonesia menegaskan bahwa rasa cinta pada bangsa
Indonesia tidak dilakukan dengan menutup diri dan menolak mereka yang di
luar Indonesia, tetapi dengan membangun hubungan timbal balik atas dasar
kesamaan kedudukan dan tekad untuk menjalin kerja sama yang menjamin
kesejahteraan dan martabat bangsa Indonesia.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan berarti komitmen terhadap demokrasi yang
wajib disukseskan.

5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti pengentasan


kemiskinan, serta diskriminasi terhadap minoritas dan kelompok-kelompok
lemah perlu dihapus dari bumi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai