Anda di halaman 1dari 7

TINDAK PIDANA KORUPSI

A. PENDAHULUAN
Tindak korupsi telah lama menjadi bagian dari kehidupan
politik dan bisnis Indonesia. Praktik korupsi di tingkat
pemerintahan dan birokrasi telah ada sejak awal kemerdekaan.
Kemudian meningkat selama masa Orde Baru dari tahun 1967
hingga 1998. Langkah-langkah pemerintah dalam memberantas
korupsi di tahun-tahun berikutnya memiliki efektivitas yang
beragam. Namun yang pasti, hingga kini Indonesia masih menderita
akibat praktik suap atau penyuapan atau penyogokan di tingkat
nasional dan provinsi.
Transparency International, organisasi nirlaba jaringan global
yang memerangi korupsi, merilis indeks persepsi korupsi negara-
negara di dunia secara rutin tiap tahun. Pada 2018, Indonesia ada
di peringkat ke-89 dari 180 negara yang dinilai tingkat korupsinya.
Peringkat 1 yang artinya bersih tanpa korupsi ditempati Denmark.
Peringkat 180 ditempati Somalia yang artinya paling tinggi tingkat
korupsinya.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menunjukkan
komitmennya dalam melakukan pemberantasan korupsi. Komitmen
tersebut telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan
peraturan perundang-undangan di antaranya:
1. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
2. Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme.
3. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang selanjutnya disempurnakan dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001.
4. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang.
6. Keputusan Presiden RI Nomor 127 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara
Negara dan Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksaan Kekayaan
Penyelenggara Negara.

B. KORUPSI
Pengertian korupsi Dikutip dari Say No to Korupsi (2012) karya
Juni Sjafrien Jahja, kata korupsi dari bahasa Latin corruptio atau
corruptus yang berasal dari bahasa Latin yang lebih tua corrumpere.
Istilah korupsi dalam bahasa Inggris corruption dan corrupt, dalam
bahasa Perancis corruption dan dalam bahasa Belanda corruptie
yang menjadi kata korupsi dalam bahasa Indonesia.

1
Henry Campbell Black dalam Black's Law Dictionary menjabarkan
korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud
memberikan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas
dan hak orang lain. Perbuatan seorang pejabat atau seorang
pemegang kepercayaan yang secara bertentangan dengan hukum,
secara keliru menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan
keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain,
bertentangan dengan tugas dan hak orang lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan tentang
pengertian istilah korup (kata sifat) dan korupsi (kata benda). Korup
adalah buruk, rusak, busuk. Arti lain korup adalah suka memakai
barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok
(memakai kekuasannya untuk kepentingan pribadi).
Mengkorup adalah merusak, menyelewengkan (menggelapkan)
barang (uang) milik perusahaan (negara) tempat kerjanya. Korupsi
adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang
lain. Mengkorupsi adalah menyelewengkan atau menggelapkan
(uang dan sebagainya).
Menurut Kamus Oxford, korupsi adalah perilaku tidak jujur atau
ilegal, terutama dilakukan orang yang berwenang. Arti lain korupsi
adalah tindakan atau efek dari membuat seseorang berubah dari
standar perilaku moral menjadi tidak bermoral.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi
adalah tindakan setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Korupsi juga diartikan sebagai tindakan
setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi. Juga menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Untuk menjelaskan perilaku korupsi, ada beberapa teori yang
mengemukakan penyebab orang melakukan tindakan korupsi.
Berikut teori yang paling umum:
1. Teori Triangle Fraud (Donald R. Cressey)
Ada tiga penyebab mengapa orang korupsi yaitu adanya:
a. tekanan (pressure),
b. kesempatan (opportunity) dan
c. rasionalisasi (rationalization).
2. Teori GONE (Jack Bologne)
Faktor-faktor penyebab korupsi adalah:
a. keserakahan (greed),
b. kesempatan (opportunity),
c. kebutuhan (needs) dan
d. pengungkapan (expose).

2
3. Teori CDMA (Robert Klitgaard)
Korupsi (corruption) terjadi karena faktor kekuasaan
(directionary) dan monopoli (monopoly) yang tidak dibarengi
dengan akuntabilitas (accountability).
4. Teori Willingness and Opportunity
Menurut teori ini korupsi bisa terjadi apabila ada kesempatan
akibat kelemahan sistem atau kurangnya pengawasan dan
keinginan yang didorong karena kebutuhan atau keserakahan.
5. Teori Cost Benefit Model
Teori ini menyatakan, bahwa korupsi terjadi jika manfaat korupsi
yang didapat atau dirasakan lebih besar dari biaya atau
risikonya.

C. DAMPAK KORUPSI
Korupsi adalah hal yang konstan dalam masyarakat dan terjadi di
semua peradaban. Korupsi mewujud dalam berbagai bentuk serta
menyebabkan berbagai dampak, baik pada ekonomi dan
masyarakat luas.
Berbagai penelitian maupun studi komprehensif soal dampak
korupsi terhadap ekonomi dan juga masyarakat luas telah banyak
dilakukan hingga saat ini.
Hasilnya, korupsi jelas menimbulkan dampak negatif. Di antara
penyebab paling umum korupsi adalah lingkungan politik dan
ekonomi, etika profesional dan moralitas, serta kebiasaan, adat
istiadat, tradisi dan demografi.
Korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi dan memengaruhi
operasi bisnis, lapangan kerja, dan investasi. Korupsi juga
mengurangi pendapatan pajak dan efektivitas berbagai program
bantuan keuangan.
Tingginya tingkat korupsi pada masyarakat luas berdampak pada
menurunnya kepercayaan terhadap hukum dan supremasi hukum,
pendidikan dan akibatnya kualitas hidup, seperti akses ke
infrastruktur hingga perawatan kesehatan.
Secara ringkas, dampak masif korupsi dapat dirasakan dalam
berbagai bidang antara lain :
a. dampak ekonomi;
b. dampak sosial dan kemiskinan masyarakat;
c. dampak birokrasi pemerintahan;
d. dampak politik dan demokrasi;
e. dampak terhadap penegakan hokum;
f. dampak terhadap pertahanan dan keamanan;
g. dampak kerusakan lingkungan

D. PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI


Peraturan untuk pemberantasan korupsi yang berlaku di
Indonesia adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang
sering disebut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU
Tipikor). UU Tipikor tersebut ditetapkan oleh pemerintah pada 21
November 2001 dan berlaku sejak tanggal penetapan tersebut.

3
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,
pemerintah mencabut Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958
tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 Republik
Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah
Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.
UU Nomor 20 Tahun 2001 juga memuat perubahan atas UU
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. UU ini menegaskan, tindak pidana korupsi tidak hanya
merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.
Sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai
kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar
biasa.
Tujuan UU Tipikor untuk lebih menjamin kepastian hukum,
menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan
perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat,
serta perlakuan adil dalam memberantas tindak pidana korupsi.
UU Tipikor mencantumkan hukuman dan denda bagi pelaku
korupsi atau yang disebut koruptor. Dalam Pasal 2 ayat 1 UU
Tipikor, koruptor mendapat hukuman dipidana penjara dengan
penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan
maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal
Rp 1 miliar.
Selanjutnya, dalam Pasal 3 UU Tipikor, pelaku korupsi dan
menyalahgunakan kewenangan, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 20 tahun dan atau denda minimal Rp 50 juta dan
maksimal Rp 1 miliar.
Sedangkan orang yang dengan sengaja mencegah secara
langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa
ataupun para saksi dalam perkara korupsi juga dapat dipidana.
Pasal 21 UU Tipikor, menegaskan pelaku akan dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12
tahun dan atau denda minimal Rp 150 juta dan maksimal Rp 600
juta.

E. UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI


Komitmen pemerintah Indonesia dalam pemberantasan
korupsi juga diaktualisasikan dalam bentuk strategi komprehensif.
Upaya-upaya pemberantasan tindak pidana korupsi mencakup
aspek preventif, detektif dan represif.
1. Upaya preventif
Strategi preventif adalah usaha pencegahan korupsi yang
diarahkan untuk menghilangkan atau meminimalkan faktor-
faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi.

4
Upaya preventif dilakukan dengan cara:
a. Pemberlakuan berbagai undang-undang yang mempersempit
peluang korupsi;
b. Pembentukan berbagai lembaga yang diperlukan untuk
mencegah korupsi, misalnya Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggaraan Negara (KPKPN);
c. Pelaksanaan sistem rekrutmen aparat secara adil dan
terbuka;
d. Peningkatan kualitas kerja berbagai lembaga independen
masyarakart untuk memantau kinerja para penyelenggara
negara, Kampanye untuk menciptakan nilai anti korupsi
secara nasional.
2. Upaya detektif
Strategi detektif adalah usaha yang diarahkan untuk mendeteksi
dan mengidentifikasi terjadinya kasus-kasus korupsi dengan
cepat, tepat dan biaya murah sehingga dapat ditindaklanjuti.
Upaya detektif dilakukan dengan cara:
a. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan
masyarakat;
b. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan
tertentu;
c. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi
public;
d. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti
pencucian uang di masyarakat internasional;
e. Peningkatan kemampuan Aparat Pengawasan Fungsional
Pemerintah (APFP) atau Satuan Pengawas Intern (SPI) dalam
mendeteksi tindak pidana korupsi.
3. Upaya represif
Strategi represif adalah usaha yang diarahkan agar setiap
perbuatan korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses
secara cepat, tepat dengan biaya murah sehingga kepada para
pelakunya dapat segera diberikan sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Upaya represif dapat dilakukan dengan cara:
a. Pembentukan Badan atau Komisi Anti Korupsi. Pemerintah
pada 2003 dengan membentuk Komisi Pemberantasan
Korupsi ( KPK);
b. Penyidikan, penuntutan, peradilan dan penghukuman
koruptor besar;
c. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang
diprioritaskan untuk diberantas;
d. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara
korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus;
e. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan
tindak pidana korupsi secara terpadu;
f. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta
analisisnya.

5
F. TIGA STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI KPK
Pemberantasan korupsi membutuhkan kesamaan pemahaman
mengenai tindak pidana korupsi itu sendiri. Dengan kesamaan
persepsi, pemberantasan korupsi bisa dilakukan secara tepat dan
terarah.
Adapun tiga strategi pemberantasan korupsi KPK tersebut:
1. Perbaikan Sistem
Sistem yang berjalan di Indonesia dinilai masih banyak yang
memberikan peluang terjadinya tindak pidana korupsi.
Agar tidak bisa melakukan korupsi, diperlukan beberapa upaya
perbaikan sistem:
a. Mendorong transparansi penyelenggara negara seperti yang
dilakukan KPK menerima pelaporan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) dan juga gratifikasi.
b. Memberikan rekomendasi langkah-langkah perbaikan kepada
kementerian dan lembaga terkait.
c. Modernisasi pelayanan publik dengan teknologi digital
(pelayanan publik secara online) dan sistem pengawasan yang
terintegrasi agar lebih transparan dan efektif.
2. Edukasi dan Kampanye
Edukasi dan kampanye dilakukan agar orang tidak mau
melakukan korupsi. Edukasi dan kampanye adalah strategi
pembelajaran pendidikan antikorupsi dengan tujuan :
a. Membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai dampak
korupsi;
b. Mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan
pemberantasan korupsi;
c. Membangun perilaku dan budaya anti korupsi.
Sasaran edukasi dan kampanye anti korupsi tidak hanya
kalangan umum dan mahasiswa,tetapi juga anak usia dini yang
masih duduk di bangku taman kanak-kanak dan sekolah dasar.
3. Represif
Streategi represif ini bertujuan agar orang takut melakukan
korupsi. Upaya ini diwujudkan dalam upaya penindakan
hukum untuk membawa koruptor ke pengadilan.
Dalam strategi ini, tahapan yang dilakukan adalah:
a. Penanganan laporan pengaduan masyarakat (KPK
melakukan proses verifikasi dan penelaahan);
b. Penyelidikan;
c. Penyidikan;
d. Penuntutan;
e. Eksekusi.
Meski studi tentang korupsi terus berjalan, namun belum ada
solusi pasti dalam memberantas korupsi hingga saat ini. Hal ini
disebabkan, suatu cara menangani korupsi bisa efektif di satu
negara atau di satu wilayah tertentu, tetapi belum tentu
berhasil di negara lain.

6
7

Anda mungkin juga menyukai