Terorisme Dan Keamanan Kolektif ASEAN: Insignia Journal of International Relations April 2016
Terorisme Dan Keamanan Kolektif ASEAN: Insignia Journal of International Relations April 2016
net/publication/328590100
CITATIONS READS
0 1,390
2 authors, including:
Yoga Suharman
Universitas AMIKOM Yogyakarta
4 PUBLICATIONS 2 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Yoga Suharman on 19 June 2020.
Abstrak
Masalah terorisme adalah masalah yang signifikan setelah serangan World Trade Center pada 11
September 2012. Kasus ini mengancam negara-negara muslim di dunia. Meskipun begitu, ini tidak bisa
menjadi dasar bahwa orang-orang Muslim di dunia adalah seorang teroris. Terorisme telah menjadi salah
satu ancaman non-tradisional yang bisa membahayakan orang dalam skala besar. Oleh karena itu, persepsi
pendekatan dan konsep keamanan non-tradisional menjadi salah satu cara yang akan digunakan dalam
makalah ini. Untuk memandu jalannya penelitian ini, beberapa tujuan yang harus dicapai dalam penelitian
ini telah dirumuskan. Tujuan tersebut adalah mengembangkan kajian akademik untuk menghadapi
tantangan yang dihadapi oleh negara-negara di Asia Tenggara, untuk menganalisis paradoks keamanan
kolektif ASEAN dalam memerangi terorisme.
Kata-kata Kunci: ter r or isme, keamanan kolektif, teor i per sepsi, kebijakan, Asia Tenggar a.
Abstract
Terrorism issues is significant problem after the World Trade Center attacks on Sept 11, 2012. This case
become threaten to muslim countries in the world. But this can’t be the basis that the people of the world's
Muslim is a terrorist. Terrorism has become one of the non-traditional threats that could endanger other
people on a large scale. Therefore, perceptions approaches and non-traditional security concept to be one
way to be used in this paper. To guide the course of this research, several objectives that needs to be
achieved in this study has been formulated. Those objectives are: develop an academic review of the
challenges faced by countries in Southeast Asia, to analyze the paradox of ASEAN collective security in
combating terrorism.
Keywords: ter r or ism, collective secur ity, per ception theor y, policy, Southeast Asia
1
Staff Pengajar Prodi Hubungan Internasional Universitas Respati Yogyakarta
2
Alumni S2 Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
11
Harits D Wiratma & Yoga Suharman
ofensif maupun defensif dan persepsi negara menangani masalah terorisme di kawasan?
terhadap intensitas satu dengan yang Persepsi pada dasarnya menjadi salah satu
lainnya; (2) The political security yang ukuran untuk mendefinisikan sesuatu
menaruh perhatian pada stabilitas organisasi kenyataan atau permasalahan yang terjadi
negara, sistem ideologi yang memberi (Mas’oed, 1989: 20), dimana persepsi ini akan
legitimasi kepada pemerintahan; (3) The mempengarui sebuah sikap atau perilaku
economic security yang mencakup pada negara, baik internasional dan regional.
akses terhadap sumberdaya, keuangan dan Persepsi menjadi unsur yang membedakan
pasar yang untuk menopang tingkat pendekatan keamanan yang diterapkan oleh
kesejahteraan dan kekuatan negara yang negara-negara di Asia Tenggara, seperti
akseptabel; (4) Societal security yang Malaysia dan Indonesia serta negara-negara
mencakup kelangsungan pola tradisi dari ASEAN lainnya dalam memerangi terorisme.
bahasa, budaya, agama, identitas nasional Di dalam melihat kasus terorisme ini, negara-
dan adat; dan (5) Environmental security negara di kawasan ini masih dihadapkan pada
yang menaruh perhatian pada pemeliharaan perbedaan persepsi ancaman terkait dengan
lingkungan baik secara lokal maupun global terorisme.
sebagai sebuah dukungan penting terhadap Persepsi merupakan sistem keyakinan
sistem tempat kehidupan manusia (belief system) yang membedakan karakter
bergantung (Buzan,1991). kebijakan tiap-tiap aktor negara di Asia
Sementara itu, untuk menjawab Tenggara dalam menanggapi isu terorisme
tantangan dalam hal strategi kolektif, peneliti (Mas’oed, 1989: 20). Perbedaan persepsi dan
akan menganalisis berdasarkan persepsi sistem keyakinan dalam penanganan terorisme
masing-masing negara terhadap ancaman membuat kerumitan bagi negara di kawasan
keamanan yang mereka hadapi, terutama Asia Tenggara untuk merumuskan sudut
dalam kaitannya dengan ancaman terorisme. pandang bersama.
Thomas Franck dan Edward Weisband
Mendefinisikan Terorisme
misalnya menyatakan bahwa “cara dua negara
Tidak ada satupun definisi tunggal
saling melihat satu sama lain dan memandang
tentang istilah terorisme yang berhasil
persoalan seringkali menentukan cara mereka
disepakati oleh para ilmuwan. Rumusan ini
berinteraksi dan bekerjasama, baik secara
sangat terkait rezim ilmu pengetahuan dan
bilateral maupun regional (Franck dan
kekuasaan yang sedang berlaku. Sebagai
Weisband, dikutip Mas’oed, 1989: 19).
ilustrasi, sejak fenomena 9/11, Amerika
Bagaimana hubungan antara persepsi
Serikat misalnya cenderung mengaitkan
dan tantangan negara-negara ASEAN dalam
terorisme identitas kelompok Islam, sementara
tidak menetapkan teror yang dilakukan oleh Tindakan militer AS terhadap rezim-rezim
negara Israel (state terrorism). Terorisme sulit yang dianggap sebagai pendukung teroris,
dirumuskan dalam definisi yang baku sebab misalnya, Afganistan dan Irak merupakan aksi
banyak bentuk aksi teror yang dilakukan oleh teror tersendiri bagi penduduk setempat.
selain kelompok Al-Qaeda, bahkan negara pun Dengan melihat perbedaaan tersebut,
pernah melakukan teror kepada warga negara maka dapat dikatakan bahwa pertentangan
dan negara lain. dalam mendefinisikan terorisme sangatlah
Der Derian misalnya memberikan bergantung pada tiga hal, yakni kondisi, latar
gambaran tentang beragamnya bentuk-bentuk belakang dan kepentingan pihak-pihak yang
terorisme antara lain narco-terorrism, mytho- memberi definisi. Wacana Islam dan terorisme
terrorism, anarcho-terrorism, socio-terrorism, juga berkaitan dengan kepentingan subjek-
ethno-terrorism, anti-terrorism, cyber- aktor untuk membentuk hubungan kekuasaan
terrorism, state terrorism, religious terrorism, antara Islam dan Barat yang sebelumnya retak.
anti-terrorism dan pure-terrorism (Der Oleh karena itu, tidak ada satupun kesepakatan
Derian, 2009: 73-83). Hal ini mengilustrasikan dalam mendefinisikan terorisme. Dan upaya
bahwa persepsi terhadap terorisme sangat mendefinisikan terorisme senantiasa bersifat
bergantung pada latar belakang dari pihak- subjektif. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
pihak yang mendefinisikannya. Bruce Hoffman bahwa, “the decision to call
Sementara Amerika Serikat mengaitkan somebody or label some organization
terorisme dengan identitas tertentu, sebut saja “terrorist” becomes almost unavoidably
Islam. Laporan penelitian yang dilakukan oleh subjective, depending largely on one
komisi 9/11 Amerika Serikat (AS) misalnya sympathizes with or opposes the person/group/
mengidentifikasi Islam sebagai basis ideologi cause concerned (Hoffman dikutip Robertson,
perjuangan terorisme. Ini disebabkan karena 2007: 6).
Bin Laden adalah seorang tokoh yang berasal Dalam sejarahnya, terorisme
dari dunia Islam dan menggunakan konsep sebagaimana yang sempat dinyatakan oleh Der
jihad lantas AS menciptakan generalisasi yang Derian tidak tunggal. Terorisme bukan hanya
fatal bahwa Islam merupakan akar penyebab merupakan tindakan masyarakat sipil yang
terorisme. menentang kekuasaan politik, tetapi juga
Demikian halnya dengan yang merepresentasi dalam tindakan negara (state
dilakukan oleh Osama Bin Laden dalam sponsored terrorism). Sebagai contoh, rezim-
mendefinisikan terorisme. Osama memaknai rezim otoriter di Amerika Latin, Indonesia, dan
terorisme pada perilaku dan kebijakan luar bekas Uni Soviet menggunakan aksi-aksi
negeri Amerika Serikat dan Israel beserta kekerasan guna meneror kelompok oposisi,
sekutunya terhadap dunia Islam pada. revisionis dan pembangkang.
kepentingan individu sementara kebutuhan sulit untuk mengganti atau merubah ISA
kolektif juga sangat penting. Artinya negara- lantaran undang-undang tersebut merupakan
negara Asia Tenggara berbenturan dengan instrument terkuat untuk membendung
paradoks internal dan eksternal (global terorisme.
structure). Ontologi keamanan lebih banyak Kedua, tantangan regional berikutnya
bermuara pada keamanan terhadap diri (the adalah bagaimana merumuskan persepsi
self) dari faktor eksternal (Stelee, 2008: 148- kolektif diantara negara-negara ASEAN.
150). Indonesia, Singapura, Filipina dan Malaysia
Sementara itu, keamanan kolektif memiliki persepsi ancaman yang berbeda-
melihat negara berdiri untuk tujuan bersama beda. Singapura misalnya memandang dirinya
dan untuk menciptakan masa damai dan sebagai negara-kota yang miskin sumber daya
mengikuti semua aturan yang sama. Ini dan harus merinci bentuk-bentuk ancaman
didasari oleh konsep keamanan ontologis yang sehingga memberikan kemudahan bagi negara
berangkat dari titik identitas kolektif yang tersebut untuk melakukan antisipasi. Singapura
lebih melihat ancaman justru dari perspektif
tidak lagi mengarah pada keamanan fisik
tradisional geopolitik (ancaman Indonesia dan
kawasan tetapi pada aspek non material
Malaysia) ketimbang ancaman terorisme.
keamanan tentang bagaimana mempertahankan
Bahkan Singapura melihat ancaman yang
identitas kolektif bangsa-bangsa Asia
muncul dari dominasi etnis Melayu terhadap
Tenggara.
eksistensi ras keturunan Cina yang mayoritas
Wacana terorisme di Asia Tenggara
di negara tersebut (Cipto, 2007: 134-135).
menciptakan tantangan tidak hanya bagi
Negara lainnya adalah Filipina yang
negara-negara ASEAN secara individu, tetapi
disibukkan dengan tiga masalah keamanan
juga secara kolektif. Setidaknya ada lima hal
domestik dan internasional, yakni separatisme,
yang menjadi tantangan ASEAN secara
terorisme dan konflik di Laut Cina Selatan.
kolektif dalam mendukung perang global
Negara ini dihadapkan pada posisi yang
melawan terorisme. Analisis terhadap lima
dilematis, yakni pilihan untuk harus
tantangan ini didasarkan pada kondisi-kondisi
memprioritaskan perang global melawan
yang berkembang dalam konstelasi politik
terorisme, menyelesaikan konflik Laut Cina
internasional di Asia Tenggara.
Selatan, dan terorisme di negaranya.
Pertama, ASEAN dihadapkan pada
Sementara itu Thailand dihadapkan pada tiga
tantangan untuk bagaimana mempersatukan
masalah sekaligus, yakni gejolak politik dalam
kepentingan kawasan yang kompleks.
negeri, masalah korupsi kepresidenan, dan
Benturan kepentingan tradisional masih sering
pemberontakan Patani di Thailand Selatan.
mewarnai bangsa ASEAN. Malaysia misalnya
Konsekuensinya adalah membuat negara ini
tidak dapat fokus pada masalah terorisme. kepentingan dan perbedaan persepsi dalam
Indonesia seperti halnya negara lain membuat dan mendukung penguatan hukum
juga dihadapkan pada posisi dilematis. melawan terorisme tanpa mengabaikan nilai-
Tekanan internasional terhadap negara nilai demokrasi dan HAM serta norma-norma
mayoritas berpenduduk Islam ini begitu kuat ASEAN.
agar memperkuat penegakan hukum kontra- Tantangan regionalisme
terorisme, sementara pada sisi lainnya harus terhadap perkembangan terorisme harus diatasi
menyelamatkan proses demokrasi yang sudah secara efektif karena hal ini berkaitan dengan
diperjuangkan sejak tahun 1998. Persepsi pemeliharaan stabilitas kawasan dan cita-cita
domestik dan tekanan eksternal menjadikan untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan
Indonesia berada dalam posisi yang dilematis. yang bebas dari ancaman terorisme. Jika
Ketiga, negara-negara ASEAN juga ASEAN ingin menjadikan kawasannya sebagai
dihadapkan tantangan untuk merumuskan wilayah yang aman, maka diperlukan
strategi penanganan terorisme secara kolektif. kebijakan kolektif untuk mematikan sel-sel
Mobilitas terorisme yang tinggi hanya berkembangnya jaringan terorisme di Asia
mungkin dicegah dan diselesaikan melalui Tenggara. Kerjasama keamanan yang telah ada
pembentukan kerjasama dan strategi kolektif. perlu diefektifkan dan diperluas cakupannya
Oleh karena itu, usaha untuk mendorong pada ranah penanganan terorisme.
kerjasama pada tingkat regional ASEAN Mesikpun telah ada bentuk
menjadi penting dan harus terus dilakukan deklarasi tentang Tindakan Bersama Melawan
(Winarno, 2011: 184). Namun, lagi-lagi kita Terorisme Internasional, Rencana Aksi
perlu kembali pada realitas hubungan Melawan Terorisme, Pembentukan Task
internasional di Asia Tenggara. Perbedaan Force, Pertukaran Informasi Intelijen,
persepsi ancaman menciptakan diferensiasi Deklarasi kerjasama AS, Australia, Rusia –
dalam merumuskan kerjasama dan strategi ASEAN, namun ini perlu diperkuat agar tidak
kolektif negara-negara ASEAN. hanya sebatas pada deklarasi yang secara
Konsekuensinya adalah rumitnya mencapai hukum tidak berkekuatan tetap (soft law).
kesepakatan kolektif tentang ancaman Sementara itu, ASEAN juga
regional. dihadapkan pada tantangan eksternal. Sebagai
Keempat, bagaimana memperkuat gambaran adalah ASEAN dituntut harus
hukum-hukum anti-terorisme yang dirancang memperkuat kerjasama dengan AS sementara
secara proporsional yang dapat sejalan dengan sebagian dari masyarakat dalam negeri
proses demokratisasi kawasan. Negara-negara menolak keterlibatan pemerintahannya lebih
ASEAN ditunut untuk menghilangkan dimensi jauh. Tantangan untuk merumuskan aspirasi
domestik dan kepentingan internasional adalah kondisi sosial keamanan masyarakat. Untuk
persoalan yang dihadapi oleh negara-negara di itu, di dalam penanganan permasalahan ini
kawasan ini. memerlukan sebuah mekanisme yang ditinjau
Dengan melihat kondisi-kondisi dari sisi kebijakan internal maupun eksternal.
demikian, maka negara-negara ASEAN secara Sehingga akan menjadikan satu persepsi antara
kolektif dihadapkan dalam sebuah paradoks satu negara dengan negara lain. Bahkan
yang membuat proses penyeragaman persepsi memberi persamaan paradigma kepada satu
ancaman menjadi berbeda-beda. Kondisi- keanggotaan dalam Perserikatan Bangsa-
kondisi tersebut menjadi tantangan regional Bangsa dalam menangani permasalahan
yang membuat ASEAN harus merumuskan terorisme di suatu negara.
persepsi kolektif terhadap adanya ancaman Dalam melihat tantangan penanganan
terorisme yang menyebar di kawasan. terorisme di Asia Tenggara meliputi tiga hal.
Pertama, mengefektifkan kerjasama regional.
Kesimpulan Kedua, membangun kesepahaman wacana dan
Penanganan terorisme saat ini persepsi tentang ancaman non-tradisional
memerlukan satu kesatuan persepsi dalam secara regional (regional collective security).
penanganannya. Dimana permasalahan Ketiga, memperkuat landasan hukum yang
terorisme tidak hanya permasalahan satu proporsional yakni, mendukung penanganan
negara, melainkan melibatkan aspek global. terorisme global tanpa mengabaikan hak dan
Aspek global ini memiliki relevansi dengan kebebasan masyarakat sipil. Keempat,
sebuah nilai, aturan dan norma-norma yang memperkuat identitas kolektif bangsa ASEAN
dari ancaman eksternal yang berupaya
telah dipahami sebagai landasan dalam
menghancurkan identitas "we ness" -bangsa-
menyelesaikan permasalahan politik maupun
bangsa Asia Tenggara.
keamanan suatu negara. Aksi-aksi terorisme
yang terjadi pada bebarapa tahun terakhir
menjadi ancaman serius bagi negara-negara
yang memiliki mayoritas penduduk muslim,
khususnya wilayah Asia Tenggara yaitu
Malaysia dan Indonesia.
Permasalahan kawasan menjadi salah
satu hal yang perlu dipertimbangan dalam
menghadapi ancaman keamanan non
tradisional. Kemanan non tradisional ini
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Daftar Pustaka
Buzan, Bary. 1991. People, State, and Fear: A n A genda for International Security Studies in the
Post Cold War. Lynne Rienner Publisher: Boulder
Gunaratna, Rohan. 2006. “Terrorism in Southeast Asia: Threat and Response”. Center for
Eurasian Policy Occasional Research Paper, Series II (Islamism in Southeast Asia), No. 1
Jemadu, Alexius. 2008. Politik Global: Teori dan Praktek. Graha Ilmu: Bandung
Kiras, James D. 2005. “Terrorism and Globalization”. Dalam John Baylis & Steve Smith (eds).
The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. Third
Edition, New York: Oxford University Press
Mas’oed, Mohtar.1989. Studi Hubungan Internasional: Tingkat A nalisis dan Teorisasi. Pusat
Antar Universitas-Studi Sosial, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta
Ramakrishna, Kumar & See Seng Tan. 2003. A fter Bali: The Threat of Terrorism in Southeast
Asia. Institute of Defence and Strategic Studies. Nanyang Technological University:
Singapore
Robertson, Ann E. 2007. Terrorism and Global Security. New York: Fact on File, INC
Stelee, Brian J., Ontological Security in International Relations, Routledge, London & New
York, 2008
Vaughn, Bruce, Chanlett-Avery, et.al. 2008. Terrorism in Southeast Asia. Novinka Books: New
York
Vaughn, Bruce, Chanlett-Avery, Emma, Dolven, Ben (et.al). 2009. Terrorism in Southeast Asia.
Congressional Research Service
Viotti Paul R. dan Mark V. Kauppi. 2007. International Relations and W orld Politics: Security,
Economy, Identity, Third Edition, Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc
Winarno, Budi. 2011. Isu-isu Global Kontemporer. Centre for Academic Publishing Service:
Jakarta
19 19
Jurnal INSIGNIA │Vol 3, No 1, April 2016