Anda di halaman 1dari 16

EKSISTENSI HUKUM WARIS DI INDONESIA: ANTARA ADAT DAN SYARIAT

Komari
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Email: komari@yahoo.com

Abstract
This paper explains about the application of inheritance law in Indonesia which is
strongly influenced by three law systems such as Islamic law, customary law, and
Western law. At the beginning of Islam in Indonesia, Islamic law is very dominant in
the implementation of Islamic inheritance law which is intergrated with culture and
tradition among Muslim society. In Colonial period, the government of Dutch East
Hindia started to establish Western law for European and East Asian people. But for
the Muslim citizens in Indonesia was implementting the combination of Islamic law
and customary law. In the independence period, the political of law has been
changed through unification and codification of Islamic law into the Indonesia rules
formally, including in the application of Islamic inheritance law. As long as this policy,
Islamic inheritance law in Indonesia has a characteristic of the combination between
Islamic law and customary law.

Abstrak
Tulisan ini menjelaskan tentang pelaksanaan hukum waris di Indonesia yang sangat
dipengaruhi oleh tiga sistem hukum, yaitu hukum Islam, hukum Adat, dan hukum
Barat. Pada masa awal kedatangan Islam di Indonesia, hukum Islam sangat men-
dominasi pelaksanaan hukum waris yang berkelindan dengan Adat istiAdat dan bu-
daya masyarakat muslim. Memasuki masa penjajahan, Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda mulai menerapkan kebijakan hukum Barat bagi bangsa Eropa dan Timur
Asing. Sedangkan bagi pribumi diberlakukan kombinasi hukum Islam dan hukum
Adat. Memasuki fase kemerdekaan, politik hukum berubah seiring dengan kebijakan
kodifikasi dan unifikasi hukum dengan cara memasukan hukum Islam ke dalam sistem
hukum positif di Indonesia, termasuk dalam hal pemberlakuan hukum waris. Namun
yang tampak saat ini adalah pelaksanaan hukum waris di Indonesia lebih bercirikan
kombinasi antara Adat dan syariat.

Kata Kunci:
Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Barat, Hukum Waris, Kodifikasi

A. Pendahuluan Sedangkan hukum syariat adalah sepe-


Hukum Adat merupakan sistem hukum rangkat peraturan atau hukum ilahiyah yang
non-statutair yang diciptakan oleh Scnouck bersumber kepada al-Quran dan al-Sunnah,
Hugronje pada masa Pemerintahan Kolonial serta memuat norma-norma hukum univer-
Hindia Belanda di Indonesia sebagai suatu sal baik yang bersifat dimensi vertikal mau-
hukum kebiasaan dan sebagian kecilnya pun horizontal. Term umum yang biasa
adalah hukum Islam. Hukum Adat meliputi disebut syariat terbentuk dari beragam pro-
hukum-hukum yang berdasarkan keputusan- duk hukum hasil pemikiran para ulama
keputusan hakim dan berisikan asas-asas hu- (fiqh), yang kemudian ditransformasikan ke
kum lingkungan, di mana ia memutuskan dalam peraturan perundang-undangan me-
perkara, di mana hukum Adat berurat- lalui proses kodifikasi (taqnîn), hingga
berakar pada kebudayaan tradisional yang hukum Islam itu menjadi hukum positif.
bersifat lokal.
158 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 2, Agustus 2015

Kolaborasi antara kedua hukum itu “adat” berasal dari bahasa Arab, dan istilah
mengakibatkan adanya pandangan bahwa ini telah hampir menjadi bahasa di semua
hukum Adat merupakan hukum kebiasaan daerah Indonesia. Adat dapat juga diartikan
yang mempunyai akibat hukum (seinsollen), kebiasaan, sehingga secara sederhana hu-
dan berbeda dengan kebiasaan-kebiaaan kum Adat atau Adatrecht dapat diartikan ke
belaka, di mana kebiasaan yang merupakan dalam bahasa Indonesia menjadi hukum
Adat adalah perbuatan-perbuatan yang di- kebiasaan.
ulang-ulang dalam bentuk yang sama. Selain itu, A. Qodri Azizy memberikan
Namun hukum dalam bentuk ini juga dapat konsepsi secara dinamis bawa hukum Adat
dijumpai di setiap negara termasuk negara Indonesia ini, lebih tepat disebut “hukum
maju, dan di negara-negara Islam, dalam kebiasaan” (customary law) atau hukum yang
hukum Islam disebut “al-’urf” atau “al- hidup di masyarakat (living law)2, sedangkan
‘âdah”. dalam pengertian yang statis adalah ke-
Hukum Adat di Indonesia yang dite- biasaan atau Adat-istiAdat bangsa Indonesia
mukan van Vollenhoven yang merupakan yang telah dijadikan sebuah disiplin dan dika-
rekayasa politik hukum Belanda untuk me- tegorikan secara baku. Demikian juga Sorjo-
laksanakan politik devire et impera bangsa no Soekanto juga mengatakan bahwa pada
Indonesia. Bahkan dalam kehidupan bangsa hakekatnya hukum Adat merupakan hukum
Indonesia khususnya bagi warga negara kebiasaan, artinya kebiasaan-kebiasaan yang
yang beragama Islam telah menciptakan mempunyai akibat hukum (seinsollen), ber-
tata nilai yang mengatur tata kehidupan beda dengan kebiasaan-kebiaaan belaka, ke-
paling tidak menetapkan baik-buruk yang biasaan yang merupakan adat adalah per-
menjadi perintah dan larangan agama, dan buatan-perbuatan yang diulang-ulang dalam
kepatuhan hukum dan yurisprudensi lslam bentuk yang sama.3
telah diserap menjadi bagian hukum positi. Konsep hukum Adat di Indonesia ham-
Untuk mengkaji lebih komprehensif pir dipastikan ciptaan orang Belanda,4 yang
hukum Adat dan hukum Islam di Indonesia, mempunyai tujuan untuk mengadu kelangan
penulis memandang bahwa banyak hasil Islam dengan kalangan nasional.5 Lebih jauh
penelitian yang sebelumnya pernah meng- orang-orang Belanda menanamkan seakan-
kaji obyek sejenis perlu dikembangkan lebih akan hukum Adat adalah hukum milik kaum
jauh. Namun demikian, dalam makalah ini
nasional, sedangkan hukum Islam milik
penulis memandang perlu untuk menjelas-
asing.6 Oleh karena itu, Bustanul Arifin ber-
kan secara ringkas tentang ambivalensi pe-
laksanaan hukum waris di Indonesia antara pendapat bahwa istilah hukum Adat adalah
Adat dan syariat. artificial buatan atau karangan, karena buat
rakyat Indonesia istilah hukum berarti syara‘.
B. Hukum Waris Adat Di daerah-daerah di Indonesia, seperti: Su-
Sebagai pengantar dalam pembahasan
sistem hukum warisan adat terlebih dahulu 2
dengan pembahasan sistem hukum Adat, A. Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional
Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum Umum
dengan maksud agar lebih dapat difahami (Yogyakarta: Gama Media. 2002), hlm. 110.
dengan baik sistem hukum warisan adat da- 3
Soejono Soekamto, Pengantar Hukum Adat
lam penulisan ini. Bangsa Indonesia sebagai Indonesia (Jakarta : Rajawali. 1993), hlm. 37.
4
bangsa yang bermartabat mempunyai “bu- M. A. Jaspan, Mencari Hukum Baru
daya” berupa “adat-istiadat” yang mencer- Sinkretisme Hukum di Indonesia yang Membingungkan
Mulyana W. Kusumah (ed) Hukum Politik dan
minkan dari pada kepribadian sesuatu bang- Perubahan Sosial (Jakarta : Yayasan Lembaga Bantuan
sa Indonesia, selanjutnya menjadi sumber HUkum Indonesia. 1988), hlm. 240.
bagi sistem hukum Adat.1 Sedangkan istilah 5
Amrullah Ahmad, et al, Prospek Hukum Islam
dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di
Indonesia, Sebuah Kenangan 65 Tahun Bustanul Arifin
1
Soerojo Wigjodipoero, Pengantar dan Asas- (Jakarta : Ikaha Jakarta. 1994), hlm. 6.
6
Asas Hukum Adat (Jakarta: Gunung Agung. 1995), hlm. Jazumi, Legislasi Hukum Islam di Indonesia
13. (Bandung : Citra Aditya Bakti. 2005), hlm. 249.
Komari, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia: Antara Adat dan Syariat ...| 159

matera, Bima, Sulawesi, dan Ternate, hukum 2. M. M. Djojodigoeno, memberikan penger-


berarti syara‘.7 tian bahwa hukum Adat adalah hukum
Akibat adanya ciptaan hukum Adat oleh yang tidak bersumber kepada peraturan-
orang-orang Belanda hukum Adat dan hu- peraturan;11
kum Islam saling bertentangan satu sama 3. C. Van Vollenhoven memberikan penger-
lain,8 sedangkan dalam perkembangannya tian bahwa hukum Adat adalah hukum
kedua hukum tersebut satu sama lain saling yang tidak bersumber kepada peraturan-
mengisi, bahkan dalam hukum perkawinan peraturan yang dibuat oleh pemerintah
dan hukum wakaf, hukum Islam telah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat ke-
merepsi atau telah menjadi hukum adaptasi, kuasaan lainnya yang menjadi sendinya
termasuk hukum warisan, yang mulanya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Be-
bagian antara laki-laki dan perempuan de- landa dahulu;
ngan istilah “belah ketupat” kemudian 4. Kemudian Soekamto bahwa hukum Adat
menjadi “sepikul segendongan”.9 sebagai kompleks Adat-Adat yang keba-
Bahkan dalam kehidupan bangsa Indo- nyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifika-
nesia khususnya bagi warga negara yang sikan dan bersifat paksaan, mempunyai
beragama Islam telah menciptakan tata nilai sanksi, jadi mempunyai akibat hukum;12
yang mengatur tata kehidupan paling tidak dan
menetapkan baik-buruk yang menjadi pe- 5. Selanjutnya Hazairin juga memberikan
rintah dan larangan agama, dan kepatuhan pengertian bahwa setiap lapangan hu-
hukum dan yurisprudensi lslam telah diserap kum mempunyai hubungan dengan kesu-
menjadi bagian hukum positif.10 silaan, langsung atau tidak langsung.
Selanjutnya, atas dasar konsepsi hukum Demikian juga dengan hukum Adat: ter-
Adat seperti yang telah dipaparkan tersebut istimewa disini dijumpai perhubungan
di atas, kemudian para sarjana, baik sarjana dan persesuaian yang langsung antara
Belanda maupun Indonesia telah memberi- hukum dan kesusilaan: pada akhirnya hu-
kan pengertian tentang hukum Adat, dian- bungan antara Hukum dan Adat, yaitu
taranya adalah: sedemikian berlangsungnya sehingga isti-
1. Soepomo memberikan pengertian bahwa lah buat yang disebut hukum Adat itu
hukum Adat adalah sebagai hukum yang tidak dibutuhkan oleh rakyat biasa yang
tidak tertulis di dalam peraturan-peratur- memahamkan menurut halnya sebutan
an legislatif (unstatutory law) yang meli- “Adat” itu, atau dalam artinya sebagai
puti peraturan-peraaturan hidup meski- (Adat) sopan santun atau dalam artinya
pun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, sebagai hukum.13
yang ditaati dan didukung oleh rakyat Dalam pelaksanaan hukum warisan adat
berdasarkan atas keyakinan bahwasan- di Indonesia banyak dipengaruhi oleh prinsip
nya peraturan-peraturan tersebut mem- garis kekerabatan atau keturunan, baik me-
punyai kekuatan hukum; lalui ayah maupun melalui ibu. Bentuk ke-
kerabatan itu ditentukan oleh prinsip ketu-
7
Bustanul Arifin Majalah Mimbar Hukum, runan (princeple decent) menurut Kuncoro-
Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta No 10 Tahun ke 4 ningkrat ada empat prinsip pokok garis ke-
1991), hlm. 14. turunann di Indonesia, yaitu:
8
Muhamamd Yahya Harahab, Kedudukan
Janda, Duda dan Anak Angkat dalam Hukum Adat
11
(Bandung: Citra Aditya Bakti. 1993), hlm. 60. M. M, Djojodigoeno, Asas–Asas Hukum Adat
9
Soerojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas- (Jogyakarta: Yayasan Badan Penerbit GAMA. 1958),
Asas Hukum Adat, (Jakarta : Gunung Agung. 1992), hlm. hlm 6.
12
35. Soekamto, Meninjau Hukum Adat Indonesia
10
Juhaja S. Praja dkk, Hukum Isslam di Indonesia (Jakarta : Soeroengsan. 1955), hlm. 73.
13
dalam Pemikiran dan Praktik (Bandung: Remaja Rosda- Hazairin, Tujuh Serangkai tentang Hukum
karya. 1991), hlm. 15. (Jakarta: Bina Aksara. 1981), hlm. 117.
160 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 2, Agustus 2015

1. Prinsip Patrilinel (Patrilineal Decent) yang ayahnya ataupun ke dalam clan ibunya
menghitung hubungan kekerabatan me- yakni dalam system patrilineal yang
lalui laki-laki saja, dan karena itu meng- beralih-alih, seperti di Lampung dan
akibatkan bahwa tiap individu dalam ma- Rejang;
syarakat semua kaum kerabat ayah ma- 2. Matrilineal, yang juga menimbulkan
suk ke dalam batas hubungan kekera- kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang
batannya, sedang kaun kerabat itu jatuh besar-besar, seperti clan, suku, di mana
di luar batas itu; setiap orang itu selalu menghubungkan
2. Prinsip Matrilineal (Matrilineal Decent), dirinya hanya kepada maknya atau ibu-
yang menghubungkan hubungan kekera- nya, dan karena itu termasuk ke dalam
batan melalui perempuan saja, dan ka- clan, suku, maknya itu; dan
rena itu mengakibatkan bahwa tiap-tiap 3. Parental atau Bilateral, yang mungkin
individu dalam masyarakat semua kerabat menimbulkan kesatuan-kesatuan keke-
ibu dalam batas hubungan kekerabatan- luargaan yang besar-besar, seperti tribe,
nya, sedang kaum kerabat ayah jatuh di rumpun, dimana setiap orang itu meng-
luar batas itu; hubungkan dirinya dalam hal keturunan
3. Prinsip Bilineal (Bilineal Decent) prinsip ini baik kepada maknya maupun kepada
juga sering disebut doble decent, yang ayahnya15.
menghitungkan hubungan kekerabatan Perbedaan antara Kuntjaraningkrat de-
melalui pria saja, untuk sejumlah hak dan ngan Hazairin hanya terdapat pada prinsip
kewajiban tetentu, dan melalui wanita belenial (belenial decent), menurut Hazairin
saja untuk sejumlah hak dan kewajiban prinsip kekerabatan ini tidak dikenal, meski-
yang lain, dan karena mengakibatkan bah- pun menurut Kuntjaraningkrat ada, tetapi
wa bagi tiap-tiap individu dalam masya- belum dilukiskan secara jelas, sehingga da-
rakat kadang-kadang semua kaum keke- lam masyarakat Indonesia boleh dikata tidak
rabatan ayah masuk ke dalam batas ada. Bentuk masyarakat dengan hubungan
hubungan kekerabatannya, sedangkan kekerabatan patrilinel, matrilineal, dan pa-
kaum kerabat ibu jatuh di laur batas itu, rental atau bilateral tersebut di atas, banyak
dan kadang-kadang sebaliknya; dan dijumpai di dalam masyarakat Indonesia,
4. Prinsip Bilateral (Bilateral Decent) yang seperti dalam bentuk masyarakat kekera-
menghitungkan hubungan kekerabatan batan patrilineal dalam masyarakat Batak,
melalui ayah dan ibu.14 Bali, Tanah Gayo, Timor, Ambon, dan Papua.
Sedangkan Hazairin hanya ada tiga prin- Sedangkan bentuk masyarakat dengan hu-
sip pokok garis kekerabatan, yaitu: bungan kekerabatan matrilineal adalah di
1. Patrilineal, yang menimbulkan kesatuan- Minangkabau. Adapun bentuk masyarakat
kesatuan kekeluargaan yang besar-besar, kekerabatan parental atau bilateral dapat di-
seperti clan, marga, dimana setiap orang lihat di Jawa, Kalimantan, Riau, Lombok, dan
itu selalu menghubungkan dirinya hanya lain sebagainya.
kepada ayahnya. Oleh karena itu, terma- Bentuk sistem kekerabatan bilateral
suk ke dalam clan ayahnya, yakni dalam atau parental yang dianut di Jawa, inilah da-
sistem patrilineal murni seperti di tanah lam perkembangan sistem kekerabatan di
batak atau dimana setiap orang itu Indonesia, akan menjadikan muara perkem-
menghubungkan dirinya kepada ayahnya bangan sistem patrilineal dan sistem matri-
atau kepada maknya, tegantung kepada lineal. Sistem kekerabatan maupun prinsip
bentuk perkawinan orang tuannya itu, sistem garis keturunan sangat besar penga-
dan karena itu termasuk ke dalam clan ruhnya terhadap bidang-bidang hukum

14 15
Kuntjaraningkrat, Beberapa Pokok Antropo- Hazairin, Tujuh Serangkai tentang Hukum.
logi (Jakarta: Dian Rakyat. 1992), hlm. 135. Hlm. 11.
Komari, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia: Antara Adat dan Syariat ...| 161

Adat, seperti hukum perkawinan dan hukum 4. Perkataan naki-naki menunjukan perem-
waris. puan ,makhluk tipuan dan lain-lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bah- Namun dalam kenyataan di masyarakat
wa sistem hukum warisan Adat di Indo- patrilineal seperti di Batak Karo laki-lakilah
nesia tidak terlepas dari pada sistem ke- yang mempunyai hak warisan dari kedua
luarga atau sistem kekerabatan yang telah orang tuanya, hal ini dipengaruhi oleh
penulis jelaskan di atas. Hukum warisan adat faktor-faktor:
mempunyai corak tersendiri dari alam pi- 1. Silsilah kekeluargaan di dasarkan kepada
kiran masyarakat yang tradisional dengan laki-laki, anak perempuan tidak diang-
bentuk kekerabatan yang sistem keturunan gap dapat melanjutkan silsilah, (ketu-
patrilineal, matrilineal, parental atau bilate- runan keluarga);
ral. Dengan demikian, hukum warisan adat di 2. Dalam rumah tangga istri bukan kepala
Indonesia terdapat tiga sistem hukum keluarga, dan anak-anak menggunakan
warisan, yaitu: pertama sistem hukum nama keluarga atau marga ayah, dan istri
warisan patrilineal, kedua sistem hukum digolongkan ke dalam keluarga atau mar-
warisan matrilineal, dan yang ketiga sistem ga suami;
hukum warisan parental atau bilateral. 3. Dalam Adat perempuan tidak dapat me-
wakili orang tua atau ayahnya, sebab ia
C. Hukum Waris Adat Bercorak Patrilineal
masuk anggota keluarga suaminya; dan
Sistem hukum warisan patrilineal juga
4. Dalam Adat kalimbubu (laki-laki) diang-
berpokok pangkal dari sistem kekerabatan
gap anggota keluarga sebagai orang tua
sebagaimana yang telah penulis jelas di
muka, berarti sistem hukum warisan patri- atau ibu.17
lineal Adat bertitik tolak dari bentuk Dalam perkawinan Adat patrilineal,
masyarakat dan sifat kekeluargaan patrili- apabila perempuan sudah kawin, ia diang-
neal. Dalam masyarakat patrilinel seperti hal- gap keluar dari keluarganya dan menjadi
nya pada masyarakat Batak Karo, hanya anak keluarga suaminya, seperti seorang perem-
laki-laki yang menjadi ahli waris, karena anak puan Nasution kemudian ia kawin dengan
perempuan di luar golongan patrilineal.16 seorang laki-laki dari marga siregar, dengan
Keadaan seperti ini dikarenakan adanya adanya pemberian yang disebut tukor itu,
beberapa alasan yang melandasi sistem hu- maka perempuan Nasution itu bukan tetap
kum warisan patrilineal sehingga keturunan disebut Nasution, tetapi berubah menjadi
laki-laki saja yang berhak mewarisi harta Siregar. Dengan demikian hanya laki-laki
peninggalan pewaris yang telah meninggal yang mendapat harta warisan, sebab anak
dunia, sedangkan anak perempuan tidak perempuan sudah keluarga dari marganya,
mendapatkan harta warisan sama sekali. sehingga ia tidak mendapat harta warisan.
Adapun alasan yang memandang rendah ke- Ahli waris dan para ahli waris dalam
dudukan perempuan khususnya dalam ma- sistem hukum Adat warisan patrilineal
syarakat Batak adalah: terdiri dari:
1. Emas kawin yang disebut “tukor” mem-
1. Anak laki-laki;
buktikan perempuan dijual;
2. Anak angkat;
2. Adat lakonan (levirat) yang membuktikan
3. Ayah dan Ibu;
bahwa perempuan diwarisi oleh saudara
dari suaminya yang telah meninggal 4. Keluarga terdekat; dan
dunia; 5. Persekutuan Adat.18
3. Perempuan tidak mendapatkan warisan; Semua anak laki-laki menjadi ahli waris
dan tentunya anak yang sah yang berhak menjadi

16 17
Djaja Sembiring Meliala, Hukum Adat Karo Eman Suparman, Inti Sari Hukum Waris
dalam rangka Pembentukan Hukum Nasional (Bandung: Indonesia (Bandung: Armico. 1985), hlm. 53-54.
18
Tarsito. 1978), hlm. 54. Ibid. hlm. 55-56.
162 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 2, Agustus 2015

ahli waris dari orang tuanya, baik harta dari Pada dahulu awalnya cara pembagian dalam
hasil perkawinan maupun harta pusaka. Jum- keadaan seperti berdasarkan istri, sehingga
lah harta yang akan menjadi harta warisan masing-masing dari istri setengah bagian.
itu sama diantara anak-anak laki-laki pewaris, Akibatnya antara anak laki-laki dari istri
misalnya apabila pewaris mempunyai tiga pertama dengan anak laki-laki dari istri ke-
orang anak-laki-laki, maka bagian harta wa- dua berbeda, kalau anak laki-laki dari istri
risannya masing-masing mendapat sepertiga pertama masing-masing mendapat bagian
bagian. Namun bila pewaris tidak mempu- ½ : 2 = ¼ bagian. Sedangkan anak laki-laki
nyai anak-laki-laki, tetapi ahli warisnya hanya dari istri ketiga karena anaknya tiga, maka
istri dan anak perempuan, maka harta pu- bagiannya masing-masing adalah ½: 3= 1/6
saka itu bisa dipergunakan baik oleh istri bagian.
dan anak perempuan selama hidupnya, se- Kemudian setelah adanya musyawarah
telah meningal dunia harta warisan itu kem- kepala-kepala Adat Tanah Karo cara pem-
bali kepada asalnya atau kembali kepada bagian seperti di atas, dirubah tidak berda-
“pengulihen”. sarkan istri, tetapi bedasarkan jumlah anak-
Anak angkat dalam masyarakat patrili- anak, sehingga bila seperti contoh terse-
neal Batak Karo merupakan ahli waris yang but di atas, masing-masing anak laki-laki
berkedudukannya seperti halnya anak sah, akan mendapat bagian sama yaitu 1/5
akan tetapi anak angkat ini hanya menjadi bagian.
ahli waris terhadap harta warisan atas har- Selanjutnya perkembangan ini melalui
ta perkawinan artinya hanya harta yang di- putusan Mahkmahah Agung RI, tanggal 1
dapat dalam pekawinan atau harta bersama Nopember 1961, Nomor: 179.K/Sip/1961, da-
dari orang tua angkatnya, sedangkan untuk lam putusan itu terjadi upaya persamaan
harta pusaka anak angkat tidak mempunyai hak antara laki-laki dengan perempuan,
hak harta warisan. meskipun putusan Mahkmah Agung terse-
Untuk ayah dan ibu serta saudara- but ternyata disana-sini juga mendapat per-
saudara kandung pewaris, ini muncul seba- debatan diantara para ahli hukum Adat.
gai ahli waris apabila tidak ada anak kan-
dung dan anak angkat pewaris, maka ayah, D. Hukum Waris Adat Bercorak Matrilineal
ibu dan saudara-saudara kandung pewaris Sistem hukum warisan atas dasar ke-
menjadi ahli waris secara bersama-sama. kerabatan ini, sudah berlaku sejak dahulu
Kemudian yang dimaksud keluarga terdekat kala, sebelum masuknya ajaran-ajaran aga-
ini, muncul sebagai ahli waris apabila tidak ma di Indonesia, seperti agama Hindu, Islam
ada ahli waris anak kandung, anak angkat, dan Kristen19, sistem ini berlaku pada hukum
ayah, ibu dan saudara-saudara pewaris. Se- Adat Minangkabau, Enggano dan Timor.
lanjutnya yang terakhir adalah persekutuan Meskipun dalam perkembangannya seka-
Adat ini sebagai ahli waris apablia tidak rang Nampak bertambah karena pengaruh
ada sama sekali disebutkan di atas, maka sistem hukum warisan parental, disebabkan
harta warisan jatuh kepada persekutuan oleh surutnya kekuasan kerabat dalam hal
Adat. yang menyangkut kebendaan dan pewa-
Dalam perkembangannya hukum Adat risan. Selain itu menurut penulis juga
partrilineal seperti hukum Adat warisan karena pengaruh hukum warisan Islam, ka-
Batak Karo ini, juga mengalami perkem- rena dalam hukum Islam melaksanakan hu-
bangan pertama adalah seperti apabila se- kum warisan itu, merupakan bagian dari
orang suami mempunyai dua orang istri ibadah.
dan msing-masing istri yang pertama mem-
punyai dua anak laki-laki, sedangkan istri
19
kedua mempunyai tiga orang anak laki-laki. H. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat
(Bandung: Citra Aditya Bakti. 1993), hlm. 23.
Komari, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia: Antara Adat dan Syariat ...| 163

Sistem hukum warisan matrilineal selain 2. Perkawinan Menetap


berhubungan dengan sistem kekerabatan, Perkawinan menetap merupakan ben-
juga selalu berhubungan dengan bentuk- tuk perkawinan tahab kedua yang meru-
bentuk hukum perkawinannya. Dalam Adat pakan perkembangan dari bentuk perka-
matrilineal Minangkabau bentuk perkawin- winan bertandang. Hal ini biasanya dikare-
annya menurut Hazairin bentuk perkawinan nakan kalau rumah-rumah gadang sudah
yang bertahab satu sama lain, yaitu: per- menjadi sempit, sedangkan keluarga bertam-
tama “perkawinan bertandang”, kemudian bang tumbuh berkembang, maka atas inisi-
kedua “perkawinan manetap”, dan selanjut- atif dari pihak istri membuat rumah lain
nya ketiga “perkawinan bebas”.20 yang terpisah, (biasanya tidak jauh dari ru-
1. Perkawinan Bertandang mah gadang yang dihuni beberapa suami-
Perkawinan bertandang juga disebut istri). Meskipun belum hilang sifat eksogami
perkawinan semendo, yaitu perkawinan di- semendonya, akan tetapi secara fisik me-
dasarkan kepada prinsip eksogami, yaitu reka berdua sudah pisah dengan kerabat
suatu perkawinan dimana seorang harus jalur istri, dengan suasana baru, lebih
kawain dengan anggota klan yang lain, atau bebas, lebih intim apalagi mereka mepunyai
seseorang dilarang kawin dengan anggota pekerjaan dan penghasilan sendiri. Dan
klan21. Dan perkawinan mempunyai hubung- suami lebih banyak tinggal bersama ke-
an yang erat dengan sistem garis keturun- luarganya maka menetaplah mereka di luar
an ibu. Sedangkan semenda berarti laki- rumah gadang.
laki dari luar yang didatangkan ketempat pe- 3. Perkawinan Bebas
rempuan. Dengan demikian suami adalah Tahab berikutnya sebagai kelanjutan
semata-mata orang yang datang bertamu dari perkawinan menatap ialah berkawinan
“datang malam hilang pagi esoknya” ia ber- bebas, ini berarti perpindahan secara pisik,
hak atas anak, tetapi tidak berhak yang ber- meninggalkan rumah gadang, meninggalkan
hubungan harta dan dalam rumah tangga- desa dan pergi ke kota, bahkan mungkin me-
nya. Sehingga dalam bentuk perkawinan ninggalkan kampung halaman.
seperti tidak ada harta bersama antara Secara sosiologis dengan berpindahnya
suami dan istri, demikian pula juga tidak ada suami-istri ke tempat lain secara merantau
hak warisan suami dari harta di dalam suami atau migration itu merupakan suatu faktor
istri tersebut. yang kuat dalam perubahan sosial atau
Dalam bentuk perkawinan dalam sistem pergeseran sosial, baik secara individu mau-
hukum warisan adat Minangkabau ini, Amir pun secara kelompok. Akibat dari pada per-
Syarifuddin telah mengadakan penelitian da- geseran atau perubahan sosial itu dapat
lam desertasinya yang berjudul Pelaksanaan menimbulkan pelepasan Adat atau ikatan
Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan kelompok bahkan ikatan klan dan juga pele-
Adat Minangkabau, di mana dalam hasil pe- pasan harta pusaka.
nelitiannya menerangkan bahwa “Adat Mi- Setelah terlepas dari ikatan-ikatan klan
nangkabau mempunyai pengertian tersendiri dan tunduk pada peraturan-peraturan Adat
tentang keluarga dan tata cara perkawinan, Minangkabau, baik tertulis atau tidak, suami
kemudian menimbulkan bentuk atau asas istri yang demikian atau suasana demikian
tersendiri dalam hukum warisan”.22 apalagi di tempat perantauan berpengha-
silan sendiri, tanpa adanya bantuan dari
20
Hazairin, Pergolakan, Penyesuaian Adat kepa- kampung asalnya. Sehingga bertambah jauh-
da Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang. 1952), hlm 15. lah dan bertambah bebas mereka terhadap
21
Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum
harta pusaka yang berupa sawah, kebun
Adat (Jakarta: Pradnya Paramita. 1981), hlm. 10.
22
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewa- rumah di kampung halamannya.
risan Islam dalam Adat Minangkabau (Jakarta: Gunung
Agung. 1982), hlm. 256.
164 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 2, Agustus 2015

Selanjutnya suami istri yang telah mem- perkawinan, penerima zakat dan lain seba-
bentuk rumah tangga ini lambat laun men- gainya. Namun dalam Adat Minangkabau
jurus membentuk kehidupan keluarga mempunyai bentuk tersendiri yang disebab-
keibu-bapakan atau sistem parental atau kan karena bentuk-bentuk lapisan-lapisan
bilateral. Bentuk ini menunjukan pula ada- kekerabatan.
nya suatu pergeseran pola yang evolonistis Lapisan pertama disebut “bertali darah,
dari sistem matrilinel kepada sistem paren- artinya hubungan pewaris dngan ahli waris
tal atau bilateral yang juga merupakan suatu adanya kesamaan keturunan melalui garis
kehidupan modern23. Di samping tersebut di perempuan, lapisan kedua disebut “ bertali
atas, akibat dari pergeseran ini, hukum waris- Adat” adalah secara Adat hubungan pewaris
an tentunya juga mulai bergeser yang tadi- dengan ahli waris tidak diketahui bertali
nya seorang suami dari Minangkabau tidak Adat, tetapi secara Adat diketahui keduanya
mempunyai hak atas harta, kemudian de- dinyatakan mempunyai hubungan kerabat
ngan bentuk perkawinan bebas menjadi karena sukunya sama, hanya berbeda ne-
mempunyai hak harta dalam dalam rumah geri, sedangkan lapisan ketiga ketiga di-
tangga. sebut” bertali budi” artinya hubungan an-
Selain itu, pengertian tentang harta tara pewaris dengan ahli waris tidak diikat
dan kegunaannya menurut Adat Minangka- dengan hubungan darah dan hubungan ke-
bau, pertama harta pusaka adalah milik samaan suku, tetapi kelompok di luar suku
kaum dan dipergunakan hanya untuk menempatkan dirinya di satu suku atau
kepentingan kaum secara kolektif24. Sehing- kerabat, dan berbuat jasa pada suku ter-
ga pembagian harta warisan kepada garis sebut. Selanjutnya lapisan keempat disebut
laki-laki berarti mengalihkan harta keluar “bertali emas” ini terjadi yang tidak se-
kaum. Kedua adalah “asas kolektif”, asas ini darah dan tidak sesuku, tetapi datang me-
dimaksudkan bahwa dalam penerimaan har- nyandar kepada suatu suku atau kaum un-
ta pusaka bekanlah orang-perorang, tetapi tuk ikut mengusahakan tanah ulayat itu,
satu kelompok secara bersama-sama atas Selanjutnya mereka untuk dapat diterima
dasar asas ini, maka harta tidak dibagi-bagi sebagai kerabat ia diwajibkan mengisi/me-
dan harus disampaikan kepada kelompok da- nyerahkan sesuatu Adat dalam bentuk
lam bentuk kesatuan yang tak terbagi.25 emas.
Sedangkan yang ketiga “asas keutamaan”, Dasar pewarisan dalam Adat matrilineal
asas ini ialah bahwa penerimaan harta pu- Minangkabau dalam hal ahli waris dinyata-
saka, atau seorang yang mempunyai pe- kan dalam pepatah Adat yang mengatakan :
ranan penerimaan harta pusaka. Dalam Adat Birik-birik turun ke semah
Minangkabau ada tingkatan-tingkatan hak tibah disemah berilah makan
yang menyebabkan satu pihak lebih berhak Harta ninik turun ke mamak
dibandingkan dengan pihak yang lain, dan dari mamak turun ke kemenakan.
selama yang lebih berhak masih ada, maka
yang lain belum mempunyai hak. Berdasarkan pepatah Adat, yang meru-
pakan hukum Adat tersebut, menunjukan
Sistem keutamaan ini, sebenarnya tidak
bahwa harta ninik turun ke mamak dan
dalam sistem penerimaan harta pusaka Adat
mamak turun ke kemenakan, berarti harta
Minangkabau, tetapi hampir setiap sosial
warisan yang merupakan harta pusaka turun
kemasyarakatn ada sistem keutamaan, se- golongan perempuan (ninik, mamak dan
perti seorang yang berhak wali dalam kemenakan), dan pengertian ninik, mamak,
dan kemenakan itu tidak boleh dipahami
23
Hazairin, Tujuh Serangkai tentang Hukum. orang-perorang, tetapi harus dipahami se-
hlm. 26. bagai kelompok atau generasi.
24
Ibid.
25
Ibid.
Komari, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia: Antara Adat dan Syariat ...| 165

Sedangkan harta warisan yang bukan karena terjadinya ikatan perkawinan,


harta pusaka atau harta suarang tidaklah yaitu suami dan istri. Kelompok kedua
demikian. Karena harta suarang adalah har- adalah kelompok hubungan kekerabatan,
ta bersama antara suami istri, di mana harta karena adanya hubungan darah ini ada
tersebut didapat oleh suami dan istri sela- tiga yaitu : kelompok keturunan pewaris,
ma perkawinan, sehingga apabila salah satu seperti anak-anak pewaris, cucu pewaris,
meninggal dunia baik suami maupun istri, cicit pewaris dan seterusnya ke bawah.
maka suami atau istri akan mendapat ½ Kelompok asal dari pada pewaris, yaitu
(setengah) dari harta suarang tersebut. orang tua dari pewaris, seperti ayah dan
Dengan demikian anak-anak dari suami istri ibu dari pewaris, kakek dan nenek pe-
ini, baik laki-laki maupun perempuan juga waris, buyut laki-laki dan buyut perem-
akan mendapat bagian harta warisan dari puan pewaris, dan seterusnya ke atas.
harta suarang karena mereka sebagai ahli Dan kelompok ketiga adalah hubungan
waris. kesamping dari pewaris, seperti saudara-
saudara pewaris, baik laki-laki maupun
E. Hukum Waris Adat Bercorak Parental perempuan seterusnya sampai anak
atau Bilateral cucunya serta paman dan bibi seterusnya
Hukum warisan parental atau bilateral sampai anak cucunya, dan siwo atau uwa
adalah memberikan hak yag sama antara laki-laki dan perempuan sampai anak
pihak laki-laki dan pihak perempuan, baik cucunya.
kepada suami dan istri, serta anak laki-laki Dalam sistem hukum warisan parental
dan anak perempuan termasuk keluarga atau bilateral juga menganut keutamaan
dari pihak laki-laki dan keluarga pihak sebagai mana sistem hukum warisan matri-
perempuan. Ini berarti bahwa anak laki-laki lineal. Menurut Hazairin ada tujuh kelom-
dan anak perempuan adalah sama-sama pok keutamaan ahli waris parental atau
mendapatkan hak warisan dari kedua orang bilateral. Artinya ada kelompok ahli perta-
tuanya, bahkan duda dan janda dalam per- ma, kelompok ahli waris kedua, kelompok
kembangannya juga termasuk saling me- ahli waris ketiga dan seterusnya sampai ke-
warisi. lompok ahli waris ketujuh.
Bahkan proses pemberian harta ke- Dimaksud kelompok keutamaan disini,
pada ahli waris khususnya kepada anak, ialah suatu garis hukum yang menentukan
baik kepada anak laki-laki maupun anak pe- di antara kelompok keluarga pewaris, yang
rempuan umumnya telah dimulai sebelum paling berhak atas harta warisan dari pe-
orang tua atau pewaris masih hidup. Dan waris, artinya kelompok pertama diutama-
sistem pembagian harta warisan dalam kan dari kelompok kedua dan kelompok
masyarakat ini adalah individual artinya bah- kedua diutamakan dari kelompok ketiga
wa harta peninggalan dapat dibagi-bagikan dan seterusnya26. Sehingga kelompok-kelom-
dari pemiliknya atau pewaris kepada para pok ini mempunyai akibat hukum , bahwa
ahli warisnya, dan dimiliki secara pribadi. kelompok pertama menutup kelompok ke-
Sifat sistem hukum warisan adat paren- dua, dan kelompok kedua menutup kelom-
tal atau bilateral yang pada umumnya di pok ketiga seterusnya sampai kelompok ke-
pulau Jawa, termasuk Jawa Timur, Jawa tujuh, kelompok keutamaan ahli waris itu
Tengah, Jawa Barat dan Daerah Khusus adalah sebagai berikut:
Ibukota Jakarta, sebenarnya dapat dilihat 1. Anak beserta keturunnya atau garis
dari beberapa segi : bawah;
1. Segi jenis kelamin, ini dapat dibagi dua 2. Orang tua (ayah dan ibu) atau garis atas
kelompok, pertama kelompok laki-laki tahab pertama;
dan kelompok perempuan; dan
2. Segi hubungan antara pewaris dengan
ahli waris, ini juga ada dua kelompok 26
Hazairin, Hazairin, Tujuh Serangkai tentang
pertama yaitu kelompok ahli waris Hukum. Hlm. 17.
166 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 2, Agustus 2015

3. Saudara beserta keturunannya atau garis nurut H. Simuh bahwa umat Islam di pe-
sisi pertama; dalaman Jawa meskipun sejak abat ke 13
4. Orang tua dari orang tua (simbah jum- telah beragama Islam, tetapi masih men-
lahnya 4 orang) atau garis atas tarap ke- dukung nilai-nilai budaya lama (animisme
dua; dan Hinduisme).
5. Saudara dari orang tua beserta keturunan Di samping itu tentunya dakwah Islam
dari saudara orang tua atau garis sisi berhubungan dengan hukum-hukum ke-
kedua; luarga, khususnya hukum warisan belum
6. Orang tua dari orang tua dari orang tua optimal dilakukan oleh para jura dakwah,
(buyut jumlahnya 8 orang) atau garus
sehingga pengetahuan hukum warisan be-
atas tarap ketiga; dan
lum dipahami betul oleh umat Islam di
7. Saudara dari orang tua dari orang tua
daerah pedalaman. Hal ini juga dapat diper-
(saudaranya simbah) beserta keturunan-
nya dari saudara tersebut.27 hatikan bahwa penyampain ajaran Islam
Berdasarkan uraian tersebut di atas, lebih banyak mengenai ibadah mahdloh, ke-
tampaknya hukum warisan parental itu tidak banyakan yang berkaitan shalat, puasa, haji
terlepas dari sistem kekerbatan yang berla- dan lain sebagainya.
ku, karena kelompok ahli waris itu meng- Sementara itu pemerintah Hindia Be-
hitungkan hubungan kekerabatan malalui landa telah mejajah Indonesia kurang lebih
jalur laki-laki dan jalur perempuan. Sehing- selama 350 tahun, sehingga tidak mungkin
ga kedudukan ahli waris laki-laki dan perem- mereka tidak membawa sistem hukumnya
puan sama sebagai ahli waris. untuk diberlakukan di Indonesia. Sistem hu-
kum yang diberlakukan adalah adalah sistem
F. Hukum Waris Adat Versus Hukum Waris hukum kontinental yang telah diterangkan
Islam di muka, bahwa untuk sistem hukum per-
Adanya variasi itu karena terpengaruh data, khususnya hukum warisan yang telah
ajaran agama Islam, karena hukum warisan dikodifikasikan, yaitu Burgerlijk Wetboek
Islam perolehan harta warisan antara laki- yang disingkat BW.
laki dengan perempuan dua berbanding Hukum Perdata Barat (BW) meskipun
satu, artinya laki-laki mendapat dua bagian, tidak sesuai dengan kondisi negara Indo-
sedangkan perempuan mendapat satu ba-
nesia, namun untuk menghindari kekosong-
gian, (lihat al-Quran Surat al-Nisâ’ ayat 11
an hukum bagi warga negara keturunan
dan 12).
asing, tetap diberlakukan, meskipun Dewan
Dengan adanya perubahan perolehan
Perwakilan Rakyat RI dan pemerintah telah
harta warisan antara laki-laki dengan
menyadarinya, tetapi belum merubah dan
perempuan, ini membuktikan bahwa hukum
membuat hukum warisan Indonesia seperti
warisan adat parental khususnya di Jawa
hukum perkawinan dalam Undang-Undang
telah mendapat resepsi dari hukum Islam,
Nomor 1 Tahun 1974. Dalam BW tersebut,
meskipun dalam praktik belum seluruhnya
ada dua macam cara untuk mendapatkan
mayarakat merecepsi hukum warisan Islam.
harta warisan pertama berdasarkan kenten-
Hal ini dikarenakan umat Islam di Jawa khu-
tuan undang-undang atau disebut “ab
susnya di pedalaman Islam dikembangkan
dengan tafsir sifustik yang mementingkan
hakekat dari pada syariat yang kemudian
membentuk budaya kebatinan atau sering lingkungan tradisi pedalaman Jawa pada umumnya
di lingkungan di Kraton Jawa, namun selain itu juga
disebut “ kejawen”28. Dengan demikian me-
terdapat corak mistik yang murni Islam yang disebut
“tasawwuf”. Kehidupan tasawwuf ini lebih
27
Ibid. menekankan dan mementingkan dimensi batin dari
28
Budaya kebatinan atau kejawen adalah pada dimensi lahir. Lain halnya dengan daerah
salah satu rekayasa struktural pembauran antara pesisir pada umumnya menekankan kepada prilaku
Islam dan tradisi lama, Hindu dan budha, dalam syari’ah secara ketat.
Komari, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia: Antara Adat dan Syariat ...| 167

intestate”, dan kedua berdasarkan “testa- canakan peralihan harta peninggalan pe-
ment” atau “wasiat”. waris;
Hukum Warisan Perdata Barat (BW), Kedua, segi jumlah harta artinya jumlah
mulanya hanya diberlakukan kepada orang- atau bagian ahli waris dari harta pening-
orang Belanda dan orang-orang Eropa yang galan orang yang meninggal dunia (pe-
berada di Indonesia, kemudian diperluas waris) itu sudah ditentukan oleh keten-
orang-orang asing kecuali orang-orang Arab tuan-ketenatuan Allah SWT, dan Sunnah
yang beragama Islam. Jadi hukum warisan Rasulullah SAW. Sehingga pewaris dan
perdata BW berlaku kepada orang-orang ahli tidak diperbolehkan menentukan
keturunan asing yang tidak beragama Islam, jumlah bagin-bagiannya; dan
seperti orang-orang China, Tailand, Jepang, Ketiga, segi kepada siapa harta itu ber-
dan lain-lain. Sedangkan orang asli Indonesia alih, artinya orang-orang (ahli waris) yang
selain yang beragam Islam berlaku hukum menerima peralihan harta peninggalan
Adat yang telah dijelaskan di muka. Adapun pewaris itu sudah ditetapkan oleh al-
yang beragama Islam berlaku hukum warisan Quran dan al-Sunnah Rasulullah SAW,
Islam. sehingga pewaris maupun ahli waris tidak
Sementara itu ada seperangkat asas- diperbolehkan merubahnya.
asas hukum warisan Islam dalam teks al- 2. Asas Individual
Quran dan al-Sunnah tidak dijumpai, dan Maksud dari pada asas ini adalah harta
asas tersebut merupakan hasil ijtihad para warisan dari pewaris yang telah diterima
mujtahid atau ahli hukum Islam. Dengan de- oleh ahli warisnya, dapat dimiliki secara
mikian kemungkinan asas hukum warisan individu perorangan. Jadi bagian-bagian
Islam itu beragam. Menurut Amir Syarifuddin setiap ahli waris tidak terikat dengan ahli
asas hukum warisan Islam lima macam, yaitu waris lainnya, tidak seperti dalam hukum
(1) asas ijbari, (2) asas bilateral, (3) asas Adat ada bagian yang sifatnya tidak dapat
individual, (4) asas keadilan berimbang, dan dimiliki secara pweroranga, tetapi dimiliki
(5) asas warisan semata akibat kematian.29 secara kelompok.
1. Asas Ijbari 3. Asas Bilateral
Kata ijbari secara etimologi mengandung 4. Asas bilateral artinya ahli waris menerima
arti paksaan, artinya melakukan sesuatu harta warisan dari garis keturunan atau
diluar kehendaknya sendiri30. Karena hu- kerabat dari pihak laki-laki dan pihak pe-
kum warisan Islam berasaskan ijbari, ma- rempuan, demikian sebaliknya peralihan
ka pelaksanaan pembagian harta warisan harta peninggalan dari pihak garis ketu-
itu mengandung arti paksaan tidak kehen- runan pewaris laki-laki maupun perem-
dak pewaris sebagaimana hukum warisan puan.
perdata barat. Kemudian Amir Syari- 5. Asas Keadilan Berimbang
Dari pihak laki-laki dan pihak perempuan
fuddin31 pengertian asas ijbari itu me-
menerima harta warisan secara berim-
ngandung beberpa segi.
bang artinya dari garis keturunan pihak
Pertama, segi peralihan harta, artinya
laki-laki dan darl garis keturunan pihak
dengan meninggal dunianya seseorang perempuan menerima harta warisan se-
dengan sedirinya harta peninggalannya suai dengan keseimbangan tanggung
beralih kepada orang lain dalam hal ini jawab dalam kehidupan rumah tangga.
ahli warisnya. Menurut asas ini, pewaris Antara laki-laki dengan perempuan ke-
dan ahli waris tidak diperbolehkan meren- duanya mempunyai hak menerima harta
warisan dari pewaris, namun tanggung
29
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewa-
jawab antara laki-laki dengan perempuan
risan Islam. hlm. 18. berbeda, laki-laki (public family) sebagai
30
Ibid. kepala rumah tangga bertanggung jawab
31
Ibid.
168 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 2, Agustus 2015

nafkah keluarganya, sedangkan perem- dan wasiat. Sedangkan unsur yang terakhir
puan sebagai ibu rumah tangga (domistic adalah ahli waris yaitu orang yang berhak
family), yang mengatur rumah tangga. menerima harta warisan. Pendek kata, harta
Dengan demikian sewajarnya kalau al- warisan dapat dibagikan jika semua kewa-
Quran menetapkan laki-laki mendapat jiban muwaris telah selesai ditunaikan.
dua bagian sedangkan perempuan satu 1. Pewaris
bagian. Pewaris ialah seorang yang telah me-
6. Asas Warisan Semata Kematian ninggal dunia dan meninggalkan sesuatu
Hukum warisan Islam hanya mengenal yang dapat beralih kepada keluarganya yang
satu bentuk warisan karena adanya kema- masih hidup33. Sedangkan apabila seseorang
tian, seperti dalam hukum warisan perdata yang meninggal dunia itu tidak mening-
barat (BW), dengan istlah “ab intestato”, galkan sesuatu yang dapat beralih kepada
namun dalam hukum warisan BW, selain ab keluarganya yang masih hidup ia bukan
intestato juga karena adanya ”wasiat” yang pewaris. Dalam hukum warisan Islam, yang
disebut “testament” termasuk sebagai bagi- menjadi faktor-faktor warisan adalah karena
an dari hukum warisan. Lain halnya dangan hubungan nasab, karena hubungan per-
hukum Islam wasiat suatu lembaga hukum kawinan dank arena hubungan wala’ atau
tersendiri, bukan sebagai bagian hukum budak.
warisan. Kemudian dalam hukum Islam Amir
Menurut Amir Syarifuddin, asas ini ada Syarifuddin mengatakan bahwa pewaris da-
hubungannya sangat erat dengan asas lam kelompok pengertian “walidani” seba-
ijbari,32 disebabkan meskipun seorang ada gaimana ketentuan surat al-Nisâ’ ayat 7 dan
kebebasan atas hartanya, tetapi setelah 33 adalah ayah, ibu, kakek nenek , anak
meninggal dunia kebebasan itu tidak ada dan cucu. Sedangkan pewaris dalam kelom-
lagi. Hal ini juga difahami bahwa harta dalam pok pengertian “aqrabuna”, sebagaimana
Islam mempunyai sifat amanah (titipan), arti- ditemukan dalam surat al-Nisâ’ ayat 12 dan
nya manusia berhak mengatur, tetapi harus 176 adalah suami dan istri dan saudara.34
sesuai dengan ketetapan-ketetapan Allah Kemudian pengertian menurut al-Quran di-
SWT, sehingga apabila seorang telah me- perluas dengan Hadits Nabi saw, dengan
ninggal dunia tidak mempunyai hak lagi memasukan keturunan ayah dan keturunan
untuk mengaturnya, dan kembali kepada- kakek , sehingga termasuk anak saudara dan
Nya. paman serta bibi35, kemudian pewaris ka-
Di samping itu, dalam hukum warisan rena telah memerdekakan budak (wala’)
Islam sama dengan hukum warisan adat ter- yang tidak meninggalkan ahli waris.
dapat unsur-unsur yang dalam hukum Islam Pada uraian sebelumnya, penulis telah
disebut rukun. Adapun unsur-unsur hukum dijelaskan bahwa atas dasar prinsip mening-
warisan Islam, antara lain: Pertama, pewaris galnya seseorang itu, berlakunya pembagian
(muwaris), yaitu orang yang telah mening- harta warisan, sehingga pewaris itu harus
gal dunia dan meninggalkan harta warisan; nyata meninggal dunia. Kemudian ada dua
dan kedua, harta warisan adalah harta, baik bentuk meninggal dunia: pertama, sese-
berupa harta bergerak, tidak bergerak, orang meninggal dunia, artinya seseorang
dan harta yang tidak maujud, seperti hak telah nyata putusnya nyawa dari jasad yang
intelektual, hak cipta dan lain-lain. dibuktikan dengan pancaidera atau melalui
Keberadaan harta tersebut dapat diba-
gikan kepada para ahli waris, setelah diku-
rangi biaya-biaya perawatan/pengobatan
pewaris, pemakaman, pembayaran hutang, 33
Ibid. 51.
34
Ibid. hlm. 52.
32 35
Ibid. hlm. 35. Ibid.
Komari, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia: Antara Adat dan Syariat ...| 169

medis atau tidak hidup lagi.36 Kedua, diang- b) Kelompok anak baik anak laki-laki dan
gap meninggal dunia secara hukum, mening- anak perempuan dan dikembangkan ke-
gal dunia adalah meninggal dunia karena pada cucu terus ke bawah;
putusan pengadilan, artinya seseorang di- c) Kelompok suami dan istri; dan
anggap atau dinyatakan meninggal dunia d) Kelompok saudara dan paman. Kelompok
dengan putusan hakim, kemungkinan orang ini merupakan perluasan pengertian pe-
tersebut masih hidup tetapi disebabkan oleh waris menurut al-Quran yang diperluas
sesuatu hal tertentu orang itu dianggap oleh hadist Nabi Muhammad SAW,
meninggal dunia, seperti dalam kasus se- dengan memasukan keturunan ayah dan
orang pewaris telah hilang bertahun-tahun keturunan kakek, sehingga dapat difa-
tidak diketahui tempat tinggalnya. Hilangnya hami bahwa seseorang dapat menjadi pe-
orang ini disebabkan adanya sesuatu peris- waris itu termasuk anak saudara, dan pe-
tiwa, seperti adanya perang, tsunami dan waris bagi pamannya.37
lain-lain. 2. Harta Warisan
Kemudian para ahli warisnya mengaju- Harta adalah barang (uang dan sebagai-
kan ke pengadilan agar pewaris yang hilang nya) yang menjadi kekayaan,38 sedangkan
itu diputus telah meninggal dunia, sehingga harta warisan adalah barang atau benda
dengan putusan Pengadilan itu harta waris- yang ditinggalkan oleh orang yang mening-
an pewaris dapat dibagi kepada para ahli gal dunia yang menjadi hak ahli waris, sete-
warisnya, meskipun dimungkinkan sebenar- lah dikurangi untuk kepentingan biaya pera-
nya seorang yang diputus sebagai pewaris watan jenasah, hutang-hutang dan wasiat39.
itu masih hidup, dan berlakunya pelaksana- Dalam pengertian ini antara harta pening-
an pembagian harta warisan itu sejak hari galan dengan harta warisan dapat dibeda-
dan tanggal putusan pengadilan tersebut. kan. Harta peninggalan seluruh barang atau
Putusan Pengadilan tentang meninggal benda yang ditinggalkan oleh seseorang te-
dunianya seseorang itu penting, bagi kepas- lah meninggal dunia, dalam arti barang ter-
tian hukum warisan, karena salah satu tuju- sebut milik orang pada saat meninggal du-
an dari pada hukum adalah untuk mencari nia, sedangkan harta warisan ialah harta
kepastian hukum. Sedangkan apabila tidak yang berupa barang atau benda yang ber-
ada putusan hakim akan menjadikan keti- hak diterima oleh ahli waris.
dakpastian kedudukan dari pada harta waris- Harta sebelum menjadi harta warisan
an dari pewaris itu. Apalagi dalam hukum dapat ditinjau dari beberapa segi ekonomi
Islam salah satu azas hukum warisan adalah dan segi hukum40. Tinjauan segi ekonomi
asas ijbari artinya dengan kematian sese- menitik beratkan kepada nilai kegunaan
orang dengan sendirinya harta warisan itu dari pada harta itu sendiri, seperti harta itu
berpindah kepada para ahli warisnya. digunakan sebagai modal, untuk membeli
Kemudian perincian pewaris dalam alat rumah tangga dan lain sebagainya. Bila
hukum warisan islam dapat dilihat dalam ditinjau dari ekonomi harta itu mempunyai
ayat-ayat al-Quran dan Sunnah Rasulullah karakteristik ekonomi, yang mempunyai
SAW, serta dikembangkan dengan ijtihad, seifat-sifat, yaitu:
maka dalam hal ini Amir Syarifuddin mem- a) Dapat memuaskan kebutuhan manusia;
berikan perincian pewaris menjadi 4 ke-
lompok, yaitu: 37
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewa-
a) Kelompok ayah dan ibu dan dikembang- risan Islam. hlm. 29.
kan kakek dan nenek terus ke atas; Hasan Alwi dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
hlm. 390.
39
Fatchurahman, Ilmu Waris (Bandung: Al-
Ma’arif. 1981), hlm. 36.
36 40
Hasan Alwi dkk, Kamus Besar Bahasa Indo- Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta
nesia (Jakarta: Balai Pustaka. 2001), hlm. 723. Kekayaan (Bandung: Citra Adytia Bakti. 1994), hlm. 9.
170 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 2, Agustus 2015

b) Jumlahnya relatif kurang (jadi persedia- hasil atau hak memakai; (b) Hak atas uang
an tidak melebihi permintaan); bunga yang harus dibayar selama hidup
c) Mempunyai nilai spesifik; seseorang; (c) Saham-saham dari perseroan;
d) Hanya bisa diperoleh melalui pengor- (d) Tanda-tanda pinjaman suatu negara baik
banan, diantaranya seperti kerja; dan negara sendiri maupun negara asing; dan (e)
e) Dapat dialihkan dari seorang ke orang Hak menuntut ke Pengadilan tentang pe-
lain.41 nyerahan barang bergerak atau pembayaran
Dengan karakteristik ekonomi ini, maka uang terhadap barang bergerak.
harta dapat dijadikan modal usaha sebagai Dalam hukum Islam Yusif Musa yang
aktivitas ekonomi, baik benda modal dari dikutip Amir Syarifuddin dalam bukunya
harta maupun usaha dari modal dan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam
aktivitasnya satu sama lain tidak bisa dipi- Lingkungan Adat Minangkabau bahwa harta
sahkan, keduanya untuk mencari keuntung- kekayaan yang bukan berbentuk benda
an, mungkin keuntunganya berupa laba, membagi hak itu kepada beberapa bentuk,
piutang atau hutang, dan bahkan mungkin yaitu:
akan mengalami kerugian dalam arti susut, a) Hak kebendaan yang dari segi haknya
berkurang atau hilang. tidak dalan berupa benda, tetapi karena
Kemudian dari segi hukum menitik hubungannya yang kuat dengan harta
beratkan kepada pelaksanaan pengaturan dinilai sebagai harta, seperti hak lewat di
terhadap harta. Misalnya, status harta itu, jalan umum atau pengairan;
kepemilikannya, dan tata cara mendapat- b) Hak kebendaan tetapi menyangkut
kannya serta aspek lainnya. Di antara kedua pribadi pewaris, sseperti hak mencabut
segi ini, satu sama lain selalu berkaitan, pemberian kepada orang lain;
seperti: harta-harta yang berbentuk modal c) Hak-hak kebendaan tetapi menyangkut
atau bentuk lainnya cara kepindahannya di- dengan pribadi pewaris, seperti hak khi-
atur dengan pengaturan itu yang selanjutnya yar, (pilihan antara melangsungkan atau
disebut “hukum”, seperti hukum jual beli, pembatalan akad); dan
hukum hibah, hukum warisaan, hukum d) Hak yang bukan berbentuk benda dan
sewa-menyewa dan lain-lainnya. menyangkut pribadi seseorang, seperti
Jenis harta ada yang berwujud dan ada hak ibu untuk menyusukan anak.42
yang tak berwujud, yang berwujud dalam Selanjutnya Amir Syarifuddin mengata-
istilah ekonomi disebut “harta aktiva”, harta kan bahwa ke empat macam hak tersebut di
ini dalam istilah hukum ada dua macam sifat, atas, para Ulama’ dahulu pernah memper-
pertama adalah harta disebut “barang tak debatkan, sehingga mereka menjadi perbe-
begerak” artinya barang tersebut tidak dapat daan pendapat, akan tetapi perbedaan itu
dipindahkan, dan harta yang berupa “barang dapat dirumuskan sebagai berikut :
begerak” artinya harta itu dapat dipindahkan a) Hak yang oleh ulama disepakati dapat
tempatnya, seperti mobil, peralatan rumah diwariskan, ialah hak-hak kebendaan yang
tangga dan lain sebagainya, namun dalam dapat dinilai dengan harta, seperti hak
hukum perdata terdapat barang yang sifat- melewati jalan;
nya dapat dipindahkan tempatnya, tetapi b) Hak yang oleh Ulama tidak disepakati
dikelompokan dalam barang tak bergerak, untuk diwariskan, ialah hak-hak yang ber-
seperti kereta api, pesawat terbang dan sifat pribadi, seperti hak memelihara, dan
kapal laut. perwalian ayah terhadap anaknya; dan
Harta yang berupa barang bergerak c) Hak yang diperselisihkan oleh ulama,
tersebut di atas, terdapat beberapa hak atas tentang tidak bilehnya menjadi harta wa-
barang bergerak seperti: (a) Hak memetik risan, ialah hak-hak yang tidak bersifat
pribadi dan tidak pula bersifat kebenda-
41
Ton Gunadi, Sistem Perekonomia menurut
42
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Bandung: Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewa-
Aksara. 1981), hlm. 7. risan Islam. hlm. 56.
Komari, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia: Antara Adat dan Syariat ...| 171

an, seperti hak khiyar, dan hak penca- jadikan satu antara harta bawaan dengan
butan pemberian.43 bagian dari harta bersama tersebut, ke-
Dalam hukum Islam hak kebendaan mudian dikurangi hak-hak orang lain melekat
yang berbentuk hutang tidak menjadi harta di dalamnya, setelah itu baru bagi kepada
warisan. Akan tetapi, harta yang menjadi hak ahli warisnya.
ahli waris itu hanya harta peninggalan dalam 3. Ahli Waris
keadaan bersih, artinya harta peninggalan itu Dalam hukum Islam terdapat dua
setelah dikurangi hak-hak lain, seperti biaya- paham hukum warisan, pertama hukum
biaya penguburan, pajak, zakat termasuh warisan menurut paham “ahli Sunnah wal
hutang kepada orang lain. Hutang dalam jamaah” yang biasanya disebut “Ahli Sunni”,
hukum Islam hutang, selain terhadap orang atau “ahli sunnah” paham ini, mendasarkan
dan badan hukum juga hutang kepada Allah pemikiran budaya Arab menganut masya-
SWT. Hutang kepada Allah yaitu kewajiban rakat patrilineal. Kedua menurut paham
materi kepada Allah yang harus ditunaikan, “syi‘ah”, paham ini tidak mendasarkan pe-
seperti membayar zakat, nadzar dan lain mikiran budaya Arab, tetapi kehendak mem-
sebagainya. berikan penghargaan Fâthimah binti
Mengacu kepada pengertian tersebut di Muhammad dan ‘Alî bin Abû Thalib, mereka
atas, bahwa harta peninggalan berbeda adalah anak dan menantu Nabi Muhammad
dengan harta warisan, harta peninggalan saw, sehingga hukum kewarisnnya bercorak
ialah semua harta yang ditinggalkan oleh pe- bilateral atau parental.44
waris, sedangkan harta warisan hanya harta Dalam perkembangan hukum warisan
yang berhak diterima oleh ahli waris, dimana Islam di Indonesia muncul suatu pandangan
harta harta peninggalan itu setelah dikurangi dari Hazairin dengan ijtihadnya berdasar-
atau terlepas dari tersangkutnya segala kan kepada latar belakang keanekaragaman
macam hak-hak oramg lain di dalamnya. budaya kekerabatan Indonesia (patrilineal,
Dengan demikian, harta peninggalan itu matrilineal dan parental/ bilateral), menurut
sebelum menjadi harta warisan dan dibagi beliau hukum warisan yang dikehendaki al-
kepada ahli warisnya harus dilakukan pel- Quran dan al-Sunnah adalah sistem hukum
bagai tindakan pemurnian agar supaya harta warisan bilateral individual atau parental
yang menjadi hak orang lain tidak terpakai individual.
oleh ahli waris. Sebelum dilakukan pemur-
nian harus dilihat dahulu harta peninggalan G. Penutup
tersebut, apakah harta peninggalan itu har- Hukum warisan merupakan hukum yang
ta bersama atau harta bawaan, atau mung- memuat seluruh peraturan hukum yang
kin kedua harta itu menyatu di dalamnya. mengatur pemindahan hak milik, barang-
Selanjutnya, jika harta bersama dan barang, harta benda dari generasi yang
harta bawaan terpisah cara membaginya berangsur mati (yang diwariskan) kepada
mudah, masing-masing harta itu dikuranmgi generasi muda (para ahli waris). Dalam
hak orang lain yang melekat di dalamnya banyak kasus, penerapan hukum waris pada
setelah itu, dapat dibagi kepada ahli waris- umumnya mengacu kepada sumber hukum
nya. Akan tetapi, apabila antara harta ber- Adat yang asli sebelum adanya recepsi dari
sama dan harta bawaan itu menyatu, per- hukum agama. Namun ada juga yang me-
tama harus dipisah dahulu antara harta ngacu langsung kepada ketentuan-keten-
bersama dengan harta bawaan, kemudian tuan agama yang datang kemudian baik
harta bersama dibagi dua, satu bagian untuk agama hindu maupun agama Islam.
pewaris dan satu bagian untuk istri atau Dalam bidang-bidang hukum Adat
suaminya, lalu satu bagian dari harta ber- tersebut, para ahli hukum Adat telah me-
sama itu dijadikan satu atau ditambah
dengan harta bawaan. Kemudian setelah di- 44
Neng Djubaedah, “Tesis Pelaksnaan Hukum
Kewarisan di Kabupaten Pandeglang”, Jakarta:
43
Ibid. Universitas Indinesia, hlm. 189.
172 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 2, Agustus 2015

ngadakan penelitian hukum Adat meng- Hadikusuma, H. Hilman. 1993. Hukum Waris
hasilkan berbagai variasi dan berusaha Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti.
mengindentifikasikan bidang-bidang hukum Harahap, Muhamamd Yahya. 1993. Kedudu-
Adat. Misalnya, dalam praktiknya ada yang kan Janda, Duda dan Anak Angkat dalam
menggunakan corak kekerabatan parental Hukum Adat. Bandung: Citra Aditya
atau bilateral dan pula yang menerapkan Bakti.
corak kekerabatan patrilineal dan matri- Hazairin. 1952. Pergolakan, Penyesuaian Adat
lineal. Hal ini terus berlangsung sejak zaman kepada Hukum Islam. Jakarta: Bulan
kedatangan Islam hingga diberlakukannya Bintang.
hukum waris Islam di era kemerdekaan. ______. 1981. Tujuh Serangkai tentang
Melalui tulisan ini diketahui bahwa Hukum. Jakarta: Bina Aksara.
hingga saat ini pelaksanaan hukum waris di Jaspan, M. A. 1988. Mencari Hukum Baru
Indonesia lebih bercirikan kombinasi antara Sinkretisme Hukum di Indonesia yang
Adat dan syariat. Hal ini tampak menjadi Membingungkan, Mulyana W. Kusumah
sikap ambivalen di kalangan masyarakat (ed) Hukum Politik dan Perubahan Sosial.
muslim, yang di satu sisi ingin menerapkan Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan
hukum waris Islam berdasarkan prinsip Hukum Indonesia
kewarisan menurut hukum syariat, tapi di sisi Jazumi. 2005. Legislasi Hukum Islam di
lain masih memegang teguh hukum Adat. Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Kuntjaraningkrat. 1992. Beberapa Pokok
Antropologi. Jakaarta: Dian Rakyat.
Daftar Pustaka Meliala, Djaja Sembiring. 1978. Hukum Adat
Karo dalam rangka Pembentukan Hukum
Ahmad, Amrullah. 2004. Prospek Hukum Nasional. Bandung: Tarsito.
Islam dalam Kerangka Pembangunan Muhammad, Abdul Kadir. 1994. Hukum Harta
Hukum Nasional di Indonesia, Sebuah Kekayaan. Bandung: Citra Adytia Bakti.
Kenangan 65 Tahun Bustanul Arifin. Muhammad, Bushar. 1981. Pokok-Pokok
Jakarta : Ikaha Jakarta. Hukum Adat. Jakarta Pradnya Paramita.
Alwi, Hasan dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Praja, Juhaja S. dkk. 1991. Hukum Isslam di
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Indonesia dalam Pemikiran dan Praktik.
Arifin, Bustanul. 1991. Peradilan Agama di Bandung : Remaja Roskadakarya.
Indonesia. Jakarta: Majalah Mimbar Soekamto, Soejono. 1993. Pengantar Hukum
Hukum No. 10 Tahun ke 4 1991. Adat Indonesia. Jakarta : Rajawali.
Azizy, A. Qodri. 2002. Eklektisisme Hukum ________, Soejono. 1955. Meninjau Hukum
Nasional Kompetisi antara Hukum Islam Adat Indonesia. Jakarta: Soeroengsan.
dan Hukum Umum. Yogyakarta: Gama Soepomo, R. 1981. Bab-bab tentang Hukum
Media. Adat. Jakarta: Pradnya Paramita.
Djojodigoeno, M. M. Asas–Asas Hukum Adat. Suparman, Eman. 1985. Inti Sari Hukum
Jogyakarta. Yayasan Badan Penerbit Waris Indonesia. Bandung: Armico.
GAMA. Syarifuddin, Amir. 1982. Pelaksanaan Hukum
Fatchurahman. 1981. Ilmu Waris. Bandung, Kewarisan Islam dalam Adat Minang-
Al-Ma’arif. kabau. Jakarta : Gunung Agung.
Gunadi, Ton. 1981. Sistem Perekonomian Wigjodipoero, Soerojo. 1995. Pengantar dan
Menuirut Pancasila dan Undang-Undang Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: Gunung
Dasar 1945. Bandung: Aksara. Agung.

Anda mungkin juga menyukai