Anda di halaman 1dari 37

NAMA : DEFIKA INDRIYANI POTALE

NIM : 19.009

TUGAS : RESUME

B. UTERONIKA & DIURETIK


1. UTERONIKA

• Uterotonik adalah  zat yang meningkatkan kontraksi uterus.

• Uterotonik banyak digunakan untuk induksi, penguatan persalinan,


pencegahan serta penanganan perdarahan post partum, pengendapan
perdarahan akibat abortus inkompletikus dan penanganan aktif pada Kala
persalinan.

a. Jenis-jenis :

• Alkaloid ergot

• Oksitosin

• Prostaglandin

b. Macam-macam :
1) Alkaloid ergot

Sumber : jamur gandum clavikus purpurea

Berdasarkan efek dan struktur kimia alkaloid ergot dibagi menjadi 3 :

a) Alkaloid asam amino (ergotamin) Merupakan obat yang paling kuat dari
kelompok alkaloid asam amino
b) Derivat dihidro alkaloid asam amino: dihiroergotamin
c) Alkaloid amin
c. Cara kerja :

• Mempengaruhi otot uterus berkontraksi terus-menerus sehingga


memperpendek kala III (kala uri).

• Menstimulsi otot-otot polos terutama dari pembuluih darah perifer dan rahim.

• Pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sehingga tekanan darah naik dan


terjadi efek oksitosik pada kandungan mature.

d. Indikasi :

• Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan.

• Merangsang kontraksi setelah operasi Caesar/operasi uterus lainnya

• Late HPP (terapi pemayungan)

e. Kontraindikasi

• Hipersensitif

• Penyakit vascular

• Penyakit jantung parah

• Fungsi paru menurun

• Fungsi hati dan ginjal menurun

• Hipertensi yang parah

• Eklampsi

f. Dosis

Oral: mulai kerja setelah sepuluh menit

Injeksi: intravena mulai kerja 40 detik


IM : mulai kerja 7-8 menit. Hal ini lebih menguntungkan karena efek samping lebih
sedikit.

 Dosis :

• Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari

• IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat.

Contoh obat

• Nama generic : metal ergometrin, metal ergometrina, hydrogen maleat

• Nama paten : methergin, met6hernial, methorin, metilat, myomergin.

2. Diuretik

Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih


(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal.

Obat-obat lainnya menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak


langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat yang memperkuat
kontraksi jantung (digoksin, teofilin), memperbesar volume darah (dekstran) atau
merintangi sekresi hormon anti diuretik ADH (air, alkohol )

Fungsi utama zat - zat diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udema,
yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa agar volume
cairan ekstraseluler menjadi normal. Salah satu cara menyeimbangkan cairan
pada keadaan udema adalah dengan ekskresi cairan melalui urin, jika jumlah
cairan yang dikeluarkan meningkat maka ekskresi garam juga meningkat.

a. Mekanisme Kerja Diuretik

Kebanyakan diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorbsi ion - ion Na+,


sehingga pengeluarannya bersama air diperbanyak. Obat - obat diuretik
bekerja khusus terhadap tubulus ginjal di tempat yang berlainan. 
 Pada tubulus proksimal , Disini 70% ultra filtrat seperti glukosa, ureum, ion
Na+ dan Cl- diserap kembali, Filtrat tidak berubah dan tetap isotonik
terhadap plasma . Diuretik osmotik seperti manitol, sorbitol, dan gliserol
juga bekerja disini dengan mengurangi reabsorbsi ion Na+ dan Cl-.

 Pada lengkung Henle, disini 20% ion Cl- diangkut secara aktif kedalam sel
tubulus dan disusul dengan pengangkutan Na+ secara pasif, tetapi tanpa
air sehingga filtrat menjadi hipotonik terhadap plasma. Diuretik yang
bekerja di lengkung Henle biasanya adalah diuretik dengan kerja kuat
seperti Furosemid, asam etakrinat dengan merintangi transport Cl- . 

 Pada tubulus distal bagian depan ujung lengkung Henle dalam cortex,
disini ion Na+ diserap kembali secara aktiv tanpa penarikan air, sehingga
filtrat menjadi lebih cair dan hipotonik.Zat - zat seperti thiazid, clortalidon,
mefrusid bekerja disini dengan merintangi reabsorbsi ion Na+ dan Cl- .

 Pada tubulus distal bagian belakang, disini ino Na+ diserap kembali secara
aktiv, dan terjadi pertukaran dengan ion K+, H+, NH4+ . proses ini
dikendalikan oleh hormon anak ginjal, aldosteron. Zat- zat penghemat
kalium seperti Spironolacton, dan triamteren bekerja disini dengan
mengurangi pertukaran ion K+ dengan ion Na+, yang berakibat retensi
kalium (antagonis aldosteron), Reabsorbsi air terutama terjadi di  ductus
colligens, dan disini juga tempat bekerjanya hormon anti diuretik
vasopresin. 

b. Golongan Diuretik

Pada umumnya diuretika dibagi menjadi  5 golongan, yaitu:

1) Diuretik osmotik
a) Tubuli proksimal

Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara


menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
b) Ansa enle

Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara


menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah
medula menurun.

c) Duktus Koligentes

Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara


menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out,
kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain. Istilah diuretik
osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat
diekskresi oleh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea,
gliserin dan isisorbid.

2) Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

Diuretik ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal


sehingga di samping karbonat , juga Na dan K di ekskresikan lebih banyak
bersama dengan air. Khasiat diuretiknya hanya lemah, setelah beberapa
hari terjadi tachyfylaxie, maka perlu digunakan secara selang seling
(intermittens). Diuretic bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi bikarbonat. Yang termasuk golongan diuretik ini
adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.

3) Diuretik golongan tiazid

Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan
cara menghambat reabsorpsi natrium klorida. Efeknya lebih lemah dan
lambat tetapi tertahan lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan
dalam terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung
(dekompensatio cardis). Obat-obat ini memiliki kurva dosis efek datar,
artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi efeknya (dieresis, penurunan
tekanan darah) tidak bertambah.Obat-obat diuretik yang termsuk golongan
ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid,
politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan
indapamid.

4) Diuretik hemat kalium

Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus
koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium
dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (sipironolakton)
atau secara langsung (triamteren dan amilorida).efek obat-obat ini hanya
melemahkan dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya
guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorbsi Na
dan ekskresi K. proses ini dihambat secara kompetitif (saingan) oleh obat-
obat ini. Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal hanyalah lemah
efek ekskresinya mengenai Na dan K. tetapi pada penggunaan diuretika
lengkungan dan thiazida terjadi ekskresi kalium dengan kuat, maka
pemberian bersama dari penghemat kalium ini menghambat ekskresi K
dengan kuat pula.

5) Diuretik kuat

Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada
bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit
natrium, kalium, dan klorida. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi
agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya
pada udema otak dan paru-paru. Memperlihatkan kurva dosis efek curam,
artinya bila dosis dinaikkan. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam
etakrinat, furosemid dan bumetamid.

c. Penggunaan Klinik Diuretik

Diuretika digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki


peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.
1) Hipertensi

Diuretik golongan Tiazid, merupakan pilihan utama step 1, pada


sebagian besar penderita. Diuretik kuat (biasanya furosemid), digunakan
bila terdapat gangguan fungsi ginjal atau bila diperlukan efek diuretik yang
segera. Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat,
bila ada bahaya hipokalemia.

2) Payah jantung kronik kongestif

Diuretik golongan tiazid, digunakann bila fungsi ginjal normal.


Diuretik kuat biasanya furosemid, terutama bermanfaat pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal. Diuretik hemat kalium, digunakan bersama
tiazid atau diuretik kuat bila ada bahaya hipokalemia.

3) Udem paru akut


Biasanya menggunakan diuretik kuat (furosemid) dll
d. Interaksi Diuretik
1) Penghambat ACE, dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka
sebaiknya baru diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan
selama 3 hari.
2) Obat-obat Rema (NSAID’s), dapat agak memperlemah efek diuresis dan
antihipertensi akibat sifat retensi natrium dan airnya.
3) Kortikosteroida, dapat memperkuat kehilangan kalium.
4) Aminoglikosida, ototoksitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat
menyebabkan ketulian (reversibel).
5) Antidiabetika Oral, dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia.
6) Litiumklorida, dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.
e. Efek Samping Diuretik
1) Hipokalemia

Kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretik dengan titik kerja


dibagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K dan H karena
ditukarkan dengan ion Na. akibatnya adalah kandungan kalium plasma
darah menurun dibawah 3,5 mmol/liter. Keadaan ini terutama dapat terjadi
pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi furosemida, mungkin
bersama thiazida. Gejala kekurangan kalium ini bergejala kelemahan otot,
kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung
tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata.

2) Hiperurikemia

Akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua
diuretika, kecuali amilorida. Menurut perkiraan, hal ini diebabkan oleh
adanya persaingan antara diuretikum dengan asam urat mengenai
transpornya di tubuli. Terutama klortalidon memberikan resiko lebih tibggi
untuk retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang peka.

3) Hiperurikemia

Akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua
diuretika, kecuali amilorida. Menurut perkiraan, hal ini diebabkan oleh
adanya persaingan antara diuretikum dengan asam urat mengenai
transpornya di tubuli. Terutama klortalidon memberikan resiko lebih tibggi
untuk retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang peka.

4) Hiperglikemia

Dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi,


akibat dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin
ditekan. Terutama thiazida terkenal menyebabkan efek ini, efek
antidiabetika oral diperlemah olehnya. dll
C. ANTIKONVULSI & ANASTESI

1. ANTI KONVULSI

Antikonvulsi (anti kejang) digunakan untuk mencegah dan mengobati


bangkitan epilepsi ( epileticseizure) dan bangkitan non-epilepsi. Kebanyakan
obat anti konvulsi bersifat sedatif (meredakan). Semua obat antikonvulsi memiliki
waktu paruh panjang, dieliminasi dengan lambat, dan berkumulasi dalam tubuh
pada penggunaan kronis.

Anti Konvulsi merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya
digunakan pada kasus- kasus kejang karena Epileptik. Golongan obat ini lebih
tepat dinamakan Anti Epilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala
konvulsi penyakit lain.

Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit


susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut
Bangkitan atau Seizure), dengan gejala utama kesadaran menurun sampai
hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang (Konvulsi), hiperaktifitas otonomik,
gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG
obsormal dan eksesif. Berdasarkan gambaran EEG, apilepsi dapat dinamakan
disritmia serebral yang bersifat paroksimal.

a. Efek Samping dan Cara Mengatasinya

Efek samping obat anti konvulsi:

1) Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang


2) Tenang
3) Ruam kulit
4) Pembengkakan gusi
5) Penambahan berat badan, rambut rontok
Cara Mengatasi efek samping obat Anti konvulsi:

1) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lain dari benda keras, tajam
atau panas.
2) Longgarakan pakaian, bila mungkin miringkan kepala kesamping untuk
mencegah sumbatan jalan nafas.
3) Biarkan kejang berlangsung, jangan memasukkan benda keras diantara
gigi karena dapat mengakibatkan gigi patah.
4) Biarkan istirahat setelah kejang, karena penderita akan bingung atau
mengantuk setelah kejang.
5) laporkan adanya serangan pada kerabat dekat penderita epilepsy
( penting untuk pemberian pengobatan dari dokter
6) Bila serangan berulang dalam waktu singkat atau mengalami luka berat,
segera larikan ke rumah sakit.

b. Contoh Obat Anti Konvulsi

Beberapa Obat Golongan Antikonvulsi/ Antiepilepsi

1) Golongan Hidantoin

Pada golongan ini terdapat 3 senyawa yaitu Fenitoin, mefentoin


dan etotoin, dari ketiga jenis itu yang tersering digunakan adalan Fenitoin
dan digunakan untuk semua jenis bangkitan, kecuali bangkitan
Lena.Fenitoin merupakan antikonvulsi tanpa efek depresi umum SSP,
sifat antikonvulsinya penghambatan penjalaran rangsang dari focus ke
bagian lain di otak.

2) Golongan Barbiturat

Golongan obat ini sebagai hipnotik- sedative dan efektif sebagai


antikonvulsi, yang sering digunakan adalah barbiturate kerja lama ( Long
Acting Barbiturates ).Jenis obat golongan ini antara lain fenobarbital dan
primidon, kedua obat ini dapat menekan letupan di focus epilepsy.

3) Golongan Oksazolidindion

Salah satu jenis obatnya adalah trimetadion yang mempunyai efek


memperkuat depresi pascatransmisi, sehingga transmisi impuls berurutan
dihambat , trimetadion juga dalam sediaan oral mudah diabsorpsi dari
saluran cerna dan didistribusikan ke berbagai cairan tubuh.

4) Golongan Suksinimid

Yang sering digunakan di klinik adalah jenis etosuksimid dan


fensuksimid yang mempunyai efek sama dengan trimetadion. Etosuksimid
diabsorpsi lengkap melalui saluran cerna, distribusi lengkap keseluruh
jaringan dan kadar cairan liquor sama dengan kadar plasma. Etosuksimid
merupakan obat pilihan untuk bangkitan lena.

5) Golongan Karbamazepin

Obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan


tonik klonik dan merupakan obat pilihan pertama di Amerika Serikat untuk
mengatasi semua bangkitan kecuali lena.

Karbamazepin merupakan efek analgesic selektif terutama pada


kasus neuropati dan tabes dorsalis, namun mempunyai efek samping bila
digunakan dalam jangka lama, yaitu pusing, vertigo, ataksia, dan diplopia.

6) Golongan Benzodiazepin

Salah satu jenisnya adalah diazepam, disamping senagai anti


konvulsi juga mempunyai efek antiensietas dan merupakan obat pilihan
untuk status epileptikus
Contoh-Contoh Obat Anti Konvulsi

Carbamazepine Carbatrol

Clobazam Clonazepam

Depakene Depakote

Depakote ER Diastat

Dilantin Felbatol

Frisium Gabapentin

Gabitril Keppra

Klonopin Lamictal

Lyrica Mysoline

Neurontin Phenobarbital

Phenytek Phenytoin

Sabril Tegretol

Tegretol XR Topamax

Trileptal Valproic Acid

Zarontin Zonegran

Zonisamide.
c. Jenis-Jenis Antikonsulvan

Obat antikonvulsan terdiri dari beberapa jenis, yang meliputi:

1) Barbiturat.
Obat ini menekan aktivitas sistem saraf pusat dan meningkatkan aksi
gamma-aminobutyric acid (GABA) yang menghambat neurotransmitter,
sehingga mencegah terjadinya kejang. Antikonsvulsan barbiturat dipakai
dalam mengobati semua jenis kejang. Contoh obat ini adalah
phenobarbital.
2) Penghambat carbonic anhydrase.
Obat ini menghambat enzim carbonic anhydrase, sehingga
mempengaruhi elektrolit dan keseimbangan asam basa pada sel. Hal ini
dapat mencegah kejang. Selain kejang, obat ini digunakan sebagai
diuretik dan mengatasi glaukoma. Contohnya adalah topiramate.
3) Benzodiazepine.
Obat ini bekerja dengan cara menekan sistem saraf pusat dan
meningkatkan aktivitas GABA. Contoh obat ini adalah diazepam,
clonazepam, dan lorazepam.
4) Dibenzazepine.
Obat ini juga meningkatkan aktivitas GABA dan menghambat aktivitas
natrium dalam sel. Contoh obat ini adalah oxcarbazepine dan
carbamazepine.
5) Turunan asam lemak.
Obat ini menghambat enzim penghancur GABA, sehingga
meningkatkan konsentrasi GABA. Contoh obat ini adalah asam valproat
(valporic acid).
6) Hydantoin.
Obat ini menghentikan rangsangan sel saraf yang berlebihan saat
kejang dengan menghambat aktivitas natrium dalam sel saraf. Contoh
obat ini adalah phenytoin.
7) Pyrrolidine.
Obat ini dipakai untuk pengobatan epilepsi dan bekerja dengan cara
memperlambat transmisi saraf. Contoh obat ini adalah levetiracetam.
8) Triazine.
Obat ini dapat menghambat pelepasan rangsangan neurotransmitter,
glutamat, dan aspartate. Contoh obat ini adalah lamotrigine.
9) Analog gamma-aminobutyric acid (GABA).
Obat ini bekerja layaknya GABA dalam tubuh. Contoh obat ini adalah
gabapentin.
10) Obat antikonvulsan lainnya, misalnya magnesium sulfat.

Kesimpulan

Anti konvulsi adalah obat yang di gunakan terutama untuk mencegah dan
mengobati bangkitan epilepsi (epilec seizure).Bangkitan ini biasa di sertai
kejang{konvulsi}.hiperaktivitas otonom,gangguan sensoris atau psikis.O bat anti
konvulsi di sebut juga obat anti-epilepsi.

Epilepsi{berasal dari bahasa Yunani berarti Kejang}atau di indonesia di


kenal dngan penyakit ayan. Ayan adalah penyakit yang menyerang saraf
sehinggaa fungsi saraf terganggu yang timbul secara tiba-tiba dan berkala,biasa
nya di sertai perubahan kesadaran.penyebab utama dari epilepsi adalah akibat
adanya muatan listrik yang cepat
2. Anestesi

Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa yunani an artinya


“Tidak atau Tanpa” dan aesthetos, artinya persepsi atau kemampuan untuk
merasa”. Secara umum berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagi prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubu. Obat anestesi adalah obat yang digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tinndakan operasi.
Obat anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi
local.

a. JENIS ANESTESI

Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu


suatu keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang
bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan
sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada
pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi
pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum
yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka
pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika,
analgetika, dan relaksasi otot. Obat anestesi umum terdiri atas golongan
senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel
dengan spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol. Obat anestesi
umum dapat diberikan secara inhlasi dan secara intravena
b. PRINSIP UMUM
Anestesi umum ditandai dengan analgesia dan amnesia, hilangnya
kesadaran, hambatan sensorik, diikuti dengan hilangnya refleks-refleks, dan
relaksasi otot rangka. Pemberian obat anestetik dengan dosis yang tinggi
sering menyebabkan depresi yang dalam pada kardiovaskular dan respirasi.

c. Stadium-Stadium Pada Anestesi Umum


Secara tradisi, stadium anestesi umum dapat digunakan untuk
menentukan kedalaman depresi sentral. Namun, stadium-stadium ini tidak
secara jelas dapat di observasi pada penggunaan obat modern karena
kecepatan efek anestetik dan efektivitasnya minimal.
Anestesi umum dapat dibagi menjadi empat stadium, yaitu :
1) Stadium I. Stadium Analgesia. Penderita tetap sadar tetapi telah
mengalami pengurangan kesadaran akan nyeri
2) Stadium II. Stadium Eksitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai
stadium operasi. Penderita mengalami amnesia setelah kejadian tersebut,
tetapi refleks dan otonomik jadi tidak teratur serta kontrol respirasi
meningkat selama stadium ini. Dapat disertai dengan aritmia jantung,
spasme bronkus, spasme laring dan muntah.
3) Stadium III. Stadium Anestesia Operasi. Penderita tidak sadar dan tidak
memiliki reflek nyeri. Ditandai dengan adanya relaksasi otot rangka, tetapi
respirasi teratur dan tekanan darah dapat dipertahankan dengan baik.
4) Stadium IV. Stadium Depresi Medular. Penderita mengalami depresi
pernafasan (paralisis diafragma) dan depresi tekanan darah yang berat.
Tanpa fentilasi mekanik dan bantuan farmakologi terhadap tekanan darah,
pasien akan meninggal.

d. Sifat-sifat anestetik umum yang ideal


Sifat-sifat anestetik umum yang ideal adalah:
1) Bekerja cepat,induksi dan pemulihan baik
2) Cepat mencapai anestesi yang dalam
3) Batas keamanan lebar
4) Tidak bersifat toksis

e. Mekanisme kerja anestesi umum:


1) Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan
membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai
anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing
sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot
maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang
secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis
tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara
keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi
inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan
untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan
mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan
anastetika inhalasi dibandingkan dengan anastesi intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi
dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi.
Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena
tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya
berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh
protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil
2) Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol
mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap
senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane.
Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi.
Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga
sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa
anastesi umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat
dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi
transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan
anastesia

f. Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam
susunan saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif
(kecepatan induksi anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika
yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik. Factor tersebut
menentukan perbedaankecepatan transfer anestetik inhalasi dari paru
kedalam darah serta dari darah keotak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor
tersebut juga turut mempengaruhi masa pemulihan anestesi setelah anestetik
dihentikan.

1) Absorpsi dan distribusi


Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik
sebanding dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut
sering dipergunakan secara bergantian dalam membicarakan berbagai
proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat
anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi
memerlukan transfer obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah
dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini bergantung pada sifat
kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju
ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi
(tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah
vena.

2) Ekskresi
Waktu pemulihan anestesi inhalasi bergantung pada kecepatan
pembuangan obat anestetik dari otak setelah konsentrasi obat anestesi
yang diisap menurun. Banyaknya proses transfer obat anestetik selama
waktu pemulihan samadengan yang terjadi selama induksi.
Factor-factor yang mengontrol kecepatan pemulihan anestesi meliputi;
aliran darah paru, besarnya ventilasi, serta kelarutan obat anestesi dalam
jaringan dan darah serta dalamnya fase gas didalam paru.

g. Farmakodinamika
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah
denganmeningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang
rangsang,akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi
seperti juga intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas
neuron otak sehingga akson dan transmisisi naptik tidak bekerja. Kerja
tersebut digunakan padatransmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik
lebih sensitive dibandingkanefeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan
terlibat adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan
menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+, sehingga
terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang rangsang.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada
membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan
interaksi langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada pada
obat ini dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder
pada fungsi saluran.saluran membrane protein yang spesifik. Mekanisme ini
telah diperkenalkan pada penelitian interaksi gas dengan saluran
kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran
pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil
dalam catatan perbedaan struktur yangnyata diantara anestetik, memberikan
interaksi yang kurang spesifik
h. Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total
adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat
anestesi umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak,
larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ (jantung, hati,
ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak
mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
1) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring
(golongan halogen).
2) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur
karena mata terus terbuka (golongan Ketamin).
3) Depresi pada susunan saraf pusat.
4) Nyeri tenggorokan.
5) Sakit kepala.
6) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
7) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan
oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan
eter.
8) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga
merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi
ringan.
9) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
10)Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal,
sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
11)Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi
serius yang dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang,
dengan perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat
anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan
penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan
risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat
anestesi yang tidak melebihi dosis.

i. Sifat-sifat anestesi lokal


sifat-sifat anestesi lokal yang ideal adalah :
1) Tidak mengiritasi dan merusak jaringan saraf secara menetap
2) Batas keamanan harus lebar karena obat anestetik lokal diabsorbsi sari
tempat suntikan
3) Masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan
tindakan operasi
4) Masa pemulihan tidak terlalu lama
5) Harus larut dalam air
6) Stabil dalam larutan, dan
7) Dapat disentuh tanpa mengalami perubahan

j. Efek Samping Anestesi Lokal


Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat.
Jika kadar obat dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek
samping pada berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
1) Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan,
gangguan visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang
lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang
tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian
yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah
timbulnya kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan.
Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan anestesi local
dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat
saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan
premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg
parenteral untuk mencegah bangkitan kejang
2) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local
akan menjadi toksik terhadap jaringan saraf.
3) Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek
langsung terhadap jantung dan membran otot polos serta dari efek secara
tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi lokal menghambat saluran
natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung, eksitabilitas,
dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular
dan kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat
tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan
secara infiltrasi.
4) Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan
menimbulkan penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi
yang mampu mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila
kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat

k. JENIS OBAT
1) Anestesi Umum
a) Anestesi Inhalasi
Halotan : Fluothane
- Bau dan rasa tidak menyengat
- Tidak dapat menyala dan tidak eksplosif
Enfluran:
- Anestetikum inhalasi kuat, digunakan pada berbagai jenis
pembedahan juga sebagai analgetikum pada persalinan.
- Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, tidak
begitu menekan SSP.
Isofluran:
- Bau tidak enak.
- Anestetikum inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan
relaksasi otot baik.
- Penekanan terhadap SSP sama dengan enfluran.
- Tidak menyala dan tidak eksplosif.
Desfluran:
- merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek
klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah
menguap.
- Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan
hipertensi.
Sevofluran:
- Merupakan halogenasi eter .
- Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan
dengan isofluran.
- Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
napas.
D. Hemostatis, Eklamsi dan preeklamsi, Hipertensi

1. Hemostatis
Hemostatis merupakan peristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya
atau robeknya pembuluh darah atau pencegahan kehilangan darah.

a. Komponen hemostatis
1) Sumbat hemostatis primer
Pembentukan agregasi trombosit
2) Sumbat hemostais sekunder
Pembentukan fibrin

b. Mekanisme hemostatis
1) Spasme vaskular
2) Pembentukan sumbat trombosit
3) Pembekuan darah
4) Pertumbuhan jaringan fibrosa kedalam bekuan darah untuk menutupi
lubang pada pembuluh darah secara permanen

c. Spasme vaskular
1) Segera setelah pembuluh darah terpotong atau robek, dinding pembuluh
berkontraksi
2) tujuan mengurangi aliran darah ke pembuluh darah yang robek
3) Kontaksi disebabkan oleh refleks saraf dan otot lokal pembuluh darah
4) Makin banyak pembuluh yang mengalami trauma, makin besar derajat
spasmenya
5) pasme vaskular berlangsung sampai 20-30 menit setelah trauma

d. Pembentukan sumbat Trombosit


1) Mekanisme kedua pada hemostasis adalah tombosit yang menyumbat
sobekan pada pembuluh darah
2) Trombosit : bebentuk lempeng bulat atau oval, ukuran 2 mikron,
konsentrasi normal 200.000-400.000/mm3
3) Umur 7-10 hari
4) Produksinya diatur trombopoitin
5) Trombopoitin dibuat hati dan ginjal
Mekanisme sumbat trombosit
 Bila trombosit bersentuhan dengan dinding pembuluh darah yang
rusaktrombosit membengkak, bentuk tidak teratur dan lengket melekat
pada serabut-serabut kolagen
 Sekresi ADP dan pembentukan tromboksan A dalam plasma
mengaktifkan trombosit yang berdekatan melekat pada trombosit
yangmengaktifkannya peningkatan jumlah trombosit yang menempel
sumbat trombosit
 Jika celah pada pembuluh darah kecil, maka sumbat trombosit sudah
dapat menghentikan perdarahan
 Jika terdapat lubang/robekan yang besar, maka diperlukan bekuan darah
untuk menghentikan perdarahan
 Pembentukan sumbat trombosit ini penting dalam menutup ruptur kecil
pada pembuluh darah kecil, dapat terjadi ratusan kali dalam sehari

e. Pembekuan Darah
1) Mekanisme ke-3 pada hemostasis adalah pembentukan bekuan darah
2) Bekuan mulai timbul 15-20 detik pada trauma yang berat dan 1-2 menit
pada trauma yang ringan
Faktor pembekuan darahFaktor Sinonim
Pembekuan

Fibrinogen Faktor I

Protrombin Faktor II

Tromboplastin jaringan Faktor III

Kalsium Faktor IV

Procelerin faktor V

Serum protrombin conversion accelerator Faktor VII


(SPCA)

Antihemofilik A Faktor VIII

Antihemofilik B Faktor IX

Antihemofilik C, faktor Stuart Faktor X

Plasmatromboplastin antecedent (PTA) Faktor XI

Faktor hageman ; antihemofilikB Faktor XII


Faktor penstabilisasifibrin Faktor XIII

Trombokinase ; tromboplastin lengkap Aktivatorpro thrombin

1) Dalam waktu 3-6 menit setelah robeknya pembuluh darah, seluruh ujung
pembuluh yang terpotong akan diisi dengan bekuan
2) Dalam 30 menit –1 jam bekuan mengalami retraksi menutup pembuluh
darah
3) Trombosit juga berperan dalam retraksi bekuan

Terdapat 2 jalan utama pembentukan aktivator protrombin :

1) Lintasan ekstrinsik yang dimulai dengan trauma terhadap dinding vaskular


atau jaringan di luar pembuluh darah
2) Lintasan instrinsik yang dimulai dari darah itu sendiri

Mekanisme ekstrinsik
1) Pelepasan faktor jaringan dan fosfolipid jaringan oleh jaringan yang
mengalami trauma
2) Pengaktifan faktor X untuk membentuk faktor X teraktivasi oleh faktor VII dan
faktor jaringan
3) Faktor X teraktifasi akan membentuk aktifator protrombin bersama-sama
dengan faktor V
4) Pengaktifan faktor XII dan pengeluran fosfolipid trombosit karena adanya
trauma pada darah
5) Faktor XII teraktifasi secara enzimatik mengaktifkan faktor XI
6) Faktor XI kemudian mengaktifkan faktor IX
7) Faktor IX yang teraktifasi bekerjasama dengan faktor VIII + fosfolipid trombosit
mengaktifkan faktor X
8) Faktor X teraktivasi berikatan dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk
membentuk aktivator protrombin

Mekanisme pembekuan darah


1) Pembentukan aktivator protrombin akibat robeknya pembuluh darah dan
rusaknya darah
2) Aktivator protrombin mengaktifkan perubahan protrombin menjadi thrombin
3) Trombin bekerja sebagai enzim yang mengubah fibrinogen menjadi benang-
benang fibrin menyaring sel-sel darah merah dan plasma untuk membentuk
bekuan

Perubahan protrombin menjadi trombin


1) Aktivator protrombin akan mengubah protrombin menjadi trombin
polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin (10-
15 detik)
2) Protrombin : protein plasma yang dapat pecah menjadi senyawa yang lebih
kecil thrombin
3) Protrombin dibentuk oleh hati, digunakan di seluruh tubuh untuk pembekuan
darah
4) Vitamin K diperlukan hati untuk pembentukan protrombin kekurangan vit K
dan ganggaun hati menyebabkan perdarahan

Perubahan fibrinogen menjadi fibrin –pembentukan bekuan


1) Fibrinogen merupakan protein yang terdapat dalam plasma dalam jumlah
100-700 mg/100 ml.
2) Sebagian besar fibrinogen dibentuk di hati
3) Fibrinogen akan diubah menjadi monomer fibrin oleh trombin, monomer ini
akan mengalami polimerisasi menjadi benang-benga fibrin menyumbat

Peranan ion kalsium dalam pembekuan darah

1) Hampir semua reaksi pada pembekuan darah membutuhkkan ion kalsium


2) Bila tidak ada ion kalsium,maka pembekuan darah tidak akan terjadi
3) Perawatan luka modern : menggunakan kalsium + rumput laut untuk merawat
luka yang cenderung untuk mengalami perdarahan

Keadaan-keadaan yang menyebabkan perdarahan hebat pada manusia


1) Perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi vitamin K
2) Hemofilia
3) Trombositopenia
4) Kekurangan vitamin K akan menyebabkan penurunan protrombin, faktor VII,
faktor IX dan faktor X.
5) Selaian defisiensi vit K, penyakit hepatits, sirosis hepatis dan penyakit hati
lainnya akan menekan pembentukan protrombin, faktor VII, faktor IX dan
faktor X.

2. Eklamsia
Eklamsi adalah komplikasi kehamilan yang ditandai tekanan darah tinggi
dan kejang sebelum, selama, atau setelah persalinan.

a. Gejala eklamsia
Gejala utama eklamsia adalah kejang sebelum, selama, atau sesudah
persalinan. Munculnya eklamsia pada ibu hamil selalu di dahului dengan
preeklamsia. Preeklamsia dapat timbul sejak minggu ke-20 kehamilan.

Preeklampia akan ditandai dengan tekanan darah >140/90 mm Hg,


ditemukannya protein pada urin, dan bisa disertai dengan pembengkakan
pada tungkai. Jika tidak mendapatkan penanganan, preeklampsia bisa
menyebabkan eklamsia.

Pada beberapa kasus, bisa terjadi impending eclampsia yang ditandai


dengan:

1) Tekanan darah yang semakin tinggi


2) Sakit kepala yang semakin parah
3) Mual dan muntah
4) Sakit perut terutama pada bagian perut kanan atas
5) Tangan dan kaki membengkak
6) Gangguan penglihatan
7) Frekuensi dan jumlah urin yang berkurang (oligouria)
8) Peningkatan kadar protein di urin

Jika terus berlanjut, akan muncul kejang. Kejang akibat eklamsia bisa
terjadi sebelum, selama, atau setelah persalinan.Kejang eklamsia dapat
terjadi sekali atau berulang kali. Namun, ada 2 fase kejang yang bisa terjadi
saat mengalami eklamsia, yaitu:

1) Fase pertama
Pada fase ini, kejang akan terjadi selama 15-20 detik disertai
dengan kedutan pada wajah, kemudian dilanjutkan dengan munculnya
kontraksi otot di seluruh tubuh.
2) Fase kedua
Fase kedua dimulai pada rahang, kemudian bergerak ke otot muka,
kelopak mata, dan akhirnya menyebar ke seluruh tubuh selama 60 detik.
Pada fase kedua, kejang eklamsia akan membuat otot kontraksi dan
rileks secara berulang-ulang dalam waktu yang cepat.

Setelah kejang berhenti, penderita umumnya akan pingsan.


Setelah sadar, penderita biasanya akan merasa sangat gelisah dan
bernapas cepat karena tubuhnya kekurangan oksigen.

b. Penyebab Eklamsia
Hingga saat ini, penyebab terjadinya preeklamsia dan eklamsia belum
diketahui dengan pasti. Namun, diduga kondisi ini diakibatkan oleh adanya
kelainan pada fungsi dan formasi plasenta. Faktor-faktor lain yang diduga dapat
meningkatkan risiko preeklamsia dan eklamsia pada ibu hamil adalah:

1) Memiliki riwayat menderita preeklamsia pada kehamilan sebelumnya


2) Sedang menjalani kehamilan pertama atau memiliki jarak antar kehamilan
yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun)
3) Memiliki riwayat hipertensi kronis
4) Hamil pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5) Mengalami kondisi dan penyakit tertentu, seperti diabetes, penyakit ginjal,
anemia sel sabit, obesitas, serta penyakit autoimun, seperti lupus dan
sindrom antifosfolipid (APS)
6) Kondisi tertentu dalam kehamilan, seperti mengandung lebih dari satu janin
atau hamil dengan program bayi tabung (IVF)

c. Diagnosis Eklamsia
Dalam mendiagnosis eklamsia, dokter akan menanyakan kepada keluarga
yang membawa ibu hamil ke rumah sakit tentang kejang yang dialami, termasuk
riwayat pemeriksaan kehamilan, penyakit, dan preeklampsia
sebelumnya.Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
untuk memastikan apakah kondisi ibu hamil dan janin dalam keadaan
stabil.Untuk memastikan eklampsia dan kerusakan organ yang sudah terjadi,
akan dilakukan pemeriksaan penunjang berikut:
1) Tes darah, untuk mengetahui jumlah sel darah secara keseluruhan
2) Tes urin, untuk memeriksa keberadaan dan kadar protein di urin
3) Tes fungsi hati, untuk mendeteksi kerusakan fungsi hati
4) Tes fungsi ginjal, termasuk ureum dan kreatin, untuk mengetahui kadar
kreatin di ginjal dan mendeteksi adanya kerusakan ginjal
5) Ultrasonografi (USG), untuk memastikan kondisi janin dalam keadaan sehat

d. Pengobatan Eklamsia
Satu-satunya cara untuk mengobati eklamsia adalah dengan melahirkan bayi
yang dikandung. Pada ibu hamil dengan preeklamsia yang memiliki risiko untuk
mengalami eklamsia, dokter umumnya akan memberikan beberapa penanganan
berikut:
1) Memberikan obat pengontrol tekanan darah dan suplemen vitamin
2) Menyarankan untuk bed rest di rumah atau di rumah sakit, dengan posisi
tidur menyamping ke kiri
3) Memantau kondisi janin dan ibu hamil secara berkala
Jika ibu hamil mengalami eklamsia, dokter akan memberikan obat
antikonvulsan. Suntikan magnesium sulfat (MgSO4) menjadi pilihan pertama
untuk menangani kejang pada eklamsia. Jika kejang yang tidak membaik dengan
pemberian magnesium sulfat, dokter dapat memberikan obat golongan
benzodiazepin dan phenytoin.

e. Komplikasi Eklamsia
Tanpa penanganan yang baik, eklamsia dapat menimbulkan komplikasi
serius, termasuk kematian ibu dan janin. Selain itu, ada beberapa komplikasi
yang dapat terjadi karena pengaruh persalinan atau pengobatan eklamsia,
antara lain:
1) Efek samping kejang, seperti lidah tergigit, patah tulang, cedera kepala,
aspirasi atau tertelannya ludah atau isi perut ke saluran pernapasan
2) Kerusakan sistem saraf pusat, perdarahan di otak, gangguan penglihatan,
bahkan kebutaan, akibat kejang yang berulang
3) Penurunan fungsi ginjal dan gagal ginjal akut
4) Kerusakan hati (sindrom HELLP) serta gangguan sistem peredaran darah,
seperti koagulasi intravena terdiseminasi (DIC)
5) Gangguan pada kehamilan, misalnya pertumbuhan janin terhambat, solusio
plasenta, oligohidramnion, atau bayi terlahir secara prematu
6) jantung koroner dan stroke
7) Peningkatan risiko untuk mengalami preeklamsia dan eklamsia pada
kehamilan berikutnya

f. Pencegahan Eklamsia
Belum ada langkah pasti untuk mencegah preeklampsia dan eklamsia.
Namun, beberapa langkah berikut bisa dilakukan untuk menurukan risiko
terjadinya eklamsia pada ibu hamil:
1) Melakukan kontrol berkala
Kontrol berkala selama kehamilan perlu dilakukan agar deteksi dini dan
pengendalian hipertensi serta preeklampsia bisa dilakukan. Dengan
melakukan pengendalian terhadap preeklampsia, maka risiko terjadinya
eklamsia bisa diturunkan.
2) aspirin dosis rendah
Aspirin dalam dosis rendah mungkin akan diberikan dokter sesuai dengan
kondisi ibu hamil. Pemberian aspirin dapat mencegah penggumpalan darah
dan pengecilan pembuluh darah, sehingga dapat mencegah munculnya
eklamsia.
3) Menerapkan gaya hidup sehat
Menerapkan gaya hidup sehat, seperti menjaga berat badan ideal dan
berhenti merokok, dapat membantu menurunkan risiko eklamsia bila ibu
hamil.
4) Mengonsumsi suplemen tambahan
Suplemen dengan arginin dan vitamin juga diduga dapat menurunkan
risiko eklamsia jika dikonsumsi mulai trimester kedua kehamilan.

3. Pre-eklampsia
Preeklamsia adalah kondisi yang terjadi dan akibat dari tekanan darah tinggi
yang tidak terkontrol pada ibu hamil. Kondisi preeklamsia pada ibu hamil harus
segera ditangani. Jika tidak, kondisi preeklamsia dapat berkembang menjadi
eklampsia dan memiliki komplikasi yang fatal baik bagi ibu maupun bagi
janinnya.

a. Faktor Risiko Preeklamsia


Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan seorang ibu
hamil alami preeklamsia, antara lain:
1) Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.
2) kronik (riwayat tekanan darah tinggi sebelum usia 20 minggu kehamilan).
3) Kehamilan pertama.
4) pertama dengan pasangan baru.
5) > 40 tahun.
6) ras
7) Obesitas.
8) ganda/lebih.
9) yang terlalu lama dari kehamilan sebelumnya (>10 tahun).
10)Memiliki kondisi medis tertentu, seperti diabetes tipe 2, penyakit ginjal,
atau lupus.
11) yang terjadi dengan bantuan (inseminasi atau bayi tabung).

b. Penyebab Preeklamsia
Penyebab dari preeklamsia dapat dihubungkan kepada beberapa faktor.
Para ahli mempercayai bahwa preeklampsia disebabkan oleh plasenta. Ibu
hamil dengan preeklamsia memiliki pembuluh darah yang tidak berfungsi
dengan normal, akibat bentuknya yang lebih sempit dan memiliki reaksi
terhadap hormon yang berbeda, sehingga menyebabkan aliran darah dapat
masuk ke plasenta menjadi terbatas.Penyebab dari pembentukan yang
abnormal ini antara lain adalah:
1) Tidak cukupnya aliran darah menuju rahim.
2) pada sel-sel darah.
3) pada sistem imunitas.
4) gen.

c. Gejala Preeklamsia
Preeklampsia dapat muncul dengan gejala maupun tanpa gejala. Tekanan
darah tinggi biasanya muncul secara perlahan-lahan, sehingga ibu hamil
biasanya tidak sadar dan tidak mengetahuinya hingga ia memeriksakan
dirinya dalam kontrol rutin antenatal care baik ke bidan maupun ke dokter.
Beberapa gejala dan tanda yang dapat muncul pada ibu hamil dengan
preeklamsia, antara lain:
1) Nyeri kepala.
2) penglihatan (menjadi buram).
3) Nyeri perut kanan atas.
4) Mual dan muntah.
5) urin menurun.
6) jumlah trombosit pada pemeriksaan darah.
7) fungsi hepar.
8) napas.
9) Bengkak pada kaki, tangan, dan wajah.

d. Penyebab Preeklamsia
Penyebab preeklamsia masih belum diketahui secara pasti. Meski
demikian, ada dugaan bahwa kondisi ini disebabkan oleh kelainan
perkembangan dan fungsi plasenta, yaitu organ yang berfungsi menyalurkan
darah dan nutrisi untuk janin.Kelainan tersebut menyebabkan pembuluh
darah menyempit dan timbulnya reaksi yang berbeda dari tubuh ibu hamil
terhadap perubahan hormon. Akibatnya, timbul gangguan pada ibu hamil dan
janin.Meskipun penyebabnya belum diketahui, sejumlah faktor berikut ini
dinilai dapat memicu gangguan pada plasenta:
1) Pernah atau sedang menderita diabetes, hipertensi, penyakit ginjal,
penyakit autoimun, dan gangguan darah
2) Pernah mengalami preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
3) Baru pertama kali hamil
4) Hamil lagi setelah jeda 10 tahun dengan kehamilan sebelumnya
5) Hamil di usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun
6) lebih lebih dari satu janin
7) Mengalami obesitas saat hamil, yang ditandai dengan indeks massa
tubuh (IMT) ≥30 kg/m2
8) Kehamilan yang sedang dijalani merupakan hasil metode bayi tabung (in
vitro fertilization)
9) Ada riwayat preeklamsia dalam keluarga

e. Diagnosis Preeklamsia

Dokter akan menanyakan keluhan dan gejala yang dialami ibu hamil,
serta riwayat kesehatan ibu hamil dan keluarganya.Selanjutnya, dokter akan
melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, termasuk tekanan darah, denyut
nadi, frekuensi pernapasan, suhu tubuh, pembengkakan pada tungkai, kaki,
dan tangan, serta kondisi kandungan.Jika tekanan darah ibu hamil lebih dari
140/90 mmHg pada 2 kali pemeriksaan dengan jeda waktu 4 jam, dokter
akan melakukan pemeriksaan penunjang berikut untuk memastikan diagnosis
preeklamsia:

1) Tes urine, untuk mengetahui kadar protein dalam urine


2) Tes darah, untuk memeriksa fungsi hati, ginjal, dan jumlah trombosit
darah
3) Ultrasonografi (USG), untuk melihat pertumbuhan janin
4) USG Doppler, untuk mengukur efisiensi aliran darah ke plasenta
5) Nonstress test (NST), untuk mengukur detak jantung janin saat bergerak
di dalam kandungan
6) Pengobatan Preeklamsia
7) Preeklamsia akan teratasi jika janin dilahirkan. Namun ibu hamil yang
mengalami preeklamsia akan diberikan beberapa penanganan berikut
untuk mengatasi keluhan dan mencegah komplikasi:

f. Obat-obatan
Sambil tetap menerapkan pola hidup sehat, dokter mungkin akan
memberikan obat-obatan berikut pada ibu hamil yang mengalami
preeklamsia:
1) Obat antihipertensi
Obat antihipertensi biasanya diberikan jika tekanan darah ibu hamil
sangat tinggi. Umumnya jika tekanan darah ibu hamil masih berkisar pada
140/90 mmHg, tidak diperlukan pemberian obat antihipertensi.
2) Obat kortikosteroid
Obat ini digunakan pada preeklamsia berat atau saat terjadi
sindrom HELLP. Selain itu, obat ini dapat mempercepat pematangan
paru-paru janin.
3) Obat MgSO4
Pada preeklamsia berat, dokter akan memberikan suntikan MgSO4
untuk mencegah komplikasi, seperti kejang.

g. Komplikasi Preeklamsia
Jika tidak ditangani, preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi, seperti:
1) Eklamsia, yaitu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan
darah tinggi dan kejang
2) Kerusakan organ, seperti edema paru, gagal ginjal, dan gagal hati
3) Penyakit jantung
4) Gangguan pembekuan darah
5) Solusio plasenta
6) Stroke hemoragik
7) Sindrom HELLP

Komplikasi juga bisa menyerang janin. Komplikasi pada janin


meliputi:

Pertumbuhan janin terhambat

Lahir prematur
Lahir dengan berat badan rendah
Neonatal respiratory distress syndrome (NRDS)

h. Pencegahan Preeklamsia
Tidak ada cara khusus untuk mencegah preeklampsia. Namun, ada beberapa
hal yang bisa dilakukan untuk menurukan risiko terjadinya preeklamsia, yaitu:
1) Melakukan kontrol rutin selama kehamilan
2) Mengontrol tekanan darah dan gula darah jika memiliki kondisi hipertensi
dan diabetes sebelum kehamilan
3) Menerapkan pola hidup sehat, antara lain dengan menjaga berat badan
ideal, mencukupi kebutuhan nutrisi, tidak mengonsumsi makanan yang
tinggi garam, rajin berolahraga, dan tidak merokok
4) Mengonsumsi suplemen vitamin atau mineral sesuai saran dokter

4. Hipetensi
Hipertensi, dikenal dengan istilah the silent killer atau pembunuh diam-diam
karena gejalanya sering tidak disadari dan setelah komplikasi baru disadari.
Penyakit ini bisa menyerang hampir setiap orang dalam berbagi kategori umur
baik tua maupun muda. Seseorang bisa dikategorikan mengidap hipertensi bila
tekanan darahnya lebih dari 120/80 mmHg.

Penyebab dari tekanan darah tinggi atau hipertensi sangat beragam. Beberapa
dari penyebab penyakit ini, bahkan sering terabaikan. Berikut ini, adalah
kemungkinan penyebab yang bisa menjadikan seseorang menderita penyakit
yang muncul karena tekanan darah pada dinding arteri tak stabil ini.

a. Kebiasaan Merokok sejak Usia Muda

Untuk Anda yang punya kebiasan merokok, patut waspada bahwa


hipertensi bisa jadi akan lebih mudah terjadi daripada yang bukan perokok.
Asap rokok punya kemungkinan besar meracuni darah, yang seharusnya
menjadi sarana pembawa oksigen ke seluruh tubuh. Nikotin pada rokok juga
berperan besar untuk mempengaruhi pembuluh darah sehingga terjadi
pengerasan. Darah yang mengandung nikotin dapat mengganggu kinerja
jantung saat memompa darah, akibatnya jantung bekerja lebih keras.

b. Genetika, faktor risiko yang tidak bisa dihindari namun bisa dikontrol

Riwayat hipertensi pada keluarga juga adalah salah satu sebabnya, tak
heran jika anak-anak dari keluarga dengan riwayat hipertensi punya potensi
lebih besar untuk mengidap penyakit yang sama.

c. Obesitas, Overweight atau Kegemukan

Jagalah pola makan Anda, sebab ternyata kelebihan berat badan atau
kegemukan adalah salah satu sebab penyakit hipertensi. Kondisi Overweight
pada seseorang berpengaruh pada sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang
berfungsi mengontrol volume darah dalam tubuh. Sistem ini akan rusak, saat
terjadi obesitas pada seseorang, sehingga darah yang keluar akan semakin
tidak terkendali, dengan demikian maka hipertensi bisa terjadi.

d. Konsumsi Garam Berlebihan

Garam yang dikonsumsi dalam waktu konstan dan jumlah tak terkontrol
akan menumpuk pada pembuluh darah. Akhirnya, dinding pembuluh darah
mengalami penebalan, inilah yang menjadikan saluran darah semakin sempit
dan menyebabkan tekanan darah kian tinggi.

Kebiasan Konsumsi Alkohol Berlebihan


Saat alkohol dikonsumsi, detak jantung seseorang bisa mengalami peningkatan.
Selanjutnya, bila konsumsi tetap dilanjutkan hingga 2-3 gelas pada satu waktu
tentunya ada hubungannya dengan detak jantung yang semakin tinggi. Obesitas
juga mungkin muncul, akibat kebiasaan konsumsi alkohol berlebih, dan diketahui ini
juga adalah penyebab penyakit hipertensi.

Faktor Usia, Kontrol dengan Rutin Olah Raga

Lansia yang berusia diatas 60 tahun dideteksi sebagai kelompok umur terbanyak
pengidap hipertensi. Ini terjadi karaena semakin bertambah usia, maka organ
tubuh, terutama pembuluh darah dan jantung sering mengalami penurunan fungsi.
Terlebih bila ditambah lagi dengan gaya hidup di masa muda yang tidak sehat,
peluang hipertensi juga akan semakin tinggi.

Tingkat Stess Yang Tinggi, Kontrol dengan Banyak Rekreasi

Tekanan dari kebutuhan hidup serta pekerjaan, apalagi yang tak terselesaikan
dan menumpuk memberikan andil bagi tingginya kinerja jantung. Ujungnya jantung
akan memompa darah lebih cepat. Salah satu tAndanya, kepala bagian belakang
sering pusing.

Ukuran untuk menjalankan tekanan darah adalah merkuri per millimeter


(mmHG), dicatat dalam dua bilangan diastolik dan sistolik. Tekanan sistolik adalah
tekanan saat jantung berdetak memompa darah keluar. Sedangkan yang disebut
dengan tekanan diastolik adalah ukuran tekanan darah saat jantung tidak
berkontraksi atau fase relaksasi. Secara umum, tekanan diastolic juga menunjukan
kekuatan dari dinding arteri saat menahan laju dari aliran darah.

Sebagai contoh, bila saat dilakukan pengukuran maka dinyatakan tekanan darah
Anda adalah 130/90 mmHG, yang ini berarti 130 mmHg adalah tekanan sistolik
Anda dan 90 mmHg adalah tekanan diastolik Anda. Jika dalam beberapa
pemeriksaan ternyata tekanan darah tetap pada kisaran 140/90 mmHg maka
seseorang tersebut akan dinyatakan mengidap hipertensi atau darah tinggi. Saat
inillah maka sebaiknya perlu untuk waspada.

Ini karena, dampak ikutan dari penyakit hipertensi yang ditakutkan adalah
terjadinya serangan stroke. Sebab ditengai 50% kasus stroke terjadi disebabkan
penyumbatan pembuluh darah yang kebanyakan dipicu secara awal karena
hipertensi.

Etiologi
Sekitar 90-95% penyakit hipertensi belum dapat diketahui penyebabnya atau
biasadisebut dengan hipertensi primer atau hipertensi esensial. Diperkirakan
bahwa pakar-pakar keturunan hormonal, metabolik, emosi dan kebiasaan diet
menjadi pemicu terjadinya hipertensiesensial. Sedangkan 5-10% hipertensi
diketahui penyebabnya yang disebut hipertensi sekunder.Penyebab hipertensi
sekunder : hormonal, kelainan pada ginjal, kelainan intracranial danKoartasio aorta.

Gejala Klinis Penderita Hipertensi

Adapun gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa :

 Sakit kepala
 Pusing
 Mudah marah (emosi meningkat)
 Susah tidur
 Rasa berat di tengkuk
 Mudah lelah
 Mata berkunang-kunang
 Telinga berdengung

Diagnosis

Untuk menentukan derajat hipertensi tidaklah membutuhkan alat-alat canggih,


namuncukup dengan menggunakan sphygmomanometer air rasa yang sederhana
saja, digunakandengan baik yaitu sesuai dengan pedoman pengukuran tekanan
darah.Untuk menentukan ukuran dalam, menentukan hipertensi setepat mungkin,
CUFFsphygmomanometer bersih dan tidak buram atau tidak miring. Batasan yang
diterapkan di

Indonesia untuk menilai hipertensi adalah sesuai dengan menggunakan standar


WHO sepertilazimnya penyakit lain diagnosa hipertensi ditegakkan berdasarkan
data anamnesis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium maupun
pemeriksaan penunjang. Selain itu data mengenai penyakit yang diderita dan faktor
risiko penyakit hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai