Anda di halaman 1dari 12

PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN IBNU SINA VS

ARISTOTELES

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Dr. Mukh. Nursikin, M.S.I.M.Pd

Disusun Oleh :

Maulida Fitriya (23060200014)

PROGRAM STUDI TADRIS IPA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2021

1
KATA PENGANTAR

           Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Pemikiran Filsafat Pendidikan
Ibnu Sina VS Aristoteles” ini dapat iselesaikan tepat waktu. Tak lupa shalawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW yang selalu kita
nantikan syafaatnya di yaumil Qiyamah nanti. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang diampu oleh bapak Dr. Muh Nursikin, M.S.I.
M.Pd.
           Dalam menyusun makalah ini, pastinya tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan
banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Muh Nursikin, M.S.I. M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam di IAIN Salatiga.
2. Kedua orang tua kami yang senantiasa memberikan dukungan moral dan spiritual
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3. Pembaca sekalian yang telah menyempatkan waktu untuk membaca dan memahami
makalah ini.
Harapannya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua, khususnya bagi penulis, dan
bagi pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun dan bermanfaat dari para
pembaca sangat saya harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Dikarenakan saya selaku
manusia biasa yang tak luput dari salah maupun kekeliruan.

Salatiga, 15 Oktober 2021

Maulida Fitriya

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................5
ANALISIS................................................................................................................10
KESIMPULAN.........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12

3
PENDAHULUAN
Berbicara tentang pemikiran pendidikan, paling tidak dapat dilihat dari dua dimensi,
yaitu pendidikan sebagai teori dan pendidikan sebagai praktek. Pendidikan sebagai teori
yakni berupa pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan serta upaya
memecahkan upaya tersebut secara sistematis. Sedangkan pendidikan sebagai praktek yakni
berpedoman kepada filsafat dan teori pendidikan tertentu, di mana pendidikan praktis ini
selalu mempunyai ketergantungan kepada pendidikan teoritis. Bila kita melihat tentang
sistem pendidikan nasional yang sedang berjalan sekarang ini, merupakan adopsi dari teori-
teori pendidikan Barat. Sementara teori-teori pendidikan Islam terkadang sering ditinggalkan
atau diabaikan bahkan tidak tahu sama sekali membedakan mana teori pendidikan yang
berasal Barat dan mana pula yang berasal dari dunia Islam. Pada hal antara teori pendidikan
Barat dan Islam terdapat perbedaan yang cukup mendasar. Dalam hal ini, Prof. Dr. Tohari
Musnawar sebagaimana yang dikutip oleh Warul Walidin AK mengomentari tentang
perbedaan tersebut, bahwa: Antara pendidikan Barat dan Islam terdapat perbedaan yang
mendasar, baik mengenai dasar, tujuan, kualifikasi pendidikan, sistem evaluasi bahkan
sampai-sampai kepada out-put yang dihasilkannya.

4
PEMBAHASAN
A. Filsafat Pendidikan Ibnu Sina
Pada dasarnya, semua aktivitas yang terjadi dalam proses pendidikan tidak
bisa dipisahkan dari konsep atau teori pendidikan itu sendiri. Konsep dan teori
merupakan ide pokok yang sentral apa yang sebenarnya masalah yang dihadapi; apa
yang harus diperbuat; serta bagaimana hal itu bisa terlaksana di dalam aktivitas
tersebut.
Ibnu sina mengatakan bahwa akal adalah Sumber dari segala kejadian, di
mana akal adalah satu-satunya keistimewaaan manusia. Oleh karena itu, Ibnu Sina
mengatakan bahwa akal itu wajib dikembangkan dan itulah sebenarnya tujuan akhir
dari pendidikan. Lebih lanjut, Ibnu Sina mengatakan bahwa tujuan pendidikan itu
harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah
perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti
dalam rangka menciptakan insan kamil. Dalam hal ini, nampaknya Ibnu Sina
mengarahkan bahwa tujuan pendidikan harus didasarkan pada pandangan tentang
insan kamil (manusia yang paripurna) yakni manusia yang terbina seluruh potensi
dirinya secara seimbang dan menyeluruh. Di sisi lain, ia juga mengatakan bahwa
tujuan pendidikan itu juga diarahkan pada upaya Persiapan seseorang agar dapat
hidup dalam masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau
keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi
yang dimiliki. Formulasi tujuan yang dikemukakan oleh Ibnu Sina tersebut,
nampaknya ia telah memikirkan secara matang tentang kemungkinan atau akibat
Yang ditimbulkan terhadap perumusan tujuan itu. Di sini beliau nampaknya dalam
memformulasikan suatu tujuan melihat kepada perkembangan potensi dan bakat yang
dimiliki Oleh subjek didik secara optimal dan menyeluruh, sehingga subjek didik
dapat mengembangkan dirinya agar tetap eksis dalam melaksanakan fungsinya yakni
sebagai khalifah fi arḍi dalam masyarakat dengan suatu keahlian yang dapat
diandalkan
Ibnu Sina menyebut term (istilah) kurikulum, namun demikian penulis dapat
menggambarkan kurikulum dan materi ilmu pengetahuan yang harus diajarkan
menurut Ibnu Sina. Materi pelajaran merupakan disiplin ilmu yang akan membantu
peserta didik untuk mengisi ruang kosong dalam dirinya dan sekaligus membantu
mengembangkan potensinya tersebut. Ibnu Sina membagi tingkatan materi ilmu
pengetahuan yang harus dilalui anak didik harus berdasarkan tahap perkembangan
dan usia pertumbuhan anak. Ada beberapa kurikulum menurut pandangan Ibnu Sina,
antara lain :
1. Kurikulum Usia 3 (tiga) S/d 5 (lima) Tahun
Menurut Ibn Sina, diusia ini perlu diberikan mata pelajaran olah raga, budi
pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian. Olahraga sebagai pendidikan
jasmani, Ibnu Sina memiliki pandangan yang banyak dipengaruhi oleh
pandangan psikologinya. Menurutnya ketentuan dalam berolahraga harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia anak didik serta bakat yang
dimilikinya. Ibnu Sina juga mengklasifikasi olah raga mana saja yang
memerlukan dukungan fisik yang kuat serta keahlian; dan mana pula
olahraga yang tergolong ringan, cepat, lambat, memerlukan peralatan dan
sebagainya. Menurutnya semua jenis olahraga ini disesuaikan dengan
kebutuhan bagi kehidupan anak didik. Pendidikan olahraga dan jasmani
menjadi instrument untuk memicu tumbuh sehat anak dan melatih
keseimbangan gerak tubuh agar berjalan secara seimbang. Pendidikan

5
olahraga dan jasmani harus disesuaikan dengan kebutuhan anak dan
materinya disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan bahayanya perlu
dipertimbangkan oleh pendidik. Pendidikan olah raga dan seni
dimaksudkan untuk merangsang kreavifitas peserta didik sejak dini.
Pengawasan yang ketat dalam mata pelajaran olahraga menjadi salah satu
usaha preventif dalam mencegah terjadinya kecelakaan pada anak.

2. Kurikulum Usia 6 (enam) S/d 14 (empat belas) Tahun


Pelajaran untuk anak usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah
mencakup pelajaran membaca dan menghafal al-Qur’an, pelajaran agama,
pelajaran sya’ir, dan pelajaran olahraga. Pada usia Ibnu Sina telah
berkeyakinan bahwa pelajaran menghafal boleh diajarkan. Hal ini tidak
serta merta ditelorkan tanpa alasan yang jelas oleh Filosof dan Ilmuwan
multi talenta ini. Menurut catatan sejarah Ibnu Sina telah mampu membaca
Al-Qur’an pada usia 10 tahun. Oleh karena itu materi menghafal Al-
Qur’an sudah bisa diberikan pada anak usia 6 (enam) tahun sampai 14
(empat belas) tahun untuk melatih kemampuan menghafal dan kognitif
peserta didik. Menghafal al qur’an menjadi sarana untuk mengenal dan
mengetahui bahasa al qur’an yang menjadi dasar bagi pelajaran-pelajaran
selanjutnya seperti belajar fiqih, tafsir dan ulumu Qur’an. Selain itu pada
usia anak 6 (enam) tahun sampai 14 (empat belas) tahun, mata pelajaran
olahraga juga masih disarankan oleh Ibnu Sina. Namun demikian, olahraga
pada anak seusia 6 (enam) tahun sampai 14 (empat belas) tahun sudah
pada tahap olahraga yang membutuhkan keahlian dan sesuai dengan usia
anak tersebut. Akan berbeda jenis dan tingkat kesukaraannya jika
dibandingakan dengan olahraga pada usia di bawahnya.

3. Kurikulum Usia 14 (empat belas) Tahun Ke Atas


Ibnu Sina menganjurkan kepada para pendidik agar memilih jenis
pelajaran yang berkaitan dengan keahlian anak didik untuk menguasai
bidang keilmuan. Mata pelajaran yang dimaksud di atas dibagi ke dalam
mata pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis. Ibn Sina terpengaruh oleh
pemikiran filsuf Yunani Kuno (Aristoteles) yang juga membagi ilmu
secara teoritis dan praktis: Adapun ilmu teoritis diantaranya ialah :
a. Ilmu tabi’i (mencakup ilmu kedokteran, astrologi, ilmu firasat,
ilmu sihir (tilsam) Ilmu tafsir mimpi, ilmu niranjiyat, dan ilmu
kimia),
b. Ilmu matematika
c. Ilmu ketuhanan, disebut paling tinggi (mencakup ilmu tentang
cara-cara turunnya Wahyu, hakikat jiwa pembawa wahyu, mu’jizat,
berita ghaib, ilham, dan ilmu tentang kekekalan ruh, dan
sebagainya).
Selanjutnya Ilmu praktis: ilmu akhlak yang mengkaji tentang tentang cara-cara
pengurusan tingkah laku seseorang, ilmu pengurusan rumah tangga, yaitu ilmu yang
mengkaji hubungan antara suami istri, anak-anak, pengaturan keuangan dalam
kehidupan rumah tangga, serta ilmu politik yang mengkaji tentang bagaimana
hubungan antara rakyat dan pemerintahan, kota dengan kota, bangsa dan bangsa.

6
B. Pemikiran Filsafat Pendidikan Aristoteles
Menurut Aristoteles filsafat ilmu adalah sebab dan asas segala benda. Filsafat
ilmu merupakan ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Oleh
karena itu, ia menamakan filsafat sebagai Theologi. Filsafat sebagai refleksi dari
pemikiran sistematis Manusia atas realitas dan sekitarnya, tidak berdiri sendiri dan
tidak tumbuh di tempat atau ruang yang kosong. Lingkungan keluarga, sosial alam
dan potensi diri akan ikut mempengaruhi seseorang dalam melakukan refleksi
filosofis. Oleh karenanya, dalam sejarah pemikiran manusia terdapat tokoh pemikir
ataupun filosof yang selalu saja muncul dari zaman ke zaman dengan tema yang
berbeda-beda.
Pembagian Filsafat Menurut Aritoteles
1. Logika
Penemuan Aristoteles yang terbesar dalam bidang logika adalah silogisme
(syllogimos). Silogisme maksudnya uraian berkunci, yaitu menarik kesimpulan
dari kenyataan yang umum atas hal yang khusus dan dapat digunakan dalam
menarik kesimpulan yang baru dan tepat dari dua kebenaran yang telah ada.
Sebagai contoh ada dua pernyataan:
1. Tiap manusia pasti akan mati
2. Dia adalah manusia
Maka dapat di tarik kesimpulan bahwa dia pasti akan mati menurut
Aristoteles, pengetahuan baru dapat dihasilkan melalui dua cara yaitu induksi dan
deduksi. Induksi yaitu bertolak dari kasus-kasus yang khusus menghasilkan
pengetahuan tentang yang umum. Sedangkan deduksi bertolak dari dua kasus
yang tidak disangsikan dan atas dasar itu menyimpulkan kebenaran yang ke tiga.
Cara deduksi inilah yang di sebut silogisme. Induksi tergantung pada pengetahuan
indrawi sengakan deduksi atau silogisme sama sekali lepas dari pegetahuan
indrawi. Itulah sebabnya mengapa Aristoteles menganggap deduksi sebagai cara
sempurna menuju pengetahuan baru.
2. Filosofia teoritika

a. Fisika: yaitu tentang dunia materiil (ilmu alam dan sebagainya). Kosmos
terdiri dari dua wilayah yang sifatnya berbeda. Wilayah sublunar di bawah
bulan, maksudnya bumi) dan wilayah yang meliputi bulan, planet dan
bintang. Aristoteles beranggapan bahwa jagat raya terbatas, berbentuk bola
dan jagat raya tidak mempunyai permulaan dlam waktu dan tidak
mempunyai akhir (kekal). Sedangkan bumi dan isinya terdiri dari empat
unsur: api, udara, tanah dan air. Sedangkan selain bumi hanya terdiri dari
satu unsur yaitu aether. Penggerak pertama adalah yang tidak di gerakkan.
Beberapa pembagian penting untuk memahami pemikiran Aristoteles:
1) Doktrin tentang substansi dan aksiden, benda dan bentuk
substansi adalah hal pertama dan fundamental dari setiap benda
dan kategori.
Substansi merupakan kategori pertama dan fundamental yang
membedakannya dengan kategori-kategori lainnya yang
merupakan aksidennya saja. Misalkan kita ambil contoh sebuah
meja. Meja adalah substansinya sedangkan warna hijaunya, untuk
makan, dll adalah aksidentnya saja. Jadi bisa dikatakan substansi
adalah apa yang membuat benda itu adalah totalitas benda itu

7
sedangkan aksidentnya adalah apa yang membuat benda itu
sebagai benda particular; meja adalah ketotalan dari meja
sedangkan warna hijau, untuk makan adalah kepartikularan
benda itu.
2) Konsep gerak
Konsep Gerak termasuk konsep yang penting dalam pemikiran
Aristoteles. Gerak ini juga menandakan perubahan dari potensial
ke actual. Di sini perubahan itu tidak menjadi hal yang penting;
apakah preubahan dari potensial ke actual itu adalah
pertumbuhan, pembusukan, perubahan kualitas jumlah dan
kualitas, atau pun berubah tempat.
3) Konsep tetang elemen dan teori mixio
Selain soal gerak, hal penting lain dari Aristoteles yang menjadi
pegangan dari pemikiran barat pada kurun waktu yang lama
setelahnya adalah dokrin tentang empat elemen yang berasal dari
system pemikiran Empedokes dan bagaimana cara menemukan
keempat elemen itu dalam prinsip–prinsip yang sangat
mendalam. Keempat elemen ini mempunya kualitas-kualitasnya
tertentu pula yakni kualitas sentuhan, aktif, harus berpasang-
pasangan dalam oposisinya. Aristoteles menunjukan delapan
pasangan yang mempunya kualitas haptic yang kontras satu sama
lain: panas-dingin, kering-lembab, berat-ringan, jarang-padat,
lembut-keras, kasar-halus, rapuh-tabah. Dan elemen dari material
dunia ditandai oleh empat kemungkinan kombinasi dari dua
haptic aktif kualitas (prima quialitates): tanah (kering dan
dingin), air (dingin dan lembab), udara (lembab dan panas), api
(panas dan kering). Segala material alam di dunia ini
mengandung paling sedikit dua dari keempat elemen ini.
4) Gerak natural dan gerak dipaksa
Setiap gerakan digerakan oleh sesuatu yang lainnya. Ini
merupakan aksioma yang mendasari Fisika Aristotelian. Gerak
sendiri merupakan sesuatu yang sangat menjadi perhatian
Aristoteles. Misalnya dalam De Anima sendiri. Aristoteles sudah
membicarakan soal gerak. Setiap benda yang bergerak selalu
diakibatkan oleh penggerak yang lainnya yang bisa juga sedang
bergerak atau juga diam.
b. Matematika: yaitu tentang barang yang menurut kuantiasnya. Aristoteles
berprinsip bahwa ketidakhinggaan hanya ada di dalam konsep saja.
Pemikiran ini kemudian menjadi perdebatan pada generasi setelah beliau.
Pemikiran Aristoteles yang terbesar dalam matematika adalah tentang
logika dan analisis. Aristoteles berpendapat bahwa logika harus dureapkan
pada semua bidang ilmu, termasuk matematika. Analisis diperlukan untuk
membangun aksioma-aksioma yang terdapat di dalam matematika. Dia
menuliskan gagasan-gagasannya tentang logika ini pada bukunya yang
baru di temukan ratusan tahun setelah kematian Aristoteles. Pada buku
inilah gagasan tentang silogisme dan pembuktian matematika
diperkenalkan.
c. Metafisika: yaitu berpusat pada persoalan barang dan bentuk. Bentuk
dikemukakan sebagai pengganti pengertian dari Dunia Idea Plato yang
ditolaknya. Berbeda dengan plato yang memisahkan idea dan kenyataan

8
lahir, Aristoteles beranggapan bahwa bentuk ikut serta memberikan
kenyataan pada benda. Benda dan bentuk tak dapat dipisahkan. Barang
ialah materi yang tidak mempunyai bangun, melainkan hanya substansi,
maka bentuk adalah bangunnya. Sebagai contoh pada pandangan plato,
jiwa tidak dapat mati karena merupakan sesuatu yang adikodrati berasal
dari dunia ide. Plato berpendapat bahwa jiwa itu bersifat kekal. Sedangkan
menurut Aristoteles, jiwa dan tubuh ibarat bentuk dan materi. Jiwa
merupakan asas hidup yang menjadikan tubuh memiliki kehidupan.
Disadari Aristoteles, bahwa tubuh bisa mati oleh sebab itu, maka jiwanya
juga ikut mati.

9
ANALISIS
Azyumardi Azra, ada beberapa karakteristik pendidikan Islam yang membuat
perbandingan filsafat pendidikan Islam dengan Barat, yaitu: pertama, penguasaan ilmu
pengetahuan, ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi setiap orang
Islam (Muslim dan muslimat). Setiap Rasul yang diutus oleh Allah mereka lebih dahulu
dibekali dengan ilmu pengembangan ilmu pengetahuan hanya untuk pengabdian kepada
Allah dan untuk kemaslahatan umum. Kelima, penyesuaian pendidikan terhadap
perkembangan anak. Sejak masa awal perkembangan Islam, pendidikan Islam diberikan
kepada anak sesuai dengan umurnya, kemampuan, perkembangan jiwa, dan bakat anak.
Keenam, pengembangan kepribadian. Maksudnya, bakat alami dan masyarakat. Tiap-tiap
individu murid dipandang sebagai amanah Allah, dan seluruh kemampuan fisik & mental
adalah anugerah Tuhan.
Dalam filsafat pendidikan Barat, ilmu tidaklah muncul dari pandangan hidup agama
tertentu dan pendidikan barat diklaim sebagai sesuatu yang bebas nilai, yang dimaksud bebas
nilai pada pendidikan Barat adalah bebas dari nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Ilmu
dalam pendidikan Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama akan tetapi
dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang memusatkan
manusia sebagai makhluk rasional yakni ilmu pengetahuan (serta nilai-nilai etika dan moral)
yang diatur oleh rasio manusia yang secara terus menerus berubah. Ilmu pendidikan Barat
adalah dapat berkembang dengan cara falsafah yang dibentuk dari sebagai acuan pemikiran
mereka, yang akan memunculkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme,
sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran ini dapat mempengaruhi konsep, penafsiran, dan
makna ilmu itu sendiri.
Diketahui Filsafat pendidikan Barat terpengaruh oleh peradaban Yunani. Sebagai
indikasi, peradaban Yunani meninggalkan dua tradisi yang sangat berpengaruh pada
pemikiran Barat. Pertama, kepercayaan terhadap kemampuan akal. Sedangkan kedua,
pemisahan agama dari segala ilmu pengetahuan. Kedua tradisi tersebut mulai berkembang
saat Renaissance. Karenanya, agama khususnya Tuhan tidak memiliki keterkaitan erat dalam
dunia pendidikan (antoposentris). Berbeda dengan Filsafat Pendidikan Barat, Filsafat
Pendidikan Islam memiliki konsep tujuan yang khas dan terkait erat dengan Tuhan. Konsep
yang utama adalah tentang tujuan pendidikan Islam. Pendidikan merupakan proses
pemberdayaan manusia menuju kedewasaan dalam rangka menjalankan fungsi kemanusiaan
yang diemban manusia sebagai seorang hamba (‘abd) dihadapan Khaliq-nya dan sebagai
pemelihara (khalifah).
Seperti dalam pembahasan yang telah saya paparkan, ada beberapa perbandingan
antara pemikiran Filsafat pendidikan Ibnu Sina dan Aristoteles :
1. Pemikiran Ibnu Sina berkaitan dengan unsur ketuhanan dan keagaamaan. Sedangkan
pemikiran Aristoteles hanya berkaitan dengan akal sehat manusia.
2. Tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina adalah untuk menjalankan fungsi kemanusiaan
sebagai hamba dan khalifah di bumi
3. Menurut Ibnu Sina, ilmu pengetahuan dibangun di atas wahyu dan kepercayaan
agama, sehingga perkembangannya pun tetap sesuai dengan Al-Quran dan As-
Sunnah. Sedangkan menurut Aristoteles, pendidikan akan berubah dari zaman ke
zaman karema adanya tokoh pemikir yang berbeda-beda.

10
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ibnu Sina adalah
keistimewaan dari Allah yang harus dikembangkan untuk mencapai tujuan manusia menjadi
seorang hamba dan khalifah di bumi. Sedangkan menurut Aristoteles, ilmu pengetahuan
berasal dari akal dan logika manusia yang akan berbeda-beda dan berkembang karena
perubahan manusia dari waktu ke waktu. Sehingga, antara Ibnu Sina sebagai tokoh filsafat
pendidikan Islam dan Aristoteles sebagai tokoh filsafat pendidikan Barat memiliki perbedaan
dasar tentang ilmu pengetahuan dan pendidikan, yang mana Ibnu Sina menganggap
keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan Tuhan, sedang Aristoteles menganggap ilmu
pengetahuan dan Tuhan tidak ada kaitannya.

11
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Abdur Rahman. Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari
Berbasis Integratif-Interkonektif. Rajawali Pers, 2011.
Idris, Saifullah, and Z A Tabrani. “Realitas Konsep Pendidikan Humanisme dalam Konteks
Pendidikan Islam.” Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling 3, no. 1 (2017): 96-
113
Assegaf, Abd. Rachman, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari
Berbasis Integratif-Interkonetif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Hall, Gene E., Mengajar dengan Senang, Jakarta: PT Indeks, 2008
Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat
dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2004.
Sadullah, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2003.

12

Anda mungkin juga menyukai