Anda di halaman 1dari 35

LAPORANLENGKAP

PRAKTI
KUM PREPARASISENYAWAORGANI
K
(
Ekst
r am)
aksiBahanAl

OLEH

NAMA :ANI
SARAHMADANI
A
NI
M :60500118048
KELOMPOK :I
I(DUA)
ASI
STEN :NURULANNI
SA

DOSENPENANGGUNGJAWAB :AI
SYAH,
S.Si
.,
M.Si

JURUSANKI
MIA
FAKULTASSAI
NSDANTEKONOLOGIUNI
VERSI
TASI
SLAM NEGERI
ALAUDDI
NMAKSSAR
2021/
2022
LEMBARPENGESAHAN

Lapor
anPr
akt
ikum Ki
mia Pr
epar
asiSeny
awaOr
gani
k dengan
Judul
“Ekst
raksi
BahanAl
am”y
angdi
susunol
eh:
Nama :
Ani
saRahmadani
a

NI
M :
60500118048
Kel
ompok :
II(
Dua)
t
elahdi
per
iksaol
ehAsi
stendandi
nyat
akandapatdi
ter
ima.

Gowa,
Mei
2021

Asi
sten Pr
akt
ikan

Nur
ulAnni
sa Ani
saRahmadani
a

NI
M:60500117016 NI
M:60500118048
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tumbuh-tumbuhan dapat merekayasa berbagai macam senyawa kimia yang
dimilikinya sebagai mekanisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya

terhadap kondisi lingkungan, baik faktor iklim maupun dari herbivora, serangga dan
hama penyakit, oleh karena itu mempunyai bioaktivitas yang menarik. Senyawa
kimia yang dihasilkan merupakan metabolit sekunder. Umumnya senyawa kimia ini
berupa berupa seperti alkaloid, flavonoid, fenolik, terpenoid, steroid, dan lain-lain
yang memiliki aktivitas biologis yang beragam. Hal ini mendorong para ahli kimia
untuk megisolasi zat aktif biologis yang terdapat dalam tanaman. Diharapkan
nantinya dapat menghasilkan berbagai zat kimia yang dapat digunakan sebagai obat,
baik untuk kesehatan manusia (Nohong dan Hadijah, 2006: 1).
Alquran adalah pedoman utama bagi umat muslim dalam hal mengkaji ilmu.
Keteraturan alam semesta tertuang dengan jelas dalam ayat-ayat Alquran dan
Sunnatullah. Firman Allah SWT dalam QS.Al-Sajdah: 27 menjelaskan perlunya kita
mempelajari ilmu-ilmu secara mendalam, khususnya yang berkaitan dengan alam.

‫ًا َ لْ ْ هُ هُ مُ ُْْه ا ل َْْلا هُ هُ ْۗ لَا ل ُْْه ه‬


َ‫ُ هُ م ْۗ الفل ل‬ ‫ُ ْْ هُ ْاْ لَ اا لَ امْلى ْاال ْْ م‬
‫ِ ْاْ هُ هِ مَ فلْه ْْ مِ هُ ِم هُ َل ْْ ع‬ ‫ا ل لَْل ْۗ َل لِ َْا الْنا ْل ه‬
‫ِْ هِ ََْل‬
‫َهْ م‬
Terjemahannya:
“Dan tidaklah mereka memperhatikan bahwa kami mengarahkan (awan yang
mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan dengan (air
hujan itu) tanam-tanaman yang sehingga hewan hewan ternak dari mereka dan
mereka sendiri memakannya”.
Semua itu akan menambah yakinnya ilmuan yang jujur bahwa alam semesta
ini berada dibawah kekuasaan maha pencipta yang maha pintar dan maha kuasa yaitu
Allah SWT yang maha tungggal tidak ada sekutunya (Ilyas, 2011: 9).
Proses pelarutan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam suatu sampel
dengan mengggunakan pelarut yang sesuai dengan komponen yang diinginkan ialah
ekstraksi. Cara ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara meredam serbuk

sampel dalam pelarut organik selama satu hari pada temperature kamar dan
terlindungi dari cahaya ialah metode maserasi. Maserasi dapat menggunakan metanol
secara langsung, kemudian partisi dilakukan dengan pelarut yang ditingkatkan
kepolarannya (Mamahit, 2009: 33).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini yaitu bagaimana cara mengekstrak
komponen kimia dari bahan alam melalui proses maserasi ?
C. Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui cara
mengekstrak komponen kimia dari bahan alam melalui proses maserasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Senyawa Bahan Alam


Kimia organik bahan alam merupakan suatu cabang ilmu kimia yan
gmembahas tentang senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam bahan alam atau

organisme hidup, baik dari tumbuhan, hewan maupun sel. Cabang ilmu ini berkaitan
dengan isolasi, identifikasi, penjelasan struktur dan studi karakteristik kimia dari
senyawa yang diproduksi oleh organisme hidup. Kajian ilmu kimia organik bahan
alam yang mengkaji tentang organisme yang terdapat di daratan dan kimia bahan
alam yang mengkaji tentang organisme laut (Ilyas, 2011: 1).
Menurut Ilyas (2011: 1), menyatakan bahwa bahan alam adalah produk murni
dari alam. Yang mana bahan alam meliputi :
a. Seluruh organisme misalnya tumbuhan, hewan atau mikroorganisme yang
belum mengalami proses pengolahan.
b. Bahan dari suatu organisme misalnya tumbuhan, hewan atau
mikroorganisme, misalnya daun atau bunga tumbuhan, organ hewan yang
terisolasi.
c. Ekstrak dari suatu organisme atau bagian dari organisme.
d. Senyawa murni misalnya alkaloid, kumarin, flavonoid, glikosida lignan,
steroid, gula, terpenoid, dan lain-lain yang diisolasi dari tumbuhan, hewan
dan mikroorganisme. Metabolit diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer yang dibentuk
dalam jumlah terbatas adalah penting untuk pertumbuhan dan kehidupan
mahluk hidup. Metabolit sekunder tidak digunakan untuk pertumbuhan
dan dibentuk dari metabolit primer pada kondisi stress.
(Nofiani, 2008: 120).
Metabolisme sekunder meliputi metabolisme bahan alam yang terbentuk
akibat keterbatasan nutrisi, mekanisme pertahanan molekul regulator. Bahan alam
dapat bersumber dari darat dan laut, diantaranya tumbuhan misalnya (taxol dari taxus

brevifolia), hewan misalnya (Vitamin A dan D dari minyak ikan kod) atau
mikroorganisme misalnya (doxorubicin dari Streptomyces peucetius) (Ilyas, 2011: 2).
B. Daun Mangga
Mangga (Mangifera indica), adalah buah yang berasal dari India, Mangga
memiliki banyak varietas. Ada yang menyebutkan, setidaknnya terdapat 2.000 jenis
mangga di dunia.Selain rasanya yang manis dan menyegarkan, buah mangga ternyata
juga memiliki khasiatyang baik untuk kesehatan, Sebab buah ini mengandung zat-zat
yang sangat dibutuhkan olehtubuh (Pusat Kajian Buah Tropika, 2000: 3).

Gambar 2.1 Bagian-bagian daun mangga


(Sumber: Pusat Kajian Buah Tropika, 2000)
Klasifikasi Mangga (Mangifera indica)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)


Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Mangifera
Daun umunya berbentuk pipih melebar dan berwarna hijau, tetapi beberapa
daun ada yang berbentuk jarum seperti pada pinus dan berbentuk sisik atau duri
seperti pada kaktus. Daun ada yang lengkap dan ada yang tidak lengkap. Daun yang
lengkap mempunyai bagian upih daun (pelepah daun), tangkai daun (petioles), dan
helaian daun (lamina). Daun yang tidaklengkap tidak mempunyai satu atau dua
bagian tersebut. Pada umunya tumbuhan mempunyaidaun tidak lengkap, contohnya
daun mangga (Mangifera indica) (Pusat Kajian Buah Tropika, 2000: 3).
C. Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder adalah molekul organik yang tidak terlibat secara
langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan normal dari suatu organisme.
Sementara metabolit primer memiliki peranan penting dalam pertahanan hidup dari
spesies, memainkan fungsi aktif dalam fotosintesis dan respirasi. Ketiadaan
kandungan metabolit sekunder tidak mengakibatkan kematian langsung, melainkan
dalam penurunan jangka panjang bertahan hidup organisme, sehingga dianggap ikut
berperan dalam mekanisme pertahanan tubuhnya (Ilyas, 2011: 3).
Klasifikasi sederhana dari metabolit sekunder meliputi empat kelompok
utama yaitu terpenoid seperti (senyawa-senyawa volatil (mudah menguap), glikosida
jantung, karotenoid), steroid (seperti kolesterol, hormon adrenal), fenolat (seperti
asam fenolik, kumarin, lignan, stilben, flavonoid, tanin dan lignin) dan alkaloid yang

mengandung unsur nitrogen. Sejumlah teknik pemisahan tradisional dengan berbagai


sistem pelarut dan pereaksi, telah digambarkan memiliki kemampuan untuk
memisahkan dan mengidentifikasi metabolit sekunder (Ilyas, 2011: 7).
Terpenoid adalah senyawa metabolit sekunder terbesar dan paling beragam
dari bahan alam, mulai dari struktur linear sampai pada molekul polisiklik dan dalam
segi ukuran mulai dari hemiterpen dengan lima karbon hingga karet alam, yang terdiri
dari ribuan unit isopren. Istilah terpenoid berasal dari fakta bahwa senyawa pertama
dari kelompok ini diisolasi dari minyak terpentin (destilat dari resin pohon sejenis
pinus). Biasanya terpenoid diekstraksimenggunakan pelarut n-heksana, eter atau
kloroform dan dapat dipisahkanmelalui kromatografi menggunakan silika gel atau
alumina dengan pelarut yang sesuai (Ilyas, 2011: 17).
Senyawa fenolik sebagai kelompok senyawa bahan alam, yang mempunyai
ciri utama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau lebih subtituen hidroksil.
Berdasarkan strukturnya, senyawa fenolik bersifat polar sehingga cenderung mudah
larut dalam air. Kelompok utama dari golongan senyawa ini antara lain fenol
sederhana, fenil propanoid dan poliketida serta flavonoid dan stilben (Ilyas, 2011:
63).
Struktur kimia dari senyawa ini dapat sangat bervariasi, termasuk kerangka
fenol sederhana (C) seperti senyawa turunan asam hidrobenzoat dan senyawa katekol,
serta polimer rantai panjang dengan berat molekul tinggi lignin (C6-C3) dan tanin
terkondensasi (C6-C3-C6)n. Lebih menarik dengan keberadaan senyawa fenolik
dengan berat molekul sedang dan memiliki banyak aktivitas larmakologi dan biologi
(Ilyas, 2011: 63).

Alkaloid sebagai golongan dibedakan dari sebagian besar komponen


tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya (kation). Oleh karena itu senyawa ini
biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam dengan asam hidroklorida dan
asam sulfat. Garam ini disebut garam alkaloid bebas. Berupa senyawa padat
berbentuk kristal tanpa warna. Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah
menarik perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap binatang menyusui
dan pakaiannya dibidang farmasi, tetapi fungsinya pada tumbuhan sama sekali tidak
jelas (Robinson, 1995: 281).
Beberapa pendapat mengenai kemungkinan peranannya ialah sebagai hasil
buangan nitrogen seperti urea dan asam urat dalam hewan merupakan salah satu
pendapat yang dikemukakan pertama kali. Beberapa perkiraan menyatakan bahwa
persentase jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid terletak dalam rentang 15-30%.
Secara umum tumbuhan alkaloid dapat didefenisikan sebagai tumbuhanyang
mengandung alkaloid lebih besar dari 0,5% bobot kering (Robinson, 1995: 283).
Isolasi merupakan teknik pemisahan senyawa-senyawa metabolit sekunderyang
terkandung dalam suatu bahan alam. Isolasi senyawa pada bahan alam terdiri dari
beberapa tahap, mulai dari ekstraksi, fraksinasi kemudian pemurnian danidentifikasi
(Ilyas, 2011: 2).
Tumbuhan dapat dikeringkan sebelum diekstraksi. Bila ini dilakukan
pengeringan tersebut harus dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah
terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus dikeringkan secepat-
cepatnya, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik dengan aliran udara yang baik.
Setelah betul-betul kering tumbuhan dapat disimpan untuk jangka waktu lama
sebelum digunakan untuk analisis (Harborne, 1987: 4-5). Ekstraksi adalah suatu

proses pemisahan yang didasarkan pada perpindahan massa komponen kimia yang
terdapat dalam sampel bahan alam kedalam pelarut. Prinsip metode ini didasarkan
pada distribusi zat terlarut ke dalam pelarutnya. Hasil ekstraksi ini disebut ekstrak.
Beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan
antara lain maserasi, perkolasi, sokletasi dan lain-lain (Ilyas, 2011: 2).
D. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun
tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen
zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Ansel, 2008). Ekstrak adalah sediaan
kering, kental, atau cair dibuat dengan menyaring simplisia nabati dan hewani
menurut cara yang cocok, diluar pengaruh matahari yang langsung. Ekstrak kering
harus lebih mudah digerus menjadi serbuk. Terdapat beberapa jenis ekstrak baik
ditinjau dari segi pelarut yang digunakan ataupun hasil akhir dari ekstrak tersebut
(Wijaya, 1992: 136) yaitu sebagai berikut:
1. Ekstrak air
Menggunakan pelarut air sebagai cairan pengekstraksi. Pelarut air merupakan
pelarut yang mayoritas digunakan dalam proses ekstraksi. Ekstrak yang
dihasilkan dapat langsung digunakan atau diproses kembali seperti melalui
pemekatan atau proses pengeringan (Wijaya, 1992).
2. Tinktur

Sediaan cari yang dibuat dengan cara maserasai ataupun perkolasi simplisia.
Pelarut yang umum digunakan dalam proses produksi tinktur adalah etanol.
Satu bagian simplisia diekstrak dengan menggunakan 2-10 bagian
menstrum/ekstraktan (Wijaya, 1992).
3. Ekstrak cair
Bentuk dari ekstrak cair mirip dengan tinktur namun telah melalui pemekatan
hingga diperoleh ekstrak yang sesuai dengan ketentuan farmakope.
4. Ekstrak encer
Ekstrak encer dibuat seperti halnya ekstrak cair. Namun kadang masih perlu
diproses lebih lanjut (Wijaya, 1992).
5. Ekstrak kental
Ekstrak ini merupakan ekstrak yang telah mengalami proses pemekatan.
Ekstrak kental sangat mudah untuk menyerap lembab sehingga mudah untuk
ditumbuhi oleh kapang. Pada proses industri ekstrak kental sudah tidak lagi
digunakan, hanya merupakan tahap perantara sebelum diproses kembali
menjadi ekstrak kering (Wijaya, 1992).
6. Ekstrak kering (extract sicca)
Ekstrak kering merupakan ekstrak hasil pemekatan yang kemudian
dilanjutkan ke tahap pengeringan. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara yaitu dengan menggunakan bahan tambahan seperti
laktosa atau aerosil, menggunakan proses kering beku namun proses ini tidak
ekonomis, dan dengan menggunakan proses semprot kering atau fluid bed
drying (Wijaya, 1992).

7. Ekstrak minyak
Dilakukan dengan cara mensuspensikan simplisia dengan perbandingan
tertentu dalam minyak yang telah dikeringkan, dengan cara seperti maserasi
(Wijaya, 1992).
8. Oleoresin
Merupakan sediaan yang dibuat dengan cara ekstraksi bahan oleoresin (mis.
Capsicum fructus dan zingiberis rhizom) dengan pelarut tertetu umumnya
etanol (Wijaya, 1992).
Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui berkaitan dengan proses
ekstraksi adalah ekstraktan/menstrum yaitu pelarut/campuran pelarut yang digunakan
dalam proses ekstraksi dan rafinat yaitu sisa/residu dari proses ekstraksi. Dalam
proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain (Ansel, 2008):
a. Jumlah simplisia yang akan diesktrak
b. Derajat kehalusan simplisia
c. Semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin besar sehingga proses
ekstraksi akan lebih optimal.
d. Jenis pelarut yang digunakan
e. Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah metode ekstraksi
yang digunakan harus sesuai dengan simplisisa yang kita gunakan. Berkaitan dengan
metode ekstraksi yag digunakan, terdapat banyak metode ekstraksi. Namun secara
ringkas dapat dibagi berdasarkan suhu yaitu metode ekstraksi dengan cara panas dan
cara dingin. Metode panas digunakan jika senyawa-senyawa yang terkandung sudah
dipastikan tahan panas. Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman

yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus
sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar
sel. Zat aktif dalam simplisia mempunyai karakteristik masing-masing, yakni: zat
yang tahan pada pemanasan dan yang tidak tahan pada pemanasan. Sehingga, metode
ekstraksi digolongkan ke dalam 2 golongan, yaitu sebagai berikut (Sudjaji, 1986):
1. Metode ekstraksi secara dingin
Metode ekstraksi secara dingin adalah metode ekstraksi yang didalam proses
kerjanya tidak memerlukan pemanasan. Metode ini dipergunakan untuk bahan-bahan
yang tidak tahan terhadap pemanasandan bahan-bahan yang mempunyai tekstur yang
lunak atau tipis. Metode ini terbagi menjadi (Sudjaji, 1986):
1) Perkolasi
Perkolasi adalah suatu metode ekstraksi diletakkan dalam bejana atau wadah
dan dialiri dengan cairan penyari dari atas ke bawah, di mana alatnya dilengkapi
dengan kran. Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena
aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan
larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi dan ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut maka
kecepatan pelarut cukup uantuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi (Sudjaji, 1986).
Selain itu, keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan
yaitu sampel padat telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara

sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan
pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen
secara efisien. Prinsip perkolasi yaitu penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara
serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam
bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan
dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat
aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah
disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya
kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu
dipekatkan (Sudjaji, 1986).
Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk corong, tabung,
dan paruh. Pemilihan perkulator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan
disari. Perkulator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak
atau tingtur dengan kadar tinggi; perkulator berbentuk corong biasanya digunakan
untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah (Sudjaji, 1986).
2) Maserasi
Maserasi adalah suatu metode penyarian zat aktif dengan cara perendaman
selama 3 x 5 hari dimana tiap lima hari diadakan pergantian pelarut sambil diaduk
sekali-kali. Maserasi merupakan penyarian secara sederhana karena dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Langkah kerjanya adalah
merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentuk
selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya.
Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu
tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut

ada yang bersifat bisa campur air (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar), ada
juga pelarut yang bersifat tidak campur air (contohnya aseton, etil asetat, disebut
pelarut non polar atau pelarut organik) (Sudjaji, 1986).
Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut non-
polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang
dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk
ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif
dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga
penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif,
katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (nol%)
akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel ini akan
muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar berusaha
mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel. Proses
keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya
“jenuh”) (Sudjaji, 1986).
Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di
dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing
50%. Metode maserasi dapat dilakukan modifikasi seperti berikut (Sudjaji, 1986):
a. Modifikasi maserasi melingkar
Maserasi melingkar adalah penyarian yang dilakukan dengan
menggunakan cairan penyari yang selalu bergerak dan menyebar
(berkesinambungan) sehingga kejenuhan cairan penyari merata.
b. Modifikasi maserasi digesti
Maserasi digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan

lemah, yaitu pada suhu 40–50oC. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
c. Modifikasi maserasi melingkar bertingkat Maserasi melingkar bertingkat
sama dengan masrerasi melingkar tetapi pada maserasi melingkar
bertingkat dilengkapi dengan beberapa bejana penampungan sehingga
tingkat kejenuhan cairan penyari setiap bejana berbeda-beda.
d. Modifikasi remaserasi Remaserasi adalah penyaringan yang dilakukan
dengan membagi dua cairan yang digunakan, kemudian seluruh serbuk
simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap
tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang
kedua.
e. Modifikasi dengan mesin pengaduk Penggunaan mesin pengaduk yang
dapat berputar terus-menerus waktu proses maserasi dapat dipersingkat
menjadi 6 sampai 24 jam maserasi dapat selesai.
3) Soxhletasi
Soxhletasi adalah proses penyarian secara berkesinambungan dimana cairan
penyari dipanaskan hingga menghasilkan uap yang naik melalui kondensor dan
dikondensasikan menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun menyari
zat aktif yang ada di dalam simplisia yang selanjutnya masuk kembali ke dalam labu
alas bulat setelah melalui pipa sifon, proses berlangsung hingga penyarian zat aktif
sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa sifon
atau jika diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis tidak menampakkan noda lagi
(Sudjaji, 1986).
Alat soxhlet dibuat dari bahan gelas yang terbagi atas 3 bagian yaitu bagian

tengah untuk menampung serbuk simplisia yang akan diekstraksi dengan pipa pada
kiri dan kanan, serta satu untuk jalannya larutan yang terkondensasi kembali ke labu
alas bulat. Dibagian atas soxhlet dilengkapi dengan alat pendingin balik untuk
mengkondensasi uap menjadi cairan penyari yang dipakai tidak terlalu banyak.
Sedangkan pada bagian bawah terdapat labu alas bulat yang berisi cairan penyari
(Sudjaji, 1986).
Pada soxhletasi pelarut pengekstraksi yang mula-mula ada dalam labu
dipanaskan sehingga menguap. Uap pelarut ini naik melalui pipa pengalir uap dan
cell pendingin sehingga mengembun dan menetes pada bahan yang diekstraksi.
Cairan ini menggenangi bahan yang diekstrak dan bila tingginya melebihi tinggi sifon,
maka akan keluar dan mengalir ke dalam labu penampung ekstrak. Ekstrak yang
terkumpul dipanaskan sehingga pelarunya menguap tetapi substansinya tinggal pada
penampung. Dengan demikian terjadilah pendaur-ualngan (recycling) pelarut dan
bahan tiap kali diekstraksi dengan pelarut yang segar (Sudjaji, 1986).
2. Metode ekstraksi secara panas
Metode ekstraksi secara panas adalah metode ekstraksi yang di dalam
prosesnya dibantu dengan pemanasan. Pemanasan dapat mempercepat terjadinya
proses ekstraksi karena cairan penyari akan lebih mudah menembus rongga-rongga
sel simplisia dan melarutkan zat aktif yang ada dalam sel simplisia tersebut. Metode
ini diperuntukkan untuk simplisia yang mengandung zat aktif yang tahan terhadap
pemanasan dan simplisia yang mempunyai tekstur keras seperti kulit, biji, dan kayu.
Yang termasuk ekstraksi secara panas adalah (Sudjaji, 1986):
1) Ekstraksi secara refluks
Refluks adalah penyarian yang termasuk dalam metode berkesinambunan,

cairan penyari secara kontinyu menyari zat aktif dalam simplisia. Cara ini digunakan
untuk simplisia yang kandungan zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Pemanasan
dimaksudkan untuk mempermudah cairan penyari menenmbus dinding sel simplisia
karena dengan pemnasan sel simplisia mengalami pengembangan sehingga rongga-
rongga selnya terbuka dengan demikian pelarut mudah mencapai zat aktif di dalam
sel dan diluar sel cepat tercapai dan menyebabkan pross ekstraksi cepat pula tercapai.
Selain itu pemanasan dapat memurnikan cairan penyari melaui proses kondensasi.
Simplisia yang dapat diekstraksi dengan cara ini adalah yang mempunyai kompoinen
kimia yang tahan pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang,
kulit batang (Sudjaji, 1986).
Prinsip kerja dari metode ini, yaitu pada rangkaian refluks ini terjadi empat
proses, yaitu proses heating, evaporating, kondensasi dan coolong. Heating terjadi
pada saat feed dipanaskan di labu didih, evaporating (penguapan) terjadi ketika feed
mencapai titik didih dan berubah fase menjadi uap yang kemudian uap tersebut
masuk ke kondensor dalam. Cooling terjadi di dalam ember, di dalam ember kita
masukkan batu es dan air, sehingga ketika kita menghidupkan pompa, air dingin akan
mengalir dari bawah menuju kondensor luar, air harus dialirkan dari bawah
kondensor bukan dari atas agar tidak ada turbulensi udara yang menghalangi dan agar
air terisi penuh. Proses yang terakhir adalah kondensasi (Pengembunan), proses ini
terjadi di kondensor, jadi terjadi perbedaan suhu antara kondensor dalam yang berisi
uap panas dengan kondensor luar yang berisikan air dingin, hal ini menyebabkan
penurunan suhu dan perubahan fase dari steam tersebut untuk menjadi liquid kembali
(Sudjaji, 1986).
Prosedur dari sintesis dengan metode refluks adalah Semua reaktan atau

bahannya dimasukkan dalam labu bundar leher tiga. Kemudian dimasukkan batang
magnet stirer setelah kondensor pendingin air terpasang Campuran diaduk dan
direfluks selama waktu tertentu sesuai dengan reaksinya. Pengaturan suhu dilakukan
pada penangas air, minyak atau pasir sesuai dengan kebutuhan reaksi. Pelarut akan
mengekstraksi dengan panas, terus akan menguap sebagai senyawa murni dan
kemudian terdinginkan dalam kondensor, turun lagi ke wadah, pengekstraksi lagi.
Demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyaringan
sempurna. Penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Gas N2 dimasukkan pada salah satu leher dari
labu bundar. Dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan merendam
simplisia dengan pelarut/solven dan memanaskannya hingga suhu tertentu. Pelarut
yang menguap sebagian akan mengembung kembali kemudian masuk ke dalam
campuran simplisia kembali, dan sebagian ada yang menguap (Sudjaji, 1986).
2) Ekstraksi secara infundasi
Infudasi merupakan metode penyarian dengan cara menyari simplisia dalam
air pada suhu 90oC selama 15 menit. Infundasi merupakan penyarian yang umum
dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan
nabati. Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang tidak stabil dan
mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan
cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Umumnya digunakan untuk simplisia
yang mempunyai jaringan lunak, yang mengandung minyak atsiri, dan zat-zat yang
tidak tahan pemanasan lama (Depkes RI, 1995).
Prosedur pengerjaan selanjutnya, yaitu simplisia yang telah dihaluskan sesuai
dengan derajat kehalusan yang telah ditetapkan dicampur dengan air secukupnya

dalam sebuah panci. Kemudian dipanaskan dalam tangas air selama 15 menit,
dihitung mulai suhu dalam panci mencapai 90oC, sambil sekali-sekali diaduk. Infuse
diserkai sewaktu masih panas melalui kain flannel. Untuk mencukupi kekurangan air,
ditambahkan air mendidih melalui ampasnya. Infuse simplisia yang mengandung
minyak atsiri harus diserkai setelah dingin. Infuse asam jawa dan simplisia yang
berlendir tidak boleh diperas. Infuse kulit kina biasanya ditambah dengan asam sitrat
sepersepuluh dari bobot simplisia. Asam jawa sebelum dipakai dibuang bijinya dan
sebelum direbus dibuat massaseperti bubur. Buah adas dan dan buah adas manis
dipecah terlebih dahulu (Depkes RI, 1995).
3) Ekstraksi Secara Destilasi Uap Air
Destilasi uap air dapat digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung
minyak menguap, mempunyai titik didih yang tinggi pada tekanan udara normal dan
biasanya pada proses pemanasan kemungkinan akan kerusakan zat aktif dan
mencegah kerusakan tersebut maka dilakukan penyarian secara destilasi uap air
(Sudjaji, 1986). Berdasarkan proses kerjanya penyulingan dapat digolongkan menjadi
3 cara yaitu:
a. Penyulingan dengan air Prinsip kerjanya adalah penyulingan diisi air sampai
volumenya hampir separuh, lalu dipanaskan. Sebelum air mendidih sampel
dimasukkan ke dalam ketel penyulingan, sehingga air dan minyak atsiri
menguap secra bersamaan ke dalam kondensor pendingin dan mengalami
pengembunan dan mencair kembali yang selanjutrnya dilairkan ke alat
pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dari air.
b. Penyulingan dengan air dan uap Prinsip kerjanya adalah penyulingan diisi air
sampai pada batas saringan. Sampel diletakkan di atas saringan, sehingga

sampel tidak berhubungan langsung dengan air mendidih akan tetapi akan
berhubungan dengan uap air di mana air yang menguap akan membawa
partikel minyak atsiri dan dialirkan melalui pipa ke kondensor sehingga
terjadi pengembunan dan uap air bercampur minyak atsiri tersebut akan
mencair kembali dan selanjutnya dialirkan ke alat pemisah untuk memisahkan
minyak atsiri dan air.
c. Penyulingan dengan uap Prinsip kerjanya pada dasarnya sama dengan uap
ketel dan ketel penyulingan terpisah. Ketel uap yang berisi air dipanaskan,
lalu uapnya dilairkan ke ketel penyulingan yang berisi sampel, sehingga
partikel- partikel minyak atsiri pada sampel akan terbawa bersama uap
menuju kondensor selanjutnya diembunkan kemudian mencair dan mengalir
ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dari air
4) Rotary Evaporator
Rotary evaporator ialah alat yang biasa digunakan di laboratorium kimia
untuk mengefisienkan dan mempercepat pemisahan pelarut dari suatu larutan. Alat ini
menggunakan prinsip vakum destilasi, sehingga tekanan akan menurun dan pelarut
akan menguap dibawah titik didhnya. Rotary evaporator sering digunakan
dibandingkan dengan alat lain yang memiliki fungsi sama karena alat ini mampu
menguapkan pelarut dibawah titik didih sehingga zat yang terkandung di dalam
pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi (Ayu, 2011).
Rotary evaporator bekerja seperti alat destilasi. Pemanasan pada rotary
evaporator menggunakan penangas air yang dibantu dengan rotavapor akan memutar
labu yang berisi sampel oleh rotavapor sehingga pemanasan akan lebih merata. Selain
itu, penurunan tekanan diberikan ketika labu yang berisi sampel diputar menyebabkan

penguapan lebih cepat. Dengan adanya pemutaran labu maka penguapan pun menjadi
lebih cepat terjadi. Pompa vakum digunakan untuk menguapkan larutan agar naik ke
kondensor yang selanjutnya akan diubah kembali ke dalam bentuk cair (Ayu, 2011).
Labu disimpan dalam labu alas bulat dengan volume 2/3 bagian dari volume
labu alas bulat yang digunakan, kemudian waterbath dipanaskan sesuai dengan suhu
pelarut yang digunakan. Setelah suhu tercapai, labu alas bulat dipasang dengan kuat
pada ujung rotor yang menghubungkan dengan kondensor. Aliran air pendingin dan
pompa vakum dijalankan, kemudian tombol rotar diputar dengan kecepatan yang
diinginkan.
E. Pelarut Organik
Pelarut organik merupakan pelarut yang umumnya mengandung atom karbon
dalam molekulnya. Dalam pelarut organik, zat terlarut didasarkan pada kemampuan
koordinasi dan konstanta dielektriknya. Pelarut organik dapat bersifat polar dan
nonpolar bergantung pada gugus kepolaran yang dimilikinya. Pada proses kelarutan
dalam pelarut organik, biasanya reaksi yang terjadi berjalan lambat sehingga perlu
energi yang didapat dengan cara pemanasan untuk mengoptimumkan kondisi
kelarutan. Larutan yang dihasilkan bukan merupakan konduktor elektrik. Contoh
pelarut organik adalah alkohol, eter, ester, etil asetat, keton, dan sebagainya (Depkes,
2005).
Menurut peraturan Depkes RI (2005), umumnya pelarut yang baik
mempunyai kriteria sebagai berikut :
a. Pelarut harus tidak reaktif (inert) terhadap kondisi reaksi.
b. Pelarut harus dapat melarutkan reaktan dan reagen.

c. Pelarut harus memiliki titik didih yang tepat.


d. Pelarut harus mudah dihilangkan pada saat akhir dari reaksi.
Menurut peraturan Depkes RI (2005), berdasarkan gugus fungsionalnya
pelarut organik di kelompokkan menjadi:
1. Hidrokarbon alifatik contohnya n-heksana
2. Hidrokarbon alisiklik contohnya sikloheksana
3. Hidrokarbon aromatic contohnya benzene
4. Hidrokarbon yang mengandung halogen, contohnya metil klorida
5. Alcohol contohnya etil alcohol.
6. Aldehid contohnya formaldehid
7. Keton contohnya aseton
8. Ester contohnya etil asetat
9. Eter contohnya (di) etil eter
10. Amina contohnya aniline
11. Dan yang tidak termasuk kedalam golongan senyawaan misalnya karbon
disulfide.
Menurut peraturan Depkes RI (2005), beberapa efek cairan organik terhadap
Kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Hidrokarbon Alifatik (hexane, benzene): depresi susunan saraf pusat,
dermatitis. Umumnya inert, paling tidak reaktif.
b. Hidrokarbon Siklik (cyclohexane, turpentine): efek hampir sama seperti
alifatik hanya saja tidak terlalu inert. Efek utama yang ditimbulkan adalah
dermatitis. Berbagai hidrokarbon siklik yang terhirup dapat di metabolisme
oleh tubuh menjadi zat yang kurang toksik.

c. Hidrokarbon aromatik ( benzene, toluene, xylene)


1) Benzene sangat toksik terhadap jaringan pembuat sel darah. Benzene dapat
diabsorbsi lewat kulit dan inhalasi.
2) Toluena dan xylene yang tercampur metil-etil-keton dapat menyebabkan
mual dan pusing.
3) Hidrokarbon aromatik cair dapat menyebabkan iritasi lokal dan
vasodilatasi. Apabila terirup dalam jumlah yang banyak akan
menyebabkan terjadinya kelainan paru-paru yang parah. Efek lainnya :
dermatitis dan kerusakan susunan saraf pusat.
d. Hidrokarbon terhalogenasi (tetrachloromethane(CCL4),1,1,1 trichloroethane):
1) Efek tergantung pada halogen yang terikatnya. Yang paling toksik adalah
CCL4 dengan efek terhadap ginjal, hati, susunan saraf pusat, dan
pencernaan. TLV 10 ppm.
2) Trifluorotrikloroetan toksisitasnya rendah, TLV 1000 ppm. Sering diguna
kan sebagai subtitusi material yang lebih berbahaya karena sifatnya yang
tidak mudah terbakar dan toksisitasnya rendah.
e. Alkohol (methanol, ethanol, propanol):
1) Berdampak pada susunan saraf pusat dan hati
2) Methanol dapat menyebabkan gangguan pengelihatan, di metabolisme
secara lambat, dan menghasilkan metabolit yang berua toksik. Methanol
lebih berbahaya daripada toksik ethanol.
3) Ethanol cepat diuraikan dan diubah menjadi CO2. Ethanol merupakan
alkohol yang paling tidak berbahaya.
4) Propanol lebih toksik, mudah termetabolisme menjadi metabolit.

f. Keton (Methyl ethyl Keton, acetone):


1) Dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung dan tenggorokan.
2) Methyl-ethyl-keton bersama dengan toluene, xylene dapat menyebabkan
vertigo dan mual.
g. Ether (ethyl eter, ether glycol):
1) Bersifat anestetik
2) Ether glycol efeknya terhadap otak, darah, jantung, mudah diserap oleh
kulit dan menimbulkan efek saraf termasuk perubahan kepibradian.
3) Etilen glikol mono-etil-eter jarang menimbulkan efek buruk.
Menurut peraturan Depkes RI (2005), pelarut organik mudah menguap.
Makin besar daya menguap, makin tinggi kadar di udara maka kemungkinan
terinhalasi makin besar. Jadi potensi bahaya pelarut tidak hanya terjadi karena efek
larutan itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh tekanan uap dari zat tersebut,
toksisitas zat, dan konsetrasi di udara.
BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 4 Mei 2020 pada pukul

09.00-12.00 WITA di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Sains


dan Teknologi UINAlauddin Makassar secara Virtual menggunakan Google meet.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah rotary evaporator, neraca
analitik, blender, wadah maserasi, penyaring, corong dan pengaduk
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah alumimiu, foil, daun manga
(Mangifera indica L.), methanol (CH3OH) dan tissue dan kertas saring.
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini adalah sampel daun mangga dikeringkan
pada suhu ruang. Sampel daun mangga yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan
dengan cara di blender. Sampel daun mangga kemudian ditimbang pada neraca
analitik sebanyak 300 gram. Selanjutnya sampel di masukkan ke dalam wadah
maserasi lalu sampel daun mangga direndam menggunakan pelarut metanol.
Perendaman sampel dilakukan selama 1 x 24 jam (3 kali). Kemudian sampel
disimpan pada tempat yang gelap. Sampel daun mangga kemudian disaring untuk
memisahkan filtrat dan residunya. Dilakukan proses evaporasi untuk menghasilkan
ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak yang dihasilkan ditimbang bobotnya pada neraca
analitik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada percobaan ini adalah:

1. Tabel Pengamatan
Tabel 4.1. Tabel Hasil Pengamatan Daun Mangga

No. Variabel yang diamati Hasil pengamatan

1. Bobot daun mangga 300 gram


2. Bobot wadah kosong 108,2429 gram
3. Bobot ekstrak + wadah 110,5519 gram
4. Bobot ekstrak kental 2,309
5. Warna ekstrak Hijau tua

2. Analisis Data
Diketahui : Bobot ekstrak kental = 115,0355 gram
Bobot sampel = 115,6954 gram

Ditanyakan : % ekstrak kental = ............?

% ekstrak kental = x 100%


= x 100%
= 0,7696 %
B. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan ekstraksi senyawa bahan alam dari daun manga
(Mangifera indica) dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Dimana
maserasi adalah salah satu metode ekstraksi yang pengerjaannya relatif sederhana
karena dilakukan pada suhu kamar dan tidak terlalu membutuhkan peralatan yang
canggih.

Pertama merendam daun manga (Mangifera indica) yang telah dihaluskan


dengan pelarut metanol. Proses perendaman selama 3 x 24 jam, hal ini bertujuan agar
pelarut yang digunakan dapat mengekstrak secara sempurna dimana pelarut ini
menarik komponen senyawa yang terdapat dalam sampel, sedangkan penghalusan
nini dilakukan untuk memperkecil ukuran atau pori-pori sampel sehingga
mempermudah pelarut mengekstrak sampel. Selanjunya ekstrak metanol disaring
dengan menggunakan kain kasa yang selanjutnya ekstrak yang diperoleh akan
diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator untuk memperoleh ekstrak kental
dan memisahkan pelarut. Hal ini bertujuan untuk menurunkan tekananuap pelarut,
sehingga pelarut akan mendidih pada temperatur yang lebih rendah dari titik didih
yang sebenarnya. Ekstrak kental yang diperoleh ditampung dalam mangkok yang
telah diketahui berat kosongnya.
Hasil yang diperoleh pada percobaan ini yaitu dari 115,6954 gram sampel
daun manga (Mangifera indica) kering yang dimaserasi dengan metanol diperoleh
kadar ekstrak kental daun manga (Mangifera indica) yaitu 0,7696 %.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini adalah:
1. Metode ekstraksi daun mangga (Mangifera indica L.) dilakukan dengan cara

maserasi menggunakan pelarut organik yaitu pelarut metanol yang direndam


selama 1x24 jam sebanyak 3 kali.
2. Kadar ekstrak kental yang diperoleh sebesar 0,7697%.

B. Saran
Saran yanga dapat disampaikan pada percobaan ini yaitu sebaiknya pada
percobaan selanjutnya digunakan pelarut yang berbeda untuk membandingkan
keefektifitasan pelarut dalam percobaan ekstrak bahan alam seperti pelarut n-heksana.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press, 2008.
Depkes RI. Materia Medika Indonesia. Jakarta: Depkes RI, 1995.
Depkes RI. Materia Medika Indonesia. Jakarta: Depkes RI, 2005.
Ilyas, Asriany. Kimia Organik Bahan Alam. Makassar: UIN-Press, 2011.
Nohong dan Sabarwati. “Isolasi Metabolit Sekunder dari Kulit Batang Kembang
Sepatu (Hibiscus Rosasinensis)”. Unhalu. (2006): h 1-6.
Robinson, J.B. Phytochemical Methods: Metode Fitokimia. Bandung: ITB, 1987.
Sudjadi. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press, 1986.
Wijaya, H. M Hembing. Tanaman berkhasiat obat di Indonesia cetakan 1. Jakarta:
Erlangga, 1992.
LAMPI
RANGAMBAR

Diker
ingkansampel
padasuhur
uang Di
hal
uskan
sampel

Di
ti
mbang
sampel
sebany
ak300gr
am Di
masukkansampel
kewadah

Dir
endam menggunakanmet
anol Di
rendam 1×24
j
am (3kal
i
)
Di
simpandal
am r
uanggel
ap Di
sar
ingsampel

Dil
akukanpr
osesev
apor
asi
Ekst
rakkent
aly
angdihasi
lkan
LAMPI
RAN
SKEMAKERJA

DaunMangga( Mangi
fer
aindi
ca
L.)
-Di
siapkanal
atdanbahan.
-Di
ker
i Mangi
ngkansampeldaunmangga( fer
aindi
ca L.
)tanpa
si
narmat
ahar
ilangsungsambi
ldi
angi
n-angi
nkansel
ama1-
2har
i.
-Di
hal
uskansampel
sampai
menj
adi
ser
buk.
-Di
ti
mbangsampel
daunmanggasebany
ak300gr
am.
-Di
tambahkanbat
udi
dihkedal
am campur
ant
ersebut
.
-Di
rendam sampeldengan met
anol(
CH3OH) l
alu di
diamkan
sel
ama
3x24j
am.
-Set
iap1x24j
am pel
arutor
gani
kdi
gant
idenganmet
anoly
ang
bar
u.
-Di
uapkanekst
raky
ang di
per
olehdenganmenggunakan r
otar
y
ev
apor
atorhi
nggadi
per
olehekst
rakkent
alny
a.
-Di
ti
mbangekst
rakkent
aly
angt
elahdi
per
oleh.
Hasi
l

Anda mungkin juga menyukai