Anda di halaman 1dari 22

PERATURAN BUPATI MAMUJU

NOMOR 29 TAHUN 2015

TENTANG

RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN RANGAS


KECAMATAN SIMBORO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAMUJU,

Menimbang : a. bahwa perkembangan penyelenggaraan penataan bangunan dan


lingkungan dewasa ini semakin kompleks baik dari segi intensitas,
teknologi, kebutuhan prasarana dan sarana, maupun
lingkungannya;
b. bahwa Kawasan Rangas merupakan daerah pesisir dan bagian dari
Pusat Kegiatan Nasional (PKNp) MATABE berfungsi sebagai pusat
pembangunan antar wilayah (ekternal/regional), Pusat Pelayanan
Antar Wilayah dalam Kabupaten Mamuju secara keseluruhan dan
pusat pelayanan lokal (internal);
c. bahwa sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 06/PRT/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan, Dokumen RTBL ditetapkan dengan
Peraturan Bupati;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan
Bupati tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan
Rangas;.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan


Propinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4422);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5214);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5188);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

1
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor 4725);
10. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
502);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembar Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130,
Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5168);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4532);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
16. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 1 Tahun 2014
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Barat Tahun
2014-2034 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014
Nomor 1, Tambahan Lembar Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor
68);
17. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 10 Tahun 2013
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN


LINGKUNGAN KAWASAN RANGAS KECAMATAN SIMBORO

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia;
2. Daerah adalah Kabupaten Mamuju;
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Mamuju;
4. Bupati adalah Bupati Mamuju;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mamuju;
2
6. Peraturan Bupati adalah peraturan yang ditetapkan Bupati;
7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya;
8. Tata Ruang adalah wujud dari struktur dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak direncanakan;
9. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian ruang;
10. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan struktur dan pola pemanfaatan
ruang;
11. Struktur Pemanfaatan Ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan
secara hirarkis dan saling berhubungan satu dengan lainnya;
12. Pola Pemanfaatan Ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam
lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara,
dan sumber daya alam lainnya;
13. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Mamuju;
14. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional;
15. Kawasan adalah satuan ruang wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu;
16. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun
suatu kawasan/lingkungan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan
ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan
program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan,
rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana dan pedoman pengendalian
rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/
kawasan;
17. Program Bangunan dan Lingkungan adalah penjabaran lebih lanjut dari perencanaan
dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu yang
memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung serta kebutuhan ruang
terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana
pencahayaan dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana
dan sarana yang sudah ada maupun baru;
18. Rencana Umum dan Panduan Rancangan adalah ketentuan-ketentuan tata
bangunan dan lingkungan pada suatu lingkungan/kawasan yang memuat rencana
peruntukan lahan makro dan mikro, rencana perpetakan, rencana tapak, rencana
sistem pergerakan, rencana aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana dan sarana
lingkungan, rencana wujud visual bangunan, dan ruang terbuka hijau;
19. Rencana Investasi adalah rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk
menghitung kelayakan investasi dan pembiayaan suatu penataan, sehingga terjadi
kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan;
20. Ketentuan Pengendalian Rencana adalah ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk
mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja maupun kelembagaan kerja
pada masa pemberlakuan aturan dalam RTBL dan pelaksanaan penataan suatu
kawasan;
21. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan adalah pedoman yang dimaksudkan untuk
mengarahkan perwujudan pelaksanaan penataan bangunan dan kawasan yang
berdasarkan dokumen RTBL, dan memandu pengelolaan kawasan agar dapat
berkualitas, meningkat, dan berkelanjutan;
22. Struktur peruntukan lahan merupakan komponen rancang kawasan yang berperan
penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna lahan yang
telah ditetapkan dalam suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan
dalam rencana tata ruang wilayah;
23. Intensitas Pemanfaatan Lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai
maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya;
24. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka presentase perbandingan antara luas
seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai;
25. Tata Bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta
lingkungan sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk
pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-

3
elemen: blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai
bangunan yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota
yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung
dalam ruang-ruang public;
26. Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis pada halaman pekarangan bangunan
yang ditarik sejajar dari garis as jalan, tepi sungai atau as pagar dan merupakan
batas antara kavling/pekarangan yang boleh dibangun dan yang tidak boleh
dibangun;
27. Tinggi Bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan tanah, dimana bangunan
tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak bangunan;
28. Sistem Jaringan Jalan dan Pergerakan adalah rancangan pergerakan yang terkait
antara jenisjenis hirarki/kelas jalan yang tersebar pada kawasan perencanaan (jalan
lokal/lingkungan) dan jenis pergerakan yang melalui, baik masuk dan keluar
kawasan, maupun masuk dan keluar kaveling;
29. Sistem Sirkulasi Kendaraan Umum adalah rancangan sistem arus pergerakan
kendaraan formal, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan
perencanaan;
30. Sistem Sirkulasi Kendaraan Pribadi adalah rancangan sistem arus pergerakan bagi
kendaraan pribadi sesuai dengan hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan
perencanaan;
31. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau adalah komponen rancangan kawasan, yang
tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan ataupun elemen sisa setelah
proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian
integral dari suatu lingkungan yang lebih luas;
32. Tata Kualitas Lingkungan adalah rekayasa elemen-elemen kawasan yang sedemikian
rupa, sehingga tercipta suatu kawasan atau sub area dengan sistem lingkungan yang
informative, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu;
33. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu
lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi
dan berfungsi sebagai mana mestinya;
34. Peran Serta Masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela di dalam
perumusan kebijakan dan pelaksanaan keputusan dan/atau kebijakan yang
berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat pada setiap tahap kegiatan
pembangunan (perencanaan, desain, implementasi dan evaluasi);

Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan

Pasal 2
(1) Maksud RTBL Kawasan Rangas yaitu untuk untuk merumuskan suatu Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Rangas Kecamatan Simboro yang sesuai
dengan karakteristik spesifik kawasan dan memiliki hubungan fungsional dengan
kawasan fungsional lainnya secara menyeluruh sehingga dapat menjadi acuan
pembangunan yang efektif.
(2) Tujuan RTBL Rangas adalah Terarahnya penyelenggaraan penataan bangunan dan
lingkungan di Kawasan Rangas Kecamatan Simboro, sesuai dengan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) guna mewujudkan tata bangunan dan dan
lingkungan layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan, sebagaimana
diamanatkan oleh UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung.

BAB II
BATASAN LOKASI KAWASAN

Pasal 3
(1) Lokasi Perencanaan RTBL Kawasan Rangas berada di Kecamatan Simboro
Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat.
(2) Luas kawasan perencanaan RTBL Kawasan Rangas adalah 59,86 hektar dan secara
geografis terletak antara 2°38'58.86" – 2°39'46.66" LS dan 118°50'21.77" –
118°51'18.94" BT, dengan batas kawasan perencanaan sebagai berikut:
a. Utara : Desa Sumere dan Selat Makassar
b. Selatan : Kelurahan Rangas

4
c. Barat : Desa Sumere
d. Timur : Selat Makassar

BAB III
MATERI POKOK RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL)

Pasal 4
(1) Peraturan Bupati tentang RTBL Kawasan Rangas disusun dengan sistematika
sebagai berikut:
BAB I : KETENTUAN UMUM
BAB II : MATERI POKOK RTBL KAWASAN RANGAS
BAB III : PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
BAB IV : RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN
BAB V : RENCANA INVESTASI
BAB VI : KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA
BAB VII : PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN KAWASAN
BAB VIII : KETENTUAN PERALIHAN
BAB VI : KETENTUAN PENUTUP
(2) Peraturan Bupati tentang RTBL Kawasan Rangas dilengkapi dengan buku
album peta, ilustrasi, gambar teknis, dan lain-lain yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

BAB IV
PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
Bagian Kesatu

Pasal 5
Menjadikan Rangas Sebagai Kawasan Pesisir Yang Menampilkan Wajah Kota
Mamuju Berbasis Wisata Dan Permukiman Pesisir Yang Berkualitas Dan
Berwawasan Lingkungan.

Bagian Kedua
Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan

Pasal 6
(1) Dengan direncanakannya RTBL Kawasan Rangas diharapkan dapat
mengintegrasi ruang, jalan dan fasilitas kawasan dengan kawasan sekitarnya
terutama kawasan pantai di sebelah utara.
(2) Struktur Kawasan datur sebagai berikut :
a. struktur kawasan mempertimbangkan pelestarian alam hutan lindung
(mangrove), sekaligus mengintegrasikannya ke dalam ruang kawasan
untuk optimalisasi pemanfaatan lahan fungsi ekonomi, sosial budaya,
wisata, ruang terbuka, ruang hijau dan ekologi hutan, dan laut; dan
b. pola struktur kawasan direncanakan menyebarkan sebuah garis yang
merangkai beberapa tema wisata dengan pengembangan Waterfront City
yang dilengkapi dengan dermaga wisata dan beberapa zona seperti resorts,
playground in island, dan research;

Bagian Ketiga
Konsep Komponen Perancangan Kawasan

Pasal 7
(1) Konsep komponen perancangan kawasan perencanaan dapat dikembangkan
dalam beberapa bentuk tematik kawasan wisata dengan tujuan untuk
meningkatkan fungsi kawasan dan kualitas lingkungan pantai Kawasan
Rangas, melalui :
5
a. pembangunan Waterfront City, dermaga wisata, RTH, yang dilengkapi
dengan sarana prasarana penunjangnya. dan
b. pengayaan tawaran wisata bahari dalam rangka distribusi wisata yang
semakin merata dan terkondisi sesuai minat dan motif wisata bahari.
(2) Tematik penataan kawasan permukiman dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan permukiman yang mencegah pembangunan perumahan
dan kawasan permukiman yang tidak sesuai dengan fungsi dan daya dukung
lahan serta untuk mendukung pengembangan fungsi jalan arteri yang
melintas di Kawasan Rangas.
(3) Tematik pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan sarana
prasarana dengan tujuan untuk mendukung penataan kawasan pesisir, serta
penetapan Sempadan Sungai dan Sempadan Pantai.

Bagian Keempat
Blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya

Pasal 8
(1) Pada penataan kawasan wisata bahari yang didukung dengan pengembangan
Waterfront City, dermaga wisata, serta penataan kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) pengembangan kawasan dan
program penanganannya dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. akses menuju kawasan didesain sealami mungkin agar pengunjung
merasakan pengalaman yang berbeda dengan kawasan wisata pantai yang
ada di sekitarnya;
b. pohon yang besar tetap dipertahankan dan ditata sepanjang jalan masuk;
c. jalur mobil berada di tengah dan pedestrian path berada di kanan kirinya;
dan
b. gerbang masuk ke kawasan juga didesain alami agar nampak menyatu
dengan alam.
(2) Pada tema pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan sarana
prasarananya, Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta penetapan sempadan
pengembangan kawasan dan program penanganannya dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengembangan RTH sebagai identitas kawasan yang berwawasan
lingkungan untuk mendukung ketersediaan RTH kota dan aktifitas wisata.
b. Penataan aturan bangunan dan lingkungan; dan
c. Penetapan sempadan sungai dan sempadan pantai.
(3) Pada tema pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan sarana
prasarana penunjangnya untuk mendukung penataan kawasan pesisir, serta
penetapan Sempadan Sungai dan Sempadan Pantai pengembangan kawasan
dan program penanganannya dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pengembangan bangunan wisata arsitektur local;
b. Penataan tepi sungai sebagai TRH public;
c. Penataan aturan bangunan dan lingkungan; dan
d. Penetapan sempadan sungai dan sempadan pantai.

BAB IV
RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

Bagian Kesatu
Struktur Peruntukan Lahan

Pasal 9
(1) Peruntukan lahan pada Blok I, seluas 25,7 (dua puluh lima koma tujuh)
hektar, sebagian besar diperuntukkan bagi penunjang fungsi utama kawasan
wisata, yang meliputi fungsi komersial, servis dan jasa umum dan fungsi
6
rekreasi serta ruang terbuka pada beberapa lokasi.
(2) Peruntukan lahan pada Blok II, seluas 13,1 (tiga belas koma satu) hektar,
diatur dengan peruntukan bagi penunjang fungsi utama kawasan yaitu
permukiman, RTH, pelayanan umum dan jasa.
(3) Peruntukan lahan pada Blok III, seluas 24,7 (dua puluh empat koma tujuh)
hektar, diatur dengan peruntukan sebagian besar bagi perkembangan fungsi
utama kawasan yaitu permukiman dan rekreasi. Fungsi utama zona ini
sebagai area permukiman pesisir dan fungsi pendukung sebagai perdagangan
dan jasa serta ruang terbuka juga sebagai fungsi pendukung.

Bagian Kedua
Rencana Perpetakan

Pasal 10
(1) Rencana perpetakan lahan pada Kawasan perencanaan membagi bangunan-
bangunan menjadi beberapa blok/segmen sesuai zona kawasan.
(2) Blok di dalam zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbagi menjadi
beberapa kaveling yang tidak dibatasi oleh dinding, pondasi atau lainnya
melainkan mengikuti bentuk dan topografi alam.

Bagian Ketiga
Rencana Tapak

Pasal 11
(1) Rencana tapak pada wilayah perencanaan, secara umum tidak banyak
mengalami perubahan, yaitu sebagai kawasan permukiman dan kegiatan
wisata.
(2) Dalam rangka menunjang peranannya sebagai kawasan wisata perlu
diciptakan suatu karakter khas pada masing-masing blok perencanaan,
dengan melakukan hal sebagai berikut :
a. pembuatan danau dan sungai (lake and creek) yang sekaligus berfungsi
sebagai embung dan wisata;
b. pembentukan jaringan jalan (jalan kendaraan atau jalan untuk pedestrian)
dibeberapa bagian zona, yang dapat membuka wilayah perencanaan
dengan wilayah lain di sekitarnya;
c. pembentukan jaringan pedestrian way yang menghubungkan semua unit
perencanaan sehingga tercipta pedestrian freedom;
d. mengupayakan agar tepi sungai bisa menjadi lawn/green space;
e. pengaturan jarak bangungan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga
tercipta building alignment yang serasi;
f. mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan roof-line
yang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang closure;
g. untuk memperkuatentrancemasuk‟„ pada dengankawasan dibuat „Gerbang‟
focalpoint sebagai untuk kawasan melalui pengarahan pohon baru dan
hutan konservasi di sisi kiri-kanan jalan, sehingga bisa membentuk image
sebagai gerbang, juga dapat dilakukan dengan membuka node yang ada
serta menempatkan landmark berupa sculpture dan sejenisnya pada
bundaran jalan (roundabout); dan
h. memberikan link antar bangunan berupa pedestrian shelter/koridor bagi
pejalan kaki, sehingga kawasan perencanaan bisa disebut sebagai kawasan
yang pedestrian friendly.

7
Bagian Keempat
Intensitas Pemanfaatan lahan

Pasal 12
(1) Ketinggian bangunan pada pada zona permukiman dan pelayanan umum
adalah 3 (tiga) lantai;
(2) Ketinggian bangunan pada zona perkantoran dan jasa adalah 3 (tiga) lantai;
(3) Ketinggian bangunan pada zona pelayanan umum adalah 2 (dua) lantai; dan
(4) Ketinggian bangunan pada zona kegiatan wisata adalah 2 (dua) lantai dengan
tinggi puncak bangunan lantai dasar tidak melebihi tinggi pohon yang
tertinggi pada zona tersebut.
(5) Ketinggian Bangunan diarahkan bervariasi agar didapat garis langit yang
beragam tidak monoton, dan juga memberi kesempatan kepada pemilik
hunian untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip arsitektur etnik atau tradisi
yang ingin mereka gunakan.

Pasal 13
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dikawasan perencanaan merupakan perkalian
antara luas KDB dengan jumlah lantai.

Pasal 14
(1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada zona permukiman maksimal 60%
(enampuluh perseratus).
(2) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada zona perkantoran dan jasa maksimal
60% (enampuluh perseratus) dengan penyediaan tempat parkir 1 mobil setiap
10 m2 luas lantai bagunan.
(3) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada zona pelayanan umum maksimal 60%
(enampuluh perseratus); dan
(4) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada zona wisata adalah paling banyak 25%
(duapuluh lima perseratus).

Bagian Kelima
Tata Bangunan

Pasal 15
Garis sempadan bangunan dan jarak bangunan pada kawasan perencanaan
dibebaskan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. pohon/vegetasi yang di konservasi, jarak pohon ± 2 (dua) meter dari
bangunan;
b. estetika kawasan;
c. kenyamanan pejalan kaki; dan
d. aksesibilitas dan sirkulasi di masing-masing zonasi.

Pasal 16
(1) Garis Sempadan Sungai (GSS) bertanggul ditetapkan 5 (lima) meter di sebelah
luar sepanjang kaki tanggul sepanjang alur sungai;
(2) Garis Sempadan Sungai (GSS) tidak bertanggul dengan kedalaman tidak lebih
dari 3 (tiga) meter ditetapkan 10 (sepuluh) meter dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan;
(3) Garis Sempadan Sungai (GSS) tidak bertanggul dengan kedalaman lebih dari 3
(tiga) meter ditetapkan 15 (lima belas) meter dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan;
(4) Garis Sempadan Pantai ditetapkan sebesar 100 (seratus) meter dari garis
pasang tertinggi kearah daratan untuk bangunan permanen/bertingkat.

Pasal 17
(1) Elevasi/peil lantai dasar dengan ketinggian 50 cm (lima puluh sentimeter) dari
titik tertinggi air sungai ditentukan bagi seluruh bangunan dengan tipe
8
floating dan elevated. Ketentuan ini dibuat untuk kepentingan keamanan dari
banjir atau air pasang.
(2) Elevasi/peil lantai dasar dengan ketinggian 25 (dua puluh lima) - 50 (lima
puluh) cm ditentukan bagi seluruh bangunan yang bertipe landed dengan
tujuan agar tercipta pembedaan yang jelas antara ruang dalam dan ruang luar
sehingga konsep privat-publik dapat terjaga dan fungsi bangunan dapat
berjalan dengan baik.

Pasal 18
(1) Orientasi bangunan di semua zona kawasan perencanaan diatur sebagai
berikut :
a. ditetapkan ke arah muka, atau tegak lurus menghadap ke jalan;
b. bangunan yang terletak di atas kaveling yang miring terhadap jalan tetap
dianjurkan agar membangun sisi muka yang sejajar jalan; dan
c. untuk bangunan yang berada di sisi persimpangan jalan atau bangunan
sudut dianjurkan untuk menghadap ke dua arah jalan.
(2) Secara detail rencana orientasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan sebagai berikut :
a. bagian belakang bangunan yang berbatasan dengan zona lain, orientasinya
juga harus diarahkan ke zona tersebut. Artinya, pada bagian tersebut
harus dibuat rancangan dengan akses dan bukaan menghadap ke arah
zona di belakangnya. Tidak diperkenankan membuat tembok masif atau
pagar yang membelakangi zona di belakangnya;
b. bangunan yang dikelilingi oleh jalan, orientasinya diarahkan ke masing-
masing jalan yang mengelilinginya.
c. bangunan-bangunan yang diarahkan sebagai identitas di pertemuan jalan,
orientasi bangunan dan atap bangunannya agar dipertimbangkan terhadap
kesatuan komposisi bangunan dan ruang luar di sekitar pertemuan jalan
tersebut.
d. arah pandangan suatu orientasi, sedapat mungkin mengarah pada tempat-
tempat yang penting atau ramai dikunjungi wisatawan. Jadi, tidak hanya
jalan-jalan utama yang terletak di depan bangunan saja yang bias
dijadikan arah orientasi, tetapi lokasi lain yang memiliki potensi untuk
dijadikan sebagai media orientasi juga dapat digunakan semisal sungai dan
danau.

Pasal 19
Bentuk dasar bangunan dipertimbangkan dari berbagai segi, baik segi kebutuhan
ruangnya sendiri ataupun dari ekspresi budaya dan nilai-nilai arsitektur
setempat menciptakan citra kawasan sebagai salah satu pusat wisata di Kota
Mamuju dengan segala aktivitas pendukungnya, rancangan bangunan di dalam
kawasan perencanaan ini menjadi salah satu faktor yang penting yang perlu
diperhatikan.

Pasal 20
(1) Penetapan bentuk dan posisi massa bangunan harus mempertimbangkan :
a. bahaya banjir dan kebakaran;
b. gubahan massa dikonfigurasi dengan unsur alam sehingga tercipta
kawasan yang mempunyai nilai estetika tinggi dan unik.
(2) Rencana tata letak massa bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. mempunyai jarak antar bangunan ± 5-10 meter agar mempermudah
proses mitigasi dan menghindari menjalarnya kebakaran antar bangunan;
b. massa bangunan berada pada elevasi 50 cm di atas permukaan air pasang
tertinggi;
c. pengolahan gubahan massa yang menyatu dengan alam
d. pengolahan dan perletakan massa diatur untuk mendapatkan atau
bestmeres ponview”;
9
e. geometri massa ditampilkan secara murni;
f. komposisi masa sederhana, tidak mengaburkan kemurnian geometri;
g. meminimalkan dampak visual dengan menjaga karya buatan manusia
seperti bangunan/infrastruktur ramping diupayakan berjarak cukup
terpisah;
h. meminimalkan kompetisi visual lingkungan sekitarnya dengan menjaga
struktur cahaya; dan
i. meningkatkan transparansi volume massa, dan menggunakan material
yang ramah lingkungan seperti batu alam atau kayu.

Pasal 21
(1) Garis langit (Skyline) merupakan garis titik tertinggi bangunan yang terbentuk
oleh perbedaan ketinggian masing-masing bangunan pada tiap-tiap zona yang
direncanakan yang bertujuan untuk menciptakan suasana ruang yang
menarik dan tidak monoton guna memberi kesan ruangan yang dinamis.
(2) Garis langit (Skyline) bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengikuti skyline topografi bukit, dan melandai ke arah pantai.

Pasal 22
(1) Rencana arsitektur bangunan mengembangkan langgam (gaya) arsitektural
Mamuju pada umumnya yang pada setiap bangunan menampilkan ornamen-
ornamen Mamuju yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi dan mengacu
bentuk-bentuk alam dan menggunakan material alam.
(2) Penerapan rencana arsitektur bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan seperti pada street furnitures dan bangunan-bangunan
komersial berupa detail-detail yang bersifat aksentuasi.

Pasal 23
(1) Peraturan bangunan berkaitan dengan konsep penggunaan bahan bangunan
untuk Kawasan perencanaan dibuat dengan mempertimbangkan rancangan
arsitektur yang ramah lingkungan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. penghematan sumber daya alam (economy of resources), memperhatikan
aspek pengurangan, pemakaian kembali dan pemakaian ulang berbagai
bahan alam yang digunakan;
b. penghematan penggunaan energi, konservasi air dan penggunaan material
bangunan;
c. daur hidup (life cycle design), sebuah material bangunan yang habis masa
pakainya akan dapat berubah bentuk sebagai material baru dan dengan
demikian akan selalu dapat dipakai ulang;
d. rancangan yang manusiawi, yaitu prinsip yang focus terhadap interaksi
antara manusia dengan lingkungan;
e. penggunaan bahan bangunan harus mempertimbangkan keawetan dan
kesehatan dalam pemanfaatan bangunannya. Bahan bangunan yang
dipergunakan harus memenuhi syarat-syarat teknik sesuai dengan
fungsinya, seperti yang dipersyaratkan dalam Standar Nasional Indonesia
(SNI) tentang spesifikasi bahan bangunan yang berlaku; dan
f. penggunaan bahan bangunan yang mengandung racun atau bahan kimia
yang berbahaya, harus mendapat rekomendasi dari instansi terkait dan
dilaksanakan oleh ahlinya.
(2) Ketentuan dalam pemilihan warna bangunan, apakah alami warna bahan
bangunan atau warna yang diterapkan cat atau noda, merupakan
pertimbangan penting dengan dampak pada karakter keseluruhan bangunan,
diatur sebagai berikut:
a. menghindari menggunakan terlalu banyak warna pada sebuah bangunan;
b. pertimbangkan untuk menggunakan warna terang dan gelap dari warna yang
sama;
c. bahan dan warna harus dipertimbangkan agar dapat menyatukan daerah melalui
penggunaan palet jelas; dan

10
d. warna dan bahan harus dipilih untuk kompatibilitas dengan daerah.

Pasal 24
Signage atau tanda untuk kawasan perencanaan direncanakan sebagai berikut:
a. Identitas, sebagai pengenal/karakter lingkungan dan sebagai titik
referensi/orientasi pergerakan pengunjung dapat berupa Landmark.
Rancangan tanda untuk identitas lingkungan ini untuk setiap zona berbeda-
beda, namun dapat menjadi bagian dari rancangan bangunan;
b. Nama Bangunan, memberi tanda identitas suatu bangunan yang dapat
dibarengi dengan petunjuk jenis kegiatan yang ada di dalamnya. Jenis ini
dapat berupa papan identitas, atau tulisan yang ditempel pada selubung
bangunan. Tanda untuk nama bangunan tidak boleh mengganggu pandangan
terhadap kualitas selubung bangunan, tidak boleh melebihi/mengganggu
domain publik;
c. Petunjuk Sirkulasi, sebagai rambu lalu-lintas, sekaligus sebagai pengatur dan
pengarah dalam pergerakan. Untuk rambu-rambu lalulintas disesuaikan
dengan standar bentuk dan penempatannya;
d. Komersial/Reklame, sebagai publikasi atas suatu produk, komoditi, jasa,
profesi atau pelayanan tertentu. Jenis ini dapat berupa papan tiang, ikon,
menempel pada bangunan, baliho, spanduk umbul-umbul dan balon.
Beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan adalah: Estetis dan
pemasangannya tidak mengganggu keamanan dan keselamatan serta
konstruksinya memenuhi syarat teknis. Pemasangan reklame konstruksinya
harus kuat dan ukurannya tidak merusak selubung bangunan. Pada koridor
jalan dan ruang luar lainnya harus estetis, dapat memperkuat identitas
lingkungan dan tidak merusak konsentrasi pemakai jalan. Pada median hanya
dipasang reklame yang bersifat sementara pada tiang lampu yang telah
disediakan; dan
e. Informasi, sebagai tempat untuk informasi kegiatan atau keterangan-
keterangan kondisi/keadaan lingkungan. Papan informasi yang menerangkan
kedudukan kawasan serta informasi lingkungan diletakkan pada setiap zona
berdekatan dengan tempat pemberhentian kendaraan/halte. Papan informasi
ini dapat sekaligus digunakan untuk menempelkan koran umum.

Pasal 25
(1) Pengembangan bangunan di kawasan perencanaan direncanakan untuk
pengembangan bangunan yang memenuhi persyaratan bangunan yang
memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung dan pengelola.
(2) Persyaratan bangunan yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. persyaratan kesehatan;
b. persyaratan kenyamanan; dan
c. persyaratan struktur bangunan.
(3) Persyaratan kesehatan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a, meliputi :
a. ventilasi :
1) setiap bangunan harus memiliki ventilasi;
2) ventilasi alami harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau
sarana lainnya yang dapat dibuka sesuai dengan standar teknis yang
berlaku;
3) luas ventilasi alami diperhitungkan minimal seluas 5 % (lima
perseratus) dari luas lantai ruangan yang diventilasi;
4) sistem ventilasi buatan harus diberikan jika ventilasi alami yang ada
tidak memenuhi persyaratan.
Penempatan fan pada ventilasi buatan harus memungkinkan
pelepasan udara secara maksimal dan masuknya udara segar, atau
sebaliknya;
5) bilamana digunakan ventilasi buatan, sistem tersebut harus bekerja

11
terus menerus selama ruang tersebut dihuni; dan
6) penggunaan ventilasi buatan harus memperhitungkan besarnya
pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang dalam
bangunan gedung sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.
b. Pencahayaan;
1) setiap bangunan harus memiliki pencahayaan alami dan/atau buatan
sesuai dengan fungsinya;
2) penerangan alami dapat diberikan pada siang hari untuk rumah dan
gedung;
3) untuk penerangan malam hari digunakan penerangan buatan;dan
4) perencanaan sistem pencahayaan diarahkan dengan menggunakan
lampu hemat energi dengan menggunakan kebutuhan dan
mempertimbangkan upaya konservasi energi pada bangunan gedung.
(4) Persyaratan kenyamanan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, meliputi :
a. Sirkulasi Udara ;
1) setiap bangunan diharuskan untuk memberikan pengaturan udara
untuk menjaga suhu udara dan kelembaban ruang; dan
2) sistem sirkulasi udara ini bisa diarahkan untuk dilakukan di dinding
dan atap bangunan.
b. Pandangan ;
1) perletakan dan penataan elemen-elemen alam dan buatan pada bagian
bangunan mau pun ruang luarnya untuk tujuan melindungi hak
pribadi; dan
2) perletakan bukaan pada bagian-bagian persimpangan jalan agar
pengguna jalan saling dapat melihat sebelum tiba pada persimpangan.
c. Kebisingan ;
1) konservasi pohon dan tanaman dengan daun lebat, atau elemen buatan
berupa pagar yang tidak merusak alam dapat mengurangi kebisingan
yang diterima oleh penghuni di dalam bangunan terutama pada zona
wisata; dan
2) perletakan elemen-elemen alam dan buatan untuk mengurangi/
meredam kebisingan yang datang dari luar bangunan dan luar
lingkungan.
d. Getaran ;
1) penggunaan material dan sistem konstruksi bangunan untuk
meredam getaran yang datang dari bangunan lain dan dari luar
lingkungan; dan
2) bangunan-bangunan konstruksinya harus memperhitungkan bahaya
getaran terhadap kerusakan konstruksi dan elemen bangunan.
(5) Persyaratan struktur bangunan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c, meliputi :
a. Struktur Landed House ;
1) faktor-faktor yang menentukan dalam pemilihan sistem struktur atas
adalah sebagai berikut :
a) aspek arsitektural;
b) aspek fungsional;
c) aspek kekuatan dan stabilitas struktur;
d) aspek ekonomi dan kemudahan pelaksanaan; dan
e) faktor kemampuan struktur dalam mengakomodasi sistem layanan
bangunan.
2) daam perencanaan struktur beton bertulang kiranya perlu
diperhatikan adanya detail tulangan dan sambungan yang baik dan
benar.
3) jenis pondasi yang digunakan adalah pondasi dangkal dan continuous
footing batu kali, dengan persyaratan sebagai berikut :
a) kekuatan dan kapasitas daya dukung; dan
b) deformasi/penurunan (batas-batas yang dipersyaratkan dalam
12
struktur).
b. Jembatan;
1) Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a) Bentuk geometrik jalan.
b) Kemampuan daya dukung tanah bawah.
c) Beban yang bekerja diatas jembatan.
2) Alternatif struktur atas jembatan sangat ditentukan oleh beban yang
melintas diatas jembatan
a) Jembatan rangka baja; sesuai dengan kelas jalan Pelaksanaan
relatif lama ; terutama untuk beton yang dicor ditempat (cast in
place). Bahan aditif bias ditambahkan untuk mempercepat proses
pengeringan beton
b) Jembatan beton bertulang; sesuai dengan kelas jalan Pelaksanaan
cepat; dengan system pabrikasi off site, waktu dan mutu bisa
dijamin lebih terkendali
c) Jembatan kayu; beban yang melintas maksimal adalah kendaran
roda 2;
Pelaksanaan relatif cepat dan harus memperhatikan sistem
sambungan antara batang kayu jembatan.
3) Pondasi jembatan yang digunakan :
a) Jembatan rangka baja; menggunakan pondasi dalam (tiang
pancang, minipile, sumuran)
b) Jembatan beton bertulang; menggunakan pondasi dalam (tiang
pancang, minipile, sumuran)
c) Jembatan kayu; menggunakan pondasi tiang/ perancah kayu.

Bagian Keenam
Rencana Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung

Pasal 26
(1) Sirkulasi pada kawasan perencanaan harus membedakan dengan tegas
sirkulasi untuk kendaraan dan sirkulasi pejalan kaki.
(2) Sirkulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dalam satu sistem yang
integratif antara sirkulasi internal dan eksternal bangunan, antara pemakai
(pelaku kegiatan) dan sarana transportasinya yang mempertemukan antara
keduanya (pemakai dan alat transportasi) ada pada tempat parkir.
(3) Sirkulasi lalulintas di kawasan perencanaan meliputi :
a. Pengembangan fungsi Jalan arteri dengan lebar 11 (sebelas) meter yang
merupakan sirkulasi untuk kendaraan besar yaitu bus dan kendaraan
umum dengan dengan jalur pedestrian selebar 3 (tiga) meter dan di kedua
sisinya setiap jarak tertentu disiapkan halte bus.
b. Pengembangan jalan lokal dengan lebar jalan 6 (enam) meter untuk 2 (dua)
arah, tanpa median jalan dan jalur pedestrian 3 (tiga) meter di kedua
sisinya.
c. Pengembangan jalan lingkungan dengan lebar 3,5 (tiga koma lima) meter
untuk 2 (dua) arah, tanpa median jalan dan jalur pedestrian 1 (satu) meter
di kedua sisinya.
(4) Kendaraan pribadi dapat ditempatkan di area parkir yang disediakan dan
selanjutnya menggunakan moda transportasi lainnya yang sudah disediakan
menuju zona-zona kawasan.
(5) Sirkulasi bagi sepeda dan pejalan kaki berada pada dua sisi jalan yang berupa
jaringan pedestrian ways.
(6) Untuk memberi kenyamanan dan keamanan bagi pelaku kegiatan, jalur-jalur
sirkulasi dilengkapi dengan elemen-elemen
(7) petunjuk jalan (rambu-rambu lalu-lintas), elemen-elemen pengarah, elemen
perabot ruang luar serta peneduh pada fasilitas sirkulasi pejalan kaki.

13
Pasal 27
(1) Penataan sistem parkir di kawasan direncanakan dengan penempatan
kendaraan pribadi di area parkir yang sudah disediakan.
(2) Area parkir kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan di
ruang terbuka.
(3) Pelataran parkir di area terbuka harus menggunakan material yang dapat
menyerap air (impervious cover) dan dilengkapi dengan tata vegetasi yang
teduh.

Bagian Ketujuh
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan

Pasal 28
(1) Pada tahap awal, sumber listrik menggunakan listrik tenaga diesel (generator
set), baik untuk keperluan penerangan bangunan maupun penerangan jalan
dengan menggunakan jaringan distribusi kabel udara di sepanjang tepi jalan
maupun yang menyeberangi jalan dengan ketentuan mempunyai ketinggian
minimum 5 (lima) meter di atas permukaan jalan.
(2) Dalam jangka panjang, direncanakan menggunakan sumber listrik dari PLN
dan listrik tenaga surya dengan menggunakan jaringan distribusi di bawah
tanah (underground).
(3) Untuk mempermudah pemeliharaan kabel bawah tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat menggunakan shaft khusus agar tidak sering
kali melakukan penggalian dan
(4) pengurukan yang cukup mengganggu lalulintas dan keadaan lingkungan yang
direncanakan dengan kedalaman 1 (satu) meter mengikuti jaringan jalan yang
ada dengan menggunakan pipa PVC berdiameter manhole untuk 8” dengan
setiap jarak 20 (dua puluh) meter.

Pasal 29
(1) Penataan jaringan air bersih di kawasan perencanaan dengan pengembangan
jaringan didistribusikan ke unit-unit bangunan berdasarkan arahan
pengembangan system jaringan air bersih Kota Mamuju.
(2) Untuk rencana jangka panjang pengembangan diarahkan kepada peningkatan
fungsi sungai sebagai sumber air bersih, dengan menggunakan sistem
gravitasi.
(3) Guna menjaga dan meminimalkan gangguan pada jaringan distribusi sumber
air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penempatan jaringan perpipaan air
bersih tidak berada dalam deretan yang sama dengan jaringan listrik dan
telepon yang menggunakan jaringan kabel tanah.

Pasal 30
(1) Pelayanan telekomunikasi diarahkan pada tahap awal menggunakan fasilitas
telekomunikasi selular.
(2) Untuk tahap jangka panjang, jika memungkinkan menggunakan jaringan
bersumber dari Telkom dan BTS (Base Transceiver Station) selular yang
tingkat pelayanannya disesuaikan dengan ketersediaan jaringan yang ada di
kawasan dimaksud. Jaringan kabel telepon menggunakan jaringan kabel
bawah tanah.
(3) Jaringan kabel telepon bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
direncanakan mengikuti rute sisi jalan guna mencapai pelanggan.
(4) Penempatan jaringan kabel telepon sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
direncanakan secara terpadu bersamaan dengan
(5) kabel listrik di dalam pipa PVC ber manholeuntuk setiap 20 (dua puluh) meter.

Pasal 31
(1) Sampah dikumpulkan dari bin/tempat sampah dengan kapasitas 0,12
(nol koma dua belas) m3 yang berasal dari sumbernya (kawasan wisata,

14
rumah tangga, pasar, fasiltias umum dan jalan) menggunakan gerobak
dengan kapasitas 1 (satu) m3 dan dikumpulkan dalam bak sampah/transito
container, yang diletakkan dengan radius 400-500 meter. Sistem organisasi
dan manajemen pada tahap ini dikelola oleh internal kawasan wisata maupun
Pemerintah Kota Mamuju.
(2) Dari container, sampah kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) atau transfer depo dengan kapasitas 6 (enam) m3.
(3) Sistem organisasi dan manajemen pengelolaan sampah pada tahap
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikelola secara internal
kawasan maupun oleh Pemerintah Kota Mamuju.
(4) Dari TPS sampah kemudian dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang
pengelolaannya dikelola oleh pemerintah daerah.

Pasal 32
(1) Rencana pembuatan saluran-saluran drainase harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. tiap bangunan harus menyediakan saluran-saluran pembuangan air hujan;
b. saluran-saluran sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus cukup besar
dan cukup mempunyai kemiringan untuk dapat mengalirkan air hujan
dengan baik;
c. air hujan yang jatuh diatas atap harus segera dapat disalurkan di atas
permukaan tanah dengan pipa-pipa atau dengan bahan lain dengan jarak
antara sebesar-besarnya 25 (dua puluh lima) meter;
d. curahan hujan yang langsung dari atas atap atau pipa talang bangunan
tidak boleh jatuh keluar pekarangan dan harus dialirkan ke bak peresapan
pada kapling bangunan bersangkutan, dan selebihnya kesaluran umum
kota;
e. pemasangan dan perletakan pipa-pipa dilakukan sedemikian rupa sehingga
tidak akan mengurangi kekuatan dan tekanan bangunan;
f. bagian-bagian pipa harus dicegah dari kemungkinan tersumbat kotoran;
dan
g. pipa-pipa saluran tidak diperkenankan dimasukkan ke dalam lubang lift.
(2) Sistem jaringan drainase di kawasan perencanaan direncanakan
menggunakan pola aliran gravitasi yang secara detail ditetapkan sebagai
berikut :
a. sebagai penampung utama aliran air di kawasan perencanaan adalah
sungai yang melintas dibagian kawasan;
b. pada kawasan perencanaan direncanakan menggunakan saluran terbuka
atau tertutup di sepanjang jalan kawasan dengan tinggi jagaan 0.3 m dan
lebar sebesar 0.5 m dan dilengkapi dengan bak kontrol atau bukaan yang
sewaktu-waktu dapat dibuka dengan jarak setiap 50 (lima puluh) meter.

Pasal 33
(1) Air limbah di kawasan perencanaan diklasifikasikan atas air limbah domestik
dan air limbah non domestik.
(2) Air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
sewerage dan sewage.
(3) Sewerage sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan air buangan yang
berasal dari dapur dan kamar mandi.
(4) Sewage sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan air buangan yang
berasal dari kotoran manusia (tinja).
(5) Air limbah rumah tangga terbagi menjadi 2 yaitu:
a. air limbah aman yang dapat dibuang langsung ke saluran drainase (grey
water) seperti air bekas cucian, air bekas mandi; dan
b. air limbah yang harus melalui proses terlebih dahulu (black water) seperti
air dari wc.
(6) Sistem pengelolaan untuk grey water direncanakan disalurkan ke bidang

15
resapan ataupun saluran drainase lingkungan.
(7) Sistem pengelolaan untuk black water di kawasan perencanaan direncanakan
menggunakan system septictank individual atau komunal, yang dikelola oleh
individu dan masyarakat setempat serta pemerintah.
(8) Untuk jangka panjang direncanakan pembuatan IPAL komunal untuk
kawasan wisata dan IPAL terpusat atau komunal untuk kawasan permukiman
dikelola oleh masyarakat dan pemerintah.

Pasal 34
(1) Setiap bangunan gedung harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan
sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran.
(2) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dengan system proteksi pasif
meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api,
kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada
untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap
kebakaran.
(3) Sistem proteksi aktif yang merupakan proteksi terhadap harta milik terhadap
bahaya kebakaran berbasis pada penyediaan peralatan yang dapat bekerja
baik secara otomatis maupun secara manual, digunakan oleh penghuni atau
petugas pemadam dalam melaksanakan operasi pemadaman.
(4) Setiap zona kawasan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tersedia
sumber air berupa hidrant halaman, sumur kebakaran atau reservoir air dan
sarana komunikasi umum yang memudahkan instansi pemadam kebakaran
untuk menggunakannya, sehingga setiap rumah dan bangunan gedung dapat
dijangkau oleh pancaran air unit pemadam kebakaran dari jalan di
lingkungannya, serta untuk memudahkan penyampaian informasi kebakaran.
(5) Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan
operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan gedung harus
tersedia jalan lingkungan dengan perkerasan agar dapat dilalui oleh
kendaraan pemadam kebakaran perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan
pemadam kebakaran.

Bagian Kedelapan
Ruang Terbuka dan Tata Hijau

Pasal 35
(1) Ruang terbuka umum pada kawasan perencanaan meliputi:
a. tata hijau kawasan sempadan sungai;
b. tata hijau kawasan sempadan pantai;
c. tata hijau/jalur hijau tepi jalan; dan
d. taman/rekreasi kota.
(2) Ruang terbuka publik, pada kawasan perencanaan merupakan ruang
sempadan antara bangunan sampai dengan batas pagar atau halaman
mempunyai akses terbatas bagi umum.
(3) Ruang terbuka privat merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan
dikelola oleh orang, seperti kebun, halaman rumah/gedung miliki
perseorangan, atau koorporasi yang ditanami tumbuhan.
(4) Ruang terbuka privat yang berada di kawasan permukiman direncanakan
untuk digunakan sebagai lahan parkir kendaraan pribadi atau sebagai
halaman yang ditanami pohon peneduh sebagai pembentuk iklim mikro depan
bangunan dan peneduh area parker kendaraan.
(5) Pola tata vegetasi dan penciptaan iklim mikro merupakan unsur penting
dalam penciptaan ruang terbuka pada iklim tropis.
(6) Konsep ruang terbuka pada kawasan menganjurkan penanaman pohon
peneduh dengan kanopi, terutama pada ruang terbuka umum yaitu pada jalur
hijau sisi pedestrian selebar 3 meter dengan jarak penanaman setiap 8 m.
(7) Selain sebagai peneduh, pola tata hijau dilakukan sebagai pengarah, terutama
pada median pembatas jalan.
16
(8) Vegetasi pengarah yang dapat ditanam antara lain palem-paleman maupun
cemara.

Bagian Kesembilan
Tata Informasi dan Wajah Jalan

Pasal 36
(1) Penunjuk nama jalan pada kawasan perencanaan diharuskan ditempatkan
pada setiap ujung jalan yang terdapat pada kawasan perencanaan dengan
bentuk yang mencirikan karakter lokal.
(2) Rambu pertandaan jalan maupun rambu untuk jalur penyelamatan bencana
diarahkan terletak pada kawasan yang mudah terlihat, kuat, dan terpelihara.
(3) Tanda-tanda dalam sebuah kawasan dimaksudkan agar pengunjung
mengenal kawasan tersebut dan petunjuk bagi pengunjung yang baru
mengenal tempat tersebut.
(4) Pemasangan dan penempatan rambu jalan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penataan reklame pada kawasan perencanaan diarahkan dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. kepentingan penempatan harus mengupayakan keseimbangan, keterkaitan
dan keterpaduan dengan semua jenis elemen pembentuk wajah jalan atau
perabot jalan lain dalam hal fungsi, estetis dan social;
b. penempatan reklame dilakukan hanya pada titik-titik tertentu, tidak
mengganggu dan menutupi keberadaan bangunan;
c. titik pemasangan papan reklame diarahkan di persimpangan, gazebo dan
dapat dimanfaatkan sebagai bidang reklame sesuai dengan arahan titik
pemasangannya;
d. penempatan reklame harus menciptaan karakter lingkungan kawasan; dan
e. materi reklame komersial yang diperbolehkan, harus sesuai visi
pengembangan kawasan.

Pasal 37
Wajah jalan pada kawasan perencanaan dibentuk dengan:
a. peletakan vegetasi peneduh pada jalur pedestrian;
b. peletakan pencahayaan buatan harus mempunyai jarak setiap titik lampu
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter, sesuai kebutuhan jenis ruang
terbuka hijau dan jenis jalan;
c. pencahayaan buatan di ruang terbuka hijau harus memperhatikan karakter
lingkungan, fungsi, dan arsitektur bangunan, estetika amenity dan komponen
promosi; dan
d. pembentukan jalur pedestrian dengan permukaan jalur yang nyaman untuk
berjalan bagi pejalan kaki maupun penyandang cacat.

Pasal 38
Penataan street furniture di kawasan perencanaan, meliputi:
a. gazebo/tempat duduk beratap, sitting group/tempat duduk, lampu pedestrian,
lampu taman, lampu jalan, penanda jalan, papan informasi, papan pengarah
jalan, papan nama bangunan dan kawasan, tempat sampah, hydrant dan
lainnya;
b. letak perabot jalan di lokasi strategis dan mudah dijangkau dari berbagai arah
ditentukan :
1. pada jalur utama dilengkapi lampu jalan (jarak ± 50 m/unit), jalur
pedestrian dilengkapi lampu pedestrian (jarak ± 10 m/unit), taman dan
ruang terbuka dilengkapi lampu taman;
2. sitting group atau gazebo, tempat sampah dan hydrant sebaiknya
dialokasikan di ruang terbuka publik, taman dan jalur pedestrian dengan
jarak setidaknya ±100 m/unit; dan
3. peletakan TPS/tempat pembuangan sampah akhir tidak boleh mengganggu

17
kepentingan umum.
c. material perabot jalan diarahkan bersifat natural, mudah perawatannya dan
awet.

Bagian Kesebelas
Mitigasi Bencana

Pasal 39
(1) Peringatan Dini dan Kesadaran Warga (Early Warning System and Community
Awarness), meliputi :
a. Sistem Peringatan Dini direncanakan menggunakan sistem yang
terintegrasi untuk kawasan yang lebih luas (Kota Mamuju); dan
b. Peningkatan Kesadaran warga dibentuk melalui jalur pendidikan formal
maupun informal (penyuluhan masyarakat, dll) serta pelatihan.
(2) Rencana Jalur dan Arah Penyelamatan (Evacuation/Escape Routes), terdiri
dari :
a. Jalur Evakuasi/Penyelamatan, menggunakan jaringan jalan yang ada; dan
Arah Evakuasi/Penyelamatan, menuju Area
b. Penyelamatan/Escape Area yang terdiri dari bangunan penyelamatan
untuk menampung korban bencana alam yang dapat diterapkan pada
kawasan perencanaan berupa/berbentuk ruang terbuka/taman kota
(Escape Area), maupun gedung penyelamatan (Escape Building) seperti
fasilitas peribadatan, gedung penelitian dan gedung-gedung lainnya.
(3) Rencana Area Bangunan Penyelamatan yang direncanakan berupa/berbentuk
ruang terbuka/taman kota maupun gedung penyelamatan seperti fasilitas
peribadatan, fasilitas pendidikan, gedung serbaguna, gedung perkantoran dan
gedung-gedung lainnya, namun desain bangunan tersebut harus memiliki
kekuatan struktural yang handal sebagai gedung super kuat (very strong
buildings) yang tahan bencana alam.
(4) Dalam hal adanya kerusakan bangunan gedung akibat bencana seperti
kebakaran, banjir dan/atau bencana lainnya atau adanya laporan masyarakat
terhadap bangunan gedung yang diindikasikan membahayakan keselamatan
masyarakat dan lingkungan sekitarnya, maka Penerbitan Sertifikat Laik
Fungsi (SLF) bangunan gedung harus segera dilaksanakan.

BAB V
RENCANA INVESTASI

Pasal 40
(1) Kegiatan pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan kawasan
Rangas dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Mamuju, Pemerintah Povinsi
Sulawesi Barat, dan masyarakat Kabupaten Mamuju.
(2) Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten
Mamuju dan Pemerintah Povinsi Kepula Sulawesi Barat sebagaimana
dimaksud padaayat (1), harus mengacu pada panduan Tata Bangunan dan
Lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Mamuju.
(3) Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat sebagaimana
dimaksud padaayat (1), melalui pembangunan fisik bangunan di dalam lahan
yang dikuasainya, termasuk pembangunan ruang terbuka hijau, ruang
terbuka, dan sirkulasi pejalan kaki dengan tetap mengacu pada syarat dan
ketentuan berlaku.

Pasal 41
Skenario rencana investasi yang akan dilakukan di kawasan perencanaan
mencangkup 5 (lima) tahapan :
a. Tahap I: Penetapan dan penataan sempadan sungai dan sempadan pantai
dalam rangka peningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui
pembangunan tanggul dan pembebasan lahan untuk kepentingan sempadan,
18
serta penegasan kawasan lindung;
b. Tahap II: Pembangunan prasarana permukiman seperti drainase yang
terpadu, system persampahan dan penyediaan air bersih, serta penyediaan
RTH;
c. Tahap III: Pembentukan struktur kawasan dengan pembangunan jaringan
jalan local dan lingkungan khususnya jalan masuk ke kawasan wisata
(tourism main road). Sarana penunjang juga mulai dikerjakan untuk
melakukan awareness kepada wisatawan dengan membangun pusat
informasi, gerbang kawasan dan area parkir sebagai sarana penunjang;
d. Tahap V: Pada tahap ini kawasan Rangas sudah menjadi alternatif wisata
selain wisata yang sudah ada yaitu pantai di Kota Mamuju. Untuk melengkapi
fasilitas wisata yang ada dibangun Waterfront City serta infrastrukturnya; dan
e. Tahap IV: Peningkatan kualitas lingkungan kawasan untuk mendukung
fungsi ruang dengan pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan sarana
dan prasarana yang mendukung fungsi;

Pasal 42
Pemetaan pelaksanaan pembangunan kawasan Rangas dilaksanakan oleh 3 (tiga)
pelaku utama, yaitu:
a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
b. Lembaga Penelitian; dan
c. Swasta.

BAB VI
KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA

Bagian Kesatu

Pasal 43
(1) Adapun Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui beberapa
tahapan kegiatan diantaranya melalui :
a. penetapan peraturan zonasi,
b. perizinan,
c. pemberian insentif dan disinsentif, serta
d. pengenaan sanksi.
(2) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan
ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan
yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
(3) perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pelaksanannya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan bidang penataan ruang termasuk
pengenaan sanksi atas pelanggaran ketentuan perizinan berdasarkan
kewenangan yang dimiliki pemerintah Kabupaten Mamuju.
(4) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,
dibatalkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mamuju sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban
pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan
sesuai dengan rencana tata ruang.
(6) Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten
Mamuju sesuai dengan kewenangan. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang
tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara,
dan/atau sanksi pidana denda.
(7) Izin lingkungan diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten
Mamuju sesuai dengan kewenangan.
(8) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,

19
dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang
dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif
tersebut, antara lain, berupa :
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa
ruang, dan urun saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat
e. swasta dan/atau pemerintah daerah.
(9) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dimaksudkan
sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang
berupa :
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang; dan/atau
b. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan
penalti;
(10) Insentif dan disinsentif dalam penataan bangunan dan lingkungan diberikan
dengan tetap menghormati hak masyarakat.
(11) pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, bahwa setiap
orang atau badan hukum yang dalam pemanfaatan ruang melanggar rencana
tata bangun lingkungan dikenai sanksi administratif terdiri atas:
a. peringatan tertulis;penghentian sementara kegiatan;
b. penghentian sementara pelayanan umum;
c. penutupan lokasi;
d. pencabutan izin;
e. pembatalan izin;
f. pembongkaran bangunan;
g. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
h. denda administrati

Bagian Kedua
Kajian Lingkungan Hidup

Pasal 44
(1) Setiap penyelenggaraan pembangunan gedung atau pengembangan sub
kawasan yang berada pada kawasan perencanaan yang memenuhi criteria
penyusunan AMDAL/UKL/UPL harus mengikuti ketentuan dalam Peraturan
Bupati ini.
(2) Setiap penyelenggaraan pembangunan gedung atau pengembangan sub
kawasan yang berada pada kawasan perencanaan yang memenuhi criteria
penyusunan AMDAL harus dilakukan penyusunan AMDAL/UKL/UPL sesuai
peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Partisipasi Masyarakat
Pasal 45
(1) Partisipasi Masyarakat dalam pemanfaatan rencana kawasan meliputi :
a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan berlaku;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang kawasan;
c. penyelenggaraan kegiatanpembangunan berdasarkan rencana;
d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain
untuk tercapainya pemanfaatan kawasan yang berkualitas; pemanfaatan
20
ruang sesuai dengan rencana;
e. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana;
f. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknik dalam
pemanfaatan ruang; dan
g. kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan kawasan.
(2) Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan rencana, meliputi :
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang kawasan, termaksud pemberian
informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan; dan
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban dalam kegiatan
pemanfaatan ruang kawasan dan peningkatan kualitas pemanfaatan
ruang kawasan.

BAB VII
PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN KAWASAN

Bagian Kesatu
Pengelola Kawasan

Pasal 46
(1) Pengelolaan kawasan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dalam melaksanakan pengelolaan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pengelola mempunyai wewenang sebagai berikut :
a. membawahi sub-sub pengelola masing-masing zona yang diberikan kepada
pihak ketiga, baik swasta maupun lembaga lain;
b. mengatur dan mengawasi supaya kegiatan pengembangan kawasan yang
dilaksanakan sub pengelola tetap sesuai pada guidelines yang sudah
disahkan; dan
c. melakukan review perencanaan pada jangka waktu tertentu supaya
kegiatan pengembangan kawasan tetap sesuai dengan perkembangan
kondisi terkini.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47
Dengan berlakunya Peraturan Bupati ini, makan :
a. pembangunan yang telah ada di kawasan Rangas dikecualikan dari ketentuan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan berdasarkan Peraturan Bupati ini.
b. rencana kegiatan pembangunan di kawasan Rangas yang akan dibangun
pelaksanaannya disesuaikan dengan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan berdasarkan Peraturan Bupati ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48
Ketentuan pelaksanaan sebagai penjabaran dari Peraturan Bupati ini, diatur
lebih lanjut oleh Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan paling
lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Bupati ini.

21
Pasal 49
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Mamuju.

Ditetapkan di Mamuju
pada tanggal, 2 Oktober 2016

BUPATI MAMUJU,

Ttd

Dr. H. SUHARDI DUKA, MM

Diundangkan di Mamuju
pada tanggal, 2 Oktober 2016

Plt, SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MAMUJU,

Ttd

Drs. MUH. DAUD YAHYA, M.Si

BERITA DAERAH KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2015 NOMOR 512

22

Anda mungkin juga menyukai