Anda di halaman 1dari 40

BMSA49BK

LAPORAN PRAKTIKUM
BIOKIMIA
KEGIATAN KE 3
FUNGSI EMPEDU SEBAGAI EMULGATOR

NAMA : MUHAMMAD SYAFA’AT ABDULLAH


NIM : 2005016049
PRODI : PENDIDIKAN BIOLOGI
KELOMPOK : II (DUA)

LABORATORIUM PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
BMSA49BK

Kegiatan 3
Fungsi Empedu sebagai Emulgator

A. Tujuan Kegiatan

Mahasiswa dapat membuktikan empedu bersifat sebagai emulgator.

B. Kajian Pustaka
1. Pengertian Empedu

Menurut Nur’ani (2017, 234) Kandung empedu terletak di sisi


bawah hati dan sebelah kanan abdomen. Saluran empedu
menyimpan empedu hasil sekresi hati sebelum masuk ke duodenum.
Empedu meninggalkan hati via kelenjar hepatik, yang bergabung
dengan kelenjar cystic kantung empedu untuk membentuk kelenjar
empedu. Kelenjar empedu bergabung dengan kelenjar pankreas
membentuk ampulla Vater, yang masuk ke dalam duodenum.
Empedu disekresi ke dalam usus halus karena merespon adanya
makanan (khususnya lemak).

Menurut Wulandari (2010, 194) Getah empedu dihasilkan oleh


hati, kandung empedu/fesica felea/gall bladder suatu kantong yg
melekat pada duktus hepatikus berfungsi menampung getah empedu
dari hati antara 2 waktu makan yang akan berkontraksi dan
mengalirkan empedu ke usus halus. Stimulasi Kandung empedu
melalui hormon cholesystokinin dan syaraf nervus fagus, yang
menstimulasi getah empedu cholagogues pada garam empedu
(dehidrocholat), calomel, garam inggris (MgSO4), curcuma, daging,
lemak, lemak, asam dan buah-buahan. Inhibitor berupa CO.

Menurut Umniyatie (2009, 167) Garam empedu adalah sebuah


senyawa amphipatik, salah satu sisinya dapat larut dalam air (polar/
BMSA49BK

3
Halaman 2 yaa

hydrophilic) dan sisi yang lainnya tidak larut dalam air (nonpolar/
hydrophobic).

2. Komposisi dan Fungsi Empedu

Menurut Wulandari (2014, 6) Lebih dari 90% empedu adalah


air, yang mengandung senyawa-senyawa organik, seperti
garamgaram empedu, bilirubin, kolesterol, asam lemak, dan lesitin;
senyawa-senyawa anorganik dalam bentuk ion, seperti Na+, K+,
Ca2+, Cl-, dan HCO3-.

Menurut Wulandari, Endah (2010, 194) Komposisi dari empedu


ialah air, mucin dan pigmen, cholesterol, asam lemak, garam
anorganik, pH 7,1-7,3. Asam empedu bila bergabung dengan glisin
membentuk glikolat dan glikohenodeoxycholat dan bila bergabung
dengan taurin menjadi taurocolat dan taurochenodeoxycholat.
Fungsi sistem empedu mengemusikan lemak, garam empedu akan
menurunkan tegangan permukaan air serta membantu pencernaan &
absorpsi lemak serta vitamin larut lemak, menetralkan asam yaitu
menetralkan kimus yang bersifat asam. Ekskresi obat-obatan, toxin,
pigmen empedu & zat anorganik (Cu, Zn, Hg) serta melarutkan dan
mengeluarkan kolesterol. Dieksresi kolesterol dalam empdu dan
diubah menjadi asam empedu.

Asam empedu digunakan untuk emulsifikasi yang lebih baik,


pencernaan dan penyerapan lemak makanan pada ayam,terutama
pada awal kehidupan. Demikian pula, lipase eksogen juga telah
digunakan untuk perbaikan keterbatasan fisiologis sistem
pencernaan ayam. Karena potensi asam empedu dan lipase,
penggunaannya telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir,
untuk emulsifikasi yang lebih baik dari lemak makanan dan
meningkatkan performa pertumbuhan ayam pedaging. Di masa lalu,
lipase pankreas digunakan untuk suplementasi, tetapi baru-baru ini,
lipase mikroba mendapatkan perhatian di industri unggas sebagai
BMSA49BK

hidrolisisnkatalisator. Asam empedu memperkuat mekanisme


pertahanan tubuh terhadap endotoksin bakteri danmjuga memainkan
peran kunci dalam regulasi lipid dan metabolisme gula sebagai
molekul sinyal. Telahmmenunjukkan bahwa asam empedu dan
lipase dapat meningkatkan efisiensi pakan dengan meningkatkan en-
aktivitas zyme dan pada akhirnya mengarah pada pencernaan dan
penyerapan lemak yang lebih baik. Tambahan lebar kisaran asam
empedu (0,004% hingga 0,25%) dan lipase (0,01% hingga 0,1%)
telah digunakan dalam pakan ayam pedaging untuk peningkatan
kecernaan lemak dan kinerjanya. Kombinasi asam empedu yang
berbeda telah menunjukkan potensi yang lebih besar untuk
meningkatkan efisiensi pakan (sebesar 7,14%) bahkan pada tingkat
yang rendah (0,008%) seperti dibandingkan dengan asam empedu
individu mana pun (Arshad, 2021 : 757).

Asam empedu adalah agen fisiologis penting untuk penyerapan


nutrisi usus dan sekresi empedu lipid, metabolit toksik, dan
xenobiotik. Asam empedu juga merupakan molekul sinyal dan
metabolisme regulator yang mengaktifkan reseptor nuklir dan sinyal
G protein-coupled receptor (GPCR) untuk mengatur lipid hati,
glukosa, dan homeostasis energi dan mempertahankan homeostasis
metabolik. Konversi kolesterol menjadi asam empedu sangat penting
untuk menjaga homeostasis kolesterol dan mencegah akumulasi
kolesterol, trigliserida, dan metabolit beracun, dan cedera di hati dan
organ lainnya. Sirkulasi enterohepatik asam empedu dari hati ke usus
dan kembali ke hati memainkan peran sentral dalam penyerapan dan
distribusi nutrisi, dan regulasi metabolisme dan homeostatis. Proses
fisiologis ini diatur oleh sistem transpor membran yang kompleks
dalam hati dan usus diatur oleh reseptor nuklir. Asam empedu
beracun dapat menyebabkan peradangan, apoptosis, dan kematian
sel. Di sisi lain, sinyal nuklir dan GPCR yang diaktifkan asam
empedu melindungi terhadap peradangan di hati, usus, dan
BMSA49BK

makrofag. Gangguan asam empedu metabolisme menyebabkan


penyakit hati kolestatik, dislipidemia, penyakit hati berlemak,
gangguan kardiovaskular, meringankan, dan diabetes. Asam
empedu, turunan asam empedu, dan sekuestran asam empedu
bersifat terapeutik agen untuk mengobati penyakit hati kronis,
obesitas, dan diabetes pada manusia (Chiang, 2017 : 1191).

3. Sifat Empedu sebagai Emulgator

Menurut Purwatiningrum (2015, 1-2) Emulsi merupakan


sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya
mengandung air dan minyak, dimana cairan yang saat terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Emulgator atau zat
pengemulsi merupakan komponen penting dalam kestabilan emulsi.
Emulgator dapat mencegah terjadinya koalesensi yaitu penyatuan
tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase
tunggal yang memisah. Emulgator juga dapat mengurangi tegangan
permukaan antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi
selama pencampuran.

Menurut Cholis (2014, 207-208) Pencernaan lemak


memerlukan garam-garam empedu yang berfungsi untuk
mengemulsikan lemak dalam lekukan duodenum. Lemak yang
berbentuk emulsi dipecah oleh enzim lipase dari pankreas
menjadi asam lemak dan gliserol sebagai hasil akhir pencernaan
lemak.

Menurut Nur’aini (2017, 234-235) Emulsifikasi lemak


merupakan proses awal dari metabolisme lemak yaitu proses
pencampuran (emulsi) lemak yang berukuran besar menjadi ukuran
lebih kecil, sehingga lemak yang telah diemulsifikasikan tadi pada
larut dalam air dan memungkinkan enzim lipase pankreas bekerja.
Struktur amphipatik yang menyebabkan garam empedu mampu
mengemulsifikasi lemak dan secara langsung mempengaruhi
BMSA49BK

kehidupan mikroorganisme dalam saluran pencernaan khususnya


ketika berada di usus halus. Garam empedu juga sebagai agen
emulsifier sehingga usus dapat memecah globula lemak, dan
membantu absorbsi asam lemak, monogliserida, kolesterol, dan
lemak lain yang membentuk micelles yang dapat larut dalam chime.
Tanpa garam empedu, sebagian besar lemak akan hilang dalam
feses.

Menurut Yustina (2017, 187) Asam lemak rantai panjang yang


tidak diserap oleh dinding lambung akan melintas menuju ke
deudenum bersama dengan kimus (isi lambung) yang lainnya.
Setelah masuk ke deudenum, isi lambung akan diemulsikan dengan
garam empedu dan getah pankreas yang disekresikan masing-
masing dari empedu dan dari pankreas. Di dalm usus inilah ynag
nantinya akan menguraikan asam lemak yang belum dapat
diabsorbsi sehingga nantinya sapat diabsorbai di lumen usus.

4. Uji Emulsi Empedu dan Lemak

Disiapkan 2 tabung reaksi yang diberi label A dan B, kemudian


isi kantong empedu dituangkan kedalam tabung reaksi A dan
diencerkan dengan akuades hingga volumenya 2 ml. Selanjutnya
pada tabung B dimasukkan 2 ml akuades (tabung B digunakan
sebagai kontrol). Selanjutnya pada kedua tabung ditambahkan 1 ml
minyak goreng lalu kedua tabung dikocok kuat kuat, setelah dikocok
kedua tabung dibiarkan selama 5-10 menit serta diamati perubahan
yang terjadi. Langkah awal yang dilakukan pada praktikum ini
adalah menyiapkan 2 buah tabung reaksi yang diberi tanda A dan B,
kemudian isi kantong empedu dituangkan kedalam tabung reaksi A
dan diencerkan dengan akuades hingga volumenya 2 ml, agar cairan
empedu tidak terlalu pekat. Isi kantung empedu dituangkan dengan
cara digunting permukaannya ke dalam tabung reaksi adalah untuk
mengetahui pengaruh empedu terhadap lemak. Selanjutnya pada
BMSA49BK

tabung B dimasukkan 2 ml akuades (tabung B digunakan sebagai


kontrol). Selanjutnya pada kedua tabung ditambahkan 1 ml minyak
goreng yang berfungsi sebagai sumber lemak. Pada keadaan awal ini
didapatkan dua lapisan cairan pada tabung reaksi A, pada bagian
bawah terdapat cairan empedu yang telah diencerkan dan pada
bagian atas terdapat cairan minyak, pada tabung B juga didapatkan
dua lapisan, pada bagian bawah berisi air dan pada bagian atas berisi
minyak, keadaan ini dikarenakan berat jenis minyak lebih ringan
daripada air sehingga minyak cenderung berada di atas dan zat-zat
lain yang mengandung air berada di bagian bawah. Empedu
disekresikan oleh hati berfungsi untuk mengemulsikan pencernaan
dan absorbsi lemak bukan karena adanya enzim pada empedu yang
mencerna lemak tetapi adanya asam empedu. Garam-garam empedu
inilah yang membantu mengemulsikan butir-butir lemak sehingga
mudah dicerna dan membentuk misel dengan asam lemak dan
monosakarida hasil pencernaan sehingga mudah larut. Fungsi dari
akuades yang dituangkan pada tabung reaksi B adalah sebagai
kontrol dan akan dibandingkan dengan empedu hasil yang terbentuk
nantinya. Fungsi penambahan minyak goreng adalah sebagai
substrat. Kemudian dibiarkan 5-10 menit untuk memberikan waktu
agar terjadi reaksi. Dari perlakuan tersebut didapatkan hasil yaitu
pada tabung A tampak berwarna hijau tua dan tidak terdapat fase,
sedangkan pada tabung reaksi B tampak adanya 2 fase, pada bagian
atas berwarna putih keruh dan bagian bawah berwarna putih bening.
Pada tabung A tampak emulsi lemak yang merupakan hasil dari
suatu proses yang disebut emulsifikasi (Wulandari 2014 : 3 dan 5-
6).
BMSA49BK

C. Alat dan Bahan


1. Alat

a. Gelas kaca 2 buah

b. Sendok makan 1 buah

c. Label 2 buah
2. Bahan
a. Empedu Ayam Encer (dihaluskan)
b. Minyak Goreng
c. Air
1x enter
D. Cara Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Kemudian masing–masing gelas diisi 5 sdm air
3. Lalu, 1 sdm minyak goreng ditambahkan pada masing-masing
gelas kaca
4. Masing-masing gelas diberi label perlakuan
5. Gelas pertama ditambahkan ¼ sdm empedu encer (minyak + air
+ empedu)
6. Dan pada gelas kedua menjadi kontrol (minyak + air)
7. Kedua gelas diaduk, kemudian dicatat dan diperhatikan apakah
terbentuk emulsi yang stabil.
BMSA49BK
watrermark

Daftar Rujukan

Arshad, M. 2021. Supplementation of Bile Acids and Lipase in Broiler Diets for
Better Nutrient Utilization and Performance: Potential Effects and Future
Implications–A Review. Annals of Animal Science. 21(3), 757.
https://sciendo.com/pdf/10.2478/aoas-2020-0099. Diakses pada 28
September 2021.

Chiang, J. 2013. Bile acid metabolism and signaling. Comprehensive Physiology. 3


(3) : 1191. https://www. ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/ articles/ PMC4422175/ pdf/
nihms683992.pdf. Diakses pada 28 September 2021.

Cholis, M. 2016. Kecernaan Lemak Dan Massa Lemak Daging Pada Ayam
Kampung Persilangan Yang Mendapat Ransum Dengan Penambahan Umbi
Bunga Dahlia (Dahlia Variabilis) Sebagai Sumber Inulin (Fat Digestibility
and Meat Fat Mass in Crossbred Native Chicken Fed Dietary Dahlia T.
Animal Agriculture Journal. 3(2) : 207-208. https ://ejournal3 .undip
.ac.id/index.php/aaj/article/download/11474/11133. Diakses pada 28
September 2021.

italic
Nur’aini. 2017. Dietetika Penyakit Infeksi. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia : Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Purwatiningrum, H. 2015. Formulasi dan Uji Sifat Fisik Emulsi Minyak Jarak
(Oleum ricini) dengan Perbedaan Emulgator Derivat Selulosa. Parapemikir:
Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(1) : 1-2. https://ejournal.poltektegal.ac.id
/index.php/parapemikir/article/download/181/177. Diakses pada 28
September 2021.
BMSA49BK

10

Umniyati, S. 2009. Pengaruh Garam Empedu Terhadap. Prosiding Seminar


Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta :
Universitas Negeri Yogyakarta. Hal. 167. https://eprints.uny.ac.id/
12143/1/Bio_Siti%20Umniyatie,%20dkk,%20UNY.pdf. Diakses pada 28
September 2021.

Wulandari, Endah. 2010. Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran. Jakarta :


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Wulandari. 2014. Sistem Pencernaan. Laporan Fisiologi Hewan. Surabaya : Institut


Teknologi Sepuluh Nopember.

italic
Yustina. 2017. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Pekanbaru : Program Studi Pendidikan
Biologi. FKIP Universitas Riau.
BMSA49BK

11

LEMBAR PENGESAHAN

Samarinda, 29 September 2021


Mengetahui,
Asisten Praktikum, Praktikan,

Imam Wijayadi Muhammad Syafa’at Abdullah


NIM. 1905016033 NIM. 2005016049
Ann. Anim. Sci., Vol. 21, No. 3 (2021) 757–787 DOI: 10.2478/aoas-2020-0099

Supplementation of bile acids and lipase in broiler diets


for better nutrient utilization and performance:
Potential effects and future implications – a review

Muhammad Adeel Arshad1, Faiz-ul-Hassan1, Shaukat Ali Bhatti1, Muhammad Saif-ur Rehman1,
Wasim Yousaf1, Gulfam Younus1, Ozge Sizmaz2, Muhammad Qamar Bilal1♦

1
Institute of Animal and Dairy Sciences, Faculty of Animal Husbandry, University of Agriculture,
Faisalabad-38040, Pakistan
2
Department of Animal Nutrition and Nutritional Diseases, Faculty of Veterinary Medicine,
Ankara University, Ankara, 06110, Turkey

Corresponding author: drqamarbilal@gmail.com

Abstract
Bile acids are used for better emulsification, digestion and absorption of dietary fat in chicken,
especially in early life. Similarly, exogenous lipases have also been used for the improvement of
physiological limitation of the chicken digestive system. Owing to potential of both bile acids and
lipases, their use has been increased in recent years, for better emulsification of dietary fat and
improvement of growth performance in broilers. In the past, pancreatic lipases were used for sup-
plementation, but recently, microbial lipase is getting attention in poultry industry as a hydrolysis
catalyst. Bile acids strengthen the defence mechanism of body against bacterial endotoxins and
also play a key role in lipid regulation and sugar metabolism as signaling molecules. It has been
demonstrated that bile acids and lipases may improve feed efficiency by enhancing digestive en-
zyme activity and ultimately leading to better fat digestion and absorption. Wide supplemental
range of bile acids (0.004% to 0.25%) and lipases (0.01% to 0.1%) has been used in broiler diets
for improvement of fat digestibility and their performance. Combinations of different bile acids
have shown more potential to improve feed efficiency (by 7.14%) even at low (0.008%) levels as
compared to any individual bile acid. Lipases at a lower level of 0.03% have exhibited more prom-
ising potential to improve fat digestibility and feed efficiency. However, contradicting results have
been published in literature, which needs further investigations to elucidate various nutritional
aspects of bile acids and lipase supplementation in broiler diet. This review focuses on providing
insight on the mechanism of action and potential application of bile acids and lipases in broiler
diets. Moreover, future implications of these additives in poultry nutrition for enhancing nutrient
utilization and absorption are also discussed.

Key words: bile acids, broiler, digestibility, fat, lipase enzyme, meat quality

Lipids are hydrocarbons (highly reduced molecules) which are generally insolu-
ble in water and soluble in organic solvents (Gunstone, 2012). They are consid-
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/253339735

Bile Acid Metabolism and Signaling

Article  in  Comprehensive Physiology · July 2013


DOI: 10.1002/cphy.c120023 · Source: PubMed

CITATIONS READS

570 8,024

1 author:

John Y L Chiang
Northeast Ohio Medical University
228 PUBLICATIONS   13,842 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

study bile acid receptors FXR and TGR5 signaling in NAFLD View project

All-trans-Retinoic Acid Ameliorates Hepatic Steatosis in Mice by a Novel Transcriptional Cascade View project

All content following this page was uploaded by John Y L Chiang on 16 December 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


P1: OTA/XYZ P2: ABC
JWBT335-c120023 JWBT335/Comprehensive Physiology May 22, 2013 8:59 Printer Name: Yet to Come

Bile Acid Metabolism and Signaling


John Y. L. Chiang*1

ABSTRACT
Bile acids are important physiological agents for intestinal nutrient absorption and biliary secretion
of lipids, toxic metabolites, and xenobiotics. Bile acids also are signaling molecules and metabolic
regulators that activate nuclear receptors and G protein-coupled receptor (GPCR) signaling to
regulate hepatic lipid, glucose, and energy homeostasis and maintain metabolic homeostasis.
Conversion of cholesterol to bile acids is critical for maintaining cholesterol homeostasis and
preventing accumulation of cholesterol, triglycerides, and toxic metabolites, and injury in the liver
and other organs. Enterohepatic circulation of bile acids from the liver to intestine and back to
the liver plays a central role in nutrient absorption and distribution, and metabolic regulation and
homeostasis. This physiological process is regulated by a complex membrane transport system in
the liver and intestine regulated by nuclear receptors. Toxic bile acids may cause inflammation,
apoptosis, and cell death. On the other hand, bile acid-activated nuclear and GPCR signal-
ing protects against inflammation in liver, intestine, and macrophages. Disorders in bile acid
metabolism cause cholestatic liver diseases, dyslipidemia, fatty liver diseases, cardiovascular dis-
eases, and diabetes. Bile acids, bile acid derivatives, and bile acid sequestrants are therapeutic
agents for treating chronic liver diseases, obesity, and diabetes in humans.  C 2013 American

Physiological Society. Compr Physiol 3:1191-1212, 2013.

Introduction coupled bile acid receptor) appear to play a role in stimu-


lating energy metabolism, protecting liver and intestine from
Bile acids are the end products of cholesterol catabolism inflammation and steatosis, and improving insulin sensitivity
(32, 34, 159). Conversion of cholesterol to bile acids accounts (189). Another recently identified bile acid-activated GPCR,
for the daily turnover of a major fraction of cholesterol in sphingosine-1-phosphate receptor 2 (S1P2) may also play a
humans. Bile acid synthesis generates bile flow and biliary role in lipid metabolism (183). The following sections will
secretion of bile acids, phospholipids, cholesterol, drugs, and cover bile acid synthesis and metabolism, its regulation by nu-
toxic metabolites. Cholic acid (CA) and chenodeoxycholic clear receptor, the recently uncovered role of bile acids in in-
acid (CDCA) are the major primary bile acids synthesized tegrated regulation of lipid, glucose, and energy metabolism.
in human livers, and are conjugated with taurine or glycine Diseases in bile acid synthesis and transport, cholestasis, and
for secretion into bile. Bile salts form mixed micelles with therapeutic potential of bile acids and derivatives for treating
phospholipids and cholesterol and stored in the gallbladder, metabolic diseases are briefly reviewed. See Table 1 for a list
secreted into the intestinal tract to facilitate digestion and ab- of abbreviations.
sorption of nutrients. Most bile acids are reabsorbed in the
ileum and are transported back to the liver via portal blood
circulation to inhibit bile acid synthesis. Enterohepatic circu-
lation of bile acids is highly efficient in humans and is an im- Bile Acid Metabolism
portant physiological system not only for nutrient absorption Bile acids (or bile salts) are derived from cholesterol. In mam-
and xenobiotic disposal, but also for maintaining metabolic mals, all bile acids are C24 -5β-bile acids (cholanoic acid).
homeostasis. The mechanism of bile acid feedback inhibition The steroid nucleus has four fused carbon rings consisting
of its own synthesis has been studied for more than 50 years, of three 6-carbon rings and one 5-carbon ring. Conversion of
but the underlying molecular mechanism is still not clear. The cholesterol to bile acids involves hydroxylation, saturation of
recent discovery that bile acids are endogenous ligands of a the double bond at C5 -C6 , epimerization of the 3-hydroxyl
nuclear receptor farnesoid X receptor (FXR) has provided group, and oxidative cleavage of a 3-carbon unit from the
some mechanistic insight into the role of bile acids in the side chain. The 3-hydroxyl group in all bile acids has a
regulation of gene transcription (28, 31, 65), but the physi-
ological relevance of the FXR-dependent pathways in regu-
lation of bile acid metabolism remains elusive. Many recent * Correspondence to Jchiang@neomed.edu
studies have provided strong evidence that bile acid-activate 1 NortheastOhio Medical University, Rootstown, Ohio
FXR plays a critical role in maintaining metabolic homeosta- Published online, July 2013 (comprehensivephysiology.com)
sis (5, 33, 86, 87, 106, 189). Bile acid-activated membrane G DOI: 10.1002/cphy.c120023
protein-coupled receptors, TGR5 (aka Gpbar-1, G-protein- Copyright 
C American Physiological Society

Volume 3, July 2013 1191


4 # ,"- ( 3+
,- ( %+ ( #+ ( !+

# ./- ( $+ 3 %
4 0 $
% ,. 9
! ' 4 * < * (<* +
= = ( ==+ ) 4

# ! . $ 3 %
4 * (-+ ,# !# ,$ ,$ ,3 $ ,% ## , %% ". /3 "$ ,
<* ( + ! $, ! .! $" % %3 !, % .$ 3 3/
== ( C + , $ #/ " " #3 ". 33 "3 , "%$ #, "%% , ""3 /
4 5 ( 2# #3+

!
( 3 %+ 7

( + : )
0 ( + 1
( %5 !$ ." % ., % $3
+ : )
( #5 $ %% .%
.3 + E (!##3+ 1 7
(
+ : )
0
9 < : (!# .+
0
9 9
9 (!# .+ 1
"% /,- ", .%-
B 0 < (!##%+
7
* 9

4
<

( #+ ( !+ 3 % $
. 3 %
!
( 3 %+
7
( : )+ 0 (% !35 %
, .35 #+ (4 +
(=)*+
= 9 (= 0+
( 1 1 +

4
1 (<
!##.+ < 4 1 (!##.+ 1 =)*

9 (= 0+

( 2# #3+

( 2# #3+
% ( ,-+
 Dietetik Penyakit Infeksi 

Topik 2
Asuhan Gizi pada Penyakit Kandung Empedu

Untuk memahami gangguan yang terjadi pada kandung empedu, perlu dipelajari
tentang anatomi dan fisiologi kandung empedu itu sendiri. Kandung empedu terletak di sisi
bawah hati dan sebelah kanan abdomen. Saluran empedu menyimpan empedu hasil sekresi
hati sebelum masuk ke duodenum. Empedu meninggalkan hati via kelenjar hepatik, yang
bergabung dengan kelenjar cystic kantung empedu untuk membentuk kelenjar empedu.
Kelenjar empedu bergabung dengan kelenjar pankreas membentuk ampulla Vater, yang
masuk ke dalam duodenum. Empedu disekresi ke dalam usus halus karena merespon
adanya makanan (khususnya lemak). Gambar berikut memperlihatkan letak kandung
empedu dan organ pencernaan lain.

A, hati
B, kandung empedu
C, esofagus yang mengarah ke
lambung
D, lambung (garis titik-titik)
E, saluran empedu
F, duodenum;
G, pankreas dan saluran pankreatik;
H, limfa
I, ginjal

Sumber: Hasse dan Matarese. 2017.Medical Nutrition Therapy for Hepatobiliary and Pancreatic
Disorders : Krause’s. Food and the Nutrition Care Process. 14th ed. Canada : Elsevier. Hal.
576
Gambar 6.3
Letak Kandung Empedu dan Hubungannya dengan Organ Pencernaan Lain

Hati, pankreas, dan kandung empedu merupakan bagian dari saluran pencernaan yang
penting pada proses digesti, absorbsi dan metabolisme zat gizi.
Kandung empedu berperan dalam merubah air dan elektrolit inorganik dari empedu,
kemudian meningkatkan konsentrasi larutan organik (menjadi lebih besar), penyimpanan
garam empedu dan mengontrol penyampaian garam empedu ke duodenum. Empedu
merupakan unsur pokok dari kolesterol, bilirubin (dari hemoglobin) dan garam empedu.

234
 Dietetik Penyakit Infeksi 

Garam empedu sendiri adalah substansi esensil untuk pencernaan dan absorbsi lemak,
vitamin larut lemak dan beberapa mineral. Garam empedu juga sebagai agen emulsifier
sehingga usus dapat memecah globula lemak, dan membantu absorbsi asam lemak,
monogliserida, kolesterol, dan lemak lain yang membentuk micelles yang dapat larut dalam
chime. Tanpa garam empedu, sebagian besar lemak akan hilang dalam feses.

1. Sekresi Empedu
Sekresi dan sirkulasi empedu melibatkan organ pencernaan lain. Untuk lebih jelasnya
gambar berikut memperlihatkan sekresi dan sirkulasi empedu.

3 2
Sekresi oleh liver
1 1. Pembuluh hepatik : menyatukan
lobus kanan dan kiri
2. Pembuluh cystic
4 3. Pembuluh empedu
* Ada sphincter Boyden kuat sebelum
5 bergabung dengan pembuluh
pankreas
4. Vater ampulla, membuka ke
usus halus
5. Sphincter Oddi.

Sumber : Sherwood L. Human Physiology From Cell to System. 7e. 2010. dalam Sucher and Mattfeldt-Beman.
2011. Diseases of the Liver, Gallbladder, and Exocrine Pancreas : Nutrition Therapy and Pathophysiology. 2e.
Hal. 441

Gambar 6.4
Sekresi Empedu

235
 Dietetik Penyakit Infeksi 

2. Sirkulasi Empedu

Sumber : Sherwood L. Human Physiology From Cell to System. 7e. 2010. dalam Sucher and Mattfeldt-Beman.
2011. Diseases of the Liver, Gallbladder, and Exocrine Pancreas : Nutrition Therapy and Pathophysiology. 2e.
Hal. 441
Gambar 6.5
Sirkulasi Empedu

Empedu merupakan larutan encer kompleks yang disekeresi oleh hati. Pada akhirnya
semua empedu mengalir ke dalam 1 pembuluh/saluran besar dari setiap lobus hati. 2 ranting
utama, 1 dari lobus kanan dan 1 dari kiri, bersatu membentuk pembuluh hepatik. Pembuluh
hepatik merendah ke kanan beberapa inci dan kemudian bersatu dengan pembuluh cystic
dari kandung empedu membentuk pembuluh empedu. Pembuluh empedu bergabung
dengan pembuluh pankreas, membentuk pembuluh tunggal disebut ampulla of Vater. Ada
sphincter kuat Boyden di pembuluh empedu sebelum pembuluh pankreas. Ampulla
membuka ke dalam duodenum di duodenal papilla. Jaringan otot yang dihubungkan dengan
ampulla membentuk sphincter lemah disebut sphincter Oddi.
Empedu disekresi secara terus menerus oleh sel hati dan masuk ke canaliculi untuk di
alirkan ke dalam pembuluh empedu dan berakhir di kandung empedu. Komponen empedu
pasti tetap pada konsentrasinya yang tinggi di larutan organik. Rasio normal agar kolesterol

236
 Dietetik Penyakit Infeksi 

tidak mengendap dan membentuk batu empedu. Sel hatir mensintesa dan mensekresikan
600–1000 mL empedu per hari, walaupun volume maksimal kandung empedu hanya 30–60
mL. Namun demikian selama 12 jam, sekresi empedu (biasanya sekitar 450 mL) dapat
disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium dan sebagian besar elektrolit lain
secara terus menerus diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu, mengonsentrasi sisa
empedu (termasuk garam empedu, kolesterol, lecithin, and bilirubin. Empedu normal
terkonstrasi 5-kali tetapi dapat mencapai maksimal 20-kali.
Penyakit hati, pankreas dan kandung empedu saling berkaitan, sehingga jika salah satu
organ tersebut mengalami gangguan, maka akan berdampak pada organ lainnya. Terdapat
beberapa penyakit akibat gangguan empedu atau kandungempedu, yaitu kolelitiasis (batu
empedu), koledokolitiasis (obstruksi saluran empedu), kolesistitis (radang kandungempedu),
dan kolangitis (radang saluran empedu).

3. Kolelitiasis (batu empedu)


Kolelitiasis atau batu empedu merupakan pembentukan batu (calculi) dalam kandung
empedu atau saluran sistem bilier. Ada 3 jenis bahan batu, yaitu kolesterol (lebih dari 70%),
pigmen, dan campuran batu (biasanya garam kalsium). Sebagian besar pasien dengan batu
empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu mengalami gejala dan
komplikasi relatif kecil, namun sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik, maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.
Sekitar 80% pasien dengan batu empedu tanpa gejala. Studi perjalanan penyakit melaporkan
selama 20 tahun sebanayk 50% pasien batu empedu tetap asimptomatik, 30% mengalami
kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi. Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah
kolik bilier, yang didefiniskan sebagai nyeri perut bagian atas yang berlangsunglebih dari 30
menit dan kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut bagian atas atau epigastrum,
namun bisa juga di bagian kiri dan prekordial (Lesmana, 2014).
Faktor risiko dari batu empedu adalah obesitas, inflammatory bowel disease, cystic
fibrosis, penggunaan nutrisi parenteral yang lama, short bowel syndrome, multiple pregnancy
estrogen dan genetik.
Faktor yang berperan dalam penting pembentukan batu empedu adalah:
a. Terlalu banyak absorpsi air dan asam empedu di kandung empedu.
b. Terlalu banyak absorpsi kolesterol di empedu gangguan motilitas kamdung empedu
dan usus, seperti Inflammasi epithelium – karena infeksi kronis yang dapat merubah
fungsi mukosa menjadi abnormal.

Manifestasi klinis dari batu empedu sebagai berikut:


a. Nyeri, umumnya sebagian besar nyeri dan gejala khas berlangsung beberapa menit
sampai jam, terjadi setelah konsumsi makanan berat dan mengandung tinggi lemak.
b. Nyeri menjalar ke bahu kanan saat mengangkat lengan.
c. Demam, mual dan muntah.
d. Jaundice (obstruksi pada kelenjar empedu).

237
View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE
provided by eJournal PoliTekniK TEGAL (Politeknik Harapan Bersama Tegal)

FORMULASI DAN UJI SIFAT FISIK EMULSI MINYAK JARAK ( Oleum ricini )
DENGAN PERBEDAAN EMULGATOR DERIVAT SELULOSA
Heni Purwatiningrum
Program Studi D III Farmasi Politeknik Harapan Bersama
Jl.Mataram no.09 Pesurungan Lor Kota Tegal

ABSTRAK
Berbagai penelitian menunjukan bahwa minyak jarak merupakan minyak lemak yang berkhasiat dan
merupakan sumber gizi penting bagi manusia. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak
tercampur, biasanya mengandung air dan minyak, dimana cairan yang saat terdispersi menjadi butir-butir kecil
dalam cairan yang lain.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasi Politeknik Harapan Bersama Tegal, mengenai perbedaan
derivat selulosa terhadap uji sifat fisik emulsi minyak jarak (Oleum ricini) dengan mengamati sifat fisik emulsi
yang meliputi organoleptis, pH, berat jenis, viskositas, tipe emulsi, dan volume sedimentasi selama 1 bulan
penyimpanan terhadap variasi emulgator derivat selulosa yang berbeda yaitu CMC Na, MC dan kombinasinya.

Hasil pengamatan berdasarkan pengujian terhadap pH, berat jenis, viskositas, dan volume sedimentasi
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan. Sedangkan organoleptis dan tipe emulsi tidak ada perbedaan
oleh penggunaan emulgator yang berbeda.

Kata kunci : Minyak jarak (Oleum ricini), Emulsi, CMC Na,

1. Pendahuluan
Tanaman jarak atau Ricinus 2. Landasan Teori
communis,L sudah cukup lama dikenal di 1. Minyak Jarak
Indonesia dan dahulu umumnya tumbuh secara Minyak jarak adalah miyak lemak yang
alami (tanpa dipelihara), tetapi pada zaman diperoleh dengan pemerasan dingin biji Ricinus
pendudukan Jepang diperintahkan untuk communis, L yang telah dikupas. Di era modern
membudidayakannya karena biji jarak dapat ini minyak jarak ( Oleu ricini ) banyak
diolah menjadi minyak. Minyak jarak ( Oleum digunakan untuk industri otomotif, industri
ricini ) termasuk golongan pencahar rangsang farmasi dan kosmetik. Kandungan asam lemak
karena merangsang otot polos usus sehingga pada minyak jarak 90% terdiri dari asam
meningkatkan peristaltic dan sekresi lendir risinoleat, hanya sedikit mengandung asam
usus. Minyak jarak juga bersifat emollient dihidroksi stearat, linoleat, oleat dan stearat.
yaitu dapat melunakkan feses dan 2. Emulsi
memudahkan pengeluarannya Emulsi berasal dari kata “emulgeo”
Emulsi merupakan sediaan yang artinya menyerupai susu dan warna emulsi
mengandung bahan obat cair atau larutan obat, memang putih seperti susu. Emulsi dapat
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan didefinisikan sebagai sediaan yang
dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
cocok. Emulsi merupakan sediaan yang yang terdispersikan dalam cairan pembawa
mengandung dua zat yang tidak tercampur, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
biasanya mengandung air dan minyak, dimana surfaktan yang cocok. Klasifikasi tipe emulsi
cairan yang saat terdispersi menjadi butir-butir berdasarkan fase terdispersinya digolongkan
kecil dalam cairan yang lain. menjadi dua tipe yaitu tipe O/W (Oil On
Untuk menstabilkan emulsi diperlukan Water) atau M/A (Minyak dalam Air) dan
emulgator yang cocok, tanpa adanya emulsi tipe W/O (Water On Oil) atau A/M (Air
emulgator emulsi akan segera pecah dan dalam Minyak). Emulsi tipe O/W atau M/A
terpisah. Emulgator sendiri harus memenuhi adalah emulsi yang terdiri atas butiran minyak
kualitas tertentu salah satunya emulsi harus yeng tersebar atau terdispersi dalam air.
dapat dicampurkan dengan bahan formulatif Minyak sebagai fase internal dan air sebagai
lainnya. Salah satu emulgator yang dapat fase eksternal. Untuk emulsi tipe W/O atau
digunakan dalam pembuatan emulsi adalah A/M adalah emulsi yang terdiri atas butiran air
golongan derivat selulosa yang terdispersi ke dalam minyak.
3. Emulgator Tabel 2. Rancang formula
Emulgator atau zat pengemulsi
merupakan komponen penting dalam 4. Hasil dan Analisa
kestabilan emulsi. Emulgator dapat mencegah Pada penelitian ini objek yang diteliti
terjadinya koalesensi yaitu penyatuan tetesan yaitu pembuata emulsi menggunakan tiga
kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya emulgator yang berbeda yaitu CMC Na, MC
menjadi satu fase tunggal yang memisah. dan kombinasi untuk mengetahui
Emulgator juga dapat mengurangi tegangan
permukaan antar fase, sehingga meningkatkan pH
proses emulsifikasi selama pencampuran. Replikasi
Tabel 1. Emulgator FI F II FIII
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Minggu 7 7 7 7 7 7 7 7 7
4. Derivat Selulosa ke 1
Pembuatan emulsi biasanya Minggu 7 7 7 7 6 7 7 7 7
ke 2
Formula Minggu 7 7 7 6 6 6 7 7 7
Bahan ke 3
I II III Minggu 6 6 7 6 6 6 7 7 7
Minyak 30 ml 30 ml 30 ml ke 4
Jarak 6, 6, 6 6, 6, 6, 7 7 7
CMC Na 0.5 % - 0.5 % Rata-rata 7 7 , 5 2 5
7
MC - 1% 0.5 % 6,7 6,4 7
perbandingan sifat fisiknya.
Nipagin 0,18 0,18 % 0,18 %
Hasil pengamatan tabel pH pada
%
formula I didapatkan hasil rata-rata pH adalah
Nipasol 0,02% 0,02% 0,02% 6,7 , formula II didapatkan hasil rata-rata pH
Gliserol 5% 5% 5% adalah 6,4 dan formula III didapatkan hasil
rata-rata pH adalah 7. Hasil pengamatan ini
Sorbitol 5% 5% 5% sesuai dengan standar yaitu pH saluran cerna
antara 5 – 7. Hal ini menunjukan bahwa
Aquadest ad ad 100 ad 100
penggunaan CMC Na, MC dan kombinasinya
100 ml ml
baik dari segi pH.
ml
Dari analisa data di atas kemudian
menggunakan emulgator dari derivat selulosa
dilakukan uji statistic menggunakan SPSS
yang merupakan hidrokoloid yaitu suatu
versi 15 cara One Way Anova dengan tingkat
koloid yang mempunyai afinitas terhadap air
kesalahan 5% dan tingkat kepercayaan 95%.
dalam hal kemampuannya untuk berinteraksi
ANOVA
dengan air, larut dan terbagi merata di
pHoven
dalamnya. Pada umumnya viskositas derivate Sum of
selulosa akan turun dengan adanya pemanasan. Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups ,540 2 ,270 27,000 ,001
Tingginya temperature dan lamanya waktu
Within Groups ,060 6 ,010
pemanasan sampai terjadinya penurunan Total ,600 8
viskositas berbeda-beda tergantung
Pada hasil tabel anova diperoleh F
viskositasnya.
hitung 27,000 > F tabel 5,1432 maka Ho
ditolak dan Ha diterima yang berarti ada
3. Metode Penelitian
perbedaan penggunaan CMC Na, MC dan
Objek penelitiaan yanag akan diteliti
kombinasinya terhadap pH emulsi minyak
adalah formulasi dan uji sifat fisik emulsi
jarak.
minyak jarak ( oleum ricini ) dengan perbedaan
Data anova dilanjutkan dengan uji
emulgator derivat selulosa. Sampel yang
statistic cara T-Test dengan tingkat kesalahan
diambil adalah hasil pembuatan emulsi dengan
5% dan tingkat kepercayaan 95%..
emulgator CMC Na dan MC dan
One-Sample Test
kombinasinya yang didapatkan dari populasi
Test Value = 0
emulgator derivate selulosa. 95% Confidence
Interv al of the
Mean Diff erence
t df Sig. (2-tailed) Diff erence Lower Upper
pHoven 73,395 8 ,000 6,7000 6,489 6,911
Siti Umniyatie, Astuti, B Oktavia, Drajat P/Pengaruh Garam Empedu ...

PENGARUH GARAM EMPEDU TERHADAP


PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ASAM LAKTAT Streptococcus sp
DARI CYME USUS HALUS AYAM BROILER STRAIN LOHMAN

Siti Umniyati, Astuti, Bernaddetta Oktavia, Drajat Pramiadi

Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah garam empedu berpengaruh


terhadap pertumbuhan dan produksi asam laktat Streptococcus sp dari chyme usus halus
ayam Broiler Strain Lohman.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka Streptococcus sp ditumbuhkan dalam
medium MRS dengan penambahan garam empedu yaitu 0% (kontrol), 0.1%, 0.3%,
0.5%, 0.7%, dan 0.9% pada suhu 400C selama 24 jam.Variabel pertumbuhan yang
diamati adalah pola pertumbuhan (kurva pertumbuhan), kecepatan tumbuh spesifik,
nilai pH, dan produksi asam laktat. Pengamatan pola pertumbuhan Streptococcus sp
diukur tiap jamnya selama 24 jam dengan menggunakan spektrofotometer (λ 650nm),
nilai pH diamati pada awal (jam ke-0), fase eksponensial dan fase stasioner (jam ke-24)
serta produksi asam laktat diamati pada fase eksponensial dan fase stasioner. Data yang
diperoleh dianalisis dengan analisis varian dengan rancangan acak lengkap satu faktor
dan jika terdapat perbedaan diantara reratanya maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Streptococcus sp mampu
tumbuh dengan baik pada berbagai konsentrasi garam empedu. Streptococcus sp mampu
memproduksi asam laktat. Produksi asam laktat tertinggi dihasilkan pada fase stasioner
yang ditandai dengan penurunan pH medium. Streptococcus sp yang diisolasi dari
Chyme usus halus ayam Broiler strain Lohmann dapat dijadikan sebagai kandidat
bakteri probiotik.

Kata kunci : Garam empedu, pertumbuhan, asam laktat Streptococcus, Chyme


Usus halus ayam broiler strain Lohman

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saluran pencernaan penting sekali bagi kesehatan tubuh manusia dan hewan ternak. Fungsi
utama saluran pencernaan adalah mencerna dan mengabsorbsi nutrisi agar kebutuhan tubuh dapat
terpenuhi. Saluran pencernaan dapat dikatakan sehat apabila mukosa usus mampu mengabsorbsi
mikronutrien penting dan menolak toksin serta pathogen. Saluran pencernaan termasuk salah satu
jaringan mukosa yang merupakan “pintu gerbang” masuknya infeksi mikroba paling luas
permukaannya, sekitar dua pertiga sistem imun berada dalam saluran pencernaan (Inggrid, 2004:3).
Keseimbangan antara bakteri-bakteri asam laktat yang memiliki karakteristik gram positif,
katalase negatif, nonmotil, tidak berspora, selnya berbentuk bulat berpasangan atau berantai,
bersifat fakultatif anaerob dan tahan pH asam (Patterson,1998:1). Streptococcus sp dapat
memfermentasikan berbagai karbohidrat dan produk fermentasinya sebagian besar berupa asam
laktat. Oleh karena itu, Streptococcus sp bersifat homofermentatif (SRMD, 2005:5).
Salah satu syarat bakteri yang dapat digunakan sebagai agensia probiotik pada ayam adalah
harus tahan terhadap konsentrasi garam empedu (Bile Salt) yang tinggi. Strain bakteri harus
mampu melewati saluran usus halus khususnya pada bagian atas (Jejenum). Bagian tersebut
memiliki konsentrasi garam empedu yang cukup tinggi dan bersifat toksik bagi bakteri (Holzapfol
dkk., 2001:368).

B-166
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009

Bakteri asam laktat termasuk Streptococcus sp harus mampu tumbuh pada konsentrasi bile
salt sampai 1000 ppm dan mampu hidup dalam suhu badan ayam sekitar 40-410C. Persyaratan
tersebut digunakan sebagai standar pertimbangan daya toleran bakteri garam empedu (Gohrand
dalam Muttaqin, 2005:7).
Garam empedu adalah sebuah senyawa amphipatik, salah satu sisinya dapat larut dalam air
(polar/ hydrophilic) dan sisi yang lainnya tidak larut dalam air (nonpolar/ hydrophobic) (Saunders,
Rubin dan Ostrow, 2005:1). Struktur amphipatik inilah yang menyebabkan garam empedu mampu
mengemulsifikasi lemak dan secara lansung mempengaruhi kehidupan mikroorganisme dalam
saluran pencernaan khususnya ketika berada di usus halus.
Mikroorganisme termasuk bakteri harus mampu bertahan dari pengaruh garam empedu
agar dapat hidup diusus halus ayam. Hal ini berhubungan dengan fungsi dari garam empedu di
dalam usus halus yaitu sebagai emulgator pada proses pencernaan lemak (emulsifikasi lemak).
Emulsifikasi lemak merupakan proses awal dari metabolisme lemak yaitu proses pencampuran
(emulsi) lemak yang berukuran besar menjadi ukuran lebih kecil, sehingga lemak yang telah
diemulsifikasikan tadi pada larut dalam air dan memungkinkan enzim lipase pancreas bekerja
(Guyton dan Hall, 1996:1041).
Keberadaan garam empedu bagi mikroorganisme di dalam usus halus dapat juga disebut
“Biological detergents” yaitu cairan yang memiliki kemampuan untuk melarutkan fosfolipid,
kolesterol dan protein. Sebagian besar dari senyawa tersebut dapat menyusun membran sel,
sehingga menyebabkan sel mikroorganisme menjadi hancur (lysis). Konsentrasi garam empedu
yang tinggi akan menjadi racun dan zat antimikrobia yang sangat keras (Belgey et al., 2002:4).
Bezkorovainy (2001:401) juga menambahkan bahwa cairan empedu di dalam usus halus bersifat
menghambat pertumbuhan mikrobia yang ada, oleh karena itu BAL khususnya Streptococcus yang
akan dijadikan probiotik harus mampu bertahan terhadap garam empedu agar dapat hidup dan
melakukan perannya ketika berada di dalam usus ayam.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengatahui pengaruh garam
empedu terhadap pertumbuhan dan produksi asam laktat pada bakteri Streptococcus sp tersebut.
Streptococcus sp yang digunakan dalam penelitian ini merupakan salah satu BAL yang berhasil
diisolasi dari chyme usus halus ayam broiler strain Lohman.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya
menganai BAL khususnya genus Streptococcus yang telah terseleksi oleh garam empedu. Bakteri
Streptococcus yang mampu tumbuh dan bertahan dalam medium garam empedu dapat
direkomendasikan sebagai agensia probiotik. Penggunaan probiotik diharapkan dapat
menggantikan pengguna antibiotik pada unggas yang sering berdampak negatif.

Rumusan Masalah
Menurut latar belakang yang telah dikemukan tersebut dapat dijadikan beberapa rumusan
permasalahan yaitu:
1. Apakah garam empedu berpengaruh terhadap pertumbuhan Streptococcus sp yang
berhasil diisolasi dari chyme usus halus ayam Broiler strain Lohmann.
2. Apakah garam empedu berpengaruh terhadap kadar laktat Streptococcus sp yang
berhasil diisolasi dari chyme usus halus ayam Broiler strain Lohmann ?

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pertumbuhan Streptococcus sp yang berhasil diisolasi dari chyme
usus halus ayam Broiler strain Lohmann dalam medium garam empedu.
2. Untuk mengetahui kadar asam laktat pada Streptococcus sp yang berhasil diisolasi dari
chyme usus halus ayam Broiler strain Lohmann dalam medium garam empedu.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan studi dasar yang diharapkan dapat digunakan sebagai sumber
informasi bagi industri peternakan dalam pemanfaatan bakteri asam laktat Streptococcus sp yang
berhasil diisolasi dari chyme usus halus ayam broiler strain Lohman sebagai salah satu agensia
probiotik.

B-167
BAB X
Biokimia Gastrointestinal

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 187
Enzim getah pankreas, terdiri atas peptidase yaitu karboksipeptidase (dari pankreas),
aminopeptidase (dari usus halus) dan dipeptidase (dari usus halus). Produk akhir asam amino
bebas sehingga mudah diserap mukosa usus. Enzim getah pankreas terdiri atas amilase, pH
optimum 7,1; menghidrolisis amilum, glikogen atau dekstrin menjadi maltosa, matotriosa,
oligosakarida bercabang, glukosa. Lipase pankreas (steapsin) menghirolisis ikatan ester dari
triasilgliserol menjadi asam lemak bebas, gliserol, monoasilgliserl dan diasilgliserol. Penting bila
terganggu lipid akan membungkus makanan lain sehingga sulit dicerna enzim pencernaan lain.
Cholestryl ester hydrolase (chlesterol esterase) akan menghidrolisis cholesterol menjadi asam
lemak dan cholesterol ester (bolak balik). RNAse dan DNAse menghidrolisis RNA dan DNA
menjadi mononukleotida. Phopolipase yang menghidrolisis ikatan ester sekunder dari
gliserfosfolipid.
Getah empedu dihasilkan oleh hati, kandung empedu/fesica felea/gall bladder suatu
kantong yg melekat pada duktus hepatikus berfungsi menampung getah empedu dari hati
antara 2 waktu makan yang akan berkontraksi dan mengalirkan empedu ke usus halus.
Komposisi : air, mucin dan pigmen, cholesterol, asam lemak, garam anorganik, pH 7,1-7,3.
Stimulasi Kandung empedu melalui hormon cholesystokinin dan syaraf nervus fagus, yang
menstimulasi getah empedu cholagogues pada garam empedu (dehidrocholat), calomel, garam
inggris (MgSO4), curcuma, daging, lemak, lemak, asam dan buah-buahan. Inhibitor berupa CO.
Normal : 200-500 mg/hari. Asam empedu bila bergabung dengan glisin membentuk glikolat dan
glikohenodeoxycholat dan bila bergabung dengan taurin menjadi taurocolat dan
taurochenodeoxycholat.
Fungsi sistem empedu mengemusikan lemak, garam empedu akan menurunkan
tegangan permukaan air serta membantu pencernaan & absorpsi lemak serta vitamin larut
lemak, menetralkan asam yaitu menetralkan kimus yang bersifat asam. Ekskresi obat-obatan,
toxin, pigmen empedu & zat anorganik (Cu, Zn, Hg) serta melarutkan dan mengeluarkan
kolesterol. Dieksresi kolesterol dalam empdu dan diubah menjadi asam empedu. Penderita
batu empedu dapat dinetralkan dengan cenodeoxycholat.

Gambar 10.7 Biosintesis dan degradasi asam empedu

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 194
Accelerat ing t he world's research.

LAPORAN FISIOLOGI HEWAN 2014


1
siska ayu

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Sist em Pencernaan: Analisis Enzim Menggunakan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Mift ahur Rohmah

LAPORAN SFPH SIST EM PENCERNAAN FIX


Yosefin Margaret t a

Analisis Enzim Pencernaan Pada Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio)


Fajarina Nurulit a
LAPORAN FISIOLOGI HEWAN 2014 1

Sistem Pencernaan
Siska Ayu Wulandari (1512100062)
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: siskaayu11@gmail.com

Abstrak—Sistem pencernaan merupakan proses mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu
pemecahan senyawa kompleks menjadi molekul-molekul reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada
sederhana yang dapat diserap oleh tubuh. Proses pencernaan ini permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan
dilakukan secara mekanis yaitu dengan bantuan gigi dan secara
kimiawi dengan enzim-enzim pencernaan tubuh. Praktikum ini
demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi
bertujuan untuk mengetahui macam-macam enzim pencernaan karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan
makanan yang terdapat pada usus ikan Mas (Cyprinus caprio) sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian
dan mengetahui fungsi empedu dalam pencernaan makanan. besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah pengujian enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau
adanya enzim amilase dalam usus terhadap amilum 1%, uji reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia
enzim sukrase terhadap sukrosa 1%, uji enzim tripsin terhadap
albumin telur, uji pengaruh empedu terhadap lemak, serta uji
tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-
enzim amilase saliva terhadap amilum 1%. Hasil yang diperoleh amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati
dari praktikum ini adalah amilum 1% mampu dihidrolisis oleh menjadi glukosa [3]. Enzim-enzim pencernaan tersebut
enzim amilase dengan menunjukkan perubahan warna menjadi terlibat pada reaksi berikut [4]:
merah bata, sukrosa 1% dihidrolisis enzim sukrase dengan
berubah warna menjadi merah kekuningan, hidrolisis albumin
telur oleh enzim tripsin dengan uji positif warna ungu, emulsi
lemak oleh empedu, dan uji positif enzim amilase pada saliva
terhadap amilum 1%.

Kata kunci – emulsi, enzim, hidrolisis, pencernaan.


Alat pencernaan pada ikan sering berbeda antar satu
I. PENDAHULUAN spesies dengan spesies lainnya. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan dalam pola adaptasi terhadap makanannya.
Alat pencernaan yang sering mengalami adaptasi adalah
S istem pencernaan memiliki empat komponen lapisan
utama, yaitu: 1) Mukosa yang tersusun atas epitelium
(yang berfungsi untuk perlindungan, sekresi, dan absorpsi),
bibir, gigi, mulut, dan saluran pencernaan. Adaptasi mulut
ikan terhadap makanannya menyebabkan ditemukannya
beraneka macam bentuk mulut ikan. Ikan-ikan yang biasanya
lamina propia (jaringan ikat yang menopang epitelium, serta mencari makanan dengan memangsa jenis ikan lain,
mengandung pembuluh darah, limfatik, nodulus limfe, dan umumnya mempunyai mulut yang lebar, sedangkan ikan-
beberapa jenis kelenjar), dan muskularis mukosa; 2) ikan yang biasa mengambil makanan dengan jalan mengisap
Submukosa yang terdiri atas jaringan ikat areolar; 3) organisme yang menempel pada substrat (perifiton) biasanya
Muskularis eksterna yang terdiri dari dua lapisan otot, satu mempunyai bentuk bibir yang tebal. Bentuk anatomi
lapisan sirkular dan satu lapisan longitudinal luar (terdiri dari lambung sangat bervariasi tergantung kepada kebiasaan
otot rangka di mulut, faring, dan esofagus atas, serta otot makanan ikan tersebut. Lambung ikan herbivora berbeda
polos pada saluran selanjutnya; 4) Serosa (adventisia) lapisan dengan lambung ikan carnivora. Ikan herbivora tidak
keempat dan lapisan paling luar yang juga disebut peritonum mempunyai lambung yang sebenarnya, kalaupun ada maka
viseral. Lapisan ini terdiri dari membran serosa jaringan ikat merupakan lambung palsu yang merupakan
longgar yang dilapisi epitelium skuamosa [1]. penggelembungan usus bagian depan. Umumnya ikan
Pencernaan sendiri merupakan proses pemecahan carnivora mempunyai lambung yang berbentuk seperti
senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih kecil. Proses tabung, sedangkan pada ikan omnivora berbentuk seperti
pemecahan senyawa tersebut menghasilkan energi yang kantung. Pada beberapa ikan tertentu lambung mengalami
penting bagi kebutuhan sel, jaringan, organ dan makhluk modifikasi. Sedangkan usus merupakan tempat proses
hidup. Pencernaan merupakan proses kimia. Proses kimia penyerapan zat makanan yang telah tercerna, dan selanjutnya
membutuhkan adanya enzim untuk perubahan kimia bahan sisa makanan dibuang melalui anus. Ikan-ikan herbivora yang
dasarnya. Enzim berperan dalam meningkatkan kecepatan tidak mempunyai lambung, pencernaan yang intensif terjadi
reaksi tanpa mempengaruhi hasil reaksi dan tidak ikut di dalam usus. Umumnya ikan-ikan herbivora memiliki usus
bereaksi. Dalam proses pencernaan, enzim dihasilkan oleh yang panjangnya beberapa kali panjang tubuhnya, sedangkan
berbagai organ, seperti usus halus, kelenjar ludah dan ikan-ikan carnivora memiliki usus yang pendek atau sangat
lambung. Enzim bersifat spesifik dalam proses pemecahan pendek bila dibandingkan dengan panjang tubuhnya [5].
bahan kompleks (karbohidrat, protein, vitamin dan mineral)
[2].
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida
(protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang
LAPORAN FISIOLOGI HEWAN 2014 3

Tes Pembuktian Adanya Tripsin bukti bahwa ikan mas adalah omnivora cenderung herbivora
Pertama, disiapkan 2 buah tabung reaksi serta memberi adalah usus halus memilki panjang yang melebihi panjang
tanda A dan B, lalu menambahkan 1 ml putih telur yang sudah baku tubuh ikan. Usus yang panjang tersebut bertujuan untuk
diencerkan ke dalam kedua tabung reaksi tersebut. Kedua, mendapatkan hasil hidrolisis makromolekul makanan secara
memanaskan kedua tabung reaksi tersebut sampai mendidih maksimal [8]. Langkah pertama, Ikan Mas yang masih segar
lalu mendinginkannya. Menambahkan 1 ml ekstrak usus diletakkan pada papan bedah, selanjutnya perut bagian
halus dan pankreas pada tabung reaksi A dan 1 ml aquades ventral ikan mas dibedah, pembedahan diarahkan ke bagian
pada tabung reaksi B, lalu mendiamkan kedua tabung reaksi perut depan. Ikan mas dibedah pada bagian ventral agar
tersebut selama 5-10 menit. Keempat, meneteskan 1-2 tetes mempermudah pengamatan letak usus dan untuk
reagen biuret ke dalam masing-masing tabung reaksi serta menghindari rusak atau terputusnya usus ikan tersebut.
mengamati perubahan warna yang terjadi pada tabung reaksi Setelah pembedahan, usus halus diberi akuades yang
A dan B. berfungsi sebagai pembersih usus dari kotoran yang didalam
dan di luar usus. Kemudian, dilakukan penambahan gliserin
Tes Pengaruh Empedu Terhadap Lemak 50% yang bertujuan untuk mengeluarkan enzim yang ada di
Disiapkan 2 tabung reaksi yang diberi label A dan B, usus karena membran sel usus halus terdiri dari lemak yang
kemudian isi kantong empedu dituangkan kedalam tabung dapat di ikat gliserin hal tersebut sesuai dengan literatur yang
reaksi A dan diencerkan dengan akuades hingga volumenya menyatakan bahwa fungsi dari pemberian gliserin ini adalah
2 ml. Selanjutnya pada tabung B dimasukkan 2 ml akuades untuk mengeluarkan enzim dari sel-sel usus karena dengan
(tabung B digunakan sebagai kontrol). Selanjutnya pada pemotongan atau penghalusan, enzim yang terdapat di dalam
kedua tabung ditambahkan 1 ml minyak goreng lalu kedua usus dapat terekstrak dari membran mukosa usus. Gliserin
tabung dikocok kuat kuat, setelah dikocok kedua tabung juga berfungsi untuk menghilangkan lemak-lemak yang
dibiarkan selama 5-10 menit serta diamati perubahan yang terdapat dalam usus [10]. Ditambah menggunakan toluen
terjadi. sebagai bahan yang mempermudah proses penghancuran
usus halus serta sebagai bahan pengawet, karena merupakan
Tes Pembuktian Enzim Amilase Saliva senyawa yang bersifat non polar, tidak dapat bercampur
Dipanaskan 300 ml air akuades dalam gelas beker 500 ml dengan pelarut polar seperti air sehingga dapat berperan
menggunakan set pembakan spiritus. Kemudian disiapkan 3 sebagai pelarut organik sekaligus pengawet tanpa mengubah
tabung reaksi yang diberi label A, B dan C. Setelah itu pada bentuk enzim [10]. Fungsi penyimpanan ekstrak usus dalam
ketiga tabung ditetesi larutan amilum 0,5 % sebanyak 2 ml. botol placon yang tertutup kertas karbon adalah agar enzim
Kemudian pada tabung B ditambahkan 2 ml akuades yang telah diperoleh tidak mudah rusak. Kertas karbon harus
(akuades yang dimaksud bukan akuades yang dipanaskan). dapat menutupi seluruh bagian botol placon, agar tidak
Selanjutnya dimasukkan 1ml iodine pada tabung nomor A, B, terkena cahaya yang dapat menaikkan suhu karena enzim
dan C. Kemudian diamati dan dicatat perubahan warna yang memiliki batas efektifitas yang juga dipengaruhi oleh
terjadi di dalam tabel yang tersedia. Kemudian, ditambahkan lingkungan luar, salah satunya suhu, suhu tinggi
1 ml saliva pada tabung A dan 10 tetes aquades pada tabung meningkatkan laju reaksi yang melibatkan enzim. Suhu
B (aquades yang dimaksud bukan aquades yang dipanaskan). optimal untuk reaksi tersebut dikatakan sekitar 37 º C sampai
Keempat, tabung A, B dan C digoyang-goyang lalu 40 º C. Setelah suhu naik di atas tingkat ini, enzim
dimasukkan ke dalam air yang telah dipanaskan selama 5 mendapatkan terdenaturasi dan mereka tidak lagi cocok untuk
menit. reaksi dengan substrat [11]. Setelah disimpan 24 jam
dilakukan penyaringan dengan kertas saring tujuannya adalah
untuk memisahkan larutan enzim dengan sel-sel usus yang
III. HASIL DAN PEMBAHASAN telah dihaluskan sehingga hanya diperoleh larutan enzim saja
yang berwarna bening. Kemudian, ekstrak usus disimpan
3.1 Pembuatan Ekstrak Usus Ikan Mas kembali di dalam freezer selama beberapa hari. Ekstrak usus
Praktikum pembuatan ekstrak usus dilakukan dengan akan digunakan kembali untuk melakukan uji adanya enzim
menggunakan ikan mas (Cyprinus carpio). Pembuatan pencernaan yang dihasilkan oleh usus, berupa amilase,
ekstrak usus dari usus ikan (Cyprinus caprio) akan maltase dan tripsin.
menghasilkan enzim pencernaan yang akan dilakukan uji
pada percobaan selanjutnya. Pembedahan dilakukan pada 3.2 Uji Pembuktian Adanya Enzim Amilase
tanggal 10 Nopember 2014. Pada ikan, pencernaan secara Langkah awal yang dilakukan pada praktikum ini adalah
kimiawi dimulai di lambung (untuk ikan karnivora/herbivora menyiapkan 2 buah tabung reaksi yang diberi tanda A dan B,
cenderung karnivora) atau di bagian depan usus halus (untuk tabung reaksi digunakan sebagai tempat terjadinya reaksi
ikan herbivora/omnivora cenderung herbivora), bukan di kimia dalam larutan. Kemudian kedua tabung diisi dengan
bagian rongga mulut. Hal tersebut dikarenakan ikan tidak 2,5 ml larutan amilum 0,5%. Setelah itu tabung A diberi 1 ml
memilki kelenjar air liur yang dapat menghasilkan enzim ekstrak usus halus, dan tabung B diberi 1 ml akuades. Fungsi
amilase saliva [8]. Ikan mas dapat memakan plankton dan penambahan 1 ml ekstrak usus pada tabung A dan 1 ml
dapat pula memakan invertebrata kecil sehingga dapat akuades pada tabung B adalah sebagai pembanding perlakuan
dikatakan bahwa ikan mas merupakan ikan omnivora. Namun untuk pembuktian adanya enzim amilase. Kemudian kedua
karena ikan mas tidak memilki lambung maka dapat tabung tersebut digoyangkan selama 5-10 menit, setelah itu
dikatakan bahwa ikan mas merupakan ikan omnivora yang ditambahkan 2 ml reagen benedict dalam tabung A dan B.
cenderung herbivora [9]. Selain adanya “lambung palsu” Fungsi digoyangkan tabung adalah untuk menghomogenkan
LAPORAN FISIOLOGI HEWAN 2014 5

Enzim sukrase menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa


dan fruktosa, sehingga pereaksi Benedict dapat mendeteksi
adanya glukosa dan mengalami perubahan warna larutan.
Disakarida dalam makanan diuraikan komponennya yaitu
monosakarida oleh enzim-enzim di brush border usus halus.
Sukrase mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
Monosakarida yang dihasilkan pleh proses pencernaan,
bersama dengan setiap glukosa dan fruktosa bebas yang
terdapat dalam makanan, diserap oleh sel epitel usus dan
dilepaskan ke dalam vena porta hepatika [15].

Gambar 7. Hasil uji keberadaan enzim tripsin pada ekstrak usus halus
dan pankreas ikan mas (Cyprinus carpio), tabung A (kanan) berwarna
kuning keruh dab tabung B (kiri) berwarna ungu.

Reagen Biuret berfungsi untuk mengidentifikasi adanya


molekul peptida. Komposisi dari reagen ini adalah senyawa
Gambar 6. Reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
kompleks yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H),
[15]. oksigen (O), dan nitrogen (N). Prinsip reagen ini
menggunakan prinsip reaksi antara senyawa CuSO4 dengan
larutan NaOH sehingga dapat menyebabkan larutan protein
3.4 Uji Pembuktian Adanya Enzim Tripsin yang semula tak berwarna menjadi berwarna [5]. Warna
Langkah awal yang dilakukan pada praktikum ini adalah violet terbentuk apabila larutan protein yang diuji mempunyai
menyiapkan 2 buah tabung reaksi yang diberi tanda A dan B. molekul yang besar, seperti gelatin. Reaksi biuret positif
Pada tabung A dan B ditambahkan substrat putih telur yang untuk semua jenis protein dan hasil-hasil antara hidrolisisnya
telah diencerkan (1 ml putih telur dalam 19 ml aquades). jika masih mempunyai dua atau lebih ikatan peptida dan
Penggunaan putih telur (albumin) berfungsi sebagai substrat. negatif untuk asam amino [16].
Putih telur yang terlalu kental akan memadat dan mengendap
di dasar tabung. Jika hal tersebut terjadi, maka proses
hidrolisis albumin (putih telur) oleh enzim tripsin yang
diindikasikan terkandung dalam usus ikan mas akan berjalan
sangat lama atau bahkan tidak berhasil. Kedua tabung reaksi
dipanaskan sampai mendidih lalu mendinginkannya.
Pemanasan dilakukan untuk lebih memisahkan gugus amina
dari putih telur. Pada tabung A ditambahkan 1 ml ekstrak usus
Gambar 8. Reaksi protein dengan reagen Biuret
halus dan pankreas sedangkan pada tabung B ditambahkan
[17].
aquades. Penambahan ini digunakan sebagai larutan
pembanding anatara larutan uji dengan larutan kontrol.
Kemudian, diteteskan 1-2 tetes biuret pada kedua tabung 3.5 Uji Pengaruh Empedu Terhadap Lemak
untuk mendeteksi adanya protein (polipeptida). Biuret Langkah awal yang dilakukan pada praktikum ini adalah
merupakan reagen yang bersifat basa, sehingga gugus amin menyiapkan 2 buah tabung reaksi yang diberi tanda A dan B,
dari asam amino bertindak sebagai asam dengan membentuk
kemudian isi kantong empedu dituangkan kedalam tabung
NH4+. Reaksi menghasilkan senyawa basa NH4OH yang
reaksi A dan diencerkan dengan akuades hingga volumenya
menyebabkan larutan berwarna ungu [14].
2 ml, agar cairan empedu tidak terlalu pekat. Isi kantung
Hasil dari praktikum ini adalah tabung A mengalami
empedu dituangkan dengan cara digunting permukaannya ke
perubahan warna dari putih keruh menjadi kuning keruh,
dalam tabung reaksi adalah untuk mengetahui pengaruh
sedangkan pada tabung B mengalami perubahan warna dari
empedu terhadap lemak. Selanjutnya pada tabung B
putih keruh menjadi warna ungu. Namun dalam tabung reaksi
dimasukkan 2 ml akuades (tabung B digunakan sebagai
A tidak terbentuk cincin berwarna ungu yang seharusnya
kontrol). Selanjutnya pada kedua tabung ditambahkan 1 ml
terbentuk karena albumin dari putih telur memiliki gugus
minyak goreng yang berfungsi sebagai sumber lemak. Pada
kompleks dan mengikat dua atau lebih asam amino yang
keadaan awal ini didapatkan dua lapisan cairan pada tabung
membentuk ikatan peptida, namun dalam hal ini diasumsikan
reaksi A, pada bagian bawah terdapat cairan empedu yang
tidak terbentuknya cincin warna ungu karena reagen Biuret
telah diencerkan dan pada bagian atas terdapat cairan minyak,
yang digunakan sudah terlalu lama dan kemungkinan telah
pada tabung B juga didapatkan dua lapisan, pada bagian
mengalami kerusakan. Tripsin merupakan enzim yang
bawah berisi air dan pada bagian atas berisi minyak, keadaan
mengubah protein dan asam amino, namun tripsin pada
ini dikarenakan berat jenis minyak lebih ringan daripada air
awalnya tidak dalam keadaan aktif yang kemudian diaktifkan
sehingga minyak cenderung berada di atas dan zat-zat lain
oleh enterokinase dari tripsinogen menjadi tripsin [3].
yang mengandung air berada di bagian bawah. Empedu
disekresikan oleh hati berfungsi untuk mengemulsikan
pencernaan dan absorbsi lemak bukan karena adanya enzim
pada empedu yang mencerna lemak tetapi adanya asam
LAPORAN FISIOLOGI HEWAN 2014 6

empedu. Lebih dari 90% empedu adalah air, yang diberikan untuk kedua tabung A dan B, pada tabung A diberi
mengandung (a) senyawa-senyawa organik, seperti garam- saliva sebanyak 1 ml yang berfungsi sebagai uji enzim
garam empedu, bilirubin, kolesterol, asam lemak, dan lesitin; amilase dan pada tabung B diberi akuades. Sedangkan
(b) senyawa-senyawa anorganik dalam bentuk ion, seperti tabung C hanya diisi dengan Akuades 1 ml dan amilum 1%
Na+, K+, Ca2+, Cl-, dan HCO3-. Garam-garam empedu inilah sebanyak 2 ml. Kemudian dilakukan pemanasan pada ketiga
yang membantu mengemulsikan butir-butir lemak sehingga tabung dengan cara dimasukkan di dalam air yang telah
mudah dicerna dan membentuk misel dengan asam lemak dan dipanaskan setelah 5 menit. Pemanasan ini bertujuan untuk
monosakarida hasil pencernaan sehingga mudah larut [18]. mempercepat reaksi.
Fungsi dari akuades yang dituangkan pada tabung reaksi B Berdasarkan praktikum di dapatkan hasil yaitu pada tabung
reaksi A tampak warna ungu tua pada tabung reaksi B tampak
adalah sebagai kontrol dan akan dibandingkan dengan
warna ungu muda sedangkan pada tabung terakhir yaitu
empedu hasil yang terbentuk nantinya. Fungsi penambahan
tabung reaksi C warna menjadi bening.
minyak goreng adalah sebagai substrat. Kemudian dibiarkan
Pada tabung A warna ungu tua yang awalnya putih bening
5-10 menit untuk memberikan waktu agar terjadi reaksi. dapat dihasilkan karena air ludah mengandung enzim
Dari perlakuan tersebut didapatkan hasil yaitu pada tabung amilase, pati yang berikatan dengan I2 akan menghasilkan
A tampak berwarna hijau tua dan tidak terdapat fase, warna biru. Namun, warna yang didapatkan tidak terlalu
sedangkan pada tabung reaksi B tampak adanya 2 fase, pada menjadi, hal ini disebabkan oleh struktur molekul iodin. Bila
bagian atas berwarna putih keruh dan bagian bawah berwarna pati dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodin
putih bening. Pada tabung A tampak emulsi lemak yang terlepas sehingga warna biru menghilang. Polimer yang lebih
merupakan hasil dari suatu proses yang disebut emulsifikasi. kecil dari lima tidak akan memberikan warna dengan iodin
[20]. Sedangkan hasil uji amilase saliva pada tabung B
terbentuk warna ungu muda. Hal ini dikarenakan pada tabung
B ditambah aquadest yang merupakan pelarut sehingga
terjadi proses pengenceran tanpa adanya proses pemecahan
molekul oleh enzim. Sehingga larutan iodine dapat bereaksi
membentuk warna ungu, karena iodine akan bereaksi dengan
karbohidrat golongan polisakarida dengan memberikan
warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya.
Amilosa dengan iodin akan berwarna biru keunguan [14].
Dan hasil uji amilase saliva pada tabung C terbentuk warna
putih yang disebabkan oleh adanya larutan iodine yang
bereaksi dengan karbohidrat golongan polisakarida (amilum)
dengan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis
Gambar 9. Hasil uji pengaruh empedu (ayam) terhadap lemak, tabung A karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru
(kiri) berwarna hijau tua sedangkan tabung B ( kanan) terdapat dua fase, keunguan [14]. Sedangkan warna putih merupakan warna
dimana bibagian atas berwarna putih keruh dan bagian bawah berwarna amilum. Di dalam mulut, polisakarida makanan, yaitu
putih bening.
amilum, mengalami pencernaan atau digesti secara mekanis
karena adanya gigi dan secara enzimatik karena adanya
Cairan empedu dibuat oleh hati dan disimpan dalam ptialin atau amilase ludah. Ptialin mengkatalisis hidrolisis
kantong empedu yang kemudian dikeluarkan ke dalam amilum menjadi maltosa. Perubahan amilum menjadi
duodenum untuk membantu proses pencernaan makanan. Di maltosa tidak berlangsung secara spontan, tetapi melalui
dalam cairan empedu terdapat garam-garam empedu yang beberapa tahap. Di dalam mulut, amilum yang diubah
berfungsi sebagai emulgator, yaitu sebuah zat yang dapat menjadi maltosa hanya sedikit sebab makanan berada dalam
menyebabkan kestabilan suatu emulsi. Dengan demikian, mulut hanya sebentar [18].
garam-garam empedu membantu proses pencernaan lipid
dalam usus [14]. Enzim lipase pankreas menghidrolisis
trigliserida menjadi monogliserida dan asam lemak yang
dapat diserap oleh tubuh [10].

Gambar 10. Reaksi hidrolisis trigliserol


[19].
Gambar 11. Uji keberadaan enzim amilase saliva. Tabung A (kanan)
berwarna ungu, tabung B (tengah) berwarna ungu muda, dan tabung C
3.6 Uji Pembuktian Enzim Amilase Saliva (kiri) berwarna bening.
Langkah awal yang dilakukan pada praktikum ini adalah
menyiapkan 3 buah tabung reaksi yang diberi tanda A,B, dan Hidrolisis amilum oleh pengaruh enzim amilase menjadi
C. Pada ketiga tabung reaksi diisi amilum 1% sebanyak 2 ml molekul-molekul maltosa tidak berjalan spontan, tetapi
dengan fungsi sebagai substrat, sedangkan pemberian iodin bertahap dengan hasil antara berupa dekstrin. Tiga buah
merupakan substrat yang baik bagi enzim lipase gastrik. Asam lemak hidrofilik
rantai pendek dan sedang yang dilepas akan diserap melalui dinding lambung dan
masuk ke vena porta, sementara asam lemak rantai panjang larut di dalam droplet
lemak dan terus melintas ke deudenum.

c) Usus
Asam lemak rantai panjang yang tidak diserap oleh dinding lambung akan
melintas menuju ke deudenum bersama dengan kimus (isi lambung) yang lainnya.
Setelah masuk ke deudenum, isi lambung akan diemulsikan dengan garam
empedu dan getah pankreas yang disekresikan masing-masing dari empedu dan
dari pankreas. Di dalm usus inilah ynag nantinya akan menguraikan asam lemak
yang belum dapat diabsorbsi sehingga nantinya sapat diabsorbai di lumen usus.
Lipase pankreas mula-mula akan menyerang hubungan (link) esrer primer
triasilgliserol. Lipase pankreas bekerja pada antarmuka (interface) air minyak
droplet lipid yang teremulsi halus dan terbentuk akibat gerak agitasi mekanik di
dalam ususadanya produk hasil kerja lipase lingual dan gastrik, yaitu garam
empedu, kolipase (protein di dalam getah pankreas), fosfolipid, dan fosfolipase
A2 (juga terdapat dalam getah pankreas).
Kemunculan asam-asam lemak bebas akibat kerja lipase lingual dan
gastrik memfasilitasi hidrolisis oleh lipase pankreas, khususnya hidrolisis
triasilgliserol susu. Fosfolipase A2 dan kolipase disekresikan dalam bentuk–pro
dan membutuhkan pengaktifan ikatan peptida spesifik oleh hidrolisis triptik.
Pengaktifan prolipase terjadi dengan pengeluaran pentapeptida dari ujung terminal
amino. Pentaamino inilah yang bekerja sebagai sinyal atas rasa kenyang untuk
lipid dan diberi nama enterostatin.
Karena sulitnya ikatan ester sekunder di dalm triasilgliserol dihidrolisis
oleh lipase pankreas, -pencernaan triasilgliserol berlangsung dengan pengeluaran
bagian terminal asam lemak untuk mrnghasilkan 2-monoasilgliserol. Mengingat
bagian asam lemak ini berangkai melalui suatu ikatan ester sekunder, agar terjadi
hidrolisis sempurna, pengeluarannya memerlukan reaksi isomerasi menjadi ikatan
ester primer. Peristiwa ini merupakan peristiwa yang berjalan cukup lambat,
akibatnya 2-monoasilgliserol menjadi produk akhir utama dari pencernaan
triasilgliserol dan hanya seperemat jumlah triasilgliserol yang dikonsumsi dipecah
menjadi asam lemak dan gliserol.

4.4.5 Proses Absorbsi Lipid


Transport bahan yang diserap oleh usus terjadi melalui dua lintasan:
1. sistem portal hepatik yang berjalan langsung menuju hati dan mengangkut
nutrien larut air.
2. Pembuluh limfe, yang menuju darah melalui duktus torasikus dan mengangkut
nutrien yang larut dalam lemak.

187
4.4.6 Produk Pencernaan Lemak Diserap dari Misel Garam Empedu
Senyawa 2-monoasilgliserol, asam lemak, dan sejumlah kecil senyawa 1-
monoasilgliserol meninggalkan fase minyak pada emulsi lipid dan berdifusi ke
dalm misel yang bercampur serta liposom yang terdiri dari garam empedu,
fosfatidil kolin, dan kolesterol, dilapisi getah empedu.Karena bersifat larut air,
misel memungkinkan produk pencernaan diangkut melewati lingkungan akeosa
lumen usus menuju brush border sel mukosa tempat produk tersebut diserap ke
dalam epitel usus. Garam empedu berlanjut mengalir ke dalam ileum., tempat
sebagian besar darinya diserap ke dalam sirkulasi enterohepatik oleh suatu
transport aktif.
Di dalam dinding usus, senyawa 1-monoasilgliserol lebih lanjut di
hidrolisis lagi hingga menghasilkan gliserol bebas dan asam lemak. Proses
hidrolisis ini dilaksanakan oleh lipase yang berbeda dari lipase pankreas. Senyawa
2-monoasilgliserol akan diubah kembali menjadi triasilgliserol melalui lintasan
monoasilgliserol. Penggunaan asam lemak untuk resintesis triasilgliserol pertama-
tama membutuhkan konversi asam lemak menjadi asil-KoA oleh enzim asil-KoA
sintetase.Triasilgliserol rantai pendek dan sedang dapat diserap dalam bentuk
seperti ini dan kemudian dihidrolisis oleh enzim gliserol ester hidrolase.
Sistesis triasilgliserol kemungkinan besar terjadi di dalam mukosa usus
melalui cara yang serupa denagn yang terjadi di dalam jaringan lain.
Lisopospolipid yang diserap juga akan mengalami reasilasi dengan asil KoA
untuk mrnghasilkan kembali fosfolipid dan ester kolesteril.
Gliserol bebas yang dilepas di dalam lumen usus tidak digunakan kembali,
tetapi melintas langsung ke dalam vena porta.Meskipun demikian, gliserol yang
dilepas di dalam sel usus dapat digunakan kembali untuk sintesis triasilgliserol
setelah diaktifkan menjadi gliserol 3-fosfat oleh ATP. Dengan demikian, semua
asam lemak rantai panjang yang diserap oleh sel mukosa dinding usus akan
digunakan pada pembentukan kembali asilgliserol, khususnya triasilgliserol.
Triasilgliserol setelah disintesis di dalam mukosa usus, sedikitpun tidak
diangkut di dalam darah vena porta. Sebaliknya sebagian besar lipid yang diserap,
termasuk fosfolipid, ester kolesteril , kolesterol dan vitamin larut-lemak akan
membangaun kilomikron yang membentuk suatu cairan seterti susu, kilus (chyle),
yang dikumpulkan oleh pembuluh limfa regio abdomen dan dilewatkan ke dalam
darah sistemik melalui duktus torasikus.
Sebagian besar asam lemak yang diserap dengan panjang lebih dari 10
atom karbon, terlepas dari bentuknya ketika diserap.Ditemukan sebagai asam
lemak teresterifikasi di dalm cairan limf duktus torasikus.Asam lemak dengan
rantai lebih pendek daripada 10-12 atom karbon diangkut dalam darah vena porta
sebagai asam lemak tak teresterifikasi (asam lemak bebas).Salah satu penyebab
mengapa hal ini terjadi karena enzim asil KoA sintetase bersifat spesifik untuk
asam lemak dengan 12 atom karbon atau lebih. Sebagian asam lemak rantai
pendek atau sedang yang terdapat dalam camp[uran triasilgliserol mungkin dapat

188

Anda mungkin juga menyukai