LP Dan Askep KPD
LP Dan Askep KPD
Di susun oleh :
Nim : 2114201000013
Prodi : Ilmu Keperawatan S1
1. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah
dini pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8 – 10 % wanita hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2013)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda
persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan, sedangkan
dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2014).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada
primipara < 3 cm dan pada multipara <5 cm. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.
KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang
adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan (Mochtar, 2013).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini
adalahpecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau sebelum inpartu pada
pembukaan < 4 cm (fase laten) yang terjadi setelah kehamilan berusia 22 minggu.
2. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh kurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya
tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Penyebabnya juga
disebabkan karena inkompetensi servik. Polihidramnion / hidramnion, mal presentasi janin
(seperti letak lintang) dan juga infeksi vagina / serviks (Prawirohardjo, 2011).
Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah :
(Prawirohardjo, 2011)
c. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang
didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari frekuensi yang ≥4 kali seminggu, posisi
koitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu
terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya disertai infek
d. Ketegangan intra uter
Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir
kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gamelli.
e. Kelainan letak,
Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul
serta dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
f. Paritas
Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara adalah wanita yang pernah
hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang
mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat
hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan. Selain itu,
hal ini berhubungan dengan aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal
triwulan ketiga kehamilan yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti
keputihan atau infeksi maternal. Sedangkan multipara adalah wanita yang telah beberapa kali
mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita yang telah melahirkan beberapa
kali dan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran
yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban pecah dini pada
kehamilan berikutnya
g. Usia kehamilan
Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, infeksi diyakini merupakan
salah satu penyebab terjadinya KPD dan persalinan preterm (Prawirohardjo, 2011). Pada
kelahiran <37 minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila ≥47 minggu lebih
sering mengalami KPD (Manuaba, 2013). Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban
pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindroma distress pernapasan, yang
terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah
dini, selain itu juga terjadinya prolapsus tali pusat. Risiko kecacatan dan kematian janin
meningkat pada ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal
yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai 100% apabila ketuban
pecah dini preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu
3. Patofisiologi
Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membran fetal
akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang. Membran yang mengalami ruptur prematur
ini tampak memiliki defek fokal. Daerah dekat tempat pecahnya membran ini disebut
“restricted zone of extreme altered morphology” yang ditandai dengan adanya
pembengkakan dan kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan kompakta, fibroblast
maupun spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini dan merupakan
daerah yang rusak pertama kali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat
ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu
terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko
tinggi.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini adalah selaput ketuban tidak kuat sebagai
akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan serviks maka
selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
Patway
Depolimerasi
kolagen pada selaput pembengkakan dan
korion atau amion kerusakan jaringan
kolagen fibrilar pada
lapisan kompakta,
Ketuban tipis, fibroblast dan
lemah dan mudah spongiosa
pecah spontan
Kelainan
menyeluruh
membran fetal
4. Klasifikasi
Klasifikasi ketuban pecah dini dibagi atas usia kehamilan yaitu:
a) Ketuban pecah dini atau disebut juga Premature Rupture of Membrane atau Prelabour Rupture
of Membrane (PROM), adalah pecahnya selaput ketuban pada saat usia kehamilan aterm.
b) Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran korioamniotik sebelum usia kehamilan
yaitu kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture of Membrane atau
Preterm Prelabour Rupture of Membrane (PPROM).
5. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko dari KPD:
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumnya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu)
8. Infeksi pada kehamilan seperti bacterial vaginosis
6. Manifestasi Klinis
Menurut Nugraha (2014), tanda dan gejala ketuban pecah dini antara lain :
1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Biasanya agak keruh
dan bercampur dengan lanugo (rambut halus pada janin) serta mengandung verniks caseosa
(lemak pada kulit bayi).
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi
bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal”
atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
4. Demam, bercak vagina banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan
tanda-tanda infeksi yang terjadi.
7. Diagnosis
Menurut Prawirohardjo (2011) untuk mendiagnosa ketuban pecah dini yaitu dengan
menentukan pecahnya selaput ketuban di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan
sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban
dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila
perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu
ibu ≥48°C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm3. Tentukan tanda-tanda
persalinan, tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan
penanganan aktif (terminasi kehamilan).
8. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada KPD meliputi mudah terjadinya infeksi intra uterin, partus
prematur, dan prolaps bagian janin terutama tali pusat (Manuaba, 2013). Terdapat tiga
komplikasi utama yang terjadi pada KPD yaitu peningkatan morbiditas neonatal oleh karena
prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran, dan resiko infeksi baik pada ibu
maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan penghalang penyebab infeksi
(Prawirohardjo, 2011).
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.
Komplikasi akibat KPD kepada bayi diantaranya adalah IUFD, asfiksia dan prematuritas.
Sedangkan pada ibu diantaranya adalah partus lama, infeksi intrauterin, atonia uteri, infeksi
nifas, dan perdarahan post partum.
9. Penatalaksanaan
Sebagai gambabaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat dijabarkan
sebagai berikut: (Manuaba, 2013)
berikut :
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Alamat,Tanggal Pengkajian.
periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering, inspeksikula tampak air
ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering
Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan nafsu makan,
frekuensi minum klien juga mengalami penurunan
Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada daerah pinggang
sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara,
posisi saat tidur (penekanan pada perineum)
Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia
(hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass
atau tidak atau retensi urine karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat
BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan
penggunaan toilet.
Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan
kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias rambut dan wajah.
Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan KPD di anjurkan
untuk bedresh total
Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang membuat
fresh dan relaksasi.
2. Pemeriksaan Fisik
2.1 Pemeriksaan umum: suhu normal kecuali disertai infeksi.
2.2 Pemeriksaan abdomen: uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur
dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi
abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi maupun cakapnya bagian
presentasi. Denyut jantung normal.
2.3 Pemeriksaan pelvis: pemeriksaan speculum steril pertama kali dilakukan untuk
memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Karna cairan alkali amnion mengubah
pH asam normal vagina, kertas nitrasin dapat dipakai untuk mengukur pH vagina. Kertas
nitrasin menjadi biru bila ada cairan alkali amnion. Bila diagnose tidak pasti adanya
skuama anukleat, lanugo, atau bentuk Kristal daun pakis cairan amnion kering dapat
membantu.
2.4 Pemeriksaan vagina steril: menentukan penipisan dan dilatasi serviks. Pemeriksaan
vagina juga mengidentivikasi bagian presentasi dan stasi bagian presentasi dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.
3. Pemeriksaan penunjang
3.2 Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina
dapat
3.3 Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
5. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi maternal b.d ruptur membran amniotik
2. Resiko tinggi gawat janin b.d partus yang tidak segera
3. Resiko tinggi cedera pada janin b.d melahirkan bayi prematur/tidak matur
4. Resiko hipotermi b.d bayi lahir premature
5. Ansietas b.d krisis situasi, ancaman pada diri sendiri/janin
6. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Resiko tinggi infeksi maternal b.d ruptur membran amniotik.
Tujuan : Infeksi maternal tidak terjadi
Kriteria hasil :
a. Ibu bebas dari tanda- tanda infeksi (tidak demam (suhu : 36,5-37.5), cairan amnion
jernih, hampir tidak berwarna, dan tidak berbau)
b. Leukosit normal 6000-10.000/mm3
Intervensi Rasional
Kolaborasi
1. Berikan cairan parenteral sesuai 1. Meski tidak boleh sering dilakukan,
indikasi. Berikan enema pembersih namun evaluasi usus dapat
bila sesuai indikasi meningkatkan kemajuan persalinan
2. Pemeriksaan spesimen vagina dan menurunkan resiko infeksi
3. Berikan drip oksitosin bila 2. Mengetahui ada tidaknya invasi
pembukaan belum sempurna bakteri yang dapat menyebabkan
4. Pemberian antibiotik sebelum dan infeksi
sesudah persalinan sesuai indikasi 3. Dapat meningkatkan kontraksi/his
5. Lakukan induksi pada janin bila sehingga dapat membantu
janin sudah cukup umur persalinan
(persalinan normal atau seksio 4. Mencegah dan meminimalkan
sesaria) terjadinya infeksi
Mandiri 5. Janin harus dikeluarkan karena
1. Memantau keadaan umum klien, dapat terjadi fetal death
seperti kesadaran klien, cairan yg 1. Setelah membran ruptur, insiden
keluar dari vagina klien, TTV korioamnionitis menigkat secara
(terutama suhu) progresif sesuai dengan waktu yang
2. Lakukan perawatan perineum dan ditunjukkan melalui TTV (suhu
personal hygiene dengan benar dapat menunjukkan tanda-tanda
3. Monitoring DJJ tiap 5-10 menit infeksi)
4. Evaluasi cairan yang keluar dari 2. Mengurangi resiko terjadinya
vagina infeksi
2. Diagnosa : Resiko tinggi gawat janin b.d partus yang tidak segera
Tujuan : Gawat janin tidak terjadi
Kriteria hasil :
a. Janin dapat diinduksi
b. Tidak keluar cairan berwarna putih dan keruh dari vagina
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau posisi janin 1. Menghindari janin dalam posisi
2. Monitor DJJ tiap 5-10 menit sungsang
Kolaborasi 2. Mengontrol keadaan janin
Lakukan induksi persalinan Mencegah terjadinya fetal death
1. Diagnosa : Resiko tinggi cedera pada janin yang berhubungan dengan melahirkan bayi
prematur/tidak matur
Tujuan : Tidak terjadi cedera pada janin
Kriteria hasil :
Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda cedera (kondisi fisik normal, RR normal, tidak ada
tanda-tanda infeksi)
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Monitor DJJ sesuai indikasi 1. Mengontrol keadaan janin
2. Pantau tentang pertumbuhan janin 2. Mengetahui perkembangan janin
dan tinggi fundus uteri janin sehingga dapat menentukan waktu
persalinan
Kolaborasi
1. Pantau pemeriksaan USG 1. Memantau keadaan janin
4. Diagnosa : Resiko hipotermia berhubungan dengan bayi lahir prematur
Tujuan : Hipotermia tidak terjadi
Kriteria hasil : Bayi tidak rewel, suhu bayi normal (36,5-37,5 oC), bayi tidak terlihat
menggigil, tidak terlihat tanda-tanda sianosis (akral dingin dan pucat, bibir berwarna biru)
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pertahankan suhu ruang perawatan 1. Untuk mempertahankan suhu
pada 25◦C normal tubuh bayi
2. Pantau suhu rektal bayi dan suhu 2. Menjaga suhu tubuh bayi dalam
aksila setiap 2 jam keadaan normal
3. Tempatkan bayi di bawah pemanas 3. Menormalkan suhu tubuh bayi
atau inkubator sesuai indikasi
4. Hindarkan meletakkan bayi dekat 4. Menghindarkan bayi kehilangan
dengan sumber panas atau dingin panas tubuh dengan cepat dan
berlebihan
7. Implemetasi keperawatan
Adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan
anggota tim kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon
pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan
8. Evaluasi
Merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang
teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, 2004, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : EGC.
Herdman, Heather T. 2010. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta : EGC.
Manuaba. 2009. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Sastrawinata, Sulaiman (Ed).(2014).Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi.Jakarta : EGC.
Wulandari.(2014).Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Masalah Ketuban Pecah Dini. Diakses
tanggal 11 Maret 2012, dari http://www.scribd.com/doc/52380308/Asuhan-Keperawatan-Ibu-
Hamil-Dengan-Masalah-Ketuban-Pecah-Dini
Yusup, Ahmad A.(2011).Ketuban Pecah Dini 2. Diakses tanggal 11 Maret 2012, dari
www.scribd.com/doc/56065837/Definisi-Ketuban-Pecah-Dini