Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................i
INTISARI.........................................................................................................................ii
ABSTRACT.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
I.1 Latar Belakang.................................................................................................1
I.2 Tujuan Penelitian.............................................................................................3
I.3 Manfaat Penelitian...........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS...........................4
II.1 Tinjauan Pustaka.............................................................................................4
II.2 Perumusan Hipotesis dan Rancangan Penelitian...........................................7
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................................9
IV.1 Peralatan...........................................................................................................9
IV.2 Bahan-bahan.....................................................................................................9
IV.3 Cara Kerja........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15

1
KONVERSI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) MENJADI
ETANOL MENGGUNAKAN METODE SIMULTANEOUS
SACCHARAFICATION FERMENTATION (SSF) BERBANTU
GELOMBANG MIKRO

Gian Muhammad Ra’afi


15/383283/PA/16943

INTISARI

Penelitian dengan judul konversi TKKS menjadi etanol menggunakan


metode SSF berbantu gelombang mikro. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengkonversi tandan kosong kelapa sawit menjadi etanol.
Metode yang mendasari penelitian ini adalah hidrolisis dan fermentasi
serentak. Tahap perlakuan awal dilakukan dengan gelombang mikro pada suhu
190 ̊C selama 10 menit menggunakan pelarut asam oksalat 1,13%. Uji kandungan
lignin dan holoselulosa dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut
alkohol:benzena (1:2). Hidrolisat dan padatan hasil perlakuan awal dimasukan ke
dalam erlenmeyer berisi enzim 100 g/L Yeast Extract, 200 g/L Pepton, dengan
variasi khamir Kluveromyces marxianus, Phacysolen tannopilus, dan
Saccharomyces cerevisiae. Proses ini dilakukan dalam shaker incubator dengan
kecepatan 120 rpm pada suhu 38 ̊C selama 72 jam dan dianalisis kadar etanolnya
dengan kromatografi gas.

Kata kunci : anilin, fotooksidasi, fotokatalis, sensitisasi

2
CONVERSION OF SAFE PALM OIL (TKKS) TO ETHANOL USING
SIMULTANEOUS SACCHARAFICATION FERMENTATION (SSF)
METHOD TO ASSIST MICRO WAVES

Gian Muhammad Ra’afi


15/383283/PA/16943

ABSTRACT

The study titled conversion of TKKS to ethanol using microwave-assisted


SSF method. The purpose of this study was to convert empty palm bunches into
ethanol.
The method underlying this research is hydrolysis and concurrent
fermentation. The initial treatment stage was carried out with microwaves at 190 °
C for 10 minutes using a 1.13% oxalic acid solvent. Test of lignin content and
holocellulose is done by extraction using alcohol solvent: benzene (1: 2). The
hydrolyzate and the initial-treated solids are incorporated into an enzyme
containing 100 g / L Yeast Extract, 200 g / L Pepton, with yeast variations of
Kluveromyces marxianus, Phacysolen tannopilus, and Saccharomyces cerevisiae.
This process was performed in an incubator shaker with a speed of 120 rpm at
38°C for 72 hours and analyzed its ethanol content by gas chromatography.

Keywords: aniline, photooxidation, photocatalyst, sensitization

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Kebutuhan energi di Indonesia yang semakin meningkat berbanding
terbalik dengan ketersediaan bahan baku yang semakin menurun. Hal ini
disebabkan oleh sifat bahan baku yang tidak terbarukan. Energi yang bersumber
dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara merupakan sumber daya
alam yang tidak dapat diperbarui, sehingga pada waktu tertentu ketersediaannya
akan habis. Apalagi hingga saat ini sumber utama pembangkit listrik dan bahan
bakar kendaraan bermotor adalah batu bara dan minyak bumi. Jika permasalahan
ini dibiarkan terus-menerus Indonesia akan mengalami krisis energi yang
berkepanjangan. Oleh karena itu diperlukan energi alternatif yang dapat menjadi
solusi atas permasalahan ketersediaan sumber energi di Indonesia. Energi
alternatif tersebut dapat diperoleh dari bahan baku yang terbarukan, sehingga
tidak menimbulkan masalah yang serupa. Salah satunya adalah sumber energi
(bahan bakar) yang dikonversi dari TKKS.
Indonesia merupakan produsen terbesar minyak kelapa sawit dengan
produksi +18 juta ton per tahun. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan
hasil samping dari pengolahan minyak kelapa sawit yang jumlahnya sangat
melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan
sebanyak 23% TKKS atau sebanyak 230 kg dan pemanfaatannya masih terbatas
sebagai pupuk, serta media bagi pertumbuhan jamur serta tanaman (Taherzadeh
dan Karimi, 2007). Pada kenyataannya senyawa yang terkandung pada TKKS
dapat dikonversi menjadi energi atau bahan bakar. Biomassa ini mengandung
selulosa dalam kisaran 23,7 – 65%, hemiselulosa 20,58 – 33,52%, dan lignin 14,1
– 30,45% (Chang, dkk., 2006). Selulosa merupakan polimer linear glukan dengan
struktur rantai yang seragam dan terdiri dari unit-unit glukosa yang terikat dengan
ikatan glikosidik β-(1.4). Hemiselulosa juga merupakan bahan pendukung dalam
dinding sel seperti halnya selulosa. Berbeda dengan selulosa yang merupakan
homopolisakarida, rantai utama hemiselulosa dapat terdiri atas hanya satu jenis

1
monomer (homopolimer) seperti xilan, atau terdiri atas dua jenis atau lebih
monomer (heteropolimer) seperti glukomannan. Rantai molekul hemiselulosa pun
lebih pendek daripada selulosa. Lignin mempunyai struktur molekul yang sangat
berbeda dengan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas
unit-unit fenil propana (Harmsen, dkk., 2010).
Berdasarkan kandungan senyawa tersebut TKKS masuk ke dalam jenis
biomassa lignoselulosa (memiliki senyawa lignin dan selulosa). Biomassa ini
merupakan salah satu bahan baku potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif. Biomassa ini dapat dikonversi menjadi etanol yang
selanjutnya dapat digunakan untuk mensubstitusi bahan bakar bensin untuk
keperluan transportasi (Hermiati, dkk., 2010). Dewasa ini banyak negara mulai
menerapkan kebijakan penambahan etanol ke dalam bahan bakar bensin untuk
mendukung upaya pemanfaatan energi terbarukan dan mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil (Piarpuzan, dkk., 2011). Salah satu
keunggulan bieotanol dibandingkan dengan bahan bakar fosil adalah dari segi
efisiensi pembakaran. Selain itu senyawa hasil pembakaran yang bersumber dari
bioetanol tidak akan mencemari udara layaknya bahan bakar fosil.
Secara umum konversi TKKS menjadi bioetanol setidaknya memerlukan 3
tahapan, yaitu perlakuan awal, hidrolisis, dan fermentasi. Tahap perlakuan awal
dapat dilakukan secara fisik, kimia, maupun kombinasi dari keduanya. Tahap ini
bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas dan porositas dari biomassa
lignoselulosa. Hal ini dilakukan agar hidrolisis selulosa dapat berlangsung secara
maksimal karena lignin telah terdegradasi. Hasil hidrolisis berupa gula gula
sederhana seperti glukosa akan difermentasi menggunakan khamir agar diperoleh
senyawa alcohol berupa etanol. Hidrolisis atau sakarifikasi dapat dilakukan
bersamaan dengan proses fermentasi dengan metode SSF. Dapat pula dilakukan
secara bertahap dengan metode SSF. Metode SSF memiliki keunggulan
dibandingkan dengan proses hidrolisis dan fermentasi bertahap dalam hal
kecepatan hidrolisis, efisiensi penggunaan enzim, meningkatkan rendemen
produk, mengurangi kebutuhan kondisi sterill, efisiensi waktu proses dan tempat
proses/reaktor (Sun dan Cheng 2002).

2
Pada penelitian ini akan dilakukan konversi TKKS menjadi etanol dengan
metode SSF berbantu gelombang mikro. Metode SSF diharapkan dapat
mengkonversi TKKS menjadi etanol secara efektif dan efisien. Penggunaan
gelombang mikro pada tahap perlakuan awal juga diharapkan mampu
mendegradasi lignin lebih baik dari metode lainnya.

I.2 Tujuan Penelitian


1. Mempelajari koversi TKKS menjadi Bioetanol

2. Melakukan konversi TKKS menjadi bioetanol berbantu gelombang mikro


menggunakan metode SFF.

I.3 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan
dan teknologi terutama pada pemanfaatan limbah lignoselulosa untuk produksi
bioethanol sebagai bahan bakar.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

II.1 Tinjauan Pustaka


II.1.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Tandan kelapa sawit merupakan bagian yang berfungsi sebagai tempat
tumbuhnya buah pada pohon kelapa sawit. Pada setiap tandan kelapa sawit
terdapat 62-70% buah dan sisanya adalah tandan kosong (Naibaho, 1998). Tandan
kosong ini merupakan bagian yang tidak termanfaatkan dan seringkali menjadi
limbah utama dari proses pengolahan kelapa sawit. Dalam satu ton tandan buah
segar akan dihasilkan minyak sawit kasar sebanyak 0,21 ton (21%), minyak inti
sawit sebanyak 0,05 ton (0,5%) dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk
tandan kosong, serat dan cangkang biji yang masing-masing sebanyak 0,23 ton
(23%); 0,135 ton (13,5%); dan 0,055 ton (5,5%) (Darnoko, 1992).
Limbah TKKS dapat dihasilkan dari tandan buah segar yang buahnya
terlepas dari tandannya. Kandungan utama dari limbah ini adalah selulosa (41,3-
46,5%), hemiselulosa (25,3-33,8%), dan lignin (27,6-32,5%) (Sudiyani, 2009).
Kandungan selulosa dan hemiselulosa dalam TKKS dapat digunakan sebagai
sumber gula pereduksi dengan cara hidrolisis enzimatis. Hasil dari reduksi gula ini
akan menghasilkan produk alkohol yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Namun kadar lignin yang cukup tinggi pada TKKS membuat proses hidrolisis
enzimatis ini menjadi terhambat. Lignin dapat memperkecil aksesibilitas enzim
terhadap substrat dan mengakibatkan laju hidrolisis menjadi rendah, sehingga
rendemen gula pereduksi yang dihasilkan juga rendah (Gayang, 2013). Maka dari
itu perlu dilakukan beberapa perlakuan untuk menghilangkan lignin tersebut,
salah satunya dengan melarutkannya dalam asam.
Proses konversi TKKS menjadi suatu produk alkohol dapat dilakukan
dengan 3 tahapan. Tahap pertama adalah proses penghilangkan lignin pada
TKKS. Kemudian tahap kedua adalah proses hidrolisis enzimatis dan fermentasi
untuk mengubah selulosa pada TKKS menjadi produk alkohol. Tahap terakhir
adalah

4
5

pemurnian produk agar diperoleh produk dengan konsentrasi tinggi (Muryanto,


dkk., 2016). Penelitian tentang konversi TKKS menjadi gula

pereduksi pernah dilakukan oleh Gayang (2013) menggunakan enzim xilanase dan
selulase komersial. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk menentukan
konsentrasi dan waktu terbaik dari hidrolisis enzimatis TKKS.

II.1.2 Perlakuan Awal (Pretreatment) TKKS


Tandan kosong kelapa sawit adalah biomassa yang tergolong kedalam
jenis lignoselulosa (memiliki lignin dan selulosa). Lignin pada biomassa ini dapat
menurunkan efektifitas dari proses hidrolisis dan fermentasi, karena polisakarida
yang merupakan bagian terpenting dalam proses konversi menjadi bioetanol
terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat (Castello dan Chum, 1998).
Oleh karena itu perlu dilakukan delignifikasi agar terjadi pemutusan rantai
polimer menjadi rantai polimer yang lebih pendek, peningkatan daerah amorf,
pemisahan bagian lignin dari holoselulosa, serta perluasan permukaan kontak
substrat dengan enzim (Mergner, dkk., 2013). Perlakuan awal atau delignifikasi
dapat dilakukan secara fisika, kimia, maupun biologi. Efektifitas perlakuan awal
tercapai jika perlakuan tidak menyebabkan pembentukan produk degradasi
sekunder yang menghambat proses fermentasi dan berbiaya rendah (Sun dan
Cheng, 2002). Mergner dkk. (2013) menyatakan bahwa penggunaan NaOH 1 M
sebagai pelarut dalam perlakuan awal pada suhu ruang selama 48 jam atau pada
suhu 121 ̊C selama 15 menit dapat mendegradasi lignin lebih dari 99%. Penelitian
serupa pernah dilakukan pula oleh Raniya (2016) dengan menggunakan asam
maleat sebagai reagen delignifikasi. menurutnya asam organik dapat
dipertimbangkan sebagai alternatif katalis untuk asam mineral yang kuat dalam
perlakuan awal biomassa berlignoselulosa seperti TKKS. Hal tersebut
dikarenakan asam maleat lebih selektif daripada asam lainnya.
Selain pemanasan secara konvensional, proses delignifikasi dapat pula
dilakukan dengan menggunakan gelombang mikro. Penggunaan gelombang mikro
lebih efisien dalam hal konsumsi energi dibandingkan metode pemanasan
konvensional karena memungkinkan pemanasan terjadi secara merata dan cepat
5

(Lanigan, 2010). Perlakuan awal berbantu gelombang mikro ini telah


diaplikasikan pada penelitian rotan yang dilakukan oleh Hu dan Wen (2008),
tandan kosong kelapa sawit oleh Anita dkk. (2012), dan bambu (Fatriasari, 2014).
Semua penelitian tersebut menunjukkan bahwa perlakuan awal menggunakan
gelombang mikro lebih efektif dan efisien dalam mendegradasi lignin, meskipun
suhu yang digunakan lebih tinggi dari pemanasan konvensional. Pengaruh utama
perlakuan awal menggunakan gelombang mikro adalah pada peningkatan luas
daerah permukaan kontak dan porositas karena terjadinya perusakan struktur
Kristal, sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas enzim (Conde-Mejia, dkk.,
2012).

II.1.3 Metode Simultaneous Saccharafication Fermentation (SSF)


Metode SFF merupakan metode kombinasi antara proses hidrolisis dan
fermentasi. Hidrolisis merupakan reaksi kimia yang memecah molekul air
menjadi kation hidrogen dan anion hidroksida, proses ini biasanya digunakan
untuk memecah polimer tertentu, sedangkan fermentasi adalah proses konversi
gula menjadi alkohol dengan bantuan bakteri atau ragi. Kedua metode ini
dilakukan secara simultan, biasanya menggunakan enzim selulase dan khamir S.
cerevisiae untuk fermenasi gula menjadi etanol (Novia, dkk., 2014). Hidrolisis
adalah suatu reaksi peruraian antara suatu senyawa dengan air agar senyawa
tersebut pecah atau terurai. Dalam metode SSF akan terjadi pemecahan
polisakarida di dalam biomassa berlignoselulosa, yaitu selulosa dan hemiselulosa
menjadi monomer gula penyusunnya. Reaksi kimia yang terjadi pada proses
hidrolisis berlignoselulosa dapat dituliskan sebagai reaksi antara polimer dengan
air (Yuniwati, dkk., 2011)
Selulosa akan menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa
menghasilkan beberapa monomer gula pentosa (C5) dan heksosa (C6) pada
hidrolisis sempurna. Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau
enzimatik. Hidrolisis enzimatik dapat menggunakan enzim selulase sebagai
katalisnya, katalis enzim menjanjikan proses yang lebih ramah lingkungan,
kondisi operasi yang lebih lunak (suhu rendah, pH netral) serta berpotensi
5

memberikan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan katalis asam


(Wahyuningsih, dkk., 2013). Metode lain yang biasa digunakan pada hidrolisis
enzimatik TKKS adalah metode Separate Hydrolysis and Fermentation (SHF),
yaitu metode yang proses hidrolisis dan fermentasinya terpisah. Metode SSF
dianggap solusi untuk memecahkan masalah yang terdapat pada metode SHF
yaitu dengan mencegah adanya inhibisi kerja enzim hidrolisis oleh produk
glukosa dan selubiosa (Mauliana, 2015). Oloffson (2008) menyatakan bahwa
metode SSF ini lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan metode SHF. Pada
kondisi substrat dan enzim yang sama metode SFF menghasilkan derajat konversi
glukosa sebesar 60%, sedangkan metode SHF hanya sekitar 40% (Stenberg, dkk.,
2000). Hal ini disebabkan oleh adanya pemendekan waktu peragian pada proses
fermentasi simultan dalam mengonversi glukosa menjadi etanol. Dengan
demikian waktu reaksi keseluruhan untuk mengonversi TKKS menjadi etanol
dapat dipersingkat (Gauss, dkk., 1976).
Suhu optimum pada proses hidrolisis dan fermentasi pada metode SSF
masing-masing memiliki rentang yang berbeda, sehingga dapat menyebabkan
prosesnya menjadi tidak maksimal. Menurut Samsuri dkk. (2009) kondisi
optimum aktivitas enzim selulase terjadi pada pH 4,8 dan suhu 50 ̊C, sedangkan
menurut Wasungu (1982) aktivitas mikroorganisme fermentasi etanol seperti S.
cerevisiae memiliki kondisi optimum pada suhu sekitar 30 ̊C dan pH 4-5.
Penelitian konversi TKKS menjadi bioetanol sebelumnya pernah dilakukan oleh
Tengborg (2001), suhu optimum yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
sebesar 38 ̊C. Dimana enzim yang digunakan sebagai penghidrolisis yaitu selulase
dan mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi yaitu S. cerevisiae. Selain
faktor suhu, kinerja S. cerevisae dalam proses SSF dipengaruhi juga oleh jumlah
substrat dan konsentrasi komponen penghambat pada media SSF. Konsentrasi
substrat untuk metode SSF biasanya sekitar 10%, dosis enzim 10-20 FPU/gram
selulosa, dan konsentrasi khamir 1,50-3 g/L selama 72 jam (Sun dan Cheng,
2002).
5

II.2 Perumusan Hipotesis dan Rancangan Penelitian


II.2.1 Perumusan hipotesis 1
Metode yang biasa digunakan pada hidrolisis enzimatik TKKS adalah
metode Separate Hydrolysis and Fermentation (SHF), yaitu metode yang proses
hidrolisis dan fermentasinya terpisah. Namun glukosa yang dihasilkan dengan
metode ini masih tergolong rendah yaitu sekitar 40%. Metode SSF dianggap
solusi untuk memecahkan masalah yang terdapat pada metode SHF yaitu dengan
mencegah adanya inhibisi kerja enzim hidrolisis oleh produk glukosa dan
selubiosa (Mauliana, 2015).
Hipotesis 1:
Metode SSF ini lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan metode SHF. Pada
kondisi substrat dan enzim yang sama metode SFF menghasilkan derajat konversi
glukosa sebesar 60%.
5

BAB III
METODE PENELITIAN

IV.1 Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven 105oC
Memmert, tabung teflon, START D microwave digestion system milestone
(frekuensi 2-450 Hz dan maksimal output sebesar 100 W), neraca Mettler Toledo,
gelas beker (100 ml, 250 ml, 300 ml) merk pyrex, erlenmeyer (100 ml, 250 ml,
300 ml) merk pyrex, desikator, tanur, gelas saring 1G3, pengaduk magnetik, botol
vakum, pompa vakum, tabung sentrifus 15 atau 50 mL, vortex, spektrofotometer
UV-Vis Hitachi U-2001, kuvet kuarsa, Kromatografi Gas (GC) GC-2010,
penangas air dan penangas es.

IV.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain asam oksalat
1,13% (Wako Pure Chemical Industries, Ltd CTP1404), tandan kosong kelapa
sawit (40-60 mesh), H2SO4 72%v/v dan 4%, asam asetat glasial, etanol 98%,
benzen 100%, kertas saring, benang kasur, kapas, NaClO2 25% v/v, aseton, NaOH
17% b/v dan 8.3% b/v, asam asetat 10% v/v, enzim selulase 100 g/L, Yeast
Extract 200 g/L Pepton, khamir K. marxianus, khamir S. cerevisiae, K.
marxianus, dan P. tannopilus.

IV.3 Cara Kerja


IV.3.1 Perlakuan awal TKKS
Serbuk TKKS berukuran 40-60 mesh ditimbang sebanyak 3 g (berat
kering oven) kedalam tabung teflon dari microwave, kemudian ke dalam tabung
ditambahkan 30 mL asam oksalat 1,13% (rasio bahan dan larutan 1:10 b/v), lalu
5

dilakukan pre-strirring dengan gelombang mikro pada tingkat daya 50% selama 5
menit, dan diiradiasi dengan waktu iradiasi 3,1 menit pada suhu 190 ̊C. Setelah
itu segera dilakukan pendinginan pada tabung dengan cara merendamnya pada air
es selama 15-20 menit, lalu larutan disaring. Fraksi cair ditampung dalam tabung

sentrifus untuk analisis selanjutnya (pH dan proses fermentasi). Fraksi padat
dinetralkan dengan akuades dan disimpan dalam plastik klip untuk perlakuan
selanjutnya.

IV.3.2 Uji pH hidrolisat TKKS


Pengukuran pH dilakukan secara langsung pada fraksi cair hasil
praperlakuan gelombang mikro menggunakan pH meter Eutec dengan cara probe
pH meter dicelupkan langsung ke fraksi cair dan dicatat pH yang terukur
sebanyak satu kali ulangan.

IV.3.3. Uji kadar air TKKS hasil perlakuan awal


Cawan petri dikeringkan dalam oven 105 ̊C selama minimal 4 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Cawan petri ditimbang
berat kering oven. Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dimasukkan sampel ke
dalam cawan petri, kemudian dicatat berat sampel yang ditimbang. Sampel
dikeringkan dalam oven 105 ̊C hingga bobotnya tetap, kemudian didinginkan
dalam desikator selama 30 menit. Sampel beserta wadah kacanya ditimbang, dan
dicatat berat akhirnya.

IV.3.4 Uji kadar abu TKKS hasil perlakuan awal

Cawan porselin dikeringkan dalam tanur selama 30-60 menit pada suhu
525±25 ̊C, kemudian didinginkan selama 30-60 menit dalam desikator, dan dicatat
beratnya. Serbuk TKKS sebanyak 1 g Berat Kering Oven (BKO) ditimbang dalam
porselin yang sudah diketahui beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam tanur
bersuhu selama 6 jam, setelah itu sampel dikeluarkan dari tanur dan didinginkan
dalam desikator selama 30-60 menit, kemudian ditimbang beratnya. Blanko
5

selulosa diukur dengan metode yang sama, dengan menggunakan kertas saring
kering whatman bebas abu.

IV.3.5 Uji kadar ekstraktif TKKS dalam alkohol-benzena (1:2)


Labu didih dikeringkan dalam oven 105°C selama minimal 4 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Labu didih kosong
ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 3 g, lalu dimasukkan serta dibungkus ke
dalam kertas saring yang diberi kapas pada kedua ujungnya dan diikat
menggunakan benang kasur. Kadar air sampel dihitung bersamaan pada saat
penimbangan sampel untuk ekstraktif. Alat ekstraktif disusun dan dinyalakan,
kemudian dimasukkan etanol-benzena (1:2) sebanyak 150 mL ke dalam labu
didih. Sampel diekstraksi dengan kecepatan tidak lebih dari 24 siklus selama 4-5
jam hingga seluruh zat ekstraktif terlarut dalam larutan pengekstrak (ditandai
dengan larutan pengekstrak dalam sokhlet tidak berwarna), sampel kemudian
dikeluarkan dari sokhlet. Larutan pengekstrak dalam labu didih kemudian
dipekatkan hingga hampir kering, sedangkan sampel dikeringkan dalam oven
suhu 60 ̊C dan disimpan untuk pengujian selanjutnya (holoselulosa dan lignin).
Labu didih yang berisi pelarut yang mengandung zat ekstraktif kemudian
diuapkan pelarutnya hingga bersisa sekitar 5 mL, lalu dikeringkan dalam oven
105 ̊C selama 24 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit.
Labu didih yang berisi zat ekstraktif ditimbang berat akhirnya.

IV.3.6 Uji kadar klakson lignin


Gelas saring 1G3 kosong dikeringkan dalam oven 105 ̊C minimal 4 jam
sebelum pengujian, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang. Sampel bebas ekstraktif ditimbang sebanyak 0,3 g dan dimasukkan ke
dalam botol vial kecil mulut lebar ± 20 mL. Sampel diukur kadar airnya pada saat
yang bersamaan. Sampel ditambahkan H2S04 72% v/v sebanyak 3 mL, kemudian
diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 2 jam pada suhu ruang
(dikondisikan menggunakan cawan petri yang berisi air). Sampel tersebut
dipindahkan ke dalam botol duran 100 mL dan diencerkan menggunakan akuades
sebanyak 84 mL hingga konsentrasi akhir H 2SO4 sebesar 4% v/v. Botol Duran
5

yang berisi sampel ditutup rapat dan diautoklaf (121 ̊C) selama 1 jam, kemudian
sampel disaring menggunakan gelas filter 1G3 dengan bantuan vakum, filtrat
sebanyak ± 10 mL disimpan untuk pengukuran lignin terlarut asam. Sampel dalam
gelas saring 1G3 dicuci dengan air panas minimum 50 mL dan dikeringkan dalam
oven 105 ̊C selama 24 jam, setelah itu sampel dikeluarkan dari oven dan
didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya.

IV.3.7 Uji kadar lignin terlarut asam


Sampel filtrat hasil penyaringan kadar klason lignin dan H2S04 4% v/v
diencerkan sebanyak yang diperlukan dalam tabung sentrifus atau wadah lainnya.
Blanko H2S04 4% v/v yang telah diencerkan digunakan untuk menolkan
absorbansi spektrofotometer yang telah diatur pada panjang gelombang 205 nm,
kemudian sampel diukur absorbansinya dan harus berada dalam rentang 0,2-0,8.

IV.3.8 Uji kadar holoselulosa


Gelas saring 1G3 kosong dikeringkan dalam oven 105 ̊C minimal 4 jam
sebelum pengujian, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang berat kering ovennya. Sampel bebas ekstraktif ditimbang sebanyak 1,0
g dan dimasukkan ke dalam labu erlenmayer ukuran 100 mL. Sampel diukur
kadar airnya pada saat yang bersamaan. Sampel ditambahkan akuades sebanyak
40 mL, lalu ditambahkan 1,5 ml NaCIO 2 25% dan 0,125 mL asam asetat glasial
100%, kemudian diaduk dan ditutup rapat menggunakan plastik tahan panas dan
diikat kuat menggunakan karet gelang. Sampel tersebut dipanaskan dalam
waterbath selama 1 jam pada suhu 80 ˚C. Langkah tersebut diulangi hingga TKKS
berwarna putih, kemudian sampel didinginkan dalam penangas es, dan sampel
disaring menggunakan gelas saring 1G3 yang telah ditimbang. Sampel kemudian
dicuci dengan air dingin sebanyak 100 mL dan terakhir menggunakan aseton
sebanyak 25 mL. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven 105 ̊C selama 24
jam, setelah itu sampel dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator
selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya.

IV.3.9 Uji kadar α-selulosa


5

Gelas saring 1G3 kosong dikeringkan dalam oven 105 ̊C minimal 4 jam
sebelum pengujian, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang berat kering ovennya. Sampel holoselulosa ditimbang sebanyak 0,5 g
dan dimasukkan ke dalam botol vial mulut lebar ± 20 mL. Pada saat yang
bersamaan, sampel diukur kadar airnya. Sampel ditambahkan NaOH 17% b/v
sebanyak 6,25 mL, lalu sampel diaduk menggunakan pengadukan magnet selama
15 menit, dan dibiarkan tanpa pengadukkan selama 30 menit, lalu ditambahkan
8,25 mL akuades ke dalam campuran dan diaduk menggunakan pengaduk magnet
selama 5 menit dan dibiarkan tanpa pengadukkan selama satu jam, kemudian
disaring menggunakan gelas saring 1G3 dan dibilas menggunakan NaOH 8,3% b/v
sebanyak 25 mL, dan dicuci menggunakan akuades sebanyak 100 mL. Selang
vakum yang menempel ke botol vakum dicabut, lalu sampel dalam 1G3
ditambahkan dalam asam asetat 10% v/v sebanyak 10 mL (dibiarkan terendam
selama 3 menit), kemudian sambungkan kembali selang vakum dan biarkan
hingga seluruh larutannya terhisap, selanjutnya dibilas dengan akuades hingga
netral (dibantu dgn kertas lakmus biru). Sampel kemudian dikeringkan dalam
oven 105 ̊C selama 24 jam, setelah itu sampel dikeluarkan dari oven dan
didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya.

IV.3.10 Analisa gula pereduksi


Sebanyak 0,5 mL sampel ditambahkan dengan 1 mL akuades dan 3 mL
larutan DNS lalu divortex. Campuran tersebut selanjutnya dipanaskan selama 5
menit pada suhu 100 ̊C lalu direndam dalam penangas es. Sebanyak 200 µL
campuran dipipet kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan 2,5 mL
akuades. Larutan diukur dengan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang
540 nm.

IV.3.11 Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF)


Sebanyak 18,30 gram (berat basah) atau 5,58 gram (berat kering) TKKS
(4% selulosa) ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL yang telah diketahui
beratnya. Sampel tersebut kemudian disterilisasi terlebih dahulu dengan pemanas
bertekanan pada 121 ̊C selama 15 menit. Setelah dingin, Erlenmeyer berisikan
5

TKKS yang telah steril ditimbang kembali untuk mengetahui kehilangan air
akibat pemanasan bertekanan.
Media fermentasi sebanyak 5 ml yang terdiri dari 100 g/L Yeast Extract,
200 g/L Pepton, dan K. marxianus masing-masing, dan enzim selulase
ditambahkan ke dalam Erlenmeyer hingga berat total campuran mencapai 50
gram. Kecuali enzim, media fermentasi dan larutan buffer yang digunakan telah
disterilisasi terlebih dahulu dengan autoklaf pada 121 ̊C selama 15 menit.
Persiapan yang sama dilakukan juga untuk control enzim (tanpa substrat).
Erlenmeyer SSF kemudian dilengkapi dengan leher angsa sebagai pengkap gas.
Proses SSF dilakukan dalam shaking incubator dengan kecepatan 120 rpm pada
suhu 38 ̊C.

IV.3.12 Fermentasi hidrolisat hasil perlakuan awal


Khamir P. tannophilus dikultur terlebih dahulu dalam medium yang
mengandung 1 g/L MgSO4, 2 g/L KH2PO4, 3 g/L (NH4)2SO4, 3,6 g/L pepton, 4 g/L
yeast extract, dan 25 g/L xilosa. Inokulum dibuat dengan menginokulasi satu loop
penuh khamir ke dalam Erlenmeyer berukuran 500 mL yang berisi 100 mL media.
Inoculum kemudian diagitasi pada 120 rpm selama 16-20 jam pada suhu 35 ̊C
selama 72 jam.

IV.3.14 Penentuan konsentrasi etanol


Sampel diambil setiap 24 jam selama 72 jam inkubasi. Sampel kemudian
disentrifugasi pada 5000 rpm selama selama 5 menit. Supernatan diambil untuk
kemudian diukur konsentrasi etanolnya dengan menggunakan kromatografi gas
(GC) GC-2010, dengan kolom RTX-WAX. Sampel disimpan dalam botol vial
pada 4 ̊C apabila analisis etanol dilakukan di kemudian hari.
5
DAFTAR PUSTAKA

Anita S.H., Yanto D.H.Y., Fatriasasi W., 2011, Lignin use of isolation from black
liquor on the biopulping of Betung bamboo (Dendrocalamus asper) as
selective media for white-rot-fungi, Penelitian Hasil Hutan, 29, 312-321.

Chang, J.Y., Hwang, J.S., dan Tsai, S.F., 2006, Safety evaluation of acute
toxicity/pathogenicity of Nomuraea rileyi F055 in rats, Plant Protection
Bulletin, 48(4), 331-340.

Castello, R., dan Chum, H., 1998, Biomassa, Bioenergi dan Karbon management,
Bioenergi '98: Expdaning Bioenergi Partnerships, 11-17.

Conde-Mejía, C., Jiménez-Gutiérrez, A., El-Halwagi, M., 2012, A Comparison of


Methods for Bioethanol Production From Lignocellulosic Materials,
Process Safety Env Protec, 90(3), 189-202.

Darnoko, D., Herawan, T., dan Guritno, P., 2001, Teknologi Produksi Biodiesel
dan Prospek Pengembangannya di Indonesia, Warta PPKS, 9(1), 17-27.

Fatriasari, W., Ermawar, R.A., Falah, F., Yanto, D.H.Y., Hermiati, E.,2009.
Pulping soda panas terbuka bambu Betung dengan praperlakuan fungi
pelapuk putih (Pleurotus ostreatus dan Trametes versicolor), J.Ilmu dan
Teknologi Hasil Hutan, 2(2), 45-50.

Gauss, W.F., S. Suzuki., dan M, Takagi. 1976. Manufacture of Alcohol from


Celulosic Materials Using Plural Ferments. Bio Research Center
Company Limited.

Gayang, F., 2013, Konversi Lignoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit Menjadi
Gula Pereduksi Menggunakan Enzim Xilanase dan Selulase Komersial,
Skripsi, Departeman Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, IPB.

Harmsen, P.F.H., Huijen, W.J.J., Lopez, L.M.B., dan Bakker, R.R.C., 2014,
Literature review of physical and chemical pretreatment processes for
lignocellulosic biomass energy, Research Center of the Netherlands.

Hermiati, E., Djumali, M., Sunarti, T.C., Suparno, O., dan Prasetya, B., 2010,
Pemanfaatan biomassa lignoselulosa ampas tebu untuk produksi
bioetanol, J.Litbang Pertanian, 29(4), 121-130.

Hu, Z. and Wen, Z., 2008, Enhancing enzymatic digestibility of switchgrass by


microwaveassisted alkali pretreatment, Biochem.Engin. J, 38(3),
369−378.

15
Lanigan, B.A., 2010, Microwave processing of lignocellulosic biomass for
production of Fuels, Theses, Department of Chemistry, University of
York.

Mergner, R., R. Janssen., D. Rutz., I. de Bari., F. Sissot., D. Chiaramonti., A.


Giovannini., S. Pescarolo., dan R. Nistri., 2013, Lignocellulosic Ethanol
Process and Demonstration, A Handbook Part I. WIP Renewable
Energies, Munich.

Muryanto, Sudiyani, Y., dan Abimanyu, H., 2016, Optimization of NaOH Alkali
Pretreatment of Oil Palm Empty Fruit Bunch for Bioethanol,
J.Kim.Terap.Indones, 18(1), 27-36.

Mauliana, R.M., Sutikno, Marniza, 2015, Effects Of Seaweed (Eucheuma


Cottonii) Extraction And Hydrolysis On Reducing Sugar For Bioethanol
Production, Prosiding Seminar Nasional Sains & Teknologi VI, Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung, 447-458.

Naibaho, P.M., 1998, Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, Pusat Penelitian


Kelapa Sawit, Medan. Novia, A. Windarti., dan Rosmawati., 2014,
Pembuatan Bioetanol dari Jerami Padi dengan Metode Ozonolisis –
Simultaneous Saccharomyces and Fermentation (SSF), J. Teknik Kimia,
20(3), 38-48.

Olofsson, 2008, A Short Review on SSF- An Interesting Process Option For


Ethanol Production From Lignocellulosic Feedstock, BioMed Central
Ltd.

Piarpuzán, D., Quintero, J. A., dan Cardona, C. A., 2011, Empty fruit bunches
from oil palm as a potential raw material for fuel ethanol production,
Biomass and Bioenergy, 35, 1130-1137.

Raniya, R., 2016, Pengaruh Praperlakuan Asam Maleat Berbantu Gelombang


Mikro pada Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq),
Skripsi, Departemen Kimia, IPB.

Seftian, D, Antonius, F., Faizal, M., 2012, Pembuatan etanol dari kulit pisang
menggunakan metode hidrolisis enzimatik dan fermentasi, Jurnal Teknik
Kimia, 1(18), 10-16.

Stenberg, K., M. Bollok., K. Reczey., M. Galbe., dan G. Zacchi, 2000, Effect of


Substrate and Cellulase Concentration on Simultaneous Saccharification
and Fermentation of Steam-Pretreated Softwood for Ethanol Production,
Biotechnol Bioeng, 68, 204–210.

16
Samsuri, M., Gozan, M., Mardias, R., Baiquni, M., Hermansyah, H., Wijanarko,
A., Prasetya, B., dan Nasikin, M., 2007, Pemanfaatan Selulosa Bagas
untuk Produksi Etanol Melalui Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak
dengan Enzim Xylanase, Makara Teknologi, 11(1), 17-24.

Sudiyani, 2009, Utilization of biomass waste empty fruit bunch fiber of palm oil
forbioethanol production, Research Workshop on Sustainable Biofuel, 1-
15

Sun, Y., dan Cheng, J., 2002, Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol
production: a review, Bioresource Technology, 83.

Tengborg, C., M. Galbe., dan G. Zacchi., 2001, Influence Of Enzyme Loading


And Physical Parameters On The Enzymatic Hydrolysis Of Steam-
Pretreated Softwood, Biotechnol, 17(1), 110-117.

Taherzadeh, M.J, dan Karimi, K., 2007, Process for Ethanol from Lignocellulosic
Materials: Enzyme based Hydrolysis Process, Bioresources, 2(4), 707-
738.

Wahyuningsih, M., Sarjono, P.R., dan Aminin, A.L.N., (2013), Biokonversi


Jerami Padi Menjadi Gula Fermentasi Menggunakan Konsorsium
Termofilik Kompos, Jurnal Sains dan Matematika, 21(1), 7-14.

Wasungu, K. 1982,. Growth Characteristics Of Baker's Yeast In Ethanol,


Biotechnol Bioeng, 24, 1125–1134.

Yuniwati, M., Ismiyati, D., dan Kurniasih R., 2011, Kinetika reaksi hidrolisis pati
pisang tanduk dengan katalisator asam chlorida, Jurnal Teknologi, 4(2),
107-112.

17

Anda mungkin juga menyukai