Anda di halaman 1dari 39

1

Laporan Praktikum

“GENETIKA”
Judul Praktikum : Hukum Mendel
Semester/ Prodi : IV (Empat) / Pendidikan IPA
Kelas/Kelompok : A / 1 (Satu)
Dosen Pengampuh : Dr. Frida Maryati Jusuf, M.Pd
Anggota Kelompok :
1) Rahmawati Hadju (433419001)
2) Putri M. Taid (433419041)
3) Siska Monoarfa (433419004)
4) Sri amelia Ahmad (433419016)
5) Nur afni Hunggaita (433419036)
6) Jihan Eka Putri Lumingkewas (433419040)

Nilai Paraf

LABORATORIUM JURUSAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
2

PRAKTIKUM 1
A. Judul :
Persilangan Monohibrid dan Dihibrid
B. Tujuan :
1. Melakukan latihan perilangan monohybrid menggunakan kacing
genetika
2. Mengamati sigbah segregasi fenotipe dalam persilangan
monohybrid
3. Membuat diagram persilangan monohybrid
4. Melakukan Latihan penggunaan uji X2
C. Dasar Teori
Peneliti yang paling populer adalah gregor johan mendel yang
lahir tahun 1822 di cekoslovakia. Pada tahun 1842, mendel mulai
mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas. Ilmuwan
dan biarawan ini menemukan prinsip-prisnsip dasar peawarisan melalui
percobaan yang dikendalikan dengan cermat dalam pembiakan silang.
Penelitian-penelitian mendel menghasilakan hukum mendel I dan hukum
mendel II. Mendel melakukan persilangan monohibrid atau persilangan
satu sifat beda, dengan tujuan mengetahui pada pewarisan sifat dari tertua
kepada generasi berikutnya.
Mendel melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang
ercis (Pisum sativum). Dari percobaan yang di lakukannya selama bertahun-
tahun tersebut, Mendel berhasil menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat,
yang kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai
suatu cabang ilmu pengetahuan. Berkat karyanya inilah, Mendel di akui
sebagai bapak genetika (Adisoemarto, 1998).
Mendel mempelajari beberapa pasang sifat pada tanaman kapri.
Masing-masing sifat yang dipelajari adalah: tinggi tanaman, warna bunga,
bentuk biji, dan lain-lain yang bersifat dominan dan resesif. Mula-mula
Mendel mengamati dan menganalisis data untuk setiap sifat, dikenal dengan
istilah monohibrid. Selain itu Mendel juga mengamati data kombinasi antar
3

sifat, dua sifat (dihibrid), tiga sifat (trihibrid) dan banyak sifat (polihibrid)
(Suryo. 2005).
Genetika populasi merupakan salah satu cabang ilmu genetika yang
menguraikan secara matematis besarnya frekuensi gen dalam suatu
populasi.Penyebaran gen dapat terjadi jika ada persilangan atau perkawinan
antar individu dalam suatu populasi. Berdasarkan jumlah sifat yang
disilangkan, terdapat dua macam persilangan yaitu persilangan monohibrid
dan persilangan dihibrid. Persilangan monohibrid merupakan persilangan
dengan satu sifat beda sedangkan persilangan dihibrid merupakan persilangan
dengan dua sifat beda. Persilangan dihibrid ini lebih rumit dibandingkan
dengan persilangan monohibrid karena pada persilangan dihibrid melibatkan
dua lokus. Konsep penting dalam genetika populasi yang melibatkan dua
lokus adalah adanya keterkaitan antar keduanya (Wijayanto,dkk. 2013).
Persilangan monohibrid adalah persilangan antar dua spesies yang
sama dengan satu sifat beda. Persilangan monohibrid ini sangat berkaitan
dengan hukum Mendel I atau yang disebut dengan hukum segresi. Hukum ini
berbunyi, “Pada pembentukan gamet untuk gen yang merupakan pasangan
akan disegresikan kedalam dua anakan (Suryo. 2005).
Secara alamiah, semua individu dari silangan populasi yang
dihasilkan program hibridisasi susunan genetiknya akan mengalami proses
mendelisasi (fiksasi) pada setiap generasi. Oleh karena itu kondisi heterogen
– heterozigot dari suatu silangan populasi dengan keragaman maksimum pada
F2 akan beralih menjadi populasi yang heterogen – homozigot pada F6 – F7.
Generasi F2 tanaman akan mengalami segregasi sesuai dengan hukum
Mendel. Aksi dan interaksi gen yang berbeda akan membuat pola segregasi
berbeda (Maulidha dkk, 2019).
Tipe aksi gen dapat dibedakan menjadi dua yaitu interaksi antar alel
pada lokus yang berbeda (interlokus) dan interaksi antar alel pada lokus yang
sama (intralokus). Sifat yang dikendalikan oleh satu lokus dua alel perlokus
maka interaksi intralokus dominan akan menghasilkan perbandingan
4

segregasi fenotipe 3 : 1 pada keturunan F2, sedangkan jika tidak ada


dominansi menghasilkan nisbah 1 : 2 : 1 (Devina, dkk. 2019).
Menurut (Effendi, 2020), persilangan bisa dilakukan dengan cara apa
pun misalnya dengan penyerbukan tanaman kerdil oleh tanaman tinggi, atau
sebaliknya. Untuk menjelaskan hasil ini, Mendel mengusulkan keberadaan
faktor unit partikulat untuk setiap sifat. Dia menyarankan bahwa faktor-faktor
ini berfungsi sebagai unit dasar keturunan dan diturunkan tidak berubah dari
generasi ke generasi, menentukan berbagai sifat yang diungkapkan oleh
masing-masing tanaman individu. Menggunakan ide-ide umum ini, Mendel
melanjutkan untuk berhipotesis dengan tepat bagaimana faktor-faktor tersebut
dapat menjelaskan hasil persilangan monohibrid. Dengan menggunakan pola
hasil yang konsisten dalam persilangan monohybrid, Mendel menurunkan
tiga postulat, atau prinsip, pewarisan berikut:
a) Faktor unit berpasangan
Karakter genetik dikendalikan oleh faktor-faktor unit yang ada
berpasangan dalam organisme individu. Pada persilangan monohibrid
yang melibatkan batang tinggi dan kerdil, faktor unit spesifik ada untuk
setiap sifat. Setiap individu diploid menerima satu faktor dari masing-
masing orang tua. Karena faktor-faktor tersebut terjadi berpasangan, tiga
kombinasi dimungkinkan: dua faktor untuk batang tinggi, dua faktor
untuk batang kerdil, atau satu dari masing-masing faktor. Setiap individu
memiliki satu dari tiga kombinasi ini, yang menentukan tinggi batang
b) Dominan / Resesif
Ketika dua faktor unit yang berbeda yang bertanggung jawab untuk
satu karakter hadir dalam satu individu, satu faktor unit dominan
terhadap yang lain, yang dikatakan resesif. Dalam setiap persilangan
monohibrid, sifat yang diekspresikan dalam generasi F1 dikendalikan
oleh faktor unit dominan. Sifat yang tidak diekspresikan dikendalikan
oleh faktor unit resesif. Istilah dominan dan resesif juga digunakan
untuk menunjuk sifat. Dalam hal ini, batang tinggi dikatakan lebih
dominan daripada batang kerdil resesif.
5

c) Segregasi
Selama pembentukan gamet, faktor-faktor unit berpasangan
terpisah, atau terpisah, secara acak sehingga masing-masing gamet
menerima satu atau yang lainnya dengan kemungkinan yang sama. Jika
seseorang berisi sepasang faktor unit yang serupa (mis., Keduanya
spesifik untuk tinggi), maka semua gametnya menerima salah satu dari
faktor unit yang sama (dalam kasus ini, tinggi). Jika seorang individu
mengandung faktor unit yang tidak sama (mis., Satu untuk tinggi dan
satu untuk katai), maka setiap gamet memiliki kemungkinan 50 persen
untuk menerima faktor satuan tinggi atau kerdil.
Persilangan Dihibrid adalah perkawinan antara dua individu dari
spesies yang sama yang memiliki dua sifat berbeda. Persilangan
Dihibrid sangat berhubungan dengan hukum Mendel II yang berbunyi
“independent assortment of genes” atau pengelompokan gen secara
bebas. Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet, dimana gen
sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika meiosis.
Hukum Mendel II disebut juga hukum asortasi. Sama halnya dengan
monohibrid, dihibrid pun mengenal sifat dominan dan intermediet,
Contoh persilangan dihibrid misalnya dalam persilangan tanaman
biji/kacang ercis. Dimana sifat biji pertama berbentuk bulat dan
berwarna kuning, dan kedua sifat tersebut dominan terhadap sifat
lainnya. Sedangkan pada biji kedua berbentuk kisut dan berwarna hijau
(Suryo. 2005).
Hukum ini juga hanya berlaku untuk gen (pasangan alel)
yang terletak pada kromosom yang berbeda (yaitu, pada kromosom
yang tidak homolog) atau, sebagai alternatif, untuk gen yang sangat
berjauhan pada kromosom yang sama. Semua karakter kacang yang
dipilih Mendel untuk analisis dikendalikan oleh gen pada kromosom
yang berbeda atau berjauhan pada kromosom yang sama; situasi ini
sangat menyederhanakan interpretasi persilangan multi karakter kacang
polong. Semua contoh yang kami pertimbangkan dalam sisa bab ini
6

melibatkan gen yang terletak pada kromosom yang berbeda (Effendi,


2020).
Persilangan dapat dilakukan secara acak maupun terkontrol.
penyebaran gen dengan persilangan acak dapat diselesaikan dengan
menggunakan persamaan diferensi atau persamaan beda hingga.
Penelitian tentang penentuan probabilitas genotip keturunan dalam
suatu populasi dengan menggunakan persamaan diferensi sudah pernah
dilakukan.), Persamaan diferensi diaplikasikan untuk menentukan
probabilitas genotip keturunan hasil persilangan monohibrid pada
kondisi normal. persamaan diferensi diaplikasikan untuk menentukan
probabilitas genotip keturunan hasil persilangan monohibrid pada
kondisi terjadi mutasi. Penyebaran gen dengan persilangan terkontrol
dapat diselesaikan dengan diagonalisasi matriks. Penelitian tentang
penentuan probabilitas genotip keturunan dalam suatu populasi dengan
menggunakan diagonalisasi matriks sudah pernah dilakukan yang
membahas tentang persilangan dihibrid. Untuk mencari probabilitas
genotip dalam persilangan acak tidak dapat menggunakan diagonalisasi
matriks karena dalam persilangan acak akan menghasilkan persamaan-
persamaan yang tak linier (Wijayanto dkk.2013).
Penyimpangan semu Hukum Mendel adalah penyimpangan
yang tidak keluar dari aturan hukum Mendel, meskipun terjadi
perubahan rasio F2 nya karena gen memiliki sifat berbeda-beda. Pada
penyimpangan semu hukum Mendel, terjadinya suatu kerja sama
berbagai sifat yang memberikan fenotipe berlainan, tetapi masih
mengikuti hukum-hukum perbandingan genotipe dari Mendel.
Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya dua pasang gen atau
lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu
individu (Astarini, 2018).
Metode Chi-Square dalam genetika sering kali digunakan untuk
menguji apakah data yang diperoleh dari suatu percobaan itu sesuai
dengan ratio yang kita harapkan atau tidak. Menurut Suryo (dalam
7

Maulida, 2019), metode Chi Square (X2) digunakan untuk menevaluasi


kebenaran atau tidaknya hasi penelitian yang dibandingkan dengan
yang diharapkan. Setelah ditemukan hasilnya per karakter kualitatif,
maka diperhatikan pula derajat bebas nya (db= n-1). Selanjutnya dilihat
pada tabel X2. Dalam genetika, chi-square (chi kuadrat)
d2
X2 = ∑
e
8

D. Alat dan Bahan:


a. Monohibrid
1) Kancing genetika yang diumpamakan sebagai gamet (Merah=
R, Dan Putih= r)
2) Kantong dari bahan kain yang tidak mudah robek dan isinya
tidak dapat dilihat dari luar
3) Tabel Chi-square
4) Mistar
5) Pena
6) Bahan
b. Dihibrid
1) Kancing genetika yang diumpamakan sebagai gamet (Merah-
Hijau = RB), (Merah-hitam = R-bb), (Putih-Hijau = rr-B) dan
(Putih-Bulat = rrbb)
2) Kantong dari bahan kain yang tidak mudah robek dan isinya
tidak dapat dilihat dari luar
3) Tabel Chi-square
4) Mistar
5) Pena
6) Bahan
9

E. Prosedur Kerja
1. Persilangan monohibrid

Kancing Genetika
(Monohibrid)
Menyediakan kancing genetika 12 buah, 6
yang berwarna merah (R) dan 6 berwarna
Putih

Memisahkan masing-masing 6 butir gen


merah (R) dan 6 butir gen putih (r).

Memasukkan masing-masing 6 butir model


R dan r ke dalam kantong jas lab kanan dan
kiri.

mengambil (secara acak) masing-masing


satu model gen dari setiap kantong lalu
memasangkan.

Mengamati model gen yang terambil dan


mencatat kode susunan gen itu kedalam
tabel hasil pengamatan

Hasil Pengamatan
10

2. Persilangan Dihibrid
Kancing Genetika
(Dihibrid)
Menyediakan 8 model kancing genetika
yang terdiri dari 2 kancing Merah-Hijau (RB)=
(merah, bulat), 2 kancing Merah-Hitam (Rb)=
(merah oval), 2 kancing Putih-Hijau (rB)= (putih,
bulat), 2 kancing Putih-Hitam (rb)= (putih, oval)
Memasukkan model
kancinggen kedalam(rb)masing-
Putih-Hitam =
masing kantong jas lab kanan dan kiri, masing-
masing kantong diisi dengan 4 model gen yang
berbeda

mengambil (tanpa pengembalian) masing


masing satu model gen dari setiap kantong lalu
memasangkan. Tindakan itu dilakukan tanpa
menengok ke dalam kantong

Mengamati model gen yang terambil dan


mencatat kode susunan gen itu kedalam
tabel hasil pengamatan

Hasil Pengamatan
11

F. Hasil Pengamatan
1. Monohibrid
1) Tabel Hasil Perorangan
Data Rahmawati Hadju

Pengambilan Ke- RR (Merah) Rr (Merah) rr (putih)


1 √
2 √
3 √
4 √
5 √
6 √
7 √
8 √
9 √
10 √
11 √
12 √
13 √
14 √
15 √
16 √
17 √
18 √
19 √
20 √
21 √
22 √
23 √
24 √
25 √
26 √
27 √
28 √
29 √
12

30 √
31 √
32 √
33 √
34 √
35 √
36 √
37 √
38 √
39 √
40 √
Jumlah 7 19 14
Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 7 1/4×40 = 10 -3 (7−10)2
= 0,9
10
Rr 19 2/4 ×40 = 20 -1 (19−20)2
=
20
0,05
rr 14 1/4×40 = 10 4 (14−10)2
= 1,6
10
Total 40 40 0 Xh2 = 2,55
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 2,55
X ² tabel diantara 0,10 dan 0,30 (diantara angka 2,41 dan 4,61)
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1
Data Putri M. Taid

Pengambilan Ke- RR (Merah) Rr (Merah) rr (putih)


1 √
2 √
3 √
4 √
5 √
6 √
7 √
8 √
9 √
10 √
13

11 √
12 √
13 √
14 √
15 √
16 √
17 √
18 √
19 √
20 √
21 √
22 √
23 √
24 √
25 √
26 √
27 √
28 √
29 √
30 √
31 √
32 √
33 √
34 √
35 √
36 √
37 √
38 √
39 √
40 √
Jumlah 8 22 10
Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 8 1/4×40 = 10 -2 (8−10)2
= 0,4
10
Rr 22 2/4 ×40 = 20 2 (22−20)2
=
20
0,2
rr 10 1/4×40 = 10 0
Total 40 40 0 Xh2 = 0,6
Dk = n-1= 3-1 = 2
14

X ² hitung = 0,6
X ² tabel diantara 0,70 dan 0,90 (diantara angka 0,21 dan 0,71)
Perbandingan fenotipe monohibrid : 1: 2 :1

Data Siska Monoarfa

Pengambilan Ke- RR (Merah) Rr (Merah) rr (putih)


1 √
2 √
3 √
4 √
5 √
6 √
7 √
8 √
9 √
10 √
11 √
12 √
13 √
14 √
15 √
16 √
17 √
18 √
19 √
20 √
21 √
22 √
23 √
24 √
25 √
26 √
27 √
28 √
29 √
30 √
31 √
32 √
33 √
34 √
35 √
36 √
15

37 √
38 √
39 √
40 √
Jumlah 15 13 12

Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 15 1/4×40 = 10 5 (15−10)2
=
10
2,5
Rr 13 2/4 ×40 = 20 -7 (13−20)2
=
20
2,45
rr 12 1/4×40 = 10 2 (12−10)2
= 0,4
10
Total 40 40 0 Xh2 = 5,35
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 5,35
X ² tabel diantara 0,05 dan 0,10 (diantara angka 4,61 dan 5,99 )
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1
Data Nur Afni Hunggaita

Pengambilan Ke- RR (Merah) Rr (Merah) rr (putih)


1 √
2 √
3 √
4 √
5 √
6 √
7 √
8 √
9 √
10 √
11 √
12 √
13 √
14 √
16

15 √
16 √
17 √
18 √
19 √
20 √
21 √
22 √
23 √
24 √
25 √
26 √
27 √
28 √
29 √
30 √
31 √
32 √
33 √
34 √
35 √
36 √
37 √
38 √
39 √
40 √
Jumlah 6 18 16
Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 6 1/4×40 = 10 -4 (6−10)2
= 1,6
10
Rr 18 2/4 ×40 = 20 -2 (18−20)2
=
20
0,2
rr 16 1/4×40 = 10 6 (16−10)2
= 3,6
10
Total 40 40 0 Xh2 = 5,4
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 5,4
X ² tabel diantara 0,05 dan 0,10 (diantara angka 4,61dan 5,99, )
17

Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1

Data Sri Amelia Ahmad

Pengambilan Ke- RR (Merah) Rr (Merah) rr (putih)


1 √
2 √
3 √
4 √
5 √
6 √
7 √
8 √
9 √
10 √
11 √
12 √
13 √
14 √
15 √
16 √
17 √
18 √
19 √
20 √
21 √
22 √
23 √
24 √
25 √
26 √
27 √
28 √
29 √
30 √
31 √
32 √
33 √
34 √
35 √
36 √
37 √
38 √
18

39 √
40 √
Jumlah 9 17 14
Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 9 1/4×40 = 10 -1 (9−10)2
= 0,1
10
Rr 17 2/4 ×40 = 20 -3 (17−20)2
=
20
0,45
rr 14 1/4×40 = 10 4 (14−10)2
= 1,6
10
Total 40 40 0 Xh2 = 2,15
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 2,15
X ² tabel diantara 0,30 dan 0,50 (diantara angka 1,39 dan 2,41 )
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1

Data Jihan Eka Putri Lumingkiewas

Pengambilan Ke- RR (Merah) Rr (Merah) rr (putih)


1 √
2 √
3 √
4 √
5 √
6 √
7 √
8 √
9 √
10 √
11 √
12 √
13 √
14 √
15 √
16 √
17 √
19

18 √
19 √
20 √
21 √
22 √
23 √
24 √
25 √
26 √
27 √
28 √
29 √
30 √
31 √
32 √
33 √
34 √
35 √
36 √
37 √
38 √
39 √
40 √
Jumlah 3 17 20
Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 3 1/4×40 = 10 -7 (3−10)2
= 4,9
10
Rr 17 2/4 ×40 = 20 -3 (17−20)2
=
20
0,45
rr 20 1/4×40 = 10 10 (20−10)2
= 10
10
Total 40 40 0 Xh2 = 15,35
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung =
X ² tabel diantara (diantara angka dan )
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1
2) Tabel Hasil Perkelompok
20

Jumlah Total
Nama Setiap Kelas Jumlah total
N Mahasiswa/i Fenotipe pengambilan
RR Rr rr
o
1 Rahmawati Hadju 7 19 14 40
2 Putri M. Taid 8 22 10 40
3 Siska Monoarfa 15 13 12 40
4 Nur Afni Hunggaita 6 18 16 40
5 Sri Amelia Ahmad 9 17 14 40
6 Jihan Lumingkiewas 3 17 20 40
Total 48 106 86 240
2
a. Tabel uji X (Chi – Square)

2
Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)
Fenotipe (O) (E) E
RR 48 1/4×240 = 60 -12 (48−60)2
= 2,4
60
Rr 106 2/4×240=120 -14 (106−120)2
=
120
1,63
rr 86 1/4×240= 60 26 (86−60)2
=
60
11,26
Total 240 240 0 Xh2 = 15,29
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 15,29
X ² tabel tidak tercantum berarti lebih besar dari angka 5,99
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1

2. Dihibrid
1) Tabel Hasil Perorangan
Nama : Sri Amelia Ahmad

Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-


Ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)
21

1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
22

36 
37 
38 
39 
40 
Total 21 11 6 2
a. Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E
R-B 21 9/16×40 =22,5 (21−22,5)2
=0,
22,5
1
R-bb 11 3/16×40 = 7,5 (11−7,5)2
=
7,5
1,6
rrB 6 3/16×40= 7,5 (6−7,5)2
= 0,3
7,5
rrbb 2 1/16 ×40= 2,5 (2−2,5)2
= 0,1
2,5
Total 40 40 Xh2 = 2,1
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 2,1
X ² tabel diantara 0,50- 0,70 (diantara angka 1,42 dan 2,37)
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1

Nama : Putri M Taid


Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-
ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)

1 

2 
3 
4 
23

5 
6 
7 
8 

9 

10 
11 
12 

13 
14 
15 
16 

17 
18 

19 
20 

21 

22 
23 

24 
25 

26 
27 
28 
29 

30 
31 
24

32 

33 
34 
35 
36 
37 

38 
39 

40 

Total 30 5 3 2

Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E

R-B 30 9/16×40 =22,5 (30−22,5)2


=2,
22,5
5
R-bb 5 3/16×40 = 7,5 (5−7,5)2
=
7,5
0,83
rrB 3 3/16×40= 7,5 (3−7,5)2
= 2,7
7,5
rrbb 2 1/16 ×40= 2,5 (2−2,5)2
= 0,1
2,5
Total 40 40 Xh2 = 6,3
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 6,3
X ² tabel diantara 0,10 dan 0,30 (diantara angka 3,67 dan 6,25 )
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1
25

Nama : Siska Monoarfa

Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-


ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)

1 
2 
3 
4 
5 
6 

7 
8 
9 
10 
11 

12 

13 
14 
15 
16 

17 
18 
26

19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 
29 

30 
31 
32 

33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 

Total 25 6 5 4

Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E
27

R-B 25 9/16×40 =22,5 (25−22,5)2


=0,
22,5
27
R-bb 6 3/16×40 = 7,5 (6−7,5)2
= 0,3
7,5
rrB 5 3/16×40= 7,5 (5−7,5)2
=
7,5
0,83
rrbb 4 1/16 ×40= 2,5 (4−2,5)2
= 0,9
2,5
Total 40 40 Xh2 = 2,3
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 2,3
X ² tabel diantara0,50 dan 0,70 (diantara angka 1,42 dan 2,37)
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1

Nama : Nur Afni Hunggaita

Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-


ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)

1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
28

10 
11 
12 

13 
14 
15 
16 

17 
18 

19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 

28 
29 
30 
31 
32 

33 
34 
35 
36 
37 
29

38 
39 
40 

Total 23 7 8 2

Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E

R-B 23 9/16×40 =22,5 (23−22,5)2


=0,
22,5
01
R-bb 7 3/16×40 = 7,5 (7−7,5)2
=
7,5
0,03
rrB 8 3/16×40= 7,5 (8−7,5)2
=
7,5
0,03
rrbb 2 1/16 ×40= 2,5 (2−2,5)2
= 0,1
2,5
Total 40 40 Xh2 = 1,17
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 1,17
X ² tabel diantara0,90 dan 0,99 (diantara angka 1,12 dan 0,58)
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1

Nama : Rahmawati Hadju

Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-


ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)
30

1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 

17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 

28 
31

29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 
Total 16 11 10 3

Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E

R-B 16 9/16×40 =22,5 (16−22,5)2


=1,
22,5
87
R-bb 11 3/16×40 = 7,5 (11−7,5)2
=
7,5
1,63
rrB 10 3/16×40= 7,5 (10−7,5)2
=
7,5
0,83
rrbb 3 1/16 ×40= 2,5 (3−2,5)2
= 0,1
2,5
Total 40 40 Xh2 = 4,43
Dk = n-1= 4-1 = 3
32

X ² hitung = 4,43
X ² tabel diantara0,10 dan 0,30 (diantara angka 3,62 dan 6,25)
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1

Nama : Jihan Putri Lumingkewas

Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-


ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)

1 

2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 

13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
33

21 
22 
23 

24 
25 
26 
27 
28 
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 

40 
Total 19 7 13 1

Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E

R-B 19 9/16×40 =22,5 (19−22,5)2


=0,
22,5
54
34

R-bb 7 3/16×40 = 7,5 (7−7,5)2


=
7,5
0,03
rrB 13 3/16×40= 7,5 (13−7,5)2
=4
7,5
rrbb 1 1/16 ×40= 2,5 (1−2,5)2
= 0,9
2,5
Total 40 40 Xh2 = 5,47
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 5,47
X ² tabel diantara 0,10 dan 0,30 (diantara angka 3,67 dan 6,25 )
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1

Tabel Hasil Perkelompok


Jumlah Total Setiap Kelas
Nama Fenotipe Jumlah total
N Mahasiswa/i R-B R-bb rrB rrbb pengambilan
o
1 Rahmawati hadju 16 11 10 3 40
2 Putri M. Taid 30 5 3 2 40
3 Siska Monoarfa 25 6 5 4 40
4 Nur afni hunggaita 23 7 8 2 40
35

5 Sriamelia Ahmad 21 11 6 2 40
6 Jihan Putri 19 7 13 1 40
Lumingkiewas
Total 134 47 45 14 240
2
a. Tabel uji X (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E
R-B 134 9/16×240= 135 -1 ( 134−1 35 )2
135
= 0,007
R-bb 47 3/16×240= 45 2 ( 4 7−4 5 )2
45
= 0,08
rrB 45 3/16×240 = 45 0 (45−4 5)2
45
=0
rrbb 14 1/16 ×240 = 15 -1 (14−15)2
15
= 0,06
Total 240 240 0 Xh2 = 0,47
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 0,47
X ² tabel diantara 0,99- 0,90 (diantara angka 0,12 dan 0,58)
Perbandingan fenotipe dihibrid : 9:3:3:1
36

G. Pembahasan
Persilangan monohibrid adalah persilangan dua individu yang
mempunyai satu sifat beda, yaitu parental yang memilki sifat fenotif
merah (AA) dengan parental yang memilki sifat fenotip putih (aa).
Dimana sifat merah dominan dengan sifat putih. Persilangan monohibrid
berkaitan dengan hukum mendel 1 (hukum sekresi) huum mendel I
berlaku pada gamettogenesis F1xF1 yang memilki genotip heterozigot.
Persilangan monohibrid akan menghasilkan ratio fenotip 3:1 dimana 3
adalah dominan (merah) dan 1 adalah resesif (putih).
Hukum segresi merupakan pemisahan gen secara bebas, akan
tetapi data hasil pengamatan yang didapat tidak atau belum tepat dengan
bilangan yang bulat pada nilai kemungkinanan. Untuk menetukan data
hasil pengamatan diterima (baik) atau ditolak (buruk), kita mengacu pada
derajat kemngkinan dan nilai kemungkinan yang ditetapkan. Apabila hasil
X² lebih besar dari pada tabel maka hipoteisi yang didapat buruk
sebaliknya apabila hasil perhitungan X² lebih kecil dari pada tabel maka
hipotesis diterima artinya hasil yang diperoleh sesuai secara teoritis.
37

Hasil uji chi-kuadrat pada data hasil pengamatan kelompok dengan


menggunakan derajat kebebasan dua dan nilai kemungkinan (X²) 5,99.
Kami mendapatkan data yang lebih dari nilai kemungkinan yaitu 15,29
yang artinya data kelompok pada persilangan monohibrid tidak baik
(belum diterima).
Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid adalah persilangan dua individu dengan dua
sifat beda. Persilangan dihibrid berkaitan dengan hukum mendel dua atau
hukum absortasi. Pada persilangan dihibrid fenotif dominan fenotif
dominan penuh yaitu RRBB (merah hijau) yang merupakan pertemuan
dua gamet yang bersifat dominan. Persilanagn dihibrid fenotip dominanasi
tidak penuh yaitu R.bb (merah hitam) rrB (putih hijau) dan rbb (putih
hitam). Kaena fenotip tersebut merupakan gabungan dari gamet dominan
dan resesif. Rasio Fenotipnya 9:3:3:1 9 adalah dominan 3:3:1 adalah
resesif. Hasil uji chi-kuadrat pada data pengamatan kelompok adalah 0,47
dengan menngunakan derajat kebebasan 3 dan nilai kemungkinan 7,82.
Hasil berada diantara pada derajat kebebasan 3 dengan kemungkinan
diantara 0,90 dan 0,99. Dengan hasil tersebut dapat diterima (baik).
H. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan,dapat di ambil kesimpulan
sebagagai berikut :
1. Hasil yang diperoleh dari persilangan tidaklah selalu sesuai dengan apa
yang ditetapkan oleh hukum mendel, karena dalam persilanan dilakukan
penjumlahan dalam pembulatan.
2. Hukum mendel memang nyata, melainkan penyimpangan yang semu
karena masih mengikuti hukum mendel.
3. Walaupun hasil perbandingan fenotifnya, Monohibrid tidak sesuai dengan
hukum mendel dan baik pada persiangan dihibrid. tetapi berdasarkan hasil
test Chi square, hasil persilangan tersebut masih dapat diterima.
38

DAFTAR PUSTAKA

Suryo, 2004. Genetika Stara 1. Yogyakarta: Gadjah mada university press


Endra, Neo et al. 2003. Identifikasi Polimorfisme pada Fragmen ND-5 DNA
Mitokondria Sapi Benggala dan Madura dengan Teknik PCR-RFLP.
Jurnal Biodiversitas. Vol 4 No : 1
Hamzah, et al. 2009. Sistem Perkawinan Bakau Bandul (Rhizophora mucronata
Lamk) Berdasarkan Analisi Isozim. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam. Vol 6 No : 2
Rahmat, Dedi. 2006. Evaluasi Performa Domba Persilangan Barbados dengan
Domba
Priangan sebagai Sumber Bibit Unggul. Jurnal Ilmu Ternak. Vol 6 No : 2
Saraswati, Mega. 2008. Estimasi Korelasi Genetik Litter Size Bobot Lahir dan
Bobot
sapih Kambing Hasil Persilangan (F1) Pejantan Boer Murni dengan
Kambing Lokal. Skripsi. Malang : Universitas Brawijaya
Yasin, Muhammad et al. 2005. Uji Kesesuaian Hukum Mendel Dalam Memilih
Benih Jagung Opaque. Jurnal Informatika Pertanian. Vol 14 No : 1.
39

Anda mungkin juga menyukai