1.PGI
Ketiga dewan daerah ini didirikan dengan maksud membentuk satu Dewan Gereja-gereja di
Indonesia, yang melingkupi ketiga dewan tersebut. Pada tanggal 21-28 Mei 1950 diadakan
Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), bertempat di Sekolah
Theologia Tinggi (sekarang Sekolah Tinggi Teologi Jakarta). Hadir dalam konferensi tersebut
adalah :
1. HKBP
2. GBKP
3. Gereja Methodist Sumatera
4. BNKP
5. Gereja Kalimantan Evengelis
6. GPIB
7. Gereformeerde Kerken in Indonesia
8. GKP
9. Gereja Kristen Sekitar Muria
10. Gereja Kristen Protestan di Bali
11. Gereja Kristen Sumba
12. Gereja Masehi Injili Timur
13. Gereja Masehi Injili Sangihe & Talaud
14. Gereja Masehi Injili Minahasa
15. Gereja Masehi Injili Bolaang Mongondow
16. GKST
17. GKTR
18. GKTM
19. GKST
20. GKSS Makassar
21. GMIH
22. Gereja Protestan Maluku
23. Gereja Masehi Injili Irian
24. Gereja Protestan di Indonesia
Salah satu agenda dalam konferensi tersebut adalah pembahasan tentang Anggaran Dasar
DGI. Pada tanggal 25 Mei 1950, Anggaran Dasar DGI disetujui oleh peserta konferensi dan
tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Dewan Gereja-gereja di Indonesia
(DGI) dalam sebuah “Manifes Pembentoekan DGI”:
Sampai pada tahun 2009, PGI telah menghimpun 88 gereja anggota dan lebih dari 15 juta
anggota jemaat yang tersebar dari Merauke – Sabang dan dari Rote – Talaud. Keanggotaan
PGI mewakili 80 persen umat Kristen di Indonesia. Dengan lambang “oikoumene” gereja-
gereja anggota PGI optimistis berkarya dan melayani di Indonesia dan dunia. Di samping
merekatkan hubungan di antara gereja-gereja anggotanya, PGI juga terpanggil untuk
bekerjasama dan membangun kemitraan dengan gereja-gereja dan lembaga oikoumene
lainnya, dan antaragama, baik tingkat nasional maupun internasional. Hubungan kemitraan
ini dimaksudkan untuk menciptakan kerukunan umat beragama serta kesejahteraan
manusia di Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.
2.PKLII
Pendidikan kader hamba-hamba Tuhan diadakan oleh Pdt. Van Gessel dan datang
pula keluarga W. W. Patterson dari Amerika Serikat. Pada tahun 1935 dia membuka
Sekolah Alkitab "Bijbel Institut In Nederlansch Oost Indie (NIBI)" di Jl. Embong
Malang, Surabaya.
Pada tahun 1955, hamba-hamba Tuhan aliran Pentakosta membantuk PAPSI
(Persatuan Antar Pendeta-pendeta Seluruh Indonesia). Persatuan ini selanjutnya
sepakat untuk membentuk organisasi persatuan dengan nama DKGKPSI (Dewan
Kerjasama Gereja-gereja Kristus Pentakosta Indonesia), dan juga
lahirlah PPI (Persekutuan Pentakosta Indonesia).
Menjelang Pemilu 1971, di Surabaya berdiri PUKRIP (Persekutuan Umat Kristen
Pentakosta di Indonesia) dan kemudian berubah nama menjadi Persekutuan Umat
Kristen Pancasila.
Pada tanggal 28 Agustus sampai dengan 3 September 1979 di Jakarta "DKGKPSI"
dan "PPI" sepakat untuk bergabung menjadi satu. Kesepakatan tersebut didukung
dan direstui oleh Pemerintah RI dalam Musyawarah Besar Penyatuan pada tanggal
14 September 1979 di gedung Wanita-Kalibokor, Surabaya, dan terbentuklah Dewan
Pantekosta Indonesia (DPI). Dan kemudian berdasarkan keputusan Musyawarah
Besar IV DPI tanggal 22 Oktober 1998 di Ciparua, Bogor, maka nama DPI berubah
menjadi Persekutuan Gereja
3.PGPI
Kabar Pantekosta mulai dikenal di Indonesia dengan berangkatnya 2 orang
utusan Pentakosta dari Seattle, Amerika Serikat bersama keluarganya dengan
menumpang kapal "Suamaru" pada tanggal 4 Januari 1921 menuju Jakarta (Batavia)
melalui Jepang, Hongkong, dan tiba pada bulan Maret 1921. Kedua utusan Injil
tersebut adalah Pdt. Cornelius E. Groesbeek dan istrinya yang bernama Marie van der
Weg bersama kedua putrinya (Jennie dan Corrie) serta Pdt. Richard D. van Klaveren
beserta dengan istrinya.
Dari Jakarta, mereka kemudian melalui Mojokerto, Surabaya, Banyuwangi, dan
seterusnya menuju Singaraja (Bali) dengan kapal "Vankenboot".
Mereka menetap di Denpasar dan tinggal di sebuah gudang kopra yang lantainya
dari batu bata yang sudah hancur dan atapnya terbuat dari rumbia. Mereka menuju
ke Bali, karena mereka menerima visi harus pergi ke pulau Bali.
Meskipun sengsara, mereka bekerja dengan giat menabur Injil sepenuh di pulau Bali
dengan jalan mendatangi rumah-rumah. Banyak jiwa yang dimenangkan tanpa
mengadakan kebaktian seperti sekarang ini, tanpa khotbah yang lazim dibuat dalam
gereja-gereja. Reaksi datang dari imam-imam Hindu yang marah dan bersepakat
untuk membunuh para misionaris tersebut. Lalu pemerintah kolonial Belanda tidak
mengizinkan rakyat Bali untuk diberi berita tentang kekristenan. Asisten residen yang
menduga adanya gerakan "me-Nasrani-kan" rakyat Bali segera melarang keluarga
Groesbeek menetap di Bali dengan alasan takut merusak kebudayaan asli pulau
Dewata tersebut. Setelah berdiam kurang lebih 21 bulan lamanya di Bali, pada saat
mendekati hari Natal 1922, keluarga ini pindah ke Surabaya lalu kemudian keluarga
van Klaveren menuju Jakarta.
Di Surabaya, Pdt. Groesbeek berkenalan dengan Ny. Wijnen, yang mempunyai
seorang keponakan yang bekerja di BPN Cepu, namanya F. G. Van Gessel. Dengan
perantaraan Ny. Wijnen yang telah menerima kesembuhan ilahi setelah didoakan
oleh Pdt. Groesbeek, maka F. G. Van Gessel diperkenalkan kepada Pdt. Groesbeek.
Memang sudah lama sekali George van Gessel memikirkan soal kehidupan rohani
yang lebih tinggi, maka kedatangan Pdt. Groesbeek ini mendapat sambutan hangat
sekali. Berita Pentakosta diterimanya dan kemudian di rumah Van Gessel,
di Deterdink, Boulevard, Cepu, pada bulan Januari 1923 dibuka kebaktian Pentakosta
yang pertama. Warga negara Indonesia yang masuk adalah S. I. P. Lumoindong, yang
juga seorang pegawai BPN.
Pada tanggal 30 Maret 1923 terjadi peristiwa rohani dengan adanya baptisan air
yang pertama di Indonesia, diadakan di Pasar Sore, Cepu, untuk 13 orang. Baptisan
dilakukan oleh Pdt. Thiensen dari Eropa dan di antara yang dibaptis adalah F. G. Van
Gessel dan istrinya, juga S. I. P. Lumoindong dan istrinya, juga August Kops.
Selanjutnya ibu Van Gessel adalah orang yang pertama menerima baptisan Roh
Kudus. Keluarga Van Gessel menyerahkan hidupnya untuk Tuhan dan meninggalkan
Cepu dan pekerjaannya di BPN untuk kemudian pindah ke Surabaya. Di Surabaya
muncul perintis-perintis Pentakosta yang memberitakan kabar Injil di berbagai kota
di Indonesia.
Pada tahun 1925, untuk pertama kalinya diadakan konferensi Pentakosta untuk
mempersatukan pendeta-pendeta aliran Pentakosta. Pekerjaan tuhan berjalan terus
dan pada tanggal 4 Juni 1933 bangunan permanen gedung gereja
"Pinkstergemeente" yang pertama diresmikan. Surabaya menjadi pusat Pentakosta
pada waktu itu.
Pendidikan kader hamba-hamba Tuhan diadakan oleh Pdt. Van Gessel dan datang
pula keluarga W. W. Patterson dari Amerika Serikat. Pada tahun 1935 dia membuka
Sekolah Alkitab "Bijbel Institut In Nederlansch Oost Indie (NIBI)" di Jl. Embong
Malang, Surabaya.
Pada tahun 1955, hamba-hamba Tuhan aliran Pentakosta membantuk PAPSI
(Persatuan Antar Pendeta-pendeta Seluruh Indonesia). Persatuan ini selanjutnya
sepakat untuk membentuk organisasi persatuan dengan nama DKGKPSI (Dewan
Kerjasama Gereja-gereja Kristus Pentakosta Indonesia), dan juga
lahirlah PPI (Persekutuan Pentakosta Indonesia).
Menjelang Pemilu 1971, di Surabaya berdiri PUKRIP (Persekutuan Umat Kristen
Pentakosta di Indonesia) dan kemudian berubah nama menjadi Persekutuan Umat
Kristen Pancasila.
Pada tanggal 28 Agustus sampai dengan 3 September 1979 di Jakarta "DKGKPSI"
dan "PPI" sepakat untuk bergabung menjadi satu. Kesepakatan tersebut didukung
dan direstui oleh Pemerintah RI dalam Musyawarah Besar Penyatuan pada tanggal
14 September 1979 di gedung Wanita-Kalibokor, Surabaya, dan terbentuklah Dewan
Pantekosta Indonesia (DPI). Dan kemudian berdasarkan keputusan Musyawarah
Besar IV DPI tanggal 22 Oktober 1998 di Ciparua, Bogor, maka nama DPI berubah
menjadi Persekutuan Gereja gereja pentakosa di indonesia
4.GMAHKAntara tahun 1831 dan 1844, William Miller - seorang pengkhotbah awam
dari Gereja Baptis dan mantan kapten angkatan laut dalam Perang tahun 1812 -
melontarkan "kebangunan kedatangan kedua kali yang besar" yang akhirnya tersebar
ke hampir seluruh dunia Kristen. Berdasar pada penyelidikannya
tentang nubuat dalam Daniel 8:14, Miller memperhitungkan bahwa Yesus akan datang
kembali ke dunia ini pada tanggal 22 Oktober 1844. Ketika Yesus tidak tampak di awan-
awan pada tanggal tersebut, para pengikut Miller mengalami apa yang disebut dengan
"Kekecewaan Besar."
Kebanyakan dari orang yang telah bergabung dengan pergerakan ini meninggalkanya
dengan kekecewaan yang dalam. Namun, sedikit dari antaranya kembali
ke Alkitab mereka untuk mencari tahu mengapa mereka harus mengalami kekecewaan.
Segera mereka menyadari bahwa tanggal 22 Oktober 1844 sebenarnya adalah tanggal
tepat, tetapi ternyata Miller telah meramalkan peristiwa yang salah untuk tanggal itu.
Mereka yakin bahwa nubuatan Alkitab tidak meramalkan bahwa Yesus akan datang
kembali ke dunia pada tahun 1844, tetapi bahwa pada saat itu, Yesus akan memulai satu
pelayanan khusus di surga bagi umat manusia.
Kelompok kecil "orang-orang yang menunggu kedatangan Yesus" ini mulai bertumbuh
terutama di negara bagian New England, Amerika Serikat, dimana pergerakan Miller
telah dimulai. Dari kelompok kecil ini, yang menolak untuk menyerah sesudah
"Kekecewaan Besar" muncul beberapa pemimpin yang mendirikan dasar dari apa yang
kemudian dikenal dengan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Ellen G. White, seorang
yang masih sangat muda pada waktu terjadinya "Kekecewaan Besar," bertumbuh
menjadi seorang penulis, pembicara dan administrator yang berbakat, yang menjadi
seorang penasihat rohani bagi Gereja Advent selama tujuh puluh tahun sampai
kematiannya pada tahun 1915. Orang Advent yang mula-mula percaya seperti yang
dimiliki orang Advent sekarang ini bahwa Ellen G. White menerima tuntunan khusus
Tuhan sementara dia menulis nasihat-nasihatnya untuk perkumpulan orang percaya
yang sedang bertumbuh itu.
Pendirian gerejaSuntingPada tahun 1860, di Battle Creek, Michigan, perkumpulan
yang tidak terikat dari orang-orang yang menunggu kedatangan Yesus ini memilih
nama Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh dan pada tanggal 21 Mei 1863 secara resmi
mengorganisasikan perkumpulan mereka menjadi sebuah organisasi Gereja dengan
3.500 anggota. Pada mulanya, pekerjaan ini sebagian besar terbatas hanya untuk
wilayah Amerika Utara sampai tahun 1874 hingga misionari Gereja Advent yang
pertama, J.N. Andrews, diutus ke Swiss. Kemudian Afrika dengan segera dimasuki
pada tahun 1879 ketika Dr. H.P. Ribton, yang baru saja bertobat di Italia, berpindah
ke Mesir dan membuka sekolah, tetapi proyek itu berakhir ketika kerusuhan terjadi di
sekitar mereka.
Negara bukan Kristen Protestan pertama yang dimasuki adalah Rusia, saat
seorang pendeta Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh pergi pada tahun 1886. Pada
tanggal 20 Oktober 1890, sebuah kapal bernama Pitcairn diluncurkan dari galangan
kapal di San Fransisco dan segera digunakan membawa beberapa misionari
ke Kepulauan Pasifik. Para pekerja Masehi Advent Hari Ketujuh pertama kali
memasuki negara-negara bukan Kristen pada tahun 1894 - Ghana, Afrika Barat,
dan Matabeleland, Afrika Selatan. Pada tahun yang sama pekerja-pekerja misionari
memasuki Amerika Selatan, dan pada tahun 1896 sudah ada perwakilan di Jepang.
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh sekarang ini telah mendirikan pekerjaannya di
209 negara.
5.PBI
berdiri sebagai hasil pekabaran Injil dari Bethel Pentacostal Temple