Anda di halaman 1dari 12

BAB III

LANDASAN TEORITIS KELESTARIAN LINGKUNGAN

Ahli biologi Jerman menggunakan kata ekologi pertama kalinya. Kata ekologi

berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos yang berarti rumah, dan logos yang berarti

pengertian. Pengertiannya ekologi berdasarkan etimologi katanya adalah bagaimana

cara kita mengerti bumi di mana kita hidup. 1 Menurut penulis pengertian sederhana

dari kata ekologi adalah suatu upaya manusia untuk hidup berdampingan dan

menghargai alam. Ekologi adalah upaya untuk mewujudkan rasa peduli dan cinta

terhadap lingkungan yang sering diabaikan nilainya.

Etika merupakan suatu ilmu yang objeknya merupakan tingkah laku manusia,

yang memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika dari sudut baik atau buruk

terhadap perbuatan manusia. Etika ekologi adalah sebuah pendekatan lingkungan

yang berpandangan bahwa lingkungan adalah keseluruhan yang saling menopang,

sehingga setiap unsur memiliki nilai yang sama. Etika ekologi memiliki prinsip

bahwa semua unsur memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak

untuk hidup, serta hak untuk berkembang bagaimanapun bentuknya. Etika ekologi

membuat manusia tersadar apabila alam dan manusia hidup berdampingan dan saling

membutuhkan sehingga dalam kehidupan perlu diperhatikan mengenai kepedulian

terhadap lingkungan.

Masalah utama dalam tulisan ini adalah permasalahan alam khususnya yang

disebabkan karena rendahnya kesadaran manusia untuk menjaga kelestarian


lingkungan. Pada tulisan ini penulis ingin membangkitkan perilaku atau etika

manusia yang peduli terhadap sungai dan lingkungan hidup. Berdasarkan masalah

tersebut yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, maka penulis akan

memaparkan beberapa teori yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang

dihadapi. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah biosentrisme, moral

lingkungan hidup, dan etika Kristen. Pemaparan lebih jelas mengenai teori-teori

tersebut adalah sebagai berikut:

3.1. Etika Biosentrisme

Dalam menghadapi krisis ekologi yang terjadi dalam kehidupan, etika

lingkungan hidup menawarkan cara pandang atau paradigma baru terhadap

lingkungan hidup. Etika ini dikemukakan oleh Aldo Leopald dalam bukunya yang

berjudul A Sand County Almanac, buku tersebut diterbitkan setelah ia meninggal.

Aldo Leopold adalah seorang profesor pengelolaan satwa liar di Universitas

Wisconsin sejak 1933 hingga ia meninggal pada tahun 1949. ( 3I. Bambang Sugiharto,

Agus Rachmat W, Wajah Baru Etika & Agama (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 74.) Kerusakan

bukan masalah teknis tetapi krisis lingkungan adalah krisis moral manusia. Sehingga

etika lingkungan digunakan sebagai cara merubah pandangan dan perilaku manusia

terhadap lingkungan. Dalam hal ini terdapat beberapa teori yang dikenal dalam

melihat hubungan manusia dengan alam yaitu teori antroposentrisme, biosentrisme

dan ekosentrisme. Etika ini merupakan teori etika lingkungan hidup yang sekaligus
menentukan perilaku manusia dalam kaitan dengan lingkungan hidup. (A. Sonny Keraf,
Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2010), 41-42,45).

Tidak bisa disangkal bahwa banyak sekali kasus yang mempengaruhi

lingkungan hidup yang bersumber dari perilaku manusia. Kasus pencemaran dan

kerusakan yang umum terjadi di laut, hutan, air, tanah yang bersumber dari perilaku

manusia yang tidak bertanggungjawab dan hanya mementingkan diri sendiri.

Manusia adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.

Aspek yang paling mendasari ekologi adalah keseimbangan antara manusia dan

lingkungan hidup/alam. Pada dasarnya sesuai dengan topik penulis mengenai sungai

dan sampah, kedua hal tersebut dapat bergerak karena perilaku manusia, bagaimana

manusia melakukan kegiatannya dengan mengaitkan dengan dua hal tersebut. Sangat

berkaitan dengan etika ekologi yang mana telah sangat jelas dijabarkan bahwa

manusia dan alam hidup berdampingan. Etika biosentrisme ini masih sangat asing

ditelinga masyarakat karena manusia belum banyak yang menyadari pentingnya etika

ini. Etika yang tidak lagi dibatasi hanya bagi manusia, tetapi juga bagi semua

makhluk hidup.

Ciri utama etika biosentrisme adalah biocentric, karena teori ini menganggap

setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya

sendiri. Teori ini memganggap serius setiap kehidupan dan makhluk hidup di alam.

Bagi biosentrisme, tidak benar bahwa hanya manusia yang mempunyai nilai. Alam

juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan mereka. (( A. Sonny

Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2010), 65). Contoh
sederhana yang telah terjadi di lingkungan terdekat, terjadinya banjir yang tentu saja

secara tidak langsung karena perilaku manusia. Manusia tidak menyadari secara luas

saat melakukan tindakan membuang sampah sedikit demi sedikit yang akhirnya dapat

mengakibatkan menumpuknya sampah. Berbeda halnya dengan penebangan hutan

atau pembukaan lahan pertambangan. Hal tersebut telah sangat berpengaruh pada

kerusakan lingkungan dan meluapnya penampungan air seperti waduk dan sungai

disekitar.

Etika biosentrisme sangat penting dimana penyetaraan antara alam dan manusia

dalam kebutuhan manusia sebagai makhluk yang berakal. Sehingga kita harus

membedakan antara pelaku moral dan subjek moral. Pelaku moral adalah makhluk

yang memiliki kemampuan yang dapat digunakannya bertindak secara moral.

Sedangkan subjek moral adalah makhluk yang bias diperlakukan secara baik atau

buruk. Sebagai pelaku moral, manusia dengan sendirinya mempunyai kewajiban dan

tanggung jawab moral atas keberadaan hidup semua organisme karena mereka adalah

subjek moral. Bagi Taylor, kewajiban utama manusia sebagai pelaku moral terhadap

alam sebagai subjek moral adalah menghargai dan menghormati alam. (A. Sonny Keraf,

Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2010), 70-72). Paham ini

memiliki pokok-pokok pandangan sebagai berikut. Pertama, alam memiliki nilai pada

dirinya sendiri (intrinsik) lepas dari kepentingan manusia. Kedua, alam diperlakukan

sebagai moral, terlepas bagi manusia ia bermanfaat atautidak, sebab alam adalah

komunitas moral. Yang artinya bahwa kehidupan di alam semesta ini akan di hormati

seperti manusia menghormati sistem sosial yang terdapat dalam kehidupan mereka.
(Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 100-101).

Biosentrisme menekankan bahwa binatang dan tumbuhan juga memiliki hak hidup

yang sama penting layaknya manusia. (15Celia Deane-Drummond, Teologi Dan Ekologi, Terj.
A Handbook In Theology And Ecology,

diterjemahkan oleh Robert P. Borrong (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 81.)

Etika biosentrisme bermaksud untuk memberikan pemahaman bahwa manusia

dan alam hidup selayaknya berdampingan. Manusia dapat melakukan berbagai

macam aktivitas dan kegiatan karena manusia memperoleh oksigen ataupun bahan

makanan dan seterusnya dari alam. Apabila alam mengalami kerusakan atau

pencemaran maka sebagian besar kegiatan yang dilakukan manusia akan menjadi

terbatas.

3.2 Moral Lingkungan Hidup

Krisis lingkungan hidup menurut buku Moral Lingkungan Hidup yang ditulis

oleh Dr. William Chang telah mengancam kenyamanan tempat tinggal manusia. Ini

termasuk salah satu dampak ulah manusia. Tanpa penghargaan dan penghormatan

terhadap hak hidup makhluk ciptaan lain, manusia berlomba-lomba menguras isi

perut bumi demi kepentingan hidupnya. Dalam banyak hal, manusia harusnya dapat

‘membatasi diri’ agar dapat menghindari keadaan yang menyengsarakan diri sendiri

dan generasi mendatang (Moral Lingkungan Hidup, Hal. 29). Ekologi dan moral

lingkungan hidup saling terpaut. Aejak awal tahun 1970-an, masalah ekologi mulai

menembus dunia moral. Moral lingkungan hidup pada dasarnya bermula dari
kesadaran hakiki manusia dalam menghadapi keadaan hidup dan lingkungannya.

Moral lingkungan hidup menyadari ada kesalahan dari sikap manusia terhadap

lingkungan hidup. Hanya manusialah yang layak mendapat timbangan moral;

sedangkan penghuni alam semesta lainnya hanya memiliki nilai instrumental sebagai

sarana dalam mencapai tujuan-tujuan hidup manusia.

Sejumlah pengamatan berpendapat, masalah-maasalah yang terjadi pada

lingkungan hidup dapat terjadi sebagai kurangnya tanggungjawab dan kewajiban

manusia untuk mengawetkan sistem ekologi tempat manusia berada. Tiap unsur

organisme yang ada di bumi saling berhubungan dan tergantung. Keadaan ini yang

harus membuat manusia sadar bahwa mereka adalah bagian dari seluruh sistem

ekologi yang lebih luas. Hal inilah yang mendorong manusia agar mereka lebih

bertanggung jawab secara moral untuk menjaga kesejahteraan yang bukan hanya

memonopoli manusia, melainkan juga ciptaan lain.

Tesis White mengungkapkan gagasan tanggung jawab menurut kebudayaan

Yahudi-Kristen pada masalah lingkungan hidup. Gagasan tersebut tentang hubungan

tingkah laku manusia dan lingkungan hidup yang menjadi sumber acuan penting

apabila kita masuk masalah moral lingkungan hidup. Perusakan lingkungan hidup

banyak tergantung dari tipe, sikap, dan pandangan hidup masyarakat tertentu. Selain

itu, latar belakang pendidikan formal, non-formal, dan keadaan lingkungan akan

membentuk perilaku seseorang.

Pemahaman mengenai moral lingkungan hidup dapat dijabarkan menjadi

fungsi dan tujuan yang berbeda, yaitu sebagai pertimbangan filosofis dan biologis,
sebagai moral belas kasih, sebagai pengembangan cabang moral, dan sebagai

keharusan bertindak.

Sebagai pertimbangan filosofis dan biologis, dimana dunia moral lambat laun akan

semakin memperhatikan jagat raya dan masalah ekologis. Seorang pecinta

lingkungan hidup, Eugene P. Odum dari Universitas Georgia, Athens merumuskan

mengenai moral lingkungan hidup sebagai pertimbangan filosofis dan biologis

mengenai hubungan manusia dan tempat tinggalnya dan semua makhluk nonmanusia.

Dalam masyarakat beradab, moral ini menuntun manusia untuk meninjau kembali

sejumlah gagasan yang benar dan salah mengenai tingkah laku manusia terhadap

alam sekitarnya. Odum melukiskan moral ekologi sebagai pertimbanan yang

melibatkan seluruh hidup manusia. Saling keterkaitan antarunsur dalam jagat raya

mendapat perhatian utama.

Sebagai moral belas kasih ekologi mengandalkan landasan berpijak. Setidaknya ilmu

ini dapat bersandar pada sikap penghargaan dan penghormatan terhadap semua

makhluk ciptaan. Moral belas kasih berperan penting dalam melestarikan dan

mengembangkan mutu kehidupan berlingkungan. Belas kasih ini tidak hanya

dinyatakan kepada manusia, melainkan juga kepada makhluk ciptaan lain yang bukan

manusia. Penilaian moral ditentukan oleh perasaan perasaan dan bukan analisis atas

baik dan buruk sesuai dengan takaran akal budi. Menurut Hume, moralitas tidak

terdapat dalam satupun kenyataan yang dapat ditemukan dengan akal budi manusia.

Tema utama kesadaran ekologis modern adalah ‘belas kasih’, yang berarti mengalami

derita dalam diri tiap manusia yang berperasaan, walaupun yang berbelas kasih telah
mengetahui bahwa derita dan kematian tiap individu tidak terhindarkan dalam hidup

manusia. Belas kasih ini adalah simpati.

Sebagai pengembangan cabang moral, mroal lingkungan hidup tidak hanya

menyoroti rentetan nilai dan norma moral social yang diterapkan dalam konteks

ekologis. Moral lingkungan hidup bertugas menyebarluaskan nilai-nilai dan norma

moral agar masalah lingkungan hidup ditafsirkan sebagai masalah moral. Moral

lingkungan hidup bukan cabang moral, bukan pula subdisiplin tambahan, namun

moral lingkungan adalah ‘perluasan dari setiap cabang etika’. Moral lingkungan

hidup menghadirkan pergeseran dan perubahan paradigma dan tradisi-tradisi Kristiani

harus berjuang bersama penerapan-penerapan radikal dari pergeseran ini.

Sebagai keharusan bertindak, moral lingkungan memusatkan usaha dan kegiatannya

pada apa yang seharusnya dilakukan manusia dan sikap yang seharusnya diambil

manusia untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan alam atau dunia bendawi,

hal tersebut diungkapkan oleh Tarence R. Anderson seorang pengajar Etika Sosial di

Sekolah Teologi Vancouver. (Tarence R. Anderson, “Environtmental Ethics”, NDCE,

196). Manusia harus mampu memilih daan mengambil keputusan yang tepat dan

dapat dipertanggungjawabkan. Dimensi tanggung jawab mendapat sorotan utama.

Manusia seharusnya mengambil sikap dasar yang sehat dan bertanggung jawab

terhadap lingkungannya.

3.3 Etika Kristen


Dalam kehidupan beragama, manusia memiliki kepercayaan dan ajaran

masing-masing yang diyakini dan menjadi pedomannya. Demikian halnya dengan

etika ekologi. Ajaran ajaran tersebut biasanya didasari dari kitab suci yang

dipercayainya. Bagi orang Kristen, sumber ajarannya adalah Alkitab. Di dalam

Alkitab terdapat berbagai ajaran dan ketetapan, yang diyakini sebagai sabda Allah

yang ditulis oleh orang-orang percaya. Hal yang wajar jika kemudian orang Kristen

selalu berusaha untuk menjadikan isi Alkitab sebagai dasar untuk berpikir dan

bertindak. Sama halnya dengan penulis yang merasa perlu untuk mencantumkan dan

menjelaskan ayat Alkitab dan etika Kristen, yang berkaitan dengan lingkungan hidup/

alam. Etika biosentrisme mengajarkan pula bahwa lingkungan dan manusia adalah

sama nilainya dimata Tuhan.

Kejadian 1: 28 berbunyi demikian ”Allah memberkati mereka, lalu Allah

berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi

dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara

dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Kejadian 2:15 berbunyi demikian

“TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden

untuk mengusahakan dan memelihara taman itu”. Ayat tersebut telah sangat jelas

memberi peringatan dan perintah di akhir dari proses penciptaan yang dilakukan oleh

Allah melalui Firman-Nya untuk memelihara taman Eden. Dalam ayat ini Allah

menyerahkan kepada manusia segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya, yaitu

tumbuhan, hewan dan sebagainya. Etika Kristen melalui teori etika biosentrisme,

yang mana manusia dan alam semesta hidup berdampingan. Segala hal yang dimiliki
dan dinikmati manusia di bumi adalah semata-mata disediakan oleh Allah. Semua hal

yang ada di bumi adalah ciptaan Allah, dan tidak terkecuali manusia. Ayat tersebut

menunjukkan bahwa penyerahan segala ciptaan kepada manusia, sehingga manusia

harus menjaga dan melindungi ciptaan Allah tersebut, sebagaimana manusia ingin

menjaga dirinya dari bahaya. Alam tidak bisa dikendalikan oleh manusia, namun

alam bisa dijaga dan dilindungi dengan cara yang baik oleh manusia. Hubungan

antara manusia dan ciptaan berawal dari berkat Allah dan perintah dalam Kejadian

1:28 untuk “menaklukkan” bumi dan “berkuasa” atas seluruh makhluk hidup.

Bagi orang Kristen hanya terdapat satu patokan mengenai benar dan salah,

yaitu kehendak Tuhan. Manusia kemudian dituntut untuk dapat mengerti akan

kehendak Tuhan, dan terdapat tiga teori utama yang dapat digunakan yaitu etika

akibat, kewajiban, dan tanggung jawab yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Etika akibat melihat bahwa manusia adalah seorang “pencipta” atau seorang

tukang.44 Tujuan adalah fakta penting yang selalu dimiliki oleh manusia. Manusia

akan merencanakan tujuannya dengan baik lalu melakukan semua hal yang dapat

mewujudkan tujuan tersebut. Manusia diberikan tujuan oleh Allah ketika ditempatkan

di dunia, seperti yang terdapat dalam Matius 6:3345, Matius 5:4846, Yohanes 15:1647,

dan 1 Korintus 10:3148.

Manusia harus mengerjakan pekerjaan yang dapat mendekatkannya kepada tujuan

tersebut. Secara etis menurut etika akibat, baik dan buruk hal yang kita lakukan

tergantung kepada hasil atau tujuan yang dicapai. Suatu tindakan dianggap benar jika

menghasilkan hal baik lebih banyak dibandingkan hal buruk. Akibat adalah
bagaimana dampak yang akan terjadi setelah kita melakukan sesuatu mau itu yang

baik atau yang buruk. Tujuan akhir/ akibat memiliki nilai yang sangat penting, sama

halnya ketika manusia memanfaatkan alam. Dampak dari pemanfaatan alam yang

dilakukan harus dilihat hasil akhirnya, apakah pada akhirnya menghasilkan lebih

banyak dampak baik atau dampak buruk. Apakah lebih banyak pihak yang dirugikan

atau diuntungkan, semua ini harus diperhatikan dengan baik.49

44Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-faktor Di Dalamnya (Jakarta:


Gunung Mulia, 2009), 31.
45“Carilah dulu Kerajaan Allah, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”.
46“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna”
47 “Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu
menetap”.
48“Janganlah seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap
orang mencari keuntungan orang lain”.
49Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-faktor Di Dalamnya.., 32

2. Selain etika akibat yang sangat menekankan akibat/ tujuan/ hasil akhir, terdapat

satu etika juga yang menekankan pentingnya proses dalam mencapai tujuan tersebut

yaitu etika kewajiban. Berdasarkan etika kewajiban cara yang kita pakai untuk

mencapai suatu tujuan, sama pentingnya dengan tujuan itu sendiri. Suatu tujuan yang

baik belum tentu baik, jika dalam prosesnya dilakukan. 50 Hasil atau tujuan yang baik

belum tentu didapatkan dari tindakan yang baik, sedangkan tindakan yang baik dan

sesuai norma tentunya akan menghasilkan hasil yang baik. Kewajiban dilakukan

karerna sebuah keharusan dalam bertindak.

3. Etika tanggung jawab menekankan manusia sebagai oknum yang merespon atau

menjawab peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Manusia adalah oknum yang

bertanggung jawab untuk merespon setiap pekerjaan Allah di dunia. Berbeda dengan
etika akibat yang menekankan tujuan/hasil akhir, dan etika kewajiban yang

menekankan proses tindakan. Etika tanggung jawab dilakukan tanpa terikat aturan

tertentu yang monoton. Etika ini bertindak sesuai dengan kebutuhan dari peristiwa

yang sedang terjadi.51

Teori etika Kristen di atas yaitu etika akibat, kewajiban, dan tanggung jawab,

merupakan cara untuk menimbang secara etis peristiwa yang sedang terjadi. Ketiga

cara tersebut tidak harus dipilih salah satu untuk digunakan, tetapi dapat digunakan

bersamaan maupun salah satunya. Etika tersebut dapat digunakan tergantung dengan

kebutuhan dari peristiwa yang sedang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai