BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Metode Diskusi
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum,
metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk
mencapai tujuan tertentu. Metode pembelajaran berarti cara-cara yang
dipakai untuk menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Salah satu
keterampilan guru yang memegang posisi penting adalah keterampilan
memilih metode pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran berkaitan
langsung dengan usaha guru dalam menampilkan pengajaran sesuai
dengan situasi dan kondisi, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai
secara optimal (Fathurrohman,dkk, 2007: 55).
Metode merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu dan memiliki peranan yang sangat strategis. Nilai strategis
metode pembelajaran dapat mempengaruhi jalannya kegiatan
pembelajaran. Suatu contoh, kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru
menjadi kurang terjadi interaksi antara guru dan peserta didik serta
kurang memberikan motivasi belajar kepada peserta didik karena
menggunakan metode pembelajaran yang kurang tepat. Pemilihan metode
mengajar yang kurang tepat justru akan mempersulit guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran (Djamarah, 2006: 86).
Metode megajar pada umumnya ditujukan untuk membimbing
peserta didik dalam belajar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-
masing. Efektifitas penggunaan metode pembelajaran tergantung pada
kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, kemampuan guru, kondisi peserta didik, sarana dan
prasarana, situasi dan kondisi serta waktu (Sumiati, 2008: 91).
7
8
b. Pengertian Diskusi
Kata diskusi berasal dari bahasa latin yaitu discussus yang berarti to
excamine, investigte (memeriksa atau menyelidiki). Discuture berasal dari
kata dis dan cuture, dis artinya terpisah, cuture artinya
menggulung/memukul. Kalau diartikan maka discuture adalah suatu
pukulan yang dapat memisahkan sesuatu. Atau dengan kata lain membuat
sesuatu itu jelas dengan cara memecahkan atau menguraikan sesuatu
tersebut (Arikunto, 2012:212).
Diskusi adalah suatu proses penglihatan dua atau lebih individu
yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai
tujuan atau sasaran yang sudah ditentukan melalui cara tukar menukar
informasi, mempertahankan pendapat, atau pemecahan masalah. Dengan
demikian diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana
guru memberi kesempatan kepada siswa (kelompok-kelompok siswa)
untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat,
membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas
suatu masalah (Taniredja, 2011: 23).
Diskusi juga mengandung unsur-unsur demokratis, berbeda dengan
ceramah, diskusi tidak diarahkan oleh guru, siswa diberi kesempatan
untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Ada berbagai bentuk
kegiatan yang dapat disebut diskusi, dari tanya jawab yang kaku sampai
pertemuan kelompok yang tampaknya lebih bersifat terapis daripada
instruksional (Hadi, 2001: 84).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa
metode diskusi adalah proses pembelajaran dimana guru memberi
kesempatan kepada para siswa/kelompok untuk mengadakan
perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat
kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan suatu masalah.
Metode diskusi juga dimaksudkan untuk merangsang siswa dalam belajar
dan berpikir secara kritis dan mengeluarkan pendapatnya secara rasional
dan obyektif dalam pemecahan suatu masalah sehingga dengan metode
ini diharapkan proses pembelajaran akan lebih mengarah pada
pembentukan kemandirian siswa dalam berpikir dan bertindak.
3. Keaktifan Belajar
a. Pengertian Keaktifan Belajar
Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 23) berarti
giat. Aktif mendapat awalan ke- dan –an, sehingga menjadi keaktifan
yang mempunyai arti kegiatan atau kesibukan. Jadi, keaktifan belajar
adalah kegiatan atau kesibukan peserta didik dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah maupun di luar sekolah yang menunjang
keberhasilan belajar siswa.
Keaktifan tersebut tidak hanya keaktifan jasmani saja, melainkan
juga keaktifan rohani. Keaktifan jasmani dan rohani yang dilakukan
peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut:
Pertama, keaktifan indera; pendengaran, penglihatan, peraba, dan
sebagainya. Peserta didik harus dirangsang agar dapat menggunakan alat
inderanya sebaik mungkin. Mendikte dan memerintahkan mereka menulis
sepanjang jam pelajaran akan menjenuhkan. Demikian pula dengan
menerangkan terus tanpa menulis sesuatu di papan tulis. Maka pergantian
dari membaca ke menulis, menulis ke menerangkan dan seterusnya akan
lebih menarik dan menyenangkan. Kedua, keaktifan akal; akal peserta
didik harus aktif atau diaktifkan untuk memecahkan masalah,
menimbang, menyusun pendapat dan mengambil keputusan. Ketiga,
keaktifan ingatan; pada saat proses belajar mengajar peserta didik harus
aktif menerima bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru, dan
menyimpannya dalam otak. Kemudian pada suatu saat ia siap dan mampu
mengutarakan kembali. Keempat, keaktifan emosi dalam hal ini peserta
didik hendaklah senantiasa berusaha mencintai pelajarannya, karena
dengan mencintai pelajarannya akan menambah hasil belajar peserta
didik itu sendiri (Sriyono dkk, 1992: 75).
Aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran perlu diperhatikan
oleh guru, agar proses belajar mengajar yang ditempuh mendapatkan
hasil yang maksimal. Maka guru perlu mencari cara untuk meningkatkan
keaktifan siswa.
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan
aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan
pengalaman belajar. Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang
penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan
yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai
suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2001:98).
Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruh
atau setidaknya sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik
fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping
menunjukan kegairahan belajar tinggi, semangat belajar besar, dan rasa
percaya diri sendiri. Berdasarkan hal tersebut, upaya guru dalam
mengembangkan keaktifan belajar siswa sangatlah penting, sebab
keaktifan belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran
yang dilaksankan (Mulyasa, 2004: 32).
Belajar dengan mengaktifkan siswa wajib dilakukan guru agar
mereka mempunyai kemandirian, kepercayan diri, semangat dan
kerjasama antara para siswa. Kemandirian belajar agar mereka dapat
memecahkan masalah sendiri. Selain itu siswa diharapkan mendapat
gambaran dan memahami pelajaran dengan sebaik-baiknya sehingga
pengetahuan yang mereka peroleh adalah pengetahuan berharga yang
mereka dapatkan dari hasil keringat dan menjadi internalisasi diri mereka
(Silberman, 2007: 17).
Siswa dikatakan aktif dalam kegiatan pembelajaran jika siswa
melakukan sebagian besar pekerjaan yang harus dilakukan. Mereka
menggunakan otak mereka, mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan
berbagai masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari (Silberman,
2007: 21).
Menurut Bonwell dalam Machmudah & Rasyidi (2005: 90)
pembelajaran aktif memiliki karakteristik sebagai berikut:
Pertama, penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian
informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan
keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau
permasalahan yang dibahas. Kedua, siswa tidak hanya
mendengarkan pelajaran secara pasif, tetapi mengerjakan sesuatu
yang berkaitan dengan materi pelajaran. Ketiga, penekanan pada
eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi
pelajaran. Keempat, siswa lebih banyak dituntut berfikir kritis,
menganlisa dan melakukan evaluasi. Kelima, umpan balik yang
lebih cepat akan terjadi dalam proses pembelajaran.
Karakteristik pembelajaran di atas dapat terwujud dengan adanya
penerapan metode pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi
kelas, siswa dan materi yang disampaikan.
D. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih
banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan
pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas,
sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan
pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif
memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi,
seperti menganalisis dan melakukan penilaian terhadap berbagai peristiwa
belajar dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terkait dengan
pembelajaran aktif, Rusman (2011: 324) mengatakan bahwa:
Dalam pembelajaran aktif guru lebih banyak memosisikan dirinya
sebagai fasilitator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar (to
facilitate of learning) kepada siswa. Siswa terlibat secara aktif dan
berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak
memberikan arahan dan bimbingan, serta mengatur sirkulasi dan jalannya
proses pembelajaran.
Siswa aktif biasanya di bawah bimbingan guru yang aktif pula. Diantara
cara mengaktifkan siswa belajar adalah dengan menerapkan konsep CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif – Student Active Learning), oleh karena itu agar
mengajar dengan pendekatan kelompok dapat mendorong siswa belajar secara
optimal perlu diterapkan konsep CBSA.
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) pada hakekatnya merupakan suatu
konsep dalam mengembangkan keaktifan proses belajar mengajar baik
dilakukan guru maupun siswa. Jadi dalam CBSA tampak jelas adanya guru
aktif mengajar pada anak (Child Centered Curriculum). Penerapannya
berlandaskan kepada teori belajar yang menekankan pentingnya belajar melalui
proses mengalami untuk memperoleh pemahaman (Ali, 2004: 68)
Rangkaian peristiwa dalam mengajar sebagai pendorong siswa belajar
diterima oleh setiap siswa secara individual pula. Artinya setiap individu siswa
memperoleh pengaruh dari luar dalam proses belajar dalam kadar yang
berbeda-beda sesuai dengan kemampuan potensial masing-masing (Ali, 2004:
67).
Meskipun pengaruh pengajaran yang diterima oleh setiap siswa bersifat
individual, namun proses pembelajaran itu sendiri dapat dilakukan dalam
bentuk kelompok. Dengan istilah lain strategi belajar mengajar dapat ditempuh
dengan pendekatan kelompok. Dengan demikian guru harus memikirkan
bagaimana siswa dapat belajar secara optimal.
Pembelajaran di kelas merupakan suatu kegiatan yang diharapkan dapat
melibatkan peran kedua belah pihak, baik guru maupun siswa. Namun beberpa
fakta yang ditemukan guru sering hanya menjadikan siswa sebagai objek saat
kegiatan pembelajaran. Dalam menyampaikan materi guru cenderung
menggunakan metode konvensional sehingga siswa kurang dilibatkan dalam
kegiatan pembelajaran. Hal ini menjadi salah satu sebab rendahnya keaktifan
belajar siswa.
Menumbuhkan keaktifan siswa dalam pembelajaran sangat penting,
karena keaktifan siswa menjadi salah satu penentu bagi keberhasilan
pembelajaran yang dilaksanakan. Siswa MTs Darul Hikam Kota Cirebon
memiliki keaktifan belajar pada mata pelajaran IPS yang rendah. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran IPS masih didominasi oleh guru
sehingga siswa cenderung pasif dan kurang ada timbal balik dari siswa. Oleh
karena itu, diperlukan usaha perbaikan yang dapat meningkatkan keaktifan
belajar. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa pembelajaran aktif
menekankan pada keaktifan siswa, interaksi dan kerjasama dalam kelompok.
Diskusi buzz group merupakan salah satu dari metode dalam model
pembelajaran aktif. Alasan memilih metode ini karena metode ini cocok
diterapkan pada kelompok dalam jumlah besar maupun kecil. Metode ini cocok
diterapkan pada materi ajar berbasis pemecahan masalah dan penjelasan yang
terdapat pada materi ajar IPS. Metode diskusi buzz group merupakan metode
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar.
Pokok pikiran metode diskusi buzz group adalah memberikan kesempatan
kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan
dalam kegiatan belajar. Metode buzz group ini adalah bagian dari metode
diskusi, dimana dalam metode ini anggotanya berjumlah 3-4 orang dan waktu
yang digunakan juga relatif lebih singkat.
Pada diskusi buzz group guru dapat memberikan penguatan kepada
kelompok siswa yang berdiskusi. Pembatasan waktu akan mendorong siswa
berdiskusi secara serius dan terarah pada topik yang didiskusikan. Siswa tidak
punya keesempatan untuk mengerjakan hal-hal lain di luar topik diskusi,
karena khawatir tidak dapat menyelesaikan tepat waktu. Guru juga terlihat
secara aktif dalam metode ini, karena pada saat siswa melaksanakan diskusi
guru selalu mendatangi kelompok-kelompok siswa secara bergiliran.
Secara grafis, pemikiran yang dilakukan oleh peneliti dapat
digambarkan dalam bentuk bagan berikut:
PENINGKATAN KEAKTIFAN Indikator keaktifan belajar siswa dalam Sudjana (2010: 11)
BELAJAR Interaksi antarsiswa serta dengan guru guru dalam KBM.
Kerjarsama dalam kelompok.
3. Keberanian pendapat.
siswa mengemukakan
Bagan 1.
Kerangka Pemikiran
E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian yang dikuatkan oleh beberapa teori, penulis menilai
bahwa metode diskusi buzz gruop sebagai upaya meningkatkan keaktifan
belajar siswa pada mata pelajaran IPS serta hasil tes yang meningkat.
Selanjutnya dapat dikemukakan dalam hipotesis tindakan sebagai berikut: “jika
metode diskusi buzz group diterapkan dalam pembelajaran IPS dengan
maksimal, maka keaktifan belajar siswa kelas VII A di MTs Darul Hikam Kota
Cirebon akan meningkat”.