Anda di halaman 1dari 10

AGAMA DAN KEBUDAYAAN JAWA

Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah


Islam dan Budaya Lokal
Dosen Pengampu : Ilmi Hidayati, M.S.I.

Disusun oleh :
Kelompok I

Nurul Fatihah ( 2140210049 )


Widyadhana Putri Anindya ( 2140210050 )
Rahma Nuzulliani ( 2140210056 )

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM ( KPI-B ) 2021

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama (Islam) dan budaya mempunyai independensi masing- masing, meski keduanya
saling terkait. Bisa diasosiasikan dengan indepenensi antara filsafat dan ilmu pengetahuan.
Orang tidak bisa berfilsafat tanpa ilmu pengetahuan, tetapi tidak bisa dikatakan bahwa ilmu
pengetahuan adalah filsafat. Antara keduanya terdapat hubungan yang saling terkait sekaligus
memiliki perbedaan-perbedaan.

Kelahiran agama sangat terkait dengan konstruksi budaya. Tekstualitas agama lebih
mengafirmasi konteks sosial dan budaya yang sedang terjadi pada saat tertentu. Islam sebagai
salah satu agama monoteis (Abrahamiyah) juga merupakan bentuk ajaran kehidupan yang
lebih melihat kenyataan sosial tidak hanya berupa turunan dari langit. Ketika Islam hadir di
muka bumi dan menyejarah secara totalitas, tidak ada lagi baju “sakralitas“ didalamnya.
Islam sangat memahami kenyataan lokalitas budaya setempat dan historisitas proses
pergumulan antara teks dan realitas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Islam dan Kebudayaan ?

2. Apa yang dimaksud dengan Islam Jawa (Kejawen) ?

3. Bagaimana Interelasi Nilai Islam Dalam Aspek Kepercayaan Dan Ritual ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Agama
Agama dari sudut bahasa (etimologis) berarti peraturan-peraturan tradisional, ajaran-
ajaran, kumpulan-kumpulan hukum yang turun- temurun dan ditentukan oleh adat
kebiasaan. Agama adalah apa yang disyari’atkan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan
manusia di dunia dan akherat.

Agama Islam yang asli adalah yang bersumber pada al-Qur’an dan hadits serta
pengalaman yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Pemahaman agama yang utuh
meliputi tiga aspek yaitu :

a) Aspek Akidah (Iman)

Inti sari dari iman menurut perspektif al-Qur’an adalah pengesaan Allah SWT yang jernih
dan murni serta tak kenal kompromi terhadap setiap mitologi dan kemusyrikan.

b) Aspek Islam (Aturan-Aturan Formal)

Islam menganut faham yang rasional yang jernih dan menolak setiap bentuk kuasa rohani
selain Allah SWT. Islam yang berkaitan dengan aturan-aturan formal atau syari’at hanya
bisa dipahami dan dikembangkan oleh ijtihad yang menggunakan kemampuan logika,
seperti halnya ijtihad dalam bidang fiqh.

c) Aspek Ihsan (Aspek Moral Spiritual)

Dalam hadits diterangkan bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah SWT, seakan-akan
ia melihat Nya, atau ia merasa bahwa Allah SWT selalu melihatnya.

Islam sebagai agama sangat menghargai logika penalaran konsep ijtihad sebagai sumber
dinamika bagi pengembangan ajaran agama dan ulama mujtahid sebagai pewaris Nabi
Muhammad SAW. Agama-agama tradisional di dunia yaitu Budha, Yahudi, Kristen dan
Islam dengan penekanan mereka pada sesuatu yang sakral dan nilai- nilai di luar dunia ini,
semuanya adalah agama-agama supernatural.

3
2. Kebudayaan

Kebudayaan umumnya dikatakan sebagai proses atau hasil krida, cipta, rasa dan karsa
manusia dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya.
Alam ini di samping memberikan fasilitas yang indah, juga menghadirkan tantangan yang
harus diatasi. Manusia memiliki wawasan dan tujuan hidup tertentu sesuai dengan
kesadaran cita-citanya untuk kemajuan umat manusia.

Tiga nilai budaya yaitu, nilai agama, seni dan solidaritas berkaitan dengan rasa yang
menurut Sutan Takdir Alisjahbana bersendi pada perasaan, intuisi dan imajinasi. Budaya
ekspresif umumnya berwatak konservatif. Tujuan utama adalah bagaimana cara
mengembangkan budaya yang memiliki keserasian nilai progresif dan ekspresif.

Puncak kebudayaan progresif adalah pengembangan cara berpikir ilmiah yang


menghasilkan berbagi macam disiplin ilmu. Sebaliknya puncak dari kebudayaan ekspresif
bermuara pada kepercayaan mitologis dan mistik. Para pendukung kebudayaan progresif
umumnya adalah pecinta ilmu pengetahuan sebagai proses yang selalu berkembang
sehingga wawasan mereka pun menjadi lebih dinamis. Mereka memandang hasil budaya
pada suatu zaman adalah bernilai untuk sementara waktu dan pasti diganti oleh hasil
budaya yang lebih unggul nilainya di masa yang akan datang.

Pergulatan antara islam dengan sastra dan kebudayaan jawa merupakan fenomena yang
menjadi objek yang sangat menarik bagi para sarjana barat. Interaksi Islam dan budaya
Jawa memang mempuyai karakteristik tersendiri. Pergulatan Islam dengan sastra budaya
Jawa ternyata melahirkan tiga bentuk ke-Islaman dengan landasan berpikir yang berbeda
dan kadang saling memancing konflik satu sama lain yaitu Islam Santri, Abangan dan
Priyayi. Religi animisme dan dinamisme yang menjadi akar budaya asli Indonesia
khususnya masyarakat Jawa cukup memiliki daya tahan yang kuat terhadap pengaruh
kebudayaan-kebudayaan yang telah berkembang maju. Jadi dalam masyarakat Indonesia
asli khususnya msyarakat Jawa yang masih bersahaja, nilai agama menjadi nilai utama
yang bersifat mengikat dan mempengaruhi nilai-nilai yang lain. Nilai agama menggejala

4
dalam kepercayaan serba mistik yang kemudian mempengaruhi adat istiadat dengan
berbagai tata cara dan rangkaian upacara yang kompleks.

Interaksi antara Islam dan budaya Jawa menghasilkan bentuk Islam yang sinkretik,
akan tetapi diperlukan sikap yang hati-hati dalam menyikapi relativitas proses sosial.
Interaksi Islam dan budaya Jawa yang terjadi proses sintetik sangat serasi. Jika nilai agama
menjadi dasar bagi pola budaya individu dan masyarakat, maka nilai agama itu tentu akan
mewarnai tingkah laku seseorang atau masyarakat.

B. Islam Jawa

Dalam penulisan historiografi yang dilakukan oleh Barat terhadap Islam di Indonesia,
ada beberapa sikap yang cenderung mempengaruhi penulisan historiografi Nasional.

a) Pertama, historiografi Nasional telah mengalami keterputusan (discontinuity) dengan


masuknya Islam dan jatuhnya kerajaan Hindu Jawa (Majapahit). Mereka beranggapan
bahwa sejak tahun 1500 M hingga sekarang penduduk pribumi khususnya di Jawa
harus dipandang sebagai orang Islam.
b) Kedua, menekankan tidak adanya keterputusan sejarah, yang ada hanyalah
kesinambungan. Mereka mengambil kesimpulan bahwa datangnya Islam hanyalah
manyentuh bagian-bagian atas dari kehidupan, tidak merambah jauh ke dalam dan
bahkan tidak terpantul secara merata dalam struktur sosial.

Berbeda dengan Hary J. Benda, seorang sejarawan yang menekankan kembali hal-hal
yang sebenarnya tidak terlalu asing dalam pemikiran sejarah yaitu sejarah sebagai medan
dimana kedua unsur perubahan dan persambungan sering bertemu. Dengan kata lain
bahwa datangnya Islam tidak dapat begitu saja dikatakan berakhir suasana kultural dan
politik kehidupan. Sebaliknya, tidak dapat juga dikatakan sebagai bekas-bekas Hindu Jawa
yang masih kelihatan.

Perkembangan historis yang berlangsung dalam masyarakat selalu mengalami perubahan


yang akan menimbulkan kontonuitas. Demikian halnya dengan dinamika Islam di
kawasan lain. Kerangka, koneksi dan dinamika global akan membentuk atau setidak-
tidaknya mempengaruhi dinamika dan tradisi Islam lokal di Indonesia.

5
C. Interelasi Nilai Islam Dalam Aspek Kepercayaan Dan Ritual

1. Aspek Kepercayaan

Islam masuk ke Jawa pada waktu hampir secara keseluruhan dunia Islam dalam
keadaan mundur. Sebelum Islam datang, agama Hindu, Budha dan kepercayaan asli yang
berdasarkan animisme dan dinamisme telah menjadi keyakinan yang dipercaya dikalangan
masyarakat Jawa.

Dalam budaya Jawa pra Islam yang bersumber dari ajara Hindu terdapat
kepercayaan terhadap para dewa seperti Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa,
serta masih banyak lagi. Pada agama Budha terdapat kepercayaan terhadap empat
kasunyatan (kebenaran abadi), yaitu dukha (penderitaan), samudaya (sebab penderitaan),
nirodha (pemadaman keinginan), dan marga (jalan kelepasan). Kepercayaan-kepercayaan
dari agama Hindu, Budha, maupun kepercayaan dinamisme dan animisme itulah yang
dalam proses perkembangan Islam berinterelasi dengan kepercayaan-kepercayaan dalam
Islam.

Berkaitan dengan sisa-sisa kepercayaan animisme dan dinamisme, kepercayaan


mengesakan Allah sering menjadi tidak murni karena tercampur dengan penuhanan
terhadap benda keramat, baik benda mati maupun benda hidup. Begitu juga kuburan apun
petilasan, hari-hari tertentu dipandang membawa barokah ataupun kesialan.

Sikap yang toleran dan akomodatif terhadap kebudayaan dan kepercayaan


setempat, di satu sisi memang dianggap membawa dampak negatif, yaitu sinkretisasi dan
pencampuradukan antara Islam di satu sisi dan dengan kepercayaan lama dipihak lain,
sehingga sulit dibedakan mana yang benar-benar ajaran Islam dan mana yang berasal dari
tradisi. Namun aspek positifnya, ajaran yang disinkretiskan tersebut telah menjadi
jembatan yang memudahkan masyarakat Jawa dalam menerima Islam sebagai agama
mereka yang baru. Dan sebaliknya, ajaran tersebut telah memudahkan pihak Islam
pesantren untuk mengenal dan memahami pemikiran dan budaya Jawa, sehingga
memudahkan mereka dalam mengajarkan dan menyiarkan Islam kepada masyarakat Jawa

6
2. Aspek Ritual
Agama Islam mengajarkan agar para pemeluknya melakukan kegiatan ritualistik
tertentu. Kegiatan yang dimaksud yaitu sebagaimana dalam rukum iman, yakni syahadat,
shalat, puasa, zakat, dan haji. Secara luwes Islam memberi warna baru dalam pelaksanaan
upacara tersebut dengan sebutan kenduren atau slametan. Inti dari kegiatan tersebut yaitu
pembacaan doa yang dipimpin oleh orang yang dipandang memiliki pengetahuan tentang
Islam.

Ada berbagai jenis upacara, antara lain:

a) Upacara sunatan, dilakukan pada saat anak laki-laki dikhitan. Upacara ini sebagai
bentuk perwujudan secara nyata pelaksaan hukum Islam

b) Upacara perkawinan, upacara ini ditandai dengan pelaksanaan syari’at Islam yaitu aqad
nikah (ijab qabul). Slametan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum aqad nikah,
pada saat aqad nikah, dan sesudah aqad nikah.

c) Upacara kematian, setelah penguburan diadakan slametan mitung dina (tujuh hari).


Slametan juga dilakukan pada saat kematian sudah mencapai 40 hari (matang puluh). 100
hari (nyatus), satu tahun (mendak sepisan), dua tahun (mendhak pindo), dan tiga tahun
(nyewu). Upacara ini dimaksudkan untuk mengirim doa dengan bacaan tasybih, tahmid,
takbir, tahlil, dan shalawat Nabi yang biasa disebut tahlilan

Dalam perkembangan Islam di Indonesia, ada dua aliran utama yaitu aliran hikmah dan
aliran kejawen. 

a) Aliran hikmah berkembangan di kalangan pesantren dengan ciri khas doa/mantra yang
murni berbahasa Arab (kebanyakan bersumber dari al-Qur’an)

b) Aliran kejawen sebetulnya sudah tidak ada lagi, melainkan sudah bercampur dengan
tradisi Islam. Mantranya pun kebanyakan diawali dengan basmalah kemudian dilanjutkan
dengan mantra Jawa.

Budaya masyarakat Jawa sebelum Islam datang menyukai kegiatan mistik dan melakukan
ritual untuk mendapatkan kemampuan supranatural. Ketika para pengembang Islam di

7
pulau Jawa (walisongo) tidak menolak tradisi Jawa tersebut, melainkan memanfaatkannya
sebagai senjata dakwah agar mudah diterima

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam mencoba untuk masuk kedalam struktur budaya Jawa dan mengadakan infiltrasi
ajaran-ajaran kejawen dengan nuansa islami. Dalam proses penyebaran Islam di jawa
menggunakan dua pendekatan, yaitu islamisasi kultur jawa dan jawanisasi islam.
Islamisasi kultur jawa yaitu proses pemasukan unsur-unsur islam dalam budaya Jawa baik
secara formal maupun substansial. Pendekatan yang kedua yaitu jawanisasi Islam.
Jawanisasi Islam yaitu pemasukkan nilai-nilai budaya Jawa ke dalam ajaran-ajaran Islam.

Islam masuk ke Jawa pada waktu hampir secara keseluruhan dunia Islam dalam
keadaan mundur. Sebelum Islam datang, agama Hindu, Budha dan kepercayaan asli yang
berdasarkan animisme dan dinamisme telah menjadi keyakinan yang dipercaya dikalangan
masyarakat Jawa. Oleh karena itu, setelah Islam datang terjadi pergumulan yang akhirnya
muncul dua kelompok dalam menerima Islam. Pertama, yaitu kelompok yang menerima
Islam secara total dan mereka yang menerima Islam, tetapi belum melupakan ajaran
kepercayaan lama. Oleh karena itu, mereka mencampuradukkan antara kebudayaan dan
ajaran-ajaran Islam dengan kepercayaa lama. Adanya kepercayaan-kepercayaan dari
agama Hindu, Budha, maupun kepercayaan dinamisme dan animisme itulah yang dalam
proses perkembangan Islam berinterelasi dengan kepercayaan-kepercayaan dalam Islam.

Agama Islam mengajarkan agar para pemeluknya melakukan kegiatan ritualistik


tertentu. Sedangkan dalam budaya jawa sendiri kental dengan adat ritual-ritual. Secara
luwes Islam memberi warna baru dalam pelaksanaan upacara tersebut dengan sebutan
kenduren atau slametan. Inti dari kegiatan tersebut yaitu pembacaan doa yang dipimpin
oleh orang yang dipandang memiliki pengetahuan tentang Islam, apakah seorang modin,
kaum, lebe, atau kiai.

9
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Darori dkk.2000.Islam & Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media.


Chamami, M.Rikza. 2015. Islam Nusantara Dialog Tradisi dan Agama Faktual. Semarang:
Pustaka Zaman.
Shodiq.2013. Potret Islam Jawa.Semarang: Pustaka Zaman.
H. Lebba Kadorre Pongsibanne Islam Dan Budaya Lokal Kajian Antropologi Agama

10

Anda mungkin juga menyukai