Anda di halaman 1dari 11

PRASYARAT PENALARAN ETIS

Nama : Renaldi Faturachman/191000218

Dava Muhammad Rizki Permana/191000219

Salman Al-Faridzi/191000220

Mata Kuliah : Hukum Etika dan Profesi

Kelas :E

Dosen Pengampu : Mohammad Alvi Pratama, S.Fil., M.Phil.

1. Perdebatan antara Libertarian, Soft Determinist dan Hard Determinist tentang


Kehendak Bebas
Apa itu kehendak bebas? Istilah kehendak dalam kamus Poerwadarminta
berarti kemauan atau keinginan dan harapan keras, Menurut Lorens Bagus,
istilah kehendak ini (dalam bahasa Inggris berarti Will; Latin, Voluntas; Yunani,
Boulema) mengacu kepada suatu potensi, fakultas, atau daya di dalain
manusiayang terlibat didalam pengambilan keputusan. Menurut Plato yakni
pandanganya jiwa manusia dapat dibagi ke dalam tiga fungsi, yaitu keingjnan dan
kemauan (epithymia), energik (thymos) dan rasional (logos). Jika keinginan serta
energi di bawah pimpinan rasio dapat berkembang dengan semestinya, maka
akan timbul manusia yang harmonis dan adil. (Muqoddas, 1993)
Apakah manusia itu memiliki kehendak bebas? persoalan ini ternyata telah
memberikan persoalan diantara para pemikir. hasil pemikiran tersebut terpecah
menjadi beberapa bagian yakni
a) Soft Determinist
Soft Determinist merupakan pemikiran yang mempercayai bahwa
segala sesuatu yang ada telah ditentukan dan dapat dipilih secara bebas
oleh manusia. "Both determinist and freely choosen by us".
it is not the case that if determinism is true, then we do not possess the
sort of freedom required for moral responsibility (Scholten, 2021)
b) Hard Determinist
Hard determints merupakan pemikiran yang mempercayai
bahwasannya segala sesuatu yang ada di dalam kehidupan telah diatur
dan tidak dapat diubah. Hard determinist mempercayai bahwa
"deteminist is incosistant with freewill". Maka dapat disimpulkan bahwa
"nothing we do is freely choosen by us" tidak ada sesuatu hal pun yang
bebas dipilih oleh manusia.
jika segala tindakan yang dilakukan oleh manusia telah ditentukan
sebelumnya, entah itu oleh hukum alam atau jalannya semesta (takdir
tuhan), baik dijustifikasi secara filosofis, teologis, maupun saintifik, maka
kehendak bebas yang dimiliki manusia untuk bertindak sebaliknya, atau
menentukan segala tindakannya hanyalah ilusi kalau bukan konstruksi
sosial. Pertanggungjawaban hukum, dengan demikian, merupakan
konstruksi sosial yang mesti di dekonstruksi, atau bahkan di abolisi sebab
tidak memiliki legitimasi. Kritik ini bersifat eksternal, dalam arti, menolak
sistem pemidanaan secara an sich alih-alih berupaya merekonstruksi
sistem hukum pidana. Terhadap pandangan ini, ada beberapa argumen
yang dapat diajukan untuk menyanggahnya, baik secara logis, etis,
legalistis, filosofis, apalagi teologis (Kabir, 2019)
All events (including actions) are necessary given the totality of
preceding conditions together with the laws of nature, Given the totality
of preceding conditions together with the laws of nature, noevent or
action could be otherwise than it actually is If determinism is true, then we
do not possess the sort of freedom required for moral responsibility
(Scholten, 2021)
c) Libertarian
Menurut Robert Kane, terdapat dua (2) hal yang mesti diklarifikasi
guna mempertahankan posisi libertarianisme, yaitu: Pertama,
menerangkan ihwal inkompatibilitas determinisme-kausal dihadapan free
will, yang terangkum dalam "masalah kompatibilitas" (the compatibility
problem), dan, kedua, yang disebut dengan "masalah kejelasan" (the
intelligibility problem), yaitu menunjukan bahwa indeterminisme, sebagai
syarat free will adalah argumen yang masuk akal dalam tatanan dunia
yang objektif (Kabir, 2019)
There is at least one event (i.e., an action) that is not necessary, given
the totality of preceding conditions together with the laws of nature, Given
the totality of preceding conditions together with the laws of nature, there
is at least one event (i.e., an action) that could be otherwise than it actually
(Scholten, 2021).
Adapun table yang bisa membantu mengenai perdebatan free will:

Sumber:https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/ejop.12634?src=ge
tftr

2. Cara manusia mendapatkan Moral Knowledge (Pengetahuan Moral).


sampai Anda dapat melakukan sesuatu dengan mengetahui bahwa
Anda melakukan hal yang salah. maka, Pikiran tersebut terus berlanjut dan
seseorang tidak bertanggung jawab secara moral untuk itu, itulah sebabnya
anak-anak kecil tidak bertanggung jawab secara moral atas tindakan mereka.
Anak-anak yang sangat muda saat mereka tumbuh dewasa, mereka menjadi
bertanggung jawab secara moral karena mereka mulai belajar perbedaan
antara benar dan salah. jadi kita bersalah secara moral untuk pemilihan hanya
jika kita memilih untuk melakukannya. Mengetahui bahwa kita melakukan
sesuatu yang salah. kita melakukan kesalahan dengan sadar. Sebenarnya,
Socrates mengklaim bahwa kita tidak pernah melakukan kesalahan secara
sadar karena jika kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan aturan,
kita melakukannya karena saat ini kita tidak percaya pada aturan itu
mari kita letakkan konsep ini dalam konteks non moral. misalnya ada
seseorang yang tidak ingin makan kue karena menjadi gemuk. oleh karena itu
dia ingin menurunkan berat badan. Jadi dia tidak ingin makan kue lagi.
kemudian beberapa waktu berselang dia memakan kue lagi. lalu muncul
pertanyaan, "kenapa aku makan kue ini lagi?" jawabannya karena dia sedang
memegang sepotong kue, karena tertarik, akhirnya dia tidak ingin melakukan
diet. justru dia ingin kue yang lebih banyak. Tapi saya ingin menjadi langsing.
Jadi dia tidak pernah tahu apa yang terbaik untuk dirinya. Keyakinan seseorang
tentang bagian mana yang terbaik dan dengan cara yang sama ketika orang
lain melakukan sesuatu, lalu anda tidak melakukannya. Percayalah itu akan
menjadi salah pada saat Anda melakukannya.
mari kita menempatkan Socrates di satu sisi. Biasanya kita berpikir
bahwa kita perlu mengetahui kelambanan ini adalah salah untuk bertanggung
jawab secara moral. Jadi kita tidak memulai hidup sebagai agen moral karena
kita tidak memulai hidup dengan kemampuan untuk membedakan yang benar
dan yang salah. Untuk menjadi bertanggung jawab secara moral, kita harus
benar-benar memahami kapan suatu tindakan benar dan salah. ketika suatu
tindakan salah, dan itulah sebabnya anak-anak. Biasanya tidak dianggap
bertanggung jawab di bawah hukum. jadi bisakah manusia benar-benar
mengklaim memiliki pengetahuan moral?
Mungkin ada fakta moral, tetapi kita tidak tahu apa yang ada atau
mungkin tidak ada fakta moral sama sekali. maka inilah perbedaan antara
Metafisika dan epistemologi. secara moral epistemologi berkaitan dengan
bagaimana kita membenarkan keyakinan tentang benar dan salah dan apakah
mereka bertentangan dengan pengetahuan. Jadi apa yang bisa kita ketahui
tentang benar dan salah? Bagaimana kita bisa membenarkan klaim
pengetahuan ini dan seterusnya? Dan metafisika moral berkaitan dengan sifat
nilai-nilai moral dan apakah mereka ada. Jadi. Mengambilnya lagi untuk
mengeluarkannya dari konteks moralnya.
contoh Ada dunia yang kita gambarkan, dan ada gambaran dunia.
Dunia yang kita gambarkan adalah metafisika, dan gambaran kita tentang
dunia adalah epistemologi kita, kepercayaan kita, pengetahuan kita. Dunia
awal tidak benar-benar bekerja seperti itu, karena tentu saja ada metafisika
pengetahuan. Ketika ditanya tentang sifat kepercayaan dan kepercayaan
apakah cuaca itu ada?
Salah satu contoh dari tindakan yang tidak bermoral tetapi tidak illegal,
misalnya memberi tahu ibumu bahwa dia tampak cantik Ketika seseorang
berpikir sebaliknya. Itu tidak ilegal, tapi bisa dibilang tidak bermoral. Lalu
bagaimana dengan tindakan yang illegal tetapi tidak amoral (immoral)?
Misalnya Membantu seseorang untuk mati. Membantu seseorang untuk
melakukan bunuh diri yang tentunya ilegal di negara ini. Tapi apakah itu tidak
bermoral? Maka hal tersebut menjadi suatu Pertanyaan yang sangat besar.
Kita terkadang berpikir hukum tidak adil, tapi bagaimana hukum bisa tidak
adil? Bagaimana mungkin hukum harus dibuat, atau hukum harus dihapus jika
tidak ada gagasan yang melebihi dan diatas gagasan hukum negara itu sendiri.

3. Pandangan Locke terkait hubungan antara Moral Law dan Law of The Land.
John Locke adalah seorang filsuf Inggris yang terkenal. Dia sebenarnya
memiliki andil dalam menulis Konstitusi Amerika. dia percaya bahwa hukum
negara harus ada. ini adalah argumen bahwa ia percaya pada keadaan alam.
Dan keadaan alam adalah keadaan kita sebelum kita menjadi negara bangsa
atau negara. ada saat ketika kita semua hanya hidup seperti suku lepas atau
keluarga lepas, tapi tidak ada hukum, Tidak ada negara yang bisa memanggil
kita untuk memerintah.
Dan banyak filsuf sering menarik perhatian pada keadaan alam (State
of nature) dan pemikiran tentang filsafat moral dan politik. locke percaya
bahwa dalam keadaan alami sebelum ada hukum negara. Dia menyebutnya
Dewa Alam, tetapi sebenarnya menurut hukum alam yang dia maksud adalah
hukum Tuhan. Jadi dan dia mengklaim itu dilestarikan sebanyak mungkin, jadi
bahkan dalam keadaan alami kita diharuskan untuk melestarikan sebanyak
mungkin, jadi menebang pohon sembarangan tidak akan menjadi pelanggaran
hukum Tuhan tentang.
Membunuh seseorang merupakan pelanggaran hukum Tuhan. Dia
percaya bahwa gagasan undang-undang tanpa sanksi tidak koheren. Jika Anda
memiliki undang-undang, pasti ada kerugian untuk melanggarnya. Kalau tidak,
apa yang membuat kita menjadi hukum? Jadi dia juga percaya bahwa di alam,
masing-masing dari kita memegang kekuasaan eksekutif hukum alam, hak
untuk menghukum pelanggaran.
Semua ada hukum alam atau hukum Tuhan. Jadi, tidak ada negara yang
memaksakan aturan hukum. Dalam keadaan alami, tidak ada penilaian yang
tidak memihak. Juga tidak ada hukuman standar. hukuman belum tentu sesuai
dengan kejahatan, dan juga paksaan belum tentu berada di pihak yang benar.
misalnya, itu mungkin dihukum dengan cara yang sangat berbeda dari
pelanggaran hak milik orang lain. Jadi segala macam ketidaknyamanan utama.
locke mengusulkan untuk memecahkan masalah ini. Dengan cara,
berkumpul dan membentuk beberapa kesepakatan tentang apa hukum harus
ditafsirkan dan bagaimana hukum itu akan dihukum dan siapa yang akan
menghukumnya, dan seterusnya.
Locke berpikir bahwa kelompok manusia akan mentransfer kekuatan
eksekutif individu kita ke tangan Komunitas dan kemudian menerima
pendapat mayoritas tentang siapa yang harus menggerakkan kekuatan ini
sehingga kita semua bersatu. Misalnya saya tidak akan mengambil hukum ke
tangan saya sendiri seperti yang kita pikirkan dan hukum akan berada di
tangan hukum eksekutif, tetapi kita harus melakukan pemilihan eksekutif. Kita
harus memilih pemerintah untuk menggunakan kekuasaan eksekutif dari
hukum alam. Berikut ini adalah proses pembentukan hukum menurut locke:
• Pertama, sekelompok manusia membuat kontrak satu sama lain untuk
menerima kekuasaan mayoritas dan melepaskan kekuasaan eksekutif
individu. Jadi tidak akan adalagi seseorang yang main hakim sendiri
terhadap pelanggaran hukum Alam dan
• kedua, kelompok manusia menyetujui hak eksekutif sebagaimana
diputuskan oleh mayoritas.
Pemerintah yang dipilih dengan benar, atau dalam hal ini seorang raja
dengan hak ilahi adalah pertanyaan besar bagi locke. locke berpikir bahwa
ketika pemerintah gagal menjalankan hukum alam
Ketika pemerintah tidak melakukan pekerjaan mereka, dan hal
semacam itulah yang membuat masyarakat ingin mengambil alih hukum ke
tangan sendiri. Hal seperti itulah yang mengarah pada pendirian Vigilantes dan
lain-lain, atau ketika pemerintah melangkah lebih jauh dari izin hukum alam,
Jadi berdasarkan dua kondisi ini, locke berfikir bahwa sebaknya pemerintah
mundur apabila tidak mampu menegakan hukum. Karena telah kehilangan
kepercayaan dari masyarakat.
Jadi, pemerintah kehilangan sikap persetujuan rakyat dan menurut
locke. Sekarang harus mengundurkan diri dan jika tidak, pemberontakan
dibenarkan. Hal ini sempat terjadi di Mesir (2011) dan Tunisia. Pemerintah
Mesir telah kehilangan persetujuan sikap dari badan politik. Maka harus
mengundurkan diri. Tetapi tidak berhasil, dan hal-hal sebenarnya menjadi
sangat tidak nyaman Karena pemberontakan banyak orang berpikir
pemberontakan dibenarkan.
salah satu kesulitan dalam teori ini adalah dia berpikir bahwa ketika
mayoritas kehilangan persetujuan sikap, maka ada hak untuk memberontak.
Lebih lanjut, manusia tidak pernah kembali ke keadaan alami (state of nature)
mungkin hanya akan kembali ke politik tubuh. Tidak pernah menjadi kasus
bahwa sekelompok manusia mengambil kembali kekuasaan eksekutif hukum
alam ke tangan mereka sendiri. Tidak pernah terjadi bahwa individu memiliki
lagi Roda bagian eksekutif. Manusia hanya kembali ke tubuh politik ini di mana
kami punya kesepakatan yang akan memakai komunitas. Dan kemudian kita
perlu memutuskan pemerintahan baru.

4. pandangan tentang hubungan kewajiban Moral dan Politik bagi Manusia


dalam Kehidupannya di Masyarakat.
Sebelum kita membahas poin yang dipertanyakan. Mari kita mencari
terlebih apa makna moral. Moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin,
bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat.
Moral juga diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. bagaimana
dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22) merumuskan pengertian moral
secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai berikut :
1) Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan
warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di
dalam lingkungan tertentu.
2) Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan
pandangan hidup atau agama tertentu.
3) Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada
kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik
, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya

Sedangkan politik Secara umum, kata politik dapat dipahami dari dua
pengertian, yaitu: (a) politics – politik sebagai ilmu (science) adalah suatu
rangkaian asas, prinsip, cara/alat yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu; dan (b) policy – politik sebagai seni (arts) adalah penggunaan
pertimbangan tertentu yang diangggap lebih menjamin terlaksananya kegiatan
usaha, cita-cita atau keinginan/keadaan yang dikehendaki. Policy secara
gramatikal – leksikal adalah “a guide for action” (petunjuk untuk melakukan
aksi/kegiatan).

Dalam beberapa tahun terakhir, teori keadaan alam sedang direvolusi


oleh John rawls. ia berpendapat bahwa kewajiban moral dan politik bertumpu
pada kesepakatan hipotetis. bukan pada kesepakatan yang sebenarnya tidak
diketahui oleh siapa, dan lain-lain. Menurut Rawls, masyarakat berkewajiban
untuk mematuhi hukum yang diberlakukan oleh pemerintah kepada mereka,
dan mereka berkewajiban untuk mematuhi hukum moral. Jika dan hanya
hukum ini adil. Lalu Kapan hukum moral lawfare atau law of the land rule
diberlakukan? jawabannya adalah paduan yang adil jika hukum itu dipilih oleh
orang-orang rasional yang mementingkan diri sendiri. Terdapat beberapa
bagian diantaranya: the original position, the idea of a rational participant, the
veil of perception, and the ‘thin’ theory of good.

the original position untuk teorinya tentang keadilan sebagaimana ia


menyebutnya, ini dalam posisi aslinya. the idea of a rational participant,
Rasional ada juga mementingkan diri sendiri jika mereka punya pilihan mereka
akan pergi untuk pilihan yang akan mengejar kepentingan mereka sendiri di
sana. Maksudnya mereka kadang-kadang altruistik tetapi tidak selalu. Faktanya
adalah mereka tertarik pada diri mereka sendiri. Kesejahteraan dan rasional
mereka, ada juga di dalam the veil of perception. Satu-satunya hal yang mereka
tahu. Satu-satunya penjelasan tentang kebaikan yang mereka miliki adalah teori
tipis tentang kebaikan. Di dalam teori the veil of perception mereka tidak tahu
siapa mereka. Mereka adalah apa adanya, jadi mereka tidak tahu apakah
mereka laki-laki atau perempuan. Mereka tidak tahu apakah mereka tua atau
muda. Mereka tidak tahu apakah mereka cerdas atau tebal. Mereka tidak tahu
kaya atau miskin.

Mereka tidak tahu apakah mereka sakit atau sehat. jadi mereka tidak
tahu apa-apa tentang diri mereka sendiri. the ‘thin’ theory of good, sekarang
teori ini memberitahu mereka apa yang baik untuk manusia secara umum.
Sebenarnya, mereka menganggap mereka manusia. Tidak ada alasan mengapa
mereka tidak boleh menjadi margin. asalkan mereka mementingkan diri sendiri
secara rasional, dan lain-lain. Tapi yang ikhlas kalau Tuhan menceritakan
sesuatu seperti perempuan yang punya bayi, bukan laki-laki. Ini memberi tahu
mereka hal-hal seperti manusia membutuhkan kehangatan baru-baru ini. Teori
politik yang sangat mendasar, teori Fisiologi yang sangat mendasar. Mereka
tahu apa yang dibutuhkan manusia untuk berkembang. jadi mereka tidak tahu
apa yang mereka butuhkan untuk berkembang. Tapi mereka tahu apa yang
dibutuhkan manusia untuk berkembang, dan mereka berada di posisi ini.
Disini penulis berpendapat bahwasanya didalam kehidupan
bermasyarakat berkewajiban untuk menjalankan politik berlandaskan moral.
Disini penulis akan menceritakan tentang sejarah magna carta. Pada saat itu
Raja John II yang merupakan Raja dari Britania Raya menjalankan mandatnya
secara sewenang-wenang tidak berlandaskan moral. Diawali dengan sifat tidak
pedulinya atas penyerangan wilayah Nomandia yg menyebabkan negara deficit
kas. Dengan kekuasaan absolutnya Raja John II mengeksploitasi dan memeras
rakyat Inggris dengan cara menerapkan pajak yang tinggi menyebabkan
kemarahan rakyat inggris. Selain itu juga Raja John II juga berselisih dengan
pemimpin tinggi Katolik yakni Paus Innensius II terkait pengajuan kandidat
Uskup Agung Canterbury yang akhirnya Paus Innesius II yang berhasil
memenangkan pengajuan kandidat Uskup Agung Cartenbury. Merasa
kehilangan pengaruh akhirnya Raja John II menanaktirikan para Pendeta yang
menambah kemarahan rakyat inggris. Puncak kemarahan rakyat Inggris setelah
Inggris menelan kekalahan atas perebutan wilayah Nomandia. Rakyat
Khususnya kelas baron yang dipimpin berhasil mendesak Raja John untuk
menandatangani Draft yang kemudian dikenal dengan Magna Carta. Adapun
secara garis besar berisi : Raja dilarang membuat Tindakan sewenang-wenang,
Raja harus tunduk kepada hukum negara, Raja harus menghormati hak-hak
setiap individu, Raja harus menjunjung tinggi kemuliaan gereja.

Dikasus lain penulis mengamati kebijakan Trias Van de Venter yang


digagas Belanda pada awal 1900-an. Adapun Trias Van de Venter yakni Irigasi
yang bermaksud untuk mengairi lahan pertanian, imigrasi yakni memindahkan
penduduk ke daerah pertanian yang lebih subur dan yang terakhir edukasi yakni
mencerdaskan rakyat akan tetapi yang pada kenyataannya trias Van de Venter
dijalankan tidak sesuai pada mestinya dimana irigasi yang bertujuan mengairi
lahan pertanian masyrakat pada prakteknya hanya mengairi lahan kelas
bangsawan, imigrasi pada kenyataannya memindahkan rakyat ke tempat lain
untuk dijadikan budak. Walaupun begitu untuk edukasi berjalan dengan baik
dan akhirnya seiring berjalannya waktu rakyat pun mulai melakukan berbagai
cara perlawanan karena Tindakan politik Belanda.

Dari kedua kasus diatas penulis berpendapat bahwasanya moral


berperan penting dalam melahirkan kebijakan yang mensejahterakan rakyat.
Pada kasus pertama kita bisa melihat betapa buruknya moral Raja John II dalam
menjalankan politik yang menimbulkan banyak kerugian untuk negaranya dan
untuk kasus kedua kita bisa melihat walaupun kebijakan politik sangat bagus
akan tetapi bila tidak dilandasi moral yang baik hanya akan memberikan
kerugian besar pada rakyat, dimana pada kelihatannya kebijakan politik
berjalan dengan baik bahkan tidak ada Tindakan illegal tapi tidak pada
kenyataannya
Kabir, S. F. (2019). Kejahatan Dan Hukuman: Tantangan Filosofis Determinisme-
Kausal Terhadap Pertanggungjawaban Pidana. Jurnal Hukum & Pembangunan,
49(2), 279. https://doi.org/10.21143/jhp.vol49.no2.2003
Muqoddas, F. (1993). Kehendak Bebas Dalam Pandangan Para Filsuf Sebuah
Problem Bidang Etika. Unisia, 13(20).
https://doi.org/10.20885/unisia.vol13.iss20.art8
Scholten, M. (2021). Kant is a soft determinist. European Journal of Philosophy.
https://doi.org/10.1111/ejop.12634
Talbot, M. (2011) Oxford Lecture session. freedom, knowledge, and society: the
preconditions of ethical reasoning.
https://podcasts.ox.ac.uk/freedom-knowledge-and-society-preconditions-
ethical-reasoning

Anda mungkin juga menyukai