Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH DAULAH UMAYYAH

AL-MALIK (MAHA MERAJAI)

VIII F

MASJID DAULAH UMAYYAH

SMP N 1 CIPARAY 2019-2020

NAMA ANGGOTA KELOMPOK


-Ketua:1.Chika nur khanifa
-Wakil ketua:2.Nadin Fuji amalia
-Seketaris:3.Muhammad Rifky Ramadhan

-4.Muhammad Randika Falah


-5.Zulianty Dwi Lestari

Daftar Isi

`Nama Anggota Kelompok :Al-malik

`Kata Pengantar: Assalammualaikum Wr.Wb


Alhamdulilah,segala fuji bagi allah Swt,Tuhan semesta alam atas segala karunia dan
nikmatnya,sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik baiknya .Makalah yang
berjudul sejarah daulah umayyah yang di susun untuk memenuhi salah satu tugas pai bab 6

Makalah ini berisi tentang Daulah Umayyah yang berupa sejarah pendidikan kebudayaan
masa di damaskus dan andalusia (spayol).Dalam penyusun ini penyusun melibatkan berbagai
pihak baik dari dalam sekolah maupun luar sekolah .Oleh karena itu penyusun mengucapkan
banyak terimakasih atas dukungan yang di berikan untuk menyelesaikan makalah ini.
Meski Telah disusun secara maksimal oleh penyusun akan tetapi penyusun sebagai manusia
biasa ,sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,karenanya kami sebagai
penyusun mengharapkan kritik ,komentar,dan sarannya bagi pembaca(Bpk.Ayi A.S.p.di yang
kami hormati sebagai guru PAI yang memberikan tugas ini)

Besar harapan kami semoga makalah ini menjadi inspirasi atau sarana pembantu dalam
mencari ilmu mengenai sejarah Daulah Umayyah .

Demikian yang dapat kami sampaikan semoga dapat di ambil sebagai pelajaran bagi para
pembacanya

Wassalamualaikum Wr.Wb

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bani Umayyah atau kekhalifahan Umaiyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di jazirah Arab yang berpusat di
Damaskus, Syiria, serta dari 756-1031 di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Masa kekhalifahan
Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin
Abi Sufyan, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi kerajaan turun-
temurun. Yaitu setelah Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib menyerahkan jabatan kekhalifahan
kepada Muawwiyah dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang
dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman bin Affan yakni pada peristiwa perang Jamal dan
penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah.

Nama Dinasti Umayyah diambil dari nama nenek moyang mereka yaitu Umayyah bin Abdi
Syams bin Abdimanaf. Ia adalah salah seorang terkemuka dalam dalam persukuan pada
zaman Jahiliyah, bergandeng dengan pamannya Hasyim bin Abdimanaf. Umayyah dan Hasyim
berebut pengaruh politik dalam proses-proses sosial-politik pada zaman Jahiliyah, namun
Umayyah lebih dominan. Hal itu disebabkan karena ia merupakan pengusaha yang kaya, dan
memiliki harta yang melimpah. Harta dan kekayaan menjadi faktor dominan untuk merebut
hati di kalangan Qureisy, sehingga Hasyim tidak dapat mengimbangi keponaknnya tersebut.
Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang bergantian memimpin dalam masa
pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah (661) sampai dengan Marwan II (750).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana proses berdirinya Dinasti Umayyah?


1.2.2 Bagaimana kemajuan Dinasti Umayyah I?

1.2.3 Siapa saja khalifah Dinasti Umayyah I?

1.2.4 Apa saja penyebab runtuhnya Dinasti Umayyah I?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui proses berdirinya Dinasti Umayyah.

1.3.2 Untuk mengetahui kemajuan Dinasti Umayyah.

1.3.3 Untuk mengetahui runtuhnya Dinasti Umayyah.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses Berdirinya Dinasti Umayyah I

Bani Umayyah atau kekhalifahan Umaiyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di jazirah Arab yang berpusat di
Damaskus, Syiria, serta dari 756-1031 di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Nama Dinasti Umayyah
diambil dari nama nenek moyang mereka yaitu Umayyah bin Abdi Syams bin Abdimanaf. Ia
adalah salah seorang terkemuka dalam dalam persukuan pada zaman Jahiliyah.

Masa kekhalifahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa
kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah
menjadi kerajaan turun-temurun. Yaitu setelah Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib menyerahkan
jabatan kekhalifahan kepada Muawwiyah dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang
pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman bin Affan yakni pada peristiwa
perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah.

Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah bin Abi Sufyan
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid bin
Muawiyah. Muawiyah bermaksud mencontoh sistem dinasti di Persia dan Bizantium.

Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang bergantian memimpin dalam masa
pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah (661 M) sampai dengan Marwan II (750 M).

2.2 Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Umayyah I

Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Dinasti Umayyah, Muawiyah
selalu mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar
Jazirah Arab, antara lain upayanya untuk terus merebut kota Konstantinopel. Ada tiga hal
yang menyebabkan Muawiyah terus berusaha merebut Bizantium, yaitu :

a. Kota tersebut adalah basis kekuatan Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat
membahayakan perkembangan Islam.
b. Orang-orang Byzantium sering melakukan pemberontakan dan pengrusakan ke daerah
Islam.

c. Byzantium termasuk wilayah yang memiliki kekayaan yang melimpah.

Pada waktu Dinasti Umayyah berkuasa, daerah islam membentang ke berbagai negara yang
berada di benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta kekuasaannya
ke daerah Afrika Utara pada masa Khalifah Walid bin Abdul malik, dengan mengutus
panglimanya Musa bin Nushair dan mengutus Thariq bin Ziyad untuk merebut wilayah
Andalusia.

Pada masa Dinasti umayyah beberapa kemajuan di berbagai sektor berhasil dicapai. Antara
lain :

2.2.1 Kemajuan Bidang Ilmu Hadits

Menurut ilmu hadits, hadits adalah segala ucapan, perbuatan, dan keadaan Nabi Muhammad
SAW. Hadits sebagai sumber hukum Islam kedua, proses perkembangan ilmu hadits sangat
panjang, perkembangan ilmu hadits telah mencapai tujuh periode.

1. Periode Pertama

Periode pertama ialah periode turunnya wahyu, pembentukan hukum, serta dasar-dasarnya.
Periode ini berlangsung tahun 13 SH-11 H ataumasa kerasulan Nabi Muhammad SAW.

2. Periode Kedua

Perode kedua disebut periode pembatasan hadits dan penyelidikan riwayat. Periode ini
berlangsung pada masa Khulafaur Rasyidin (11-41 H).

3. Periode Ketiga

Perode ketiga ialah periode penyebaran riwayat ke kota-kota. Periode ini berlangsung pada
masa sahabat kecil dan tabiin besar.

4. Periode Keempat

Periode keempat adalah periode penulisan dan kodifikasi resmi. Periode ini berlangsung tahun
102 H hingga akhir abad ke-2 H.

5. Periode Kelima

Periode kelima adalah periode pemurniaan, penyehatan, dan penyempurnaan. Periode ini
berlangsung awal hingga akhir abad ke-3 H.

6. Periode Keenam

Periode keenam adalah periode pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan penghimpunan.


Periode ini berlangsung abad ke-4 H sampai pertengahan abad ke-7 H, pada saat Kota Bagdad
jatuh ke tangan bangsa Mongol.

7. Periode Ketujuh
Periode ketujuh merupakan periode pensyarah, penghimpunan, pengeluaran riwayat, dan
pembahasan. Periode ini berlangsung sejak jatuhnya Kota Bagdad hingga sekarang.

Berdasarkan periodesasi tersebut perkembangan ilmu hadits pada Dinasti Umayyah meliputi
periode ketiga dan keempat.

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-102 H), dilakukan upaya
pembukuan hadits-hadits yang tersebar di berbagai tempat dan banyak para tabi’in.

Untuk mewujudkan keinginan tersebut, khalifah umar bin Abdul Aziz memerintah kepada
para gubernurnya dan para ulama terkemuka untuk mengumpulkan dan membukukan hadits
untuk disebarkan kepada masyarakat Islam.

Gubernur Madinah, Ibn Hazm dikenal sebagai seorang ulama yang memiliki pengetahuan
keagamaan yang cukup luas. Karena itu, khalifah member kepercayaan kepadanyauntuk
menghimpun dan membukukan hadits-hadits yang ada padanya dan yang ada pada sahabat
lainnya di kota Madinah. Di antara tugas yang diembannya adalah mengumpulkan hadis-
hadits yang ada pada Amrah bin Abdurrahmandan al-Qasim bin Muhammad bin Bakar.
Karena Amrah adalah anak angkat Siti aisyah dan orang yang paling dipercaya untuk
menerima hadits dari Siti Aisyah tersebut.

Sementara itu al-Qasim adalah salah seorang dari tujuh ulama fiqih di Madinah. Selain
mengirim surat perintah kepada para gubernur, Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga
memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri (wafat tahun 124 H) dan ulama lainnya untuk
mengumpulkan dan membukukan hadits yang ada pada mereka serta mengirimkannya kepada
khalifah. Bahkan beliau sendiri ikut terlibat di dalam mendiskusikan dan menghimpun hadits-
hadits. Az-Zuhri adalah seorang ulama terkemuka di Hijaz dan Syria pada masa itu. Karena
itu, tidak salah apabila Khalifah Umar bin Abdul Aziz meminta kepada mereka untuk
mengumpulkan dan membukukan hadits-hadits. Uasaha yang dilakukan para ulama dan tokoh
terkemuka ketika itu di dalam upaya pembukuan hadits cukup berhasil. Sebab az-Zuhri telah
merampungkan upaya pembukuan hadits tersebut, meskipun khalifah Umar bin Abdul Aziz
belum melihat secara langsung hasilnya. Karena khalifah sangat percaya dengan kemampuan
dan keahlian mereka di bidang hadits.

Usaha pembukuan hadits terus dilakukan setelah masa kepemimpinan khalifah Umar bin
Abdul Aziz (102 H). Di antara para ulama yang terus berjuang mengumpulkan dan
membukukan hadits adalah Ibnu Juraij (wafat tahun 150 H) di Mekah. Muhammad bin Ishak
(wafat tahun 151 H) di Madinah. Said bin Urwah (wafat tahun 156 H) di Basrah. Sufyan As-
Saury (wafat tahun 161 H) di kufah. Al-Awa’il (wafat tahun 157 H) di Syria.

Kemudian abad ketiga hijriah (ke-3 H) dan keempat (ke-4 H) usaha pembukuan hadits
mengalami masa kejayaan.

2.2.2 Kemajuan Bidang Ilmu Tafsir

Tafsir adalah ilmu yang menjelaskan makna ayat sesuai dengan petunjuk yang lahir dalam
batas kemampuan manusia. Dengan kata lain, ilmu tafsir mengkaji bagaimana menjelaskan
kehendak Allah SWT, yang terkandung dalam Al-Qur’an melalui lafal dan makna serta
mejelaskan hukum-hukum yang dikandungnya sesuai dengan kemampuan mufasir (ahli tafsir).
Ilmu ini penting karena di samping mengandung kata-kata yang mudah dan terperinci, Al-
Qur’an juga memuat ayat-ayat yang sulit di pahami atau ayat-ayat yang hanya memuat prinsip
umum. Usaha-usaha untuk menafsirkan Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW adalah orang yang memiliki otoritas dan tugas
utama dalam menjelaskan Al-Qur’an. Oleh karena itu, penafsiran yang diberikan oleh nabi
Muahammad SAW adalah penafsiran yang paling benar.

Setelah Nabi Muhammad SAW meninggal, penafsiran al-Qur’an dilakukan oleh para sahabat,
yaitu Abu Bakar As-Sidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin abi Thalib, Ibnu
Mas’ud, Abdullah bin Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Muasa al-Asy’ari, dan Abdullah bin Zubair.

Abdullah bin Abbas merupakan seorang yang hidup hingga masa Dinasti Umayyah. Beliau
wafat pada masa pemerintahan Abdul malik bin Marwan. Keahliannya dalam ilmu tafsir
membuatnya dijuliki Tarjuman al-Qur’an (Juru Bicara Al-Qur’an).

Pada masa berikutnya, tafsir para sahabat itu berkembang di berbagai kota dan memunculkan
generasi ahli tafsir dari kalangan tabi’in. Di Mekah, tafsir Ibnu Abbas dikembangkan oleh
murid-muridnya, seperti Sa’id bin Jabir, Mujahid, Ata bin Abi Rabah, dan Ikrimah bin Abu
Jahal.

Di Kufah muncul generasi ahli tafsir yang bersumber dari Ibnu Mas’ud. Di Madinah muncul
pula para ahli tafsir, seperti Abdurrahman bin Aslam dan Malik bin Anas. Pada masa itu,
penafsiran ayat dilakukan dengan beberapa cara yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-
Qur’an, menafsirkan Al-Qur’an dengan hadit-hadits Nabi Muhammad SAW, serta
menefsirkan Al-Qur’an dengan ijtihad sahabat. Metode tafsir yang terakhir itu disebut dengan
tafsir bil-ma’sur. Hasil-hasil penafsiran Al-Qur’an pada masa itu belum ada yang dibukukan.
Hasil karya para ulama di berbagai bidang tersebut baru mulai dibukukan pada masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

2.2.3 Kemajuan Bidang Ilmu Fiqih

Definisi fiqih menurut ulama fiqih adalah sekumpulan hukum amaliah yang disyariatkan
dalam Islam. Bidang bahasan ilmu fiqih adalah setiap perbuatan mukalaf yang terhadap
perbuatannya itu ditentukan hukum apa yang harus dilakukan karenanya.

Menurut seorang ahli fiqih dan ahli usul fiqih yang bernama Mustafa Ahmad Zarqa,
perkembangan ilmu-ilmu fiqih terbagi dalam tujuh periode. Periode pertama adalah periode
risalah, yaitu periode yang berlangsung pada masa hidup Nabi Muhammad SAW. Periode
kedua berlangsung sejak zaman Khlafaur Rasyidin sampai pertengahan abad pertama hijriah.

Periode ketiga berlangsung sejak pertengahan abad pertama hjriah sampai permulaan abad
kedua hijriah. Periode keempat dimulai pada permulaan abad kedua hijriah dan berakhir pada
pertengahan abad keempat hijriah. Periode kelima berlangsung pada pertengahan abad
ketujuh hijriah.

Periode keenam dimulai pada pertengahan abad ketujuh hijriah sampai munculnya Mujallah
al-Ahkam al-‘Adliyyah, yaitu sebuah kodifikasi hukum perdata Islam di zaman Turki
Usmaniyang diundangkannya kodifikasi hukum perdata Islam tersebut hingga sekarang.

Perkembangan ilmu fiqih pada masa Dinasti Umayyah hampir seluruhnya terjadi periode
ketiga.
Pada masa pemeritahan Usman bin Affan, para sahabat mulai berpencar ke berbagai daerah.
Para sahabat tersebut menjumpai masyarakat yang memiliki sistem sosial yang berbeda.
Dengan demikian, makin banyak pula hasil ijtihad yang muncul sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat.

Di Irak, ibnu Mas’ud berperan sebagai sahabat yang menjawab berbagai persoalan di sana.
System masyarakat di Irak berbeda dengan sistem masyarakat di Mekah atau Madinah. Hal itu
karena masyarakat irak lebih heterogen dibanding masyarakat Mekah dan Madinah sehingga
permasalahan yang mereka hadapi juga lebih kompleks. Dalam berijtihad, Ibnu Mas’ud
mengikuti cara-cara Umar bin Khattab yang mengedepankan nalar dan akal. Dari sinilah
munculnya aliran ahlur-ra’yi di Irak.

Adapun ilmu fiqih dikembangkan oleh Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar di madinah.
Dalam berijtihad, mereka mengedepankan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits. Hal itu
merupakan cikal bakal munculnya aliran ahlul-hadits.

Murid-murid Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, dan Adullah bin Umar selanjutnya meneruskan
usaha mereka. Di antara murid-murid itu adalah Sa’id bin Musayyab di Madinah, Ata bin Abi
Rabah di Mekah, Ibrahim an-Nakha’I di Kufah, Makhul di Suriah, dan Tawys bin Kisan al-
Yamani di yaman. Mereka dalah generasi tabi’in yang mengembangkan ilmu fiqih pada
periode selanjutnya.

2.2.4 Kemajuan dalam Bidang Arsitektur

Pada masa Dinasti Umayyah bidang arsitektur maju pesat. Terlihat dari bangunan-bangunan
artistik serta masjid-masjid yang memenuhi kota. Mereka memadukan gaya Persia dengan
nuansa Islam yang kental di setiap bangunan. Adapun pada masa Walid dibangun sebuah
masjid agung yang terkenal dengan sebutan Masjid Damaskus yang diarsiteki oleh Abu
Ubaidah bin Jarrah. Sedangkan kota yang dibangun di zaman ini dalah Kota Kairawan.
Didirikan oleh Uqbah bin Nafi ketika dia menjabat sebagai gubernur. Hasil rekayasa umat
Islam mengambil pola Persia, Romawi, dan Arab.

2.2.5 Kemajuan dalam Bidang Organisasi Militer

Di zaman ini militer dibagi menjadi 3angkatan. Yaitu angkatan darat (al jund), angkatan laut
(al bahariyah), dan angkatan kepolisian. Pada waktu ini juga diberlakukan Undang-Undang
Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil Ijbaryl), yang pada masa sebelumya disebut pasukan
sukarela.

Politik ketentaran yang digunakan adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang Arab
sendiri atau dari unsure Arab. Pada masa ini juga, dibangun Armada Islam yang terdiri dari
±17.000 kapal. Disamping itu Muawiyah membentuk “Armada Musim Panas dan Armada
Musim Dingin’, sehingga memungkinkan untuk bertempur di segala musim.

2.2.6 Kemajuan dalam Bidang Perdagangan

Setelah Bani Umayyah berhasil menaklukkan berbagai wilayah, jalur perdagangan jadi
semakin lancer. Ibu kota basrah di teluk Persi pun menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan
makmur, begitu pula kota Aden.

2.2.7 Kemajuan dalam Bidang Seni


Ketika Khalifah Abdul Mlik menjabat, mulailah dirintis pembuatan tirai, yakni cap resmi pada
pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan.

a. Seni sastra, berkembang dengan pesat sehinnga syair yang muncul senantiasa sering
menonjol dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi.

b. Seni suara, berkembang adalah seni baca Al-Qur’an, qasidah, music, dan lagu-lagu
yang bernafaskan cinta. Dan pada saat itu muncul para seniman dan qori’ ternama.

c. Seni ukir, penggunaan khot Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya dinding masjid dan tembok-tembok Istana yang diukir dengan khat
Arab. Misal Qushair Amrah.

2.2.8 Kemajuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan

Perkembangan ilmu pengetahuan meliputi ilmu kodokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti,
ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain.

2.2.9 Kemajuan dalam Bidang Politik dan Seni Budaya

Politik pada masa ini mengalami kemajuan yang pesat, sehinnga lebih teratur disbanding
dengan masa sebelumnya. Terutama dalam hal Khilafah, al-Kitabah, al- Hijabah, keuangan,
kehakimn, tata usaha negara.

Pada masa ini khalifah telah banyak memberikan konstribusi yang besar. Yakni dengan
dibangunnya rumh sakit di setiap kota yang pertama oleh Khalifah Walid Bin Abdul Malik. Di
bangun juga panti asuhan dan panti jompo.

2.3 Khalifah Dinasti Umayyah I

2.3.1 Muawiyah bin Ai Sufyan (41-61 H / 661-680 M)

Muawwiyah membagi dua kelompok dewan Syuro, yaitu dewan Syuro Khos (pusat) dan
Majelis Syuro sementara (ad hoc) yang memiliki jumlah lebih banyak terdiri dari berbagai
provinsi dan kota, di satu sisi ia membuka ruang untuk system pemerintahan yang lebih
terbuka dan di sisi lain ia juga mengampanyekan bentuk pemerintahan monarki dengan
mengangkat anaknya Yazid menjadi putera mahkota.

Semasa pemerintahan Umayyah peta islam melebar ke timur sampai kabu, Kandahar, Ghazni,
Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Selain itu kota Samarkand dan Tirmiz menjadi wilayah
kekuasaannya. Di selatan tentanranya sampai ke tepi sungai Sind (Indus), akan tetapi wilayah
Sind menjadi permanen dalam kekuasaan islam pada masa khalifah Walid bin Abdul Malik
tahun 707-715 M.

Di barat, panglima ‘Uqbah bin Nafi’ menaklukkan Carthage (kartagona), ibukota Bizantium di
Ifriqiya dan mendirikan masjid bersejarah Qayrawan dengan membangun pusat militer di
kota Qayrawan.

Muawwiyah juga berusaha untuk menaklukkan Konstantinopel, ibukota Romawi Timur yang
selalu menjadi ancaman kedaulatan islam sebanyak dua kali. Walaupun mengalami kegagalan,
namun tentara Muawwiyah berhasil menguasai pulau Rodes, Sijikas, Kreta, dan pulau-pulau
lain di laut tengah.
Muawwiyah juga seorang administrator ulung, dalam banyak hal ia melakukan perubahan. Ia
menerapkan untuk pertama kalinya Diwan Al Khotim dan Diwan Al Barid, diwan-diwan ini
kemudian berkembang maju pada masa pemerintahan Abdul Malik, dan ia juga yang pertama
kali membentuk pasukan pengawal pribadi yang terkenal dengan pasukan bertombak
pengawal raja.

Muawwiyah meninggal dunia pada bulan Rajab, tahun 60 H. bagi khalifah Bani Umayyah,
Muawwiyah merupakan teladan dalam hal kelembutan, semangat, kecerdasan, dan
kenegarawanan. Bukan saja raja pertama, tetapi raja arab yang terbaik.

2.3.2 Yazid bin Muawiyah (61-66 H / 680-685 M)

Masa pemerintahan Yazid sangat singkat, kurang lebih tiga tahun.Ia dibai’at oleh rakyat
dengan sepenuh hati terutama penduduk Mekah dan Madinah. Yazid memiliki kemampuan
dan memimpin perang lebih baik, jika dibandingkan dengan Hasan dan Husein, ia memimpin
perang melawan Bizantium sebanyak 27 kali walaupun tidak berhasil menaklukkan
konstantinopel.

Masa pemerintahannya meskipun monarki, namun masih terdapat majelis syuro dan para
penguasa dinasti ini tetap menggunakan sebutan Khalifah.

Pemerintahan Yazid ditandai dengan empat kejadian penting.Pertama, cucu Nabi SAW Husein
bin Ali terbunuh di Karbala menyebabkan golongan Syiah lahir secara sempurna dan menjadi
penentang utama kekuasaannya .Kedua, pasukan Yazid dibawah pimpinan Muslim bin ‘Uqbah
menyerang kota Madinah dalam peperangan di Harra, hal itu disebabkan ketidak setujuan
warga Madinah atas pemerintahan Yazid . Ketiga, penyerangan dan pengepungan kota
Mekkahserta pengrusakan Ka’bah (yang pada waktu itu mengakui Abdullah bin Zubair
sebagai khalifah mereka) oleh tentara Yazid yang masih dibawah pimpinan Hushain bin
Numair. Namun saat pengepungan dan penyerangan terjadi terdengar kabar bahwa Yazid
meninggal dunia pada tahun 683, maka para tentara tersebut menghentikan penyerangan dan
pengepungan kota Mekkah serta kembali ke Damaskus .Keempat, mengangkat kembali ‘Uqbah
bin Nafi’ menjadi gubernur kedua kalinya di Ifriqiyah.

Pemerintahan pun dipegang oleh putera Yazid, Muawwiyah II.Ia tidak terlalu tertarik dengan
kekuasaan, dan setelah memangku jabatan selama beberapa bulan Muawwiyah II meninggal
dunia, dialah khalifah terakhir dari keluarga Abu Sufyan.

2.3.3 Abdul Malik bin Marwan bin Hakam (66-87 H / 685-705 M)

Setelah meninggalnya Marwan bin Hakam kondisi kekhalifahan kacau dan hamper terjadi
perang antar suku, akan tetapi dengan diangkatnya abdul Malik bin Marwan sebagai Khalifah
semua dapat terkendali.

Periode pemerintahannya adalah periode emas dinasti Umayyah.Ia mengadakan berbagai


macam pembaruan, diantaranya penggunaan Bahasa arab secara resmi sebagai Bahasa Negara
setelah sebelumnya kekhalifahan menggunakan Bahasa Qibti, Suryani dan Yunani dalam
pemerintahan.Ia juga mencetak mata uang dengan nama Dinar, Dirham dan Fals. Kemudian ia
mendirikan kantor kas Negara di Damaskus. Selain itu, pertama kali dalam sejarah Bahasa
arab menggunakan (.) dan (,) dan pembaharuan kaidah yang telah dimulai pada masa khalifah
Ali bin Abi Tholib.

Pelayanan pos dan telekomunikasi juga ditingkatkan dnegan menugaskan seorang dinas pos
yang akan segera mengirim berita penting.

Khalifah Abdul Malik terkenal sebagai seorang yang suka arsitektur, ia mendirikan masjid
Qubbatus Syaqra’ dan istana-istana serta bangunan yang indah .

2.3.4 Walid bin Abdul Malik bin Marwan (87-97 H / 705-715 M)

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul Malik.
Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat
Islam hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika
Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Al-Jazair, Maroko,
Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai.

2.3.5 Umar bin Abdul Aziz (98-101 H / 717-720 M)

Semula Umar menolak untuk menerima amanah sebagai khalifah, namun karena didesak oleh
kaum muslimin ketika itu akhirnya ia menerima walaupun dengan berat.Ucapannya yang
terkenal ketika menerima amanh itu ialah “Innalillah Wainna Ilaihi Rojiun”, seperti orang
sedang ditimpa mushibah.

Setelah menjadi khalifah ia kirimkan seluruh harta kekayaan ke kantor kas Negara, termasuk
perhiasan pribadi istrinya, Fathimah binti Abdul Malik yang didapat dari pemberian
ayahnya.Ia menanggalkan semua kemewahan hidupnya demi memikul amanah ini.

Suatu ketika ia pernah terlmabat perg ke masjid di hari jumat, karena pakaian satu-satunya
yang dipenuhi tempelan jahitan belum kering dicuci. Di lain hari anak bungsunya menghadap
kepadanya karena sudah tidak tahan dengan makanan-makanan kasar yang menjadi konsumsi
mereka, ia berkata: wahai anakku, apakah kau senang makan makanan lezat sedangkan
yahmu masuk neraka?”.

Kebijakan Umar dalam menata adminstrasi terfokus untuk memberikan jaminan keamanan
bagi rakyat, demi memberikan keamanan dan kenyamanan bagi rakyat ia meninggalkan
kebijakan-kebijakan pendahulunya yang memfokuskan pada perluasan dan penguasaan
Negara.

Kebijakan yang ditetapkan; mengatur para penguasa dan pejabat daerah. Netral dan adil
dalam pemberian hak dan kewajiban kepada orang arab dan mawali. Mereka yang tidak cakap
dan mampu, ber-KKN dan Zalim serta tidak memihak kepada kepentingan rakyat dipecat
tanpa pandang bulu.

Ia adalah satu-satunya khalifah Bani Umayyah yang mampu meredam konflik antar golongan
dan sekte, para da’I, alim ulama, dan sufi berbondong-bondong dating dari berbagai kawasan,
masa itu betul-betul masa keemasan islam.

Umar pun telah memikirkan penggantinya yang lain dari pada yang diwasiatkan Abdul Malik
yakni Yazid bin Abdul Malik. Ia sadar Yazid bin Abdul Malik tidak layak untuk memangku
jabatan itu. Tetapi sebelum ia melakukan apa yang sebaiknya dilakukan maut telah
menyambutnya, ia meninggal pada tahun 720.

2.3.6 Yazid bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam (101-105 H / 717-720 M)

Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan
kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman berubah menjadi
kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan
konfrontasi terhadap pemerinyahannya.

2.3.7 Hisyam bin Abdu Malik bin Marwan (105-125 H / 724-743 M)

Pada masa ini kekacauan semakin bertambah bahkan ada satu kekuatan baru yang menjadi
tantangan berat bagi Dinasti Umayyah . kekuatan itu berasal dari Bani Hasyim yang didukung
oleh golongan mawali. Pada perkembangan berikutnya, kekuatan ini dapat menghancurkan
Dinasti Umayyah.

2.4 Kemunduran Dinasti Umayyah I

Bani Umayyah mengalami keruntuhan oleh banyak hal, diantaranya adalah terbaginya
kekuassaan ke dalam dua wilayah. Khalifah Marwan bin Muhammad berkuasa di wilayah
Semenanjung Tanah Arab, dan Khalifah Yazid bin umar berkuasa di wilayah Wasit. Tetapi
yang paling kuat adalah yang berpusat di Semenanjung Tanah Arab. Sehinnga para pendiri
Bani Abbasiyah terus-menerus mengatur strateginya untuk menmbangkan Khalifah Marwan.
Dan diantara faktor kemunduran Dinasti Umayyah adalah :

a. System pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan system pergantian khalifah menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak
sehat di kalankan keluarga istana.

b. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-
konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah dan Khawarij terus menjadi gerakan
oposisi. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini menyedot perhatian kekuatan para
pemerintah.

c. Pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani
Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini
mengakibatkan para penguasa mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dn kesatuan.

d. Ketidakpuasan golongan mawali, terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya,
terhadap perbedaan tingkat sosial.

e. Lemahnya pemerintahan juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana
sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka
mewarisi kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian
para pemerintah sangat kurang terhadap perkembangan agama.

f. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abdul
Muthalib.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Bani Umayyah atau kekhalifahan Umaiyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di jazirah Arab yang berpusat di
Damaskus, Syiria, serta dari 756-1031 di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Masa kekhalifahan
Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin
Abi Sufyan. Nama Dinasti Umayyah diambil dari nama nenek moyang mereka yaitu Umayyah
bin Abdi Syams bin Abdimanaf. Ia adalah salah seorang terkemuka dalam dalam persukuan
pada zaman Jahiliyah, bergandeng dengan pamannya Hasyim bin Abdimanaf. Umayyah dan
Hasyim berebut pengaruh politik dalam proses-proses sosial-politik pada zaman Jahiliyah,
namun Umayyah lebih dominan.

Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang bergantian memimpin dalam masa
pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah (661) sampai dengan Marwan II (750).

Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, pemerintahan agama Islam mengalami banyak
kemajuan baik dalam politik, seni budaya, maupun ilmu pengetahuan. Tetapi, pemerintahan
Dinasti Umayyah runtuh akibat banyaknya penguasa yang berfoya-foya dan adanya
pemberontakan dari golongan yang tidak puas.

3.2 Kritik dan Saran

Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan saran dan kritik :

3.2.1. Bagi pembaca, diharapkan mampu memberikan masukan kepada pemakalah jika
terdapat kekurangan dan kesalahan. Dan semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan
tentang Fungsi Al-Qur’an bagi Umat Manusia.

3.2.2. Bagi penulis, diharapkan mampu lebih berhati-hati dalam menulis dan selalu
memperhatikan kaidah tulisan dan senantiasa memperbanyak literature mengenai makalah
yang telah dibuat.

Daftar Pusaka

Rifky ramadhan E. 2019. Makalah di presentasikan pada Kelas VIII F Smpn 1 Ciparay
Tentang Daulah Umayyah 20 oktober,Ciparay

Anda mungkin juga menyukai