Anda di halaman 1dari 6

MINERAL BATUAN

Batu apung (pumice) adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung
buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai
batuan gelas volkanik silikat. Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan
gunungapi yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi
secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai
sifat vesicular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur selular)
akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya
terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunungapi.
Sedangkan mineral-mineral yang terdapat dalam batu apung adalah feldspar, kuarsa,
obsidian, kristobalit, dan tridimit.

Gambar 1 : Batu Apung

Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan asal terbentuknya sama
dengan batu apung adalah pumicit, volkanik cinter, dan scoria. Didasarkan pada cara
pembentukan, distribusi ukuran partikel (fragmen), dan material asalnya, batu apung
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu: sub-areal, sub-aqueous, new ardante,
dan hasil endapan ulang (redeposit). Sifat kimia dan fisika batu apung antara lain, yaitu:
mengandung oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, Na2O, K2O, MgO, CaO, TiO2, SO3, dan Cl,
hilang pijar (Loss of Ignition) 6%, pH 5, bobot isi ruah 480 – 960 kg/cm3, peresapan air
(water absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound transmission)
rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas (thermal
conductivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam. Keterdapatan
batu apung selalu berkaitan dengan rangkaian gunungapi berumur Kuarter sampai
Tersier. Penyebaran meliputi daerah Serang, Sukabumi, Pulau Lombok, dan Pulau
Ternate.

Granit merupakan salah satu batuan beku, yang bertekstur granitik dan struktur
holokristalin, serta mempunyai komposisi kimia ±70% SiO2 dan ±15% Al2O3,
sedangkan mineral lainnya terdapat dalam jumlah kecil, seperti biotit, muskovit,
hornblende, dan piroksen. Umumnya granit berwarna putih keabuan, Sebagai batu hias
warna granit lainnya adalah merah, merah muda, coklat, abu-abu, biru, hijau, dan
hitam, hal ini tergantung pada komposisi mineralnya. Granit merupakan batuan beku
asam plutonik atau terbentuk dan membeku dalam kerak bumi. Bentuk cebakan yang
terjadi dapat berupa dike, sill, atau dalam bentuk masa yang besar dan tidak beraturan.
Batuan lelehan dari granit disebut rhiolit, yang mempunyai susunan kimia dan
mineralogy yang sama dengan granit tetapi tekstur dan strukturnya berlainan.
Granit mempunyai sumber cadangan yang potensial, namun sampai saai ini belum
banyak yang ditambang. Potensi tersebut terdapat di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.

Gambar 2 : Granit

Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik,
secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam
terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan
siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang.
Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam,
tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum ditemukan
berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral
metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3).
Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit,
tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan
magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan
campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain. Potensi batu kapur di
Indonesia sangat besar dan tersebar hampir merata di seluruh kepulauan Indonesia.
Sebagian besar cadangan batu kapur Indonesia terdapat di Sumatera Barat

Gambar 3 : Batu Gamping

Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau
malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya
endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk berbagai
foliasi mapun non foliasi. Akibat rekristalisasi struktur asal batuan membentuk tekstur
baru dan keteraturan butir. Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 30–60 juta
tahun atau berumur Kuarter hingga Tersier. Marmer akan selalu berasosiasi
keberadaanya dengan batugamping. Setiap ada batu marmer akan selalu ada
batugamping, walaupun tidak setiap ada batugamping akan ada marmer. Karena
keberadaan marmer berhubungan dengan proses gaya endogen yang
mempengaruhinya baik berupa tekan maupun perubahan temperatur yang tinggi. Di
Indonesia penyebaran marmer tersebut cukup banyak. Penggunaan marmer atau batu
pualam tersebut biasa dikategorikan kepada dua penampilan yaitu tipe ordinario dan
tipe staturio. Tipe ordinario biasanya digunakan untuk pembuatan tempat mandi, meja-
meja, dinding dan sebagainya, sedangka tipe staturio sering dipakai untuk seni pahat
dan patung
Gambar 4 : Batu marmer

Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari material lempung dengan
kandungan besi yang rendah, dan umumnya berwarna putih atau agak keputihan.
Kaolin mempunyai komposisi hidrous alumunium silikat (2H2O.Al2O3.2SiO2), dengan
disertai mineral penyerta. Proses pembentukan kaolin (kaolinisasi) dapat terjadi melalui
proses pelapukan dan proses hidrotermal alterasi pada batuan beku felspartik.
Endapan kaolin ada dua macam, yaitu: endapan residual dan sedimentasi. Mineral
yang termasuk dalam kelompok kaolin adalah kaolinit, nakrit, dikrit, dan halloysit
(Al2(OH)4SiO5.2H2O), yang mempunyai kandungan air lebih besar dan umumnya
membentuk endapan tersendiri. Sifat-sifat mineral kaolin antara lain, yaitu: kekerasan 2
– 2,5, berat jenis 2,6 – 2,63, plastis, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang
rendah, serta pH bervariasi. Potensi dan cadangan kaolin yang besar di Indonesia
terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Pulau Bangka dan Belitung,
serta potensi lainnya tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Sulawesi Utara.

Gambar 5 : Kaolin
Gneiss adalah typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada saat
batuan sediment atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang dalam
mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi. Hampir dari semua jejak jejak asli
batuan ( termasuk kandungan fosil) dan bentuk bentuk struktur lapisan ( seperti layering
dan ripple marks) menjadi hilang akibat dari mineral-mineral mengalami proses migrasi
dan rekristalisasi. Pada batuan ini terbentuk goresan goresan yang tersusun dari
mineral mineral seperti hornblende yang tidak terdapat pada batuan batuan sediment.
Pada batuan gneiss, kurang dari 50 persen dari mineral mineral menjadi mempunyai
bentuk bentuk penjajaran yang tipis dan terlipat pada lapisan-lapisan. Kita dapat melihat
bahwasannya tidak seperti pada batuan schist yang mempunyai pensejajaran mineral
yang sangat kuat, batuan gneiss tidak retak atau hancur sepanjang bidang dari
pensejajaran mineral tersebut, dan terbentuk urat-urat yang tebal yang terdiri dari
butiran-butiran mineral di dalam batuan tersebut, hal ini tidak seperti kebanyakan
bentuk bentuk perlapisan yang terdapat pada batuan schist. Dengan proses
metamorfosa lebih lanjut batuan gneiss dapat berubah menjadi magmatite dan akhirnya
terkristalisasi secara total menjadi batuan granit. Meskipun batuan ini terubah secara
alamiah, gneiss dapat mengekalkan bukti terjadinya proses geokimia di dalam sejarah
pembentukannya, khususnya pada mineral mineral seperti zircon yang bertolak
belakang dengan proses metamorfosa itu sendiri. Batuan batuan keras yang berumur
tua seperti pada batuan gneiss yang berasal dari bagian barat Greenland, Isotop atom
karbon dari batuan tersebut menunjukkan bahwasannya ada kehidupan pada masa
batuan tersebut terbentuk , yaitu sekitar 4 millyar tahun yang lalu.

Gambar 6 : Gneiss

Anda mungkin juga menyukai