Anda di halaman 1dari 41

Laporan kasus

Rehabilitasi Medik pada Pasien


Post Stroke Infark
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Disusun oleh
Alif Ramadhan
21904101005

Pembimbing
dr. Ingrid Melia Kartika, Sp. KFR

KEPANITERAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM ILMU


REHABILITASI MEDIK
RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG

1
2

2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat, Hidayah, serta Inayah-Nya kepada penyusun sehingga laporan kasus
rehabilitasi medik ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas kepanitraan klinik
madya dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang rehabilitasi
pada pasien stroke infark.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kata sempurna.
Kritik dan saran membangun dari pembimbing klinik dan pembaca sangat
diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas perhatiannya dalam penyusunan
laporan kasus ini, penyusun mengucapkan banyak terima kasih.
Penyusun menyampaikan ucapan terimakasih khususnya kepada dosen
pembimbing dr. Ingrid Melia Kartika, Sp. KFR yang telah memberikan waktu,
tenaga dan ilmu kepada penyusun, serta teman sejawat yang telah mendukung
penyusunan laporan ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang
membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang kedokteran.

Banyuwangi, 19 Mei 2021

Penyusun
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab utama


kematian di Indonesia. Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia
dibawah 45 tahun terus meningkat1. Stroke merupakan penyebab kematian nomor
satu di berbagai rumah sakit di tanah air. Hasil survey menyatakan stroke
merupakan penyebab kematian/kecacatan utama di Indonesia2.
Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik. Tujuan utama penatalaksanaan pasien stroke meliputi tiga hal, yaitu
mengurangi kerusakan neurologik lebih lanjut, menurunkan angka kematian,
gangguan mobilisasi dan mencegah serangan berulang 1.
Masalah yang sering dialami oleh penderita stroke dan yang paling
ditakuti adalah gangguan gerak. Penderita mengalami kesulitan saat berjalan
karena mengalami gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi
gerak. Latihan pergerakan bagi penderita stroke merupakan jalan untuk mencapai
kemandirian pasien. Pergerakan yang terus dilatih akan membantu pemulihan
fungsi ekstremitas, latihan disesuaikan dengan kondisi 2.
Rehabilitasi Medik adalah tindakan yang untuk mengurangi atau
menghilangkan dampak keadaan sakit, nyeri, cacat dan atau halangan serta
meningkatkan kemampuan pasien mencapai integrasi sosial. Rehabilitasi Medik
merupakan upaya pelayanan medik komprehensif3.
Rehabilitasi pada pasien stroke dapat dimulai sedini mungkin dengan
kondisi sesuai jenis stroke. Pada stroke non hemoragik tanpa komplikasi dapat
dilakukan hari ke 2-3, jika ada komplikasi maka harus ditangani terlebih dahulu.
Pada pasien stroke perdarahan dapat dimulai pada hari ke 8-9. Rehabilitasi pada
pasien stroke sesuai dengan klinis pasien dan gejala yang tersisa setelah fase
akut3.
4

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaiamana penanganan rehabilitasi medik pada pasien pasca stroke?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Untuk mengetahui modalitas dan jenis rehabilitasi medic pada pasien pasca stroke

1.4 MANFAAT PENULISAN


Dapat mengetahui modalitas dan jenis rehabilitasi medic pada pasien pasca stroke.
5

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. S
Usia : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Singojuruh
Pekerjaan : IRT
Pendidikan terakhir : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Periksa : 27 April 2021

2.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kaki kiri dan tangan kiri lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang kepoli rehabilitasi medik untuk fisioterapi pasca
serangan stroke 3 bulan yang lalu. Pada saat serangan siang hari, pasien
yang saat itu berada dirumah tiba tiba badan terasa lemas dan tidak bisa
digerakan. Anak pasien mengatakan pada saat itu bicara pasien mulai tidak
jelas namun paham apa yang orang lain bicarakan dan bibirnya seperti
tidak simetris, setelah itu pasien dibawa ke RS. Muntah disangkal, riwayat
jatuh disangkal, riwayat kejang disangkal, nyeri kepala disangkal, tidak
ada penurunan kesadaran.
Setelah pulang dari RS pasien kontrol ke poli saraf ada kemajuan
pada artikulasi pengucapan namun kaki dan tangan masih lemah, pasien
kemudian disarankan untuk fisioterapi ke poli rehabilitasi medik. Saat
anamnesa pasien sudah mengalami kemajuan bicara sudah sedikit jelas
namun kegaiatan sehari hari membutuhkan bantuan dan tidak bisa mandiri.
6

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : (+) Tidak terkontrol
- Riwayat diabetes mellitus : (+) Terkontrol
- Riwayat gangguan darah : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
5. Riwayat Alergi : disangkal
6. Riwayat Pengobatan
- Pasien langsung di bawa ke IGD RS Fatimah setelah serangan,
kemudian rutin kontrol dipoli saraf.
7. Riwayat Kebiasaan : Rokok (-), Kopi (-), Olahraga (-), Jamu (-)
8. Riwayat Ekonomi : Menengah
9. Riwayat Lingkungan : Pasien tinggal dengan suami. Rumah 1
lantai, kamar mandi tidak terdapat rel.
10. Aktivitas sehari-hari : pasien ibu rumah tangga.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : lemah, status gizi cukup
2. Kesadaran : Composmentis (GCS E4V5M6)
3. Tanda Vital
a. Tensi : 120/105
b. Nadi : 60x/menit, reguler
c. RR : 26x/menit, reguler
d. Suhu : Tidak dilakukan
4. Kulit
Warna kulit sawo matang, turgor kulit normal, ikterik (-), pucat (-), ptechie
(-)
5. Kepala
Bentuk normosephalic, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, makula (-),
papula (-), nodul (-)
7

6. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), katarak
(-/-), edema palpebra (-/-), cowong (-/-), pupil isokor, diameter 3mm,
radang (-/-), lagoftalmus (-/-), epifora (-/-), celah mata tertutup.
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-/-),
cuping hidung tidak tertinggal saat diminta menggerakkan.
8. Mulut
Sianosis (-), bibir kering (-), lidah defiasi kekiri (+), tremor (-), gusi
berdarah (-), sudut bibir kiri tertinggal saat pasien diminta untuk
meringis (+)
9. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-/-), secret (-/-), pendengaran berkurang (-/-)
10. Tenggorokan
hiperemi (-), tonsil membesar (-/-), uvula tidak dapat dievaluasi.
11. Leher
Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
12. Toraks
Simetris, retraksi subkostal (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
Cor
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis kuat angkat
P : Batas kiri atas : ICS II linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas : ICS II linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah : ICS V linea medio clavicularis sinistra
Batas kanan bawah : ICS IV linea para sterna dekstra
Pinggang jantung : ICS II linea para sternalis sinistra (kesan
jantung tidak melebar)
A : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo : statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-), luka (-)
P : fremitus taktil kanan = kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
8

P : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

A : suara dasar vesikuler di semua lapang paru, suara tambahan (-)


Rhonki Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -

13. Abdomen
I : dinding perut tampak datar
A : bising usus normal
P : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, pembesaran lien (-)
P : timpani seluruh lapang perut
14. Sistem Collumna Vertebralis :
I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P : nyeri tekan (-)
15. Ektremitas:
Atas : Akral dingin (-/-), Edema (-/-), ulkus (-/-)
Bawah : Akral dingin (-/-), Edema (-/-), ulkus (-/-)
16. Sistem genetalia: dalam batas normal
2.4 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Kesan Umum
- Kesadaran : Composmentis, E4V5M6
- Pembicaraan : disartria (berkurang), monoton (-), afasia (-)
- Kepala : bentuk normal, simetris
- Wajah : mask face (-), fullmoon face (-)
2. Pemeriksaan Saraf Kranialis
Nervus I Dextra Sinistra
Hyper/anosmi
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
a
Parosmia Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9

Nervus II Dextra Sinistra


Visus 1/60 1/60
Luas Lapang
Normal Normal
Pandang

Tes Buta Warna Normal Normal

Funduskopi Tidak dilakukan

Nervus III, IV, VI Dextra Sinistra


Kedudukan bola mata Normal Normal
Pergerakan bola Ke nasal Normal Normal
Ke temporal Normal Normal
mata
Ke atas Normal Normal
Ke bawah Normal Normal
Ke temporal bawah Normal Normal
Eksoftalmus (-) (-)
Celah mata Ptosis (-) (-)
Lagoftalmus (-) (-)
Pupil Bentuk Bulat Bulat
Lebar 3mm 3mm
Perbedaan lebar Isokor Isokor
Reaksi cahaya langsung Normal Normal
Reaksi cahaya konsesuil Normal Normal
Reaksi konvergensi Normal Normal

Nervus V Dextra Sinistra


Cabang Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
motorik

Cabang I (optalmikus) Normal Normal


II (maksilaris) Normal Normal
sensorik
III(mandibularis Normal Normal
)

Nervus VII (diam) Dextra Sinistra


Tinggi alis Normal Normal
Sudut mulut Normal Tertinggal
Lipat nasolabial normal mendatar
Hyperakusis Tidak dilakukan
Sekresi air mata Normal Normal
10

Nervus VII Dextra Sinistra


Waktu gerak
Mengerutkan dahi (+) (+)
Mengangkat alis (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Gerakan cuping hidung (+) (+)
Tersenyum Garis senyum (+) datar
Menggembungkan pipi (+) (-)
Mecucu/bersiul Berkurang Berkurang
Sensoris : Pengecapan Tidak dilakukan
2/3 anterior lidah

Nervus VIII Dextra Sinistra


Vestibular Cochlear
Vertigo Tidak dilakukan Weber Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak dilakukan Rinne Tidak dilakukan
Tinnitus Tidak dilakukan Schwabach Tidak dilakukan
aureum
Tes kalori Tidak dilakukan

Nervus IX dan X
Bagian motoric
Suara Suara biasa
biasa/parau/ta
k bersuara
Menelan Menurun
Kedudukan Bagian
arcus pharynx kiri
menurun
Kedudukan Tidak dapat dievaluasi
uvula
Detak jantung 60 x/menit Bising (+) normal
usus

Bagian sensorik
11

Pengecapan Tidak dilakukan


1/3 belakang
lidah

Nervus XI Dextra Sinistra


Mengangkat bahu Normal (-)
Memalingkan kepala Normal (-) gerak lambat

Nervus XII Dextra Sinistra


Kedudukan lidah waktu Deviasi ke kiri
istirahat
Kedudukan lidah waktu Pergerakan menurun
gerak
Atrofi (-) (-)
Fasikulasi/tremor (-) (-)
Kekuatan lidah menekan Menurun Dbn
bagian dalam

3. Pemeriksaan Motorik
- Kekuatan otot :
555 333
555 333

- Palpasi otot : nyeri (-), kontraktur (-), konsistensi lunak


- Tonus otot
a. Hipertonus : lengan (-/+), tungkai (-/+)
b. Spastik : lengan (-/+), tungkai (-/+)
c. Rigid : lengan (-/-), tungkai (-/-)
- Gerakan Involunter: tremor saat istirahat (-), tremor saat bergerak (-)
4. PemeriksaanSensorik
Rasa eksteroceptik Dekstra Sinistra
- Rasa nyeri Normal Menurun
superficial
- Rasa suhu panas/ Normal Normal
dingin
- Rasa raba ringan Normal Menurun
Rasa proprioceptik
- Rasa tekan Normal Normal
12

5. Pemeriksaan Refleks
- Refleks fisiologis
BPR +2/+3 KPR +2/+3
TPR +2/+3 APR +2/+3
- Refleks Patologis
Babinski -/- Oppenheim -/- Gorda -/-
Chaddock -/- Hoffman-Trommer -/- Gordon -/-
2.5 DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Stroke infark
2. Stroke hemoragik

2.6 RESUME
Pasien datang kepoli rehabilitasi medik untuk fisioterapi pasca serangan
stroke 3 bulan yang lalu. Pada saat serangan siang hari, pasien yang saat itu
berada dirumah badan tiba tiba merasa lemas dan tidak bisa digerakan. Anak
pasien mengatakan pada saat itu bicara pasien mulai tidak jelas namun paham apa
yang orang lain bicarakan dan bibirnya seperti tidak simetris, setelah itu pasien
dibawa ke RS. Muntah disangkal, riwayat jatuh disangkal, riwayat kejang
disangkal, nyeri kepala disangkal, tidak ada penurunan kesadaran. Setelah pulang
dari RS pasien kontrol ke poli saraf ada kemajuan pada artikulasi pengucapan
namun kaki dan tangan masih lemah, pasien kemudian disarankan untuk
fisioterapi ke poli rehabilitasi medik. Saat anamnesa pasien sudah mengalami
kemajuan bicara sudah sedikit jelas namun kegiatan sehari hari membutuhkan
bantuan dan tidak bisa mandiri.
Tidak memiliki riwayat hipertensi dan diabetes. Pemeriksaan fisik
didapatkan pasien dengan TD 120/105, nadi, respirasi rate dalam batas normal,
didapatkan gangguan disartria yang sudah mulai membaik, Pemeriksaan nervus
kranialis didaptkan gangguan pada fungsi nervus VII, nervus IX, X, XII.
peningkatan BPR, TPR, KPR, APR sinistra, penurunan refleks motorik
ekstremitas kiri atas dan motorik ekstremitas kiri bawah, hypertonus dan spastic
pada ekstremitas kiri.
13

2.7 DIAGNOSA KERJA


Diagnosa klinis : hemiparese sinistra, paralisis nervus VII XII sentral
sinistra, dan nervus IX, XII
Diagnosa etiologi : stroke infark
Diagnosa topis : subkortikal (capsula interna)
Diagnosa Fungsional:
Impairment : Kelemahan anggota gerak kiri
Disability : Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Handicap : Tidak dapat melakukan kegiatan sosial (kesulitan beribadah)

2.9 PENATALAKSANAAN
TERAPI FARMAKOLOGI
 Clopidogrel 1x1
 Aspilet chew tab 1x1
 Citicolin 500 mg 3x1
 Mecobalamin 500mg 2x1

INDEKS BARTHEL

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

Bladder Kontinensia, tanpa memakai alat bantu. 10


Kadang-kadang ngompol. 5 10
Inkontinensia urin. 0

Bowel/BA Kontinensia, supositoria memakai alat bantu. 10


B Dibantu. 5 5
Inkontinensia alvi. 0

Toileting Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan dubur 10


tidak mengotori baju), boleh berpegangan pada
dinding, benda, memakai bad pan.Dibantu hanya 5
salah satu kegiatan diatas. 5
Dibantu.
14

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

Kebersiha Tanpa dibantu cuci muka, menyisir rambut, hias, 5


n diri gosok gigi, termasuk persiapan alat-alat tersebut. 5
Dibantu. 0

Berpakaia Tanpa dibantu/dibantu sebagian. 10


5
n Dibantu. 5

Makan Tanpa dibantu. 10


Memakai alat-alat makan dibantu sebagian. 5 10
Dibantu. 0

Transfer/ Tanpa dibantu berpindah. 15


berpindah Bantuan minor secara fisik atau verbal. 10
Bantuan mayor secara fisik, tetapi dapat duduk tanpa 5 5
dibantu. 0
Tidak dapat duduk / berpindah.

Mobilitas Berjalan 16m di tempat datar, boleh dengan alat 15


bantu kecuali rolling walker, berjalan tanpa dibantu.
Menguasai alat bantunya, memakai kursi roda dengan 10 10
dibantu. 5
Immobile.

Naik turun Tanpa dibantu. 10


tangga Dibantu secara fisik / verbal. 5 0
Tidak dapat. 0

Mandi Tanpa dibantu. 5


0
Dibantu. 0

Total 100 55

Nilai Interpretasi
0-20 Disabilitas Total
25-45 Disabilitas Berat
50-75 Disabilitas Sedang
15

80-90 Disabilitas Ringan


100 Mandiri
Interpretasi : 55 (Disabilitas Sedang)
16

REHABILITASI MEDIK
Masalah Rehabilitasi Medik :
a. Kelemahan anggota gerak kiri.
b. Gangguan mobilisasi, transfer dan ambulasi.
c. Gangguan bicara yaitu disartria.
d. Gangguan menelan
e. Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai
baju, ibadah, bersosialisasi, bekerja.
1. Fisioterapi
Evaluasi :

 Kontak dan pemahaman baik.


 Gangguan dalam mobilisasi, transfer dan ambulasi
 Kelemahan extremitas superior dan inferior sinistra, dengan
kekuatan otot
555 333
555 333

Program :
 Infra red ekstremitas superior dan inferior sinistra
 Latihan lingkup gerak sendi (LGS) aktif untuk ekstremitas superior
dan inferior sinistra
 Latihan peningkatan kekuatan otot-otot ekstremitas superior dan
inferior sinistra
 Streching ekstremitas superior dan inferior sinistra
 Latihan mobilisasi, transfer dan ambulasi.
 Latihan keseimbangan
2. Terapi Okupasi
Evaluasi :

 Kontak dan pemahaman baik.


 Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari seperi BAB, memakai
baju, mandi, ibadah, berkerja
17

 Nilai indeks barthel 55


Program :
 Latihan peningkatan aktivitas sehari-hari dengan aktivitas dan
ketrampilan.
3. Terapi wicara
Evaluasi :

 Kontak dan pemahaman baik


 Bicara artikulasi tidak terlalu jelas
Program :

 Masase otot oral


 Latihan artikulasi dengan cara : modifikasi tingkah laku,
penggunaan prosthetic, latihan respirasi, fonasi, artikulasi, prosodi.
Menggunakan cara komunikasi non vokal seperti papan komunikasi,
papan alfabet, sistem gestural, komputer, speech synthesizers
4. Ortotik Prostetik
Evaluasi :
 Kontak dan pemahaman baik.
 Kelemahan extremitas superior dan inferior sinistra
555 333
555 333

Program :
 Saat ini penderita menggunakan wheel chair dapat diganti dengan
walker
5. Psikologi
Evaluasi :

 Kontak dan pemahaman baik.


 Penderita tampak baik secara psikologi dan emosional. Penderita
tampak semangat untuk tetap berlatih dirumah
Program :
18

 Memberikan dukungan mental pada penderita dan keluarga tentang


penyakit penderita dan prognosisnya.
 Fase penyesuaian
6. Sosial Medik
Evaluasi :
 Penderita seorang ibu rumah tangga, menggunakan asuransi BPJS.
Program :

 Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita untuk


berobat dan berlatih secara teratur.
2.10 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
03/05/2021 Kelemahan Motorik : Diagnosa -Program
anggota 55 34 klinis: fisioterapi:
gerak kiri, 5 4 hemiparese IR, latihan
susah saat 55 34 sinistra, parese ROM active
makan. 5 4 nervus VII, XII assistevie dan
Hiperrefleks
Disatria central sinistra keseimbangan
(S)
dan nervus IX, -Program
Spastic (S)
X. okupasi
Diagnosa latihan
etiologi : keterampilan
stroke infark aktivitas
Diagnosa topis: sehari hari
Subkortikal ( indeks
(capsula barthel 55)
interna) -ortotik
prostetik :
walker
19

-Program
psikologi :
dukungan
untuk tetap
latihan
06/05/2020 Kelemahan Motorik : Diagnosa -Program
anggota 555 444 klinis: fisioterapi:
gerak kiri, 555 444 hemiparese IR, latihan
Disatria Spastic (S) sinistra, parese ROM active
nervus VII, XII assistevie dan
central sinistra keseimbangan
dan nervus IX, -Program
X. okupasi
Diagnosa latihan
etiologi : keterampilan
stroke infark aktivitas
Diagnosa topis: sehari hari
Subkortikal ( indeks
(capsula barthel 60)
interna) -ortotik
prostetik :
walker
-Program
psikologi :
dukungan
untuk tetap
latihan
18/05/2021 Kelemahan Motorik : Diagnosa -Program
anggota 555 444 klinis: fisioterapi:
gerak kiri, 555 444 hemiparese IR, latihan
Disatria Spastic (S) sinistra, parese ROM active
berkurang nervus VII, XII assistevie dan
central sinistra keseimbangan
20

dan nervus IX, -Program


X. okupasi
Diagnosa latihan
etiologi : keterampilan
stroke infark aktivitas
Diagnosa topis: sehari hari
Subkortikal ( indeks
(capsula barthel 60)
interna) -ortotik
prostetik :
walker
-Program
psikologi :
dukungan
untuk tetap
latihan

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI dan EPIDEMIOLOGI STROKE


21

Stroke adalah sindroma yang ditandai dengan gangguan fungsi otak, fokal
atau global yang mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
kematian yang disebabkan oleh gangguan vascular otak5.

Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dan secara cepat, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak
karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan
gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat atau kematian5.

Kurang lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik, dan
51% karna trombosis arteri akibat proses aterosklerosis. Kurang lebih 32% stroke
disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan darah yang lepas dari
tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan frekuensinya sekitar 20% dari seluruh
kejadian stroke. Menurut Yayasan Stroke Indonesia, setiap tahun diperkirakan
500.000 penduduk mengalami serangan stroke dan 25% di antaranya (125.000
penduduk) meninggal, sisanya mengalami cacat ringan maupun berat1.

3.2 FAKTOR RESIKO

Kelompok faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan


kelompok faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan
fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Kelompok faktor
risiko yang dapat dimodifikasi merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan
dapat dimodifikasi3
22

Gambar 1. Tabel faktor resiko stroke3

3.3 KLASIFIKASI STROKE

Berdasarkan kelainan patologis, stroke dapat dibagi menjadi5:

a. Stroke hemoragik : Perdarahan intra serebral dan Perdarahan ekstra serebral


(sub-arakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik atau stroke iskemi: Stroke trombotik dan stroke emboli

Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya


penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama
makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran
darah ini menyebabkan iskemia. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah
yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal5.

Stroke Emboli yaitu stroke akibat emboli yang timbul dari lesi ateromatus
yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan kecil dapat
terlepas dari trombus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan
23

menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan


infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen5.

3.4 ANATOMI PEMBULUH DARAH

Gambar 2. Sirkulus willisi

Hemisfer otak disuplai oleh 3 pasang arteri besar : arteri serebri anterior,
media dan posterior. Arteri serebri anterior dan media bertanggung jawab
terhadap sirkulasi di bagian depan dan merupakan cabang dari arteri karotis
interna. Arteri serebri Posterior merupakan cabang dari arteri basilaris dan
membentuk sirkulasi pada bagian belakang otak, yang juga mensuplai talamus,
batang otak dan otak kecil6.
Arteri cerebri anterior mencabangkan arteri komunikans anterior sehingga
membagi dua segmen arteri serebri anterior menjadi segmen proksimal dan distal.
Cabang-cabang kortikal dari arteri serebri anterior akan mensuplai darah untuk
daerah lobus frontalis, permukaan medial korteks serebri sampai prekuneus,
korpus kalosum, permukaan lateral dari girus frontalis superior dan medius.
Cabang-cabang sentralnya mengurusi hipotalamus, area preoptika dan
supraoptika, kaput nukleus kaudatus, bagian anterior dari kapsula interna dan
putamen6.
24

Arteri serebri media mencabangkan 4 segmen : segmen horizontal yang


memanjang hingga limen insula dan menyuplai arteri lentikulostriata lateral,
segmen insula, segmen operkulum, dan segmen korteks bagian distal pada
hemisfer lateral6.
Pada sirkulasi posterior, arteri vertebralis bersatu membentuk arteri
basilaris. Arteri serebri inferoposterior merupakan cabang dari arteri vertebralis
bagian distal sedangkan arteri serebri inferoanterior merupakan cabang dari arteri
basilaris bagian proksimal6.

3.5 PATOFISIOLOGI
3.5.1 Patofisiologi Stroke Iskemi
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran
darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari
metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen
untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari
30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan
otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan
bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal.Bila aliran darah jaringan otak
berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP
akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran
potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na
dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi
lebih negative sehingga terjadi membran depolarisasi.Saat awal depolarisasi
membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural
ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila
perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah
berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram /menit. Akibat kekurangan oksigen
terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena
tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai
pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.
Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan
dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik11.
25

Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis
gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat
berupa hemiparesis yang menghilang sebelum 24 jam atau amnesia umum
sepintas. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF
regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu
memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2
minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini
secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit). Sumbatan
yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga mekanisme
kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul
defisit neurologi yang berlanjut11.

3.5.2 Patofisiologi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terdiri dari perdarahan intraserebral dan perdarahan sub


arachnoid. Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi atau menjadi penyebab utama
perdarahan intraserbral diantaranya factor hemodinamik atau tekanan darah, factor
anatomi dan factor hemostatik yang berhubungan dengan sisitem koagulasi. Pada
perdarahan terdapat dua mekanisme yang menyebabkan gangguan serebral yaitu
kompresi jaringan otak atau dapat terjadi destruksi karena hematom. Kompresi
pada pembuluh darah yang menyebabkan iskemik dan edema sekunder.
Pembetukan edema dapat disebabkan oleh destruksi langsung oleh hematoma tau
kerusakan metabolic sekunder yang dipicu oleh iskemia serebral otak. Penelitian
menggunakan CT scan membuktikan periode perdarahan aktif kurang dari 1 jam,
klinis memburuk diakibatkan adanya edema otak dan bisa juga krena perdarahan
yang massif pada waktu yang singkat5.

3.6 PENEGAKAN DIAGNOSA

Penegakan diagnosa dapat dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa harus dapat dipastikan pasien
memang benar stroke atau tidak terutama pada pasien dengan penurunan
kesadaran. Pada anamnesa dapat dilihat, gejala awal, gejala peringatan, aktivitas
26

saat serangan, gejala lain yang menyertai dan adanya riwayat penyakit seperti
hipertensi, diabetes mellitus atau riwayat keluarga stroke. Selain itu riwayat
kebiasaan seperti mium alcohol, merokok, atau yang lainnya5.

Tanda dan gejala stroke yang dialami oleh setiap orang berbeda dan bervariasi,
tergantung pada daerah otak mana yang terganggu. Beberapa tanda dan gejala
stroke akut berupa 8:

a) Terasa semutan/seperti terbakar

b) Lumpuh/kelemahan separuh badan kanan/kiri (Hemiparesis)

c) Kesulitan menelan, sering tersedak

d) Mulut mencong dan sulit untuk bicara

e) Suara pelo, cadel (Disartia)

f) Bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami (Afasia)

g) Kepala pusing atau sakit kepala secara mendadak tanpa diketahui sebabnya

h) Gangguan penglihatan

i) Gerakan tidak terkontrol

j) Bingung/konfulsi, delirium, letargi, stupor atau koma


27

Gambar 3. Perbandingan Gambaran Klinis Berdasarkan Penyebab Stroke


28

Gambar 4. Alur Diagnosa Gajahmada


29

Gambar 5. Siriraj Skor untuk Alur Diagnosa Stroke

3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang menjadi gold standar dari stroke adalah CT


Scan dan MRI. Pemeriksaan CT scan tanpa kontras harus dilakukan segera untuk
melihat adanya perdarahan. MRI dapat menunjukkan adanya infark akut dalam
beberapa saat setelah serangan yang biasanya pada CT scan belum dapat
dievaluasi. CT sacn dan MRI dapat memebrikan informasi tentang lokasi, ukuran
infark, perdarahan dan apakah perdarahan menyebar ke intraventrikualar dan
dapat membantuu perencanaan operasi. Pemeriksaan penunjang lain perlu
dilakukan seperti pemeriksaan EKG, glukosa darah, serum elektrolit, darah
lengkap dan faal homeostasis5.

3.8 PENATALAKSANAAN

3.8.1 Penatalksaan Farmokologi Stroke Iskemik

Prinsip utamanya adalah melancarkan aliran darah. Penelitian mengatakan


iskemik serebral yang berlangsung lebih dari 6 jam dapat megakibatkan kerusakan
otak yang permanen. Strategi pengobatan sroke iskmeik ada 2 yaitu reperfusi
dengan anti trombolitik dan neuro proteteksi seperti dengan piracetam dan
citikolin. Pada penggunaan anti trombolitik harus diperhatikan bahwa gambaran ct
scan bukan perdarahan, tidak ada riwayat trauma kepala atau serangan stroke
selama 3 bulan terakhir, tekana darah sistolik < 185 mmhg dan diastolic < 110
mmhg. Pemberian anti trombolitik hanya boleh dilakukan dalam selang waktu 3
jam setelah serangan stroke akut5.

3.8.2 Penatalaksanaan Stroke Perdarahan

Berdasarkan prognosisnya volume perdarahan < 30 ml memiliki prognosis


yang baik sedangkan perdarahan > 60 ml memiliki prognosis yang buruk.
Terapinya dengan pencegahan dan penanganan tekanan intracranial yang
menigkat dengan mengatur posisi kepala, osmoterapi, neuroprotektor,
pembedahan, pengawasan tekana darah5.
30

Kandidat yang tidak dioperasi diantaranya perdarahan kecil dan gcs < 4.
Kandidat operasi yaitu perdarahan dengan diameter > 3cm dengan kompresi dan
hidrosefalus., perdarahan karena lesi structural, pasien uda dengan perdarahan
lobar sedang atau besar > 50cm3 yang mengalami deteriorasi. Bila didapatkan
tanda tanda TIK lakukan intervensi dini dengan manitol 20%, furosemid,
vasodilator, antifibrinolitik, antihipertensi, antikejang, dan natrium jika terjadi
hiponatremi5.

3.9 PROGRAM REHABILITASI PASIEN STROKE

Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan pasien


dengan rehabilitasi yang intensif10.

Fase awal Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan


melindungi fungsi yang tersisa. Selama fase awal rehabilitasi ditujukan untuk
mencegah komplikasi tirah baring lama. Posisi yang benar penting untuk
mencegah kontraktur dan ulkus dekubitus10.

Prinsip penempatan posisi penderita stroke sebagai berikut10:

Pada posisi terlentang bantal diletakkan dibawah trochanter kaki sisi sakit, axilla
sisi sakit disangga bantal, abduksi lengan 60-90 derajat dan tangan lebih tinggi
dari siku, kaki yang sakit ditinggikan.

Latihan luas gerak sendi untuk mencegah kontraktur.pencegahan infeksi dan


komplikasi lainnya.
31

Gambar 6. Prinsip posisi pasien stroke fase awal


32

Gambar 7. Latihan gerak sendi pada fase awal dengan pasien stroke

Fase lanjutan Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam


mobilisasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada
waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke
trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke.
Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah
stroke10.

Program pada fase ini meliputi6:

1. fisioterapi
 Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2
ke bawah).
 Diberikan terapi panas superficial (infrared) untuk melemaskan otot.
 Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif
tergantung dari kekuatan otot.
 Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
 Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
 Latihan mobilisasi.

2. Okupasi Terapi
33

Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam


aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis
pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang
disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat
dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang
disesuaikan.
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
 Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
 Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
 Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
 Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan
antara lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace,
cock-up splint, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan
melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase
penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase
tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat,
berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah
lewat.Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat
menerima rehabilitasi.
6. Sosial Medik dan Vokasional
34

Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga,


keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan
hidup serta keadaan rumah penderita.

3.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang akan timbul apabila pasien stroke tidak mendapat
penanganan yang baik. Komplikasi yang dapat muncul antara lain6:
a. Abnormal tonus
Abnormal tonus secara postural mengakibatkan spastisitas. Serta dapat
menggangu gerak dan menghambat terjadinya keseimbangan.
b. Sindrom bahu
Sindrom bahu merupakan komplikasi dari stroke yang dialami sebagian pasien.
Pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu yang lesi akibat imobilisasi.
c. Deep vein trombosis
Deep vein trombosis akibat tirah baring yang lama, memungkinkan trombus
terbentuk di pembuluh darah balik pada bagian yang lesi. Hal ini menyebabkan
oedem pada tungkai bawah.
d. Orthostatic hypotension
Orthostatic hypotension terjadi akibat kelainan barometer pada batang otak.
Penurunan tekanan darah di otak mengakibatkan otak kekurangan darah.
e. Kontraktur
Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas. Apabila dibiarkan
dalam waktu yang lama akan menyebabkan otot-otot mengecil dan memendek.
35

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 REHABILITASI PADA PASIEN PASCA STROKE


Ny.S didiagnosa stroke infark pada 3 bulan sebelum MRS, pasien
dikonsulkan dari poli saraf dengan keluhan kelemahan anggota gerak bagian kiri.
Selain itu pasien mengeluhkan sering susah menelan saat makan makanan yang
agak keras dan artikulasi bicara tidak terlalu jelas meskipun ada perkembangan
jika dibandingakan dengan bulan bulan sebelumnya. Pasien sudah mendapatkan
terapi farmakologi sepert Clopidogrel 1x1, Aspilet chew tab 1x1, Citicolin 500
mg 3x1, , Mecobalamin 500mg 2x1.
Pemberian jenis obat sudah sesuai dengan referensi yang dimana diberikan
antiplatelet yaitu mencegah terjadinya agregasi platelet yang dapat menyebabkan
thrombus. Pemberian neuroprotektif yaitu citicolin yang bekerja dengan
36

meningkatkan metabolism phospolipid phospatidylcolin yang efeknya melindungi


otak, mempertahankan fungsi otak secara normal serta mengurangi kerusakan
jaringan otak.
Di poli rehabilitasi medik di lakukan pemeriksaan fisik ulang untuk
mengetahui status neurologis pasien. Didapatkan hasil pasien dengan TD 120/100,
nadi, respirasi rate dalam batas normal, didapatkan gangguan disartria yang sudah
mulai membaik, Pemeriksaan nervus kranialis didaptkan gangguan pada fungsi
nervus VII, IX, X, XII. peningkatan BPR, TPR, KPR, APR sinistra, penurunan
motorik ekstremitas kiri atas dan motorik ekstremitas kiri bawah, hypertonus,
spastic pada ekstremitas kiri.
Selanjutnya dilakukan evaluasi problem rehabilitasi medic pada pasien dan
dipatkan :
f. Kelemahan anggota gerak kiri.
g. Kesulitan mobilisasi, transfer dan ambulasi.
h. Gangguan bicara yaitu disartria.
i. Gangguan menelan
j. Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai
baju, ibadah, bersosialisasi, bekerja.
Untuk program fisioteapi dilakuakn pemberian modalitas infrared. Infra
red merupakan terapi fisik radiasi elektromagnetik dengan sinar cahaya yang lebih
panjang dari sinar cahaya yang terlihat dari microwave. Sinar Infra red
mengeluarkan efek panas ketika diserap oleh kulit, Infra red memiliki panjang
gelombang antara 4x10 Hz dan 7,5x10 Hz. Efek panas yang dipancarkan oleh
Infra red telah terbukti meningkatkan perluasan jaringan, memperbaiki sendi
berbagai gerak, mengurangi rasa sakit dan meningkatkan penyembuhan jaringan
lunak lesions. Meskipun beberapa penelitian menghasilkan tidak ada perubahan
yang berarti pada indicator peningkatan kekuatan otot untuk pasien pasca stroke.
Penguatan otot dilakukan dengan pemberian tahanan pada setiap lingkup
gerak pasien, nmaun tidak boleh melebihi ambang nyeri yang kemudian diulang
setiap 10 kali untuk satu gerakan dalam satu hari. Pemberian latihan ROM aktiv
free kepada pasien untuk ekstremitas bawah dan untuk ekstremitas atas. Lakukan
37

latihan peregangan dengan metode static stretching. Diberikan latihan untuk


mobilisasi, transfer dan ambulasi dengan menggunakan alat bantu.
Pada program okupasi dilakukan AKS dengan satu tangan dan alat bantu
yang memudahkan. Intervensi dalam okupasi berperan dalam remedial,
compensator, adaptasi lingkungan dan pencegahan untuk mengambalikan
kemandirian pasien. Pada pasien terjadi hemiparese sinistra, hal yang dilakukan
untuk menuju ke okupasi terapi adalah membantu kemajuan fungsi otot dengan
latihan ROM, positioning, body alignment, penggunaan alat bantu, mengurangi
spastisasi. Selanjutnya mengembalikan fungsi kognisi dengan melakukan tahap
yang sederhana, lindungi dari cedera, jelaskan hal realistis yang akan dicapai,
berikan penjelasan yang sederhana untuk kegiatan yang akan dilakuakan.
Hidayati,2017 dengan konsep bobath meningkatkan AKS pasien dengan
hemiparese post stroke.

Pada program terapi wicara dilakuakn Artikulasi pengucapan kata-kata


dan Latihan pernapasan, menelan, meniup, lidah dan tenggorokan. Pada pasien
stroke jenis disartria yang sering dialami adalah unilateral UMN disartria yang
dimana sifatnya artikulasi tidak jelas karna gangguan lingual dan otot wajah yang
sifatnya ringan dan sementara. Terapinya harus meliputi respirasi, fonasi,
resonasi, artikulasi dan prosodi

Langkah terapi yaitu penguatan otot disekitar pita suara dan perbaikan
teknik berbicara, Modifikasi behavior dengan salah satunya verbal reinforcement,
Prostethic device untuk mengganti fungsi yang hilang , Alat alternatif dengan
komunikasi non vokal seperti papan komunikasi, papan alfabet, sistem gestural,
komputer, speech synthesizers. Speech synthesizer adalah suatu teknologi yang
digunakan untuk memproduksi ucapan manusia dengan benar. Penggunaannya
menggunakan software dan hardware khusus, jenisnya beragam namun yang
sering digukan adalah talk to speech. Pemberian ortotik prostetik dengan walker
karena kekuatan motorik 3 dan ada spastik.

Pada program psikologi pasien sudah pada tahap penyesuain dan


penerimaan sehingga diberikan dukungan agar tidak kembali ke fase syok dan
penolakan. Tidak ada batasan hari untuk setiap fase namun seseorang bisa
38

melewati tahapan fase lebih cepat atau lebih lambat tergangtung dari dukungan
keluarga dan penerimaan diri sendiri.
Mekanisme perbaikan klinis neurologis secara umum dapat dibedakan
menjadi dua kategori : Yang pertama adalah mekanisme resolusi factor local yang
bersifat merusak, yang menimbulkan perbaikan awal sesudah serangan stroke,
biasanya terjadi dalam 3 sampai 6 bulan pertama. Proses ini meliputi resolusi
edema local, reabsobsi toksin local, perbaikan sirkulasi local dan perbaiakn daerah
penumbra. Mekanisme kedua yaitu adanya neuroplastisitas. Neuroplastisitas
adalah kemampuan otak untuk mereorganisasi dirinya, baik pada struktur dan
fungsi. Otak dapat melakukan perubahan pada dirinya dengan melakukan,
Neurogenesis (pembentukan saraf baru), Koneksi saraf baru, Penguatan saraf yg
didapat dari proses pengulangan, Pelemahan saraf yg terjadi karena jarang
dipakai. Otak memiliki ketahanan dan dapat dilatih. Neuroplastisitas otak dapat
terjadi salah satunya dengan belajar berulang ulang, olah raga, interaksi sosial dan
makanan. Teori bisa dikatakan dapat mendukung penelitian yang dimana
dilakukan exercise berulang sebagai bentuk latihan untuk pasien post stroke. Pada
penelitian dibuktikan adanya peningkatan signifikan pada pasien post stroke
setelah dilakukan latihan ROM, kekuatan otot dan koordinasi.

BAB V
PENUTUPAN
5.1 KESIMPULAN
Stroke adalah sindroma yang ditandai dengan gangguan fungsi otak, fokal
atau global yang mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
kematian yang disebabkan oleh gangguan vascular otak. Komplikasinya dapat
menyebabkan kecacatan sedang hingga berat bahkan menyebabkan kematian.

Rehabilitasi pada pasien stroke dapat dimulai sedini mungkin dengan


kondisi sesuai jenis stroke. Masalah yang sering dialami oleh penderita stroke dan
yang paling ditakuti adalah gangguan gerak. Penderita mengalami kesulitan saat
berjalan karena mengalami gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan
koordinasi gerak. Selain latihan, pemberian modalitas hot terapi superficial
39

dengan infrared dapat mendukung proses pengembalian fungsi gerak pada pasien
pasca stroke.

Lampiran 1.

Brunnstrom scale

Brunnstrom membagi pemulihan penderita hemiplegia dalam 6 tahapan:

Tahap 1: periode segera setelah fase akut, flaksid, penderita tidak dapat
menggerakan anggota badannya yang lumpuh

Tahap 2: spastisitas dan pola sinergis mulai timbul, penderita mulai dapat
menggerakan anggota badannya yang lumpuh secara volunteer meskipun baru
minimal

Tahap 3: spastisitas menjadi semakin nyata. Penderita mulai dapat mengontrol


gerakan sinergis
40

Tahap 4: spastisitas mulai menurun. Penderita dapat menggerakan anggota


tubuhnya diluar pola sinergis

Tahap 5: spastisitas minimal, penderita dapat melakukan Gerakan kombinasi yang


lebih kompleks diluar pengaruh sinergis.

Tahap 6: penderita sudah dapat melakukan banyak kombinasi Gerakan dengan


koordinasi yang cukup baik yang jika dilihat sepintas tampak normal. Spastisitas
sudah menghilang.13

Pada kasus, pasien pada tahap 4 dimana spastisitas mulai menurun dan
penderita dapat menggerakan anggota tubuhnya diluar pola sinergis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Handayani dkk. Gambaran Drug Related Problems (DRP’s) pada


Penatalaksanaan Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik di
RSUD Dr M Yunus Bengkulu Dian. Jurnal Farmasi Dan Ilmu
Kefarmasian Indonesia. Universitas Bengkulu. (5) 2018.
2. Irdawati. Latihan Gerak Terhadap Keseimbangan Pasien Stroke Non-
Hemoragik . 7 (2) (2012) 134-141 Jurnal Kesehatan Masyarakat
3. Thenia. Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi
Instalasi Rehabilitasi Medik Rsud Dr. H. Abdul Moeloek. 2012
4. Muni. Hubungan Antara Kadar Glukosa Darah Acak Pada Saat Masuk
Instalasi Gawat Darurat Dengan Hasil Keluaran Klinis Penderita Stroke
41

Iskemik Fase Akut 2015. Research Article Fakultas Kedokteran


Universitas Brawijaya. Malang
5. Bachrudin. 2013. Neurologi klinis. UMM Pers
6. Hernawati. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Pasien Paska Stroke
Hemorage Dextra Stadium Recovery. Fisioterapi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 2009
7. Kumar. Effectiveness of Manual Perturbation Exercises in Improving
Balance, Function and Mobility in Stroke Patients: A Randomized
Controlled Trial. Journal of Novel Physiotherapies. 2016
8. Purnomo, dkk. Pengaruh Infra Red Dan Propioceptive Neuromuscular
Facilitation Pada Hemiparese Stroke Non Hemoragik. Jurnal Fisioterapi
dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1. 2018
9. Andrew at al. guide to exercise after stroke. 2017
10. Laswati dkk. Ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi. Jakarta. 2015
11. Wijaya.Patofisiologi Stroke Non Hemoragik Akibat Trombus. Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran universitas Udayana. 2013
12. Isha gautam. Speech Synthesis Technology. Manav Rachna International
University, Faridabad India. 2011
13. Steven. Hubungan derajat spastisitas maksimal berdasarkan modified
ashworth scale dengan gangguan fungsi berjalan pada penderita stroke
iskemik. Universitas Diponegoro. Semarang. 2008

Anda mungkin juga menyukai