Anda di halaman 1dari 9

KEJANG DEMAM

2.9 Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam ini terjadi pada 2 % - 4
% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam.

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis
atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam
karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.

2.10 Faktor Resiko 

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada riwayat kejang demam
keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik.
Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira – kira 33 %
anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira 9 % anak akan mengalami tiga kali
rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang
demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

2.11 Klasifikasi 
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 %
diantara seluruh kejang demam.
Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana, kejang timbul
bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di
tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila dalam
riwayat penderita pada umur – umur sebelumnya terdapat periode – periode dimana anak
menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada kejang
yang terjadi kemudian harus berhati – hati, mungkin kejang yang ini ada penyebabnya.

Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu sedang
meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui
sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba – tiba
merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang.

Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik –
klonik seperti kejang grand mal; kadang – kadang hanya kaku umum atau mata mendelik
seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam
meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga
kejang demam sederhana masih mungkin.

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) 


Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
 
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada
8 % kejang demam.

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang
mengalami kejang demam.

2.12 Diagnosis Banding

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya : 


1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
4. Dan lain – lain 
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak).
Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti
otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik maka
perlu pertimbangan pungsi lumbal.
2.13 Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian. 
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain
secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kejang
yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah
menimbulkan kelainan saraf yang menetap. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat
berkembang menjadi:
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya terjadi pada 6
bulan pertama.
2. Epilepsi Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah
3. Kelainan motoric
4. Gangguan mental dan belajar
 
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang
demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %, sedangkan bila
tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

d. Faktor resiko terjadinya epilepsy:


Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko menjadi epilepsi
adalah :
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

2.14 Penatalaksanaan Kejang Demam


Penatalaksanaan Saat Kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti.
Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB
perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis
diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan
dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan
dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih
tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan
dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

Pemberian Obat Pada Saat Demam

1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam,
namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan.

2. Antikonvulsan 
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko
berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB
setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan
sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Pemberian Obat Rumat

a. Indikasi pemberian obat rumat 


Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :
1. Kejang lama > 15 menit. 
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis,
paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan. 
• Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan
merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa
anak mempunyai fokus organik.

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resiko
berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis,
dan fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.

Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar
orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara
yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek
samping obat.

2.15 Patofisiologi Kejang Demam 


Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.
Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru –
paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 %
- 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun,
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan mediator penting
pada patogenesis kejang akibat hipertermia. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsy.
Diazepam premedikasi dan sedasi

Penggunaan obat ini dalam pengawasan Departemen Kesehatan sesuai UU No. 5/1997 dan International
Convention on Psychotropic Substance 1971 indikasi Premedikasi, sedasi untuk prosedur endoskopi dan
operasi dengan anestesi lokal bila tidak tersedia anestesi, epilepsi, ansietas. kontra indikasi Depresi SSP
atau koma, syok, depresi pernafasan, insufisiensi paru akut, sleep apneu, intoksikasi alkohol akut,
gangguan fungsi hati berat, myastenia gravis. Peringatan Perhatian Penyakit saluran nafas, kelemahan
otot, riwayat ketergantungan alkohol atau narkotik/psikotropik, gangguan personalitas, debil (lebih sering
terjadi efek samping), gangguan fungsi hati (Lampiran 6) atau gagal ginjal (Lampiran 5), porfiria. Jangan
mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin. Dosis premedikasi : Oral : 2 jam sebelum
pembedahan, > 12 tahun : 5-10 mg sedasi : injeksi IV lambat, segera sebelum pembedahan, > 12 tahun :
200 mg/kgBB. Absorbsi melalui IM lambat dan erratic. Pemberian ini hanya digunakan bila tidak bisa
oral atau IV. Injeksi IV lambat pada vena besar dapat menurunkan risiko tromboflebitis.

Pemberian injeksi cepat dapat menyebabkan depresi pernapasan atau hipotensi. Bayi dan anak : Jangan
lebih dari 1-2 mg/menit. Harus disediakan alat resusitasi.

Oral : Berikan bersama makanan atau air, jangan diberikan bersama jus grapefruit. efek samping SSP
(mengantuk, sedasi, kelelahan, amnesia, vertigo), hipotensi, bradikardia atau henti jantung (pada penyakit
yang parah). Reaksi paradoks (iritabilitas, eksitabilitas, halusinasi, gangguan tidur). Nyeri dan
tromboemboli setelah injeksi IV. sediaan Tablet 2 mg, 5 mg, 10 mg, Injeksi 5 mg/mL [2 mL]. Larutan
rektal 2 mg/mL, 4 mg/mL [ 2,5 mL]. Sirup 2 mg/5 mL [ 60 mL ]

Diazepam epilepsi

Penggunaan obat ini dalam pengawasan Departemen Kesehatan sesuai UU No. 5/1997 dan International
Convention on Psychotropic Substance 1971

indikasi Status epileptikus, serangan epilepsi berulang, kejang demam, premedikasi, ansietas. kontra
indikasi Depresi SSP, insufisiensi paru akut, sleep apneu, gangguan fungsi hati berat, myastenia gravis.
Peringatan Perhatian Penyakit saluran nafas, kelemahan otot, riwayat ketergantungan alkohol atau
narkotik/psikotropik, gangguan personalitas, debil (lebih sering terjadi efek samping), gangguan fungsi
hati (Lampiran 6), gangguan fungsi ginjal (Lampiran 5), porfiria ,

jangan gunakan untuk jangka lama dan penghentian secara tiba-tiba, bila diberikan IV harus
menyediakan alat resusitasi pernafasan. Pada infus IV terutama yang lama potensial berbahaya
sehingga perlu observasi yang ketat pada sarana yang mempunyai fasilitas ICU. Infus IV lama
menyebabkan akumulasi dan perlambatan penyembuhan.

Jangan mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin. Dosis Status epileptikus / serangan
epilepsi berulang IV lambat (5 mg/menit) neonatus : 0,1-0,3 mg/kgBB/dosis diberikan dalam 3-5 menit,
setiap 15-30 menit hingga dosis total maksimal 2 mg (jangan menggunakan injeksi yang mengandung
benzil alkohol). Bayi dan anak : • 0,2-0,3 mg/kgBB/dosis (1 mg/tahun umur) diberikan dalam 3-5 menit,
setiap 15-30 menit hingga dosis total maksimal 5 mg, diulangi dalam 2-4 jam bila perlu. • Rektal: Bayi <
6 bulan: Tidak dianjurkan; < 2 tahun: keamanan dan efektivitas belum diuji; 2 – 5 tahun: 0,5 mg/kgBB; 6
– 11 tahun: 0,3 mg/ kgBB; > 12 tahun : 0,2 mg/kgBB. kejang Demam Rektal : > 10 kgBB : 0,5 mg/kgBB
maksimal 10 mg, dapat diulang bila perlu • IV : 0,2 – 0,3 mg/kgBB atau 1 mg/tahun umur. • IV
pemberian injeksi cepat dapat menyebabkan depresi pernapasan atau hipotensi. Bayi dan anak : Jangan
lebih dari 1-2 mg/menit.

efek samping mengantuk, kebingungan, sedasi, kelelahan, amnesia, ketergantungan, kelemahan


otot, sakit kepala, vertigo, perubahan salivasi, gangguan gastrointestinal, gangguan penglihatan,
dysarthria, tremor, inkontinensia, retensi urin, gangguan darah dan ikterus, hipotensi dan apneu,
reaksi paradoks, iritabilitas, eksitabilitas, halusinasi, gangguan tidur. Nyeri dan tromboemboli
setelah injeksi IV. sediaan Tablet 2 mg, 5 mg, 10 mg Injeksi 5 mg/mL [2 mL] Larutan rektal 2 mg/mL,
4 mg/mL [ 2,5 mL] Sirup 2 mg/5 mL [ 60 mL ]

Anda mungkin juga menyukai