Anda di halaman 1dari 4

KERACUNAN TERMBAGA

6. Tatalaksana awal
Pada manajemen keracunan tembaga sulfat, terdapat 4 prinsip yakni mengurangi
absorbsi, observasi ketat komplikasi, terapi supportif dan terapi khelasi untuk
menghilangkan tembaga aktif tubuh. Setelah tertelan, kerusakan kontak mukosa bisa
terjadi, maka hal ini segera lakukan dilusi dengan meminum susu dan air putih. Dilusi atau
pengenceran ini dilakukan untuk mengurangi cedera mukosa langsung. Hindari emesis
untuk mencegah pemaparan ulang agen korosif. Disarankan tidak terlalu agresif, karena
dapat memicu mual, muntah dan aspirasi (Ashish, 2013; Gamakaranage, 2011).
Pemberian arang aktif juga harus dipertimbangkan setelah konsumsi dengan potensi
berbahaya. Meski manfaatnya belum terbukti, namun tidak berbahaya dan memiliki
kapasitas adsorbsi potensial untuk tembaga. Dosis untuk dewasa adalah 25-100 gram dan
0,5-1 gram/kgBB untuk anak (1-12 tahun). Pemberian arang sebagai bubuk berair, lebih
efektif bila diberikan dalam 1 jam setelah konsumsi. Beberapa peneliti merekomendasikan
penggunaan arang aktif sebesar 50 gram dilarutkan dalam 200 ml air, dan diberikan dalam
beberapa dosis dengan interval 6 jam. Semua komplikasi dipantau di 24 jam pertama
melalui darah lengkap, elektrolit serum, tes fungsi hati dan ginjal. (gamakaranage, 2011).
Jika keracunan dalam bentuk inhalasi, maka jauhkan dari pajanan, monitoring sistem
pernafasan, berikan oksigen dan ventilasi buatan jika diperlukan (Effendy, 2012)
Pada terapi khelasi, terdapat British anti Lewisite (BAL), D-Penicillamine, 2, 3-
dimercapto-1-propane sulfonate, Na+ (DMPS) dan ethylene diamine tetra acetate (EDTA)
telah digunakan pada keracunan tembaga (Ashish, 2013).
7. pengendalian agen pencemaran (APD, administratif kontrol dan engineering kontrol)
Secara umum ada beberapa pengendalian dan pencegahan yang dilakukan untuk
menghindari pencemaran agen, seperti programme overview terdiri atas pengembangan
misi, merencanakan pencegahan dan mendefinisikan tanggung jawab, mendefinisikan ruang
lingkup program, dan meningkatkan kesadaran. Karakterisasi risiko, risiko yang terkait
dengan setiap zat harus diberi bobot relasinya dengan zat lain dan bahaya di tempat kerja,
mencangkup mempersiapkan inventaris bahan beracun dan menentukan risiko.
Pengendalian pemaparan seperti sarung tangan, respirator atau masker, safety glasses,
celemek, sepatu bot, dan sebagainya sesuai dengan tugas tertentu. Selain itu termasuk
labelling, penyimpanan dan penanganan, perawatan rutin, serta memilih pemasok dan
pembuang zat beracun. Kemudian pelatihan dan pendidikan, baik itu pada alat, substansi
toxic, situasi emergensi, informasi label, dan proteksi. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat,
monitor orang dan lingkungan berupa medical surveillance terdiri dari penilaian status
kesehatan secara berkala, pengawasan medis dan pemantauan biologis. Kemudian menilai
paparan agen di lingkungan dan tempat kerja seperti pengukuran kualitas udara tambang,
menilai kecukupan tindakan perlindungan, bahan beracun dan prosedur pembuangan
limbah. Serta legislasi dan regulasi untuk pencegahan, dapat berupa aturan, hukum maupun
undang-undang untuk mengontrol berbagai hal kegiatan . Serta hal lain seperti penempatan
area industri yang jauh dari pemukiman, pengaturan pembuangan limbah industri, serta
perluas gerakan penghijauan harus dipertimbangkan (Adhani, 2017; Ghaisani, 2014; WHO,
2004).
Namun, melihat pencemaran tembaga seringkali berasal dari makanan dan minuman
selain melalui inhalasi dan dermal, maka pengendalian salah satunya dapat dinilai juga
dalam pertanian, berhubung hal ini berkaitan dengan limbah pabrik. Salah satu perbaikan
yang dapat mengurangi tanah yang tercemar logam berat termasuk tembaga, adalah
penggunaan tanaman pengikat logam seperti eceng gondok, mendong, akar wangi dan
haramay. Selain itu dapat juga menggunakan bahan organik maupun bakteri (Adji, 2008).

8. Kadar agen yang diperkenankan pada tempat kerja, air minum, udara, makanan dan
minuman
Konsentrasi tembaga di udara normal adalah 1- 200 ng/m3, di air minum standar
yang dapat diterima dari 1300 bagian tembaga per miliar bagian air (ppb), yakni antara 20-
75 ppb, dan kadar yang diperkenankan air yang diminum tidak melebihan 1,3 mg tembaga.
Di tanah pada umumnya mengandung tembaga 2-250 ppm. Dari makanan pun secara alami
mengandung tembaga, sebagai nutrisi esensial (Fawel, 2004; NIH, 2020). RDA
(recommended dietary allowance) merekomendasikan asupan tembaga perhari pada tabel
berikut.

Recommended Dietary Allowances (RDAs) for Copper (NIH,2020).

Rata-rata manusia minum dan makan sekitar 1 mg tembaga setiap hari dan masih
aman jika di bawah 10 mg perhari, lebih dari 90% kebutuhan tembaga diperoleh dari intake
makanan, sedangkan kurang 10% dari intake minuman. Paparan juga dapat terjadi di
tempat kerja seperti industri pertambangan tembaga dalam bentuk uap dan debu. Di
pertanian, pengolahan air dan industri pelapisan listrik di mana paparan dalam bentuk larut.
Tentu saja paparan tembaga di udara tempat kerja diatur agar berada di bawah konsentrasi
yang dapat berbahaya bagi tubuh. Standar yang diberlakukan Administrasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (OSHA) diizinkan batas paparan atau PEL untuk tembaga di udara tempat
kerja sebesar 0,1 mg/m3 sebagai asap dan 1 mg/m3 sebagai debu atau kabut rata-rata lebih
dari 8 jam (Enviromental Service, 2013).
REFERENSI

Adhani, R., & Husaini. (2017). Logam Berat Sekitar Manusia. Banjarmasin: Lambung
Mangkurat University Press Gamakaranage, C. S. S. K., Rodrigo, C., Weerasinghe, S.,
Gnanathasan, A., Puvanaraj, V., & Fernando, H. (2011). Complications and
management of acute copper sulphate poisoning; A case discussion. Journal of
Occupational Medicine and Toxicology, 6(1), 34. https://doi.org/10.1186/1745-6673-6-
34

Adji, S. S., Sunarsih, D., & Hamda, S. (2008). Pencemaran Logam Berat dalam Tanah dan
Tanaman serta Upaya Menguranginya. Seminar Nasional Kimia XVIII, 1–19. Retrieved
from http://repository.ut.ac.id/id/eprint/7289

Badiye, A., Kapoor, N., & Khajuria, H. (2013). Copper Toxicity: A Comprehensive Study.
Research Journal of Recent Sciences, 2, 58–67. Retrieved from
http://www.isca.in/rjrs/archive/special_issue2012/12.ISCA-ISC-2012-4CS-93.pdf

Effendy, F., Tresnaningsih, E., W, A., Wibowo, S., Sri, K., Dariana, D., … Effendi, S.
(2012). Penyakit Akibat Kerja Karena Pajanan Logam Berat. Seri Pedoman Tatalaksana
Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan, 1–48. Retrieved from
http://digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY-Books-557-
Penyakitakibatkerjakarenapajananlogamberat.PDF#page=1&zoom=130,46,587

Environmental Services. (2013). Copper : Health Information Summary. Environmental Fact


Sheet, 0–2.

Fawel, J. (2004). Copper in Drinking Water : Background Document for Development of


WHO Guidelines for Drinking-water Quality. World Health Organization, (1), 1–23.
https://doi.org/10.1111/1467-8292.00035

Ghaisani, H., & Nawawinetu, E. D. (2014). Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan
Pengendalian Risiko Pada Proses Blasting di PT Cibalung Sumberdaya, Banten. The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 3(1), 107–116.

National Institutes of Health. 2020. https://ods.od.nih.gov/factsheets/Copper-


HealthProfessional/

WHO. (2004). Guidelines on The Prevention of Toxic Exposures : Education and public
awareness activities. International Programme on Chemical Safety, (1), 1–116.
Retrieved from http://www.who.int/ipcs/features/prevention_guidelines.pdf
BUAT POSTER

TX

Jika keracunan oral, maka segera encerkan menggunakan air putih atau susu, dan hindari
emesis. Pertimbangkan arang aktif dengan dosis dewasa adalah 25-100 gram dan 0,5-1
gram/kgBB untuk anak (1-12 tahun). Beberapa direkomendasikan 50 gram dilarutkan dalam
200 ml air, diberikan dalam beberapa dosis dengan interval 6 jam. Jika melalui inhalasi
segera oksigenasi, dan jika secara dermal maka segera cuci air mengalir. Observasi ketat
komplikasi, dan jika perlu dapat diberikan terapi khelasi.

ATO GINI KLO KEBANYAKAN

1. mengurangi absorbsi  air , susu, arang aktif (charcoal)

2. observasi ketat komplikasi

3. terapi supportif oksigen

4. terapi khelasi D-Penicillamine, EDTA

PENGENDALIAN AGEN PENCEMARAN

Dalam lingkungan kerja, diperlukan beberapa hal yang diperhatikan berupa programme
overview, karakterisasi risiko, kontrol paparan termasuk APD dan kontrol administratif,
pelatihan dan edukasi, kesiapsiagaan dan tanggap darurat, medical surveillance dan regulasi.

KADAR AGEN

Konsentrasi tembaga normal yang aman, di antaranya udara 1-200 ng/m3, air minum < 1,3 mg, air
20-75 ppb, tanah 2-250 ppm, makanan sesuai usia dan masih aman jika < 10 mg perhari. Kemudian
batas paparan atau PEL untuk tembaga di udara tempat kerja sebesar 0,1 mg/m3 sebagai
asap dan 1 mg/m3 sebagai debu atau kabut rata-rata lebih dari 8 jam

Gambarnya opsional

Anda mungkin juga menyukai