Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH DANA OTONOMI KHUSUS, PENDIDIKAN, DAN

PENDAPATAN PER KAPITA TERHADAP KEMISKINAN


(Studi Kasus: Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Periode Tahun 2011-2017)

Muhammad Feisal Fardan


Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pembimbing I
Djaka Badranaya, S.Ag., M.E

ABSTRACT

Poverty in Indonesia is a very complex and multidimensional problem. This study


aims to determine the effect of the Special Autonomy Fund, Education represented by the
Average School Length, and Per Capita Income on Poverty in the Regency/City of Papua
Province in the period 2011-2017. This study uses panel data analysis with the Random
Effect Model (REM) approach. The results of this study indicate that the variable Special
Autonomy Funds, Education, and Per Capita Income partially have a negative and
significant effect on Poverty in the Regency/City of Papua Province. While simultaneously
the variable Special Autonomy Funds, Education, and Income Per Capita have an influence
on Poverty in the Regency/City of Papua Province.

Keywords: Poverty, Special Autonomy Funds, Education, Income Per Capita, Random Effect
Model (REM).
PENDAHULUAN
Mewujudkan kesejahteraan bagi penduduk merupakan salah satu tujuan negara
Indonesia. Dalam melihat kesejahteraan di Indonesia dapat digambarkan oleh tingkat
kemiskinan penduduk di Indonesia. Salah satu hambatan yang dihadapi Indonesia dalam
mewujudkan pembangunan nasional salah satunya yaitu masalah kemiskinan. Kemiskinan
merupakan permasalahan yang selalu dihadapi oleh negara-negara berkembang di dunia,
terutama bagi Indonesia. Namun negara-negara maju pun masih mengalami masalah
kemiskinan walaupun tidak sebesar negara berkembang. Berbagai upaya dilakukan
pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Namun jumlah penduduk
miskin di Indonesia masih cukup banyak, berikut merupakan jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada tahun 2013-2017.
Tabel 1
Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin
di Indonesia Tahun 2013-2017

Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk


Tahun Miskin (%)
(Juta Orang)

2013 28,55 11,47

2014 27,73 10,96

2015 28,51 11,13

2016 27,76 10,70

2017 26,58 10,12


Sumber: BPS, 2019
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa kecenderungan jumlah penduduk miskin di
Indonesia mengalami fluktuatif. Dalam tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2015 hingga
2017 jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan dari 28,51 juta orang
menjadi 26,58 juta orang.
Kemiskinan merupakan persoalan yang sangat kompleks dan kronis. Karena sangat
kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis
yang tepat dan melibatkan seluruh komponen permasalahan yang ada (Prawoto:2009).
Biasanya kemiskinan juga hanya dikaitkan dengan dimensi ekonomi karena dimensi tersebut
merupakan dimensi yang paling mudah untuk diukur, padahal masih banyak dimensi yang
berkaitan dengan kemiskinan antara lain dimensi budaya, sosial, politik, pendidikan,
kesehatan dll (Suryawati:2005). Upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara
komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakan secara
terpadu (Nasir, dkk:2008). Jadi memang untuk mengentaskan kemiskinan dibutuhkan usaha
yang lebih terutama di negara berkembang karena masalah kemiskinan ini merupakan
masalah yang penuh tantangan.
Indonesia merupakan negara yang cukup besar dengan memiliki 34 provinsi, setiap
provinsi memiliki permasalahan kemiskinan yang berbeda-beda. Provinsi Papua merupakan
salah satu provinsi yang memiliki presentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia.
Tabel 2
Provinsi dengan Persentase Penduduk Miskin
Tertinggi di Indonesia (dalam persen)
No. Provinsi 2015 2016 2017
1. Papua 28.17 28.54 27.62
2. Papua Barat 25.82 25.43 25.1
3. NTT 22.61 22.19 21.85
4. Maluku 19.51 19.18 18.29
Sumber: BPS,2019
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa Provinsi Papua merupakan provinsi dengan
persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2017 Provinsi Papua memiliki
tingkat presentase penduduk miskin sebesar 27.62% atau 897.690 ribu masyarakat di Provinsi
Papua berada dalam kemiskinan. Namun tingkat presentase penduduk miskin di Provinsi
Papua cenderung berfluktuatif dari tahun 2013-2017, dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai
berikut:
Tabel 3
Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin
di Provinsi Papua Tahun 2013-2017
Jumlah Penduduk Persentase
Tahun Miskin Penduduk Miskin
( Ribu Orang) (%)

2013 960.560 31.52

2014 864.110 27.80

2015 859.150 28.17

2016 911.330 28.54

2017 897.690 27.62


Sumber: BPS Papua,2019
Dengan diterapkannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, masing-masing daerah
diharapkan dapat memaksimalkan potensi-potensi ekonomi yang dimiliki daerah tersebut.
Namun dengan begitu pemerintah pusat tidak lepas tangan maupun tidak peduli dengan
kondisi kemiskinan yang tinggi di Papua. Sejumlah anggaran sudah dikucurkan pemerintah
pusat kepada Provinsi Papua, salah satunya yaitu Dana Otonomi Khusus (Otsus). Dana
Otsus merupakan dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus
suatu daerah.
Otonomi Khusus mulai diberlakukan di Provinsi Papua pada tahun 2002, mulai dari
tahun tersebut juga Provinsi Papua mendapatan Dana Otonomi Khusus. Dana Otonomi
Khusus yang sudah diberikan pemerintah pusat kepada Provinsi Papua sangat besar dan
terus meningkat setiap tahunnya. Berikut merupakan Dana Otonomi Khusus yang telah
diterima Provinsi Papua.
Grafik 1
Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua
Tahun 2002-2017 (dalam triliun)

Dana Otsus
6
5
4
3
2
1
0

Dana Otsus

Sumber: Pemprov Papua,2019


Berdasarkan grafik diatas Dana Otonomi Khusus yang diterima Provinsi Papua selalu
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kecuali pada tahun 2009 mengalami penurunan
karena adanya kebijakan pembagian Dana Otonomi Khusus antara Provinsi Papua dan Papua
Barat dengan proporsi 70% Provinsi Papua dan 30% Provinsi Papua Barat. Pada tahun 2017
Dana Otsus yang diterima sudah sangat besar yaitu mencapai 5.580 triliun, dengan jumlah
anggaran Dana Otonomi Khusus yang cukup besar diharapkan dapat membantu Pemerintah
Papua dalam pengentasan kemiskinan.
Tingkat kemiskinan dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan masyarakat, pendidikan
merupakan hal yang penting dalam pembangunan masa depan suatu bangsa karena
pendidikan yang berkualitas dapat menentukan kualitas dari pembangunan (Alfi:2017).
Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh seseorang maka kualitas dari orang tersebut
juga akan meningkat, pendidikan akan berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin,
dimana jika semakin tinggi pendidikan maka produktifitas kerja penduduk akan meningkat
sehingga pendapatan juga akan meningkat yang berakibat pada turunnya kemiskinan
(Addiana:2015).
Salah satu indikator dalam melihat baik atau tidaknya tingkat pendidikan di suatu
negara/wilayah dapat dilihat melalui angka rata-rata lama sekolah. Rata-rata lama sekolah
digunakan untuk mengidentifikasi jenjang kelulusan pendidikan penduduk di suatu wilayah.
Rata-rata lama sekolah merupakan lamanya pendidikan yang telah ditempuh oleh seseorang.
. Provinsi Papua merupakan provinsi dengan nilai Rata-Rata Lama Sekolah terendah di
Indonesia, dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4
Provinsi dengan Rata-Rata Lama Sekolah
Terendah di Indonesia (dalam tahun)
No. Provinsi 2014 2015 2016 2017
1. Papua 5.76 6 6.15 6.27
2. NTB 6.67 6.7 6.79 6.9
3. Kalbar 6.83 6.9 6.98 7.05
4. NTT 6.85 6.9 7.02 7.15
Sumber: BPS,2019

Tahun ke tahun Rata-Rata Lama Sekolah di Provinsi Papua selalu meningkat. Pada
tahun 2013 Rata-Rata Lama Sekolah di Provinsi Papua mencapai 5.74 tahun, pada tahun
2014 meningkat menjadi 5.76 tahun, pada tahun 2015 meningkat menjadi 5.99 tahun, dan
pada tahun 2016 meningkat menjadi 6.15. Pada tahun 2017 rata-rata lama sekolah di
Provinsi Papua mencapai 6.27 tahun. Berikut merupakan nilai Rata-Rata Lama Sekolah di
Provinsi Papua pada tahun 2013-2017.
Tabel 5
Rata-Rata Lama Sekolah di Provinsi Papua
Tahun 2013-2017 (dalam tahun)

Rata-Rata Lama
Tahun Sekolah

2013 5.74

2014 5.76

2015 5.99

2016 6.15
2017 6.27
Sumber: BPS Papua,2019

Dengan rata-rata lama sekolah mencapai angka 6.27 tahun pada tahun 2017, Provinsi
Papua masih jauh dari program yang dicanangkan pemerintah pusat yaitu Program Wajib
Belajar 12 tahun. Meskipun mengalami peningkatan setiap tahunnya namun masih menjadi
pekerjaan rumah bagi Provinsi Papua dalam meningkatkan sumber daya manusia melalui
pendidikan.
Dalam teori lingkaran kemiskinan yang dikemukakan oleh Nurkse, lingkaran
kemiskinan merupakan suatu rangkaian kondisi yang saling mempengaruhi suatu keadaan
dimana suatu negara akan tetap miskin dan membuat sulit untuk mencapai pembangunan
yang lebih baik. Kemampuan pendapatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya
terutama kebutuhan pokok merupakan cerminan dari pendapatan per kapita di suatu wilayah
(Todaro:2012). Berikut merupakan pendapatan per kapita di Provinsi Papua.

Tabel 6
Pendapatan Per Kapita di Provinsi Papua Tahun 2013-2016
(dalam juta)

Tahun Pendapatan Per Kapita

2013 38.62

2014 39.27

2015 41.42

2016 44.42
Sumber: BPS Papua,2019
Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran suatu wiayah,
dimana jika semakin besar pendapatan per kapita maka semakin baik tingkat kesejahteraan
masyarakat di suatu wilayah dan juga sebaliknya.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka penelitian ini akan
membahas mengenai pengaruh Dana Otonomi Khusus, Pendidikan, dan Pendapatan Per
Kapita terhadap Kemiskinan (Studi Kasus: Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Periode 2011-
2017).
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dijelaskan, maka tujuan ingin dicapai dari
penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh Dana Otonomi Khusus, Pendidikan, dan
Pendapatan Per Kapita terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Papua Periode
2011-2017.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisis model data panel.
Ruang lingkup penelitian ini meliputi tahun 2011 sampai tahun 2017 dan meliputi seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua. Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari
anggaran Dana Otonomi Khusus, data Persentase Penduduk Miskin sebagai indikator dari
variabel Kemiskinan, data Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) sebagai indikator dari variabel
Pendidikan, dan data Pendapatan Per Kapita.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan skala tahunan.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik
(BPS), Badan Pusat Statistik Papua, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Provinsi Papua, dan
Kementrian Keuangan.

TEMUAN HASIL PENELITIAN


1. Uji Spesifikasi Model
a. Uji Chow
Uji Chow bertujuan untuk menentukan Pooled Least Square atau Fixed Effect
Model yang akan digunakan dalam mengestimasi model.
Tabel 7
Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 85.476433 (28,171) 0.0000


Cross-section Chi-square 549.681959 28 0.0000

Sumber: Hasil Olah Data,2019


Hasil Uji Chow menunjukkan nilai Probabilitas pada Cross-Section F yaitu
0.0000, nilai tersebut lebih kecil dari nilai 0.05 (0.0000<0.05). Maka dengan hasil
tersebut model yang diterima yaitu Fixed Effect Model.
b. Uji Hausman
Uji Hausman bertujuan untuk menentukan Random Effect Model atau Fixed
Effect Model yang akan digunakan.
Tabel 8
Uji Hausman

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 3.963820 3 0.2654

Sumber: Hasil Olah Data,2019

Hasil Uji Hausman menunjukkan bahwa nilai Probabilitas pada Cross-section


Random yaitu 0.2654, nilai tersebut lebih besar dari nilai 0.05 (0.2654>0.05). Maka
dengan hasil tersebut maka model yang terbaik untuk digunakan yaitu Random
Effect Model.

c. Uji Lagrange Multiplier


Uji Lagrange Multiplier bertujuan untuk memastikan Random Effect Model
atau Pooled Least Square model yang terbaik untuk digunakan.
Tabel 9
Uji Lagrange Multiplier

Null (no rand. effect) Cross-section Period Both


Alternative One-sided One-sided

Breusch-Pagan 493.0988 0.306711 493.4055


(0.0000) (0.5797) (0.0000)

Sumber: Hasil Olah Data,2019

Hasil Uji Lagrange Multiplier menunjukkan bahwa nilai Probabilitas pada


Breusch-Pagan yaitu 0.0000, nilai tersebut lebih kecil dari nilai 0.05 (0.0000<0.05).
Maka dengan hasil tersebut maka model yang terbaik untuk digunakan yaitu
Random Effect Model. Maka peneliti akan menggunakan Random Effect Model
dalam penelitian ini.

2. Random Effect Model


Setelah dilakukan uji spesifikasi model, model yang terbaik untuk digunakan
dalam penelitian ini yaitu Random Effect Model. Didapatkan hasil persamaan sebagai
berikut.
KEM = 180.8786 – 1.048779 DOK – 3.243555 RLS – 7.029104 PPK + e

Tabel 10
Hasil Regresi Data Panel

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 180.8786 11.87767 15.22845 0.0000


DOK -1.048779 0.459286 -2.283501 0.0235
RLS -3.243555 1.465639 -2.213066 0.0280
PPK -7.029104 0.945106 -7.437370 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.613483 Mean dependent var 3.416502


Adjusted R-squared 0.607656 S.D. dependent var 2.835522
S.E. of regression 1.776097 Sum squared resid 627.7496
F-statistic 105.2846 Durbin-Watson stat 1.459647
Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil Olah Data,2019


Pada variabel DOK memiliki arah hubungan yang negatif terhadap variabel KEM
dengan nilai C -1.048779, dimana hal tersebut akan berdampak positif terhadap
variabel KEM. Ketika terjadi kenaikan satu-satuan pada Dana Otonomi Khusus maka
akan menurunkan Persentase Penduduk Miskin sebesar 1.048779% dengan asumsi
variabel lain konstan.
Pada variabel RLS memiliki arah hubungan yang negatif terhadap variabel KEM
dengan nilai C -3.243555, namun akan berdampak positif terhadap variabel KEM.
Ketika terjadi kenaikan satu-satuan pada Rata-Rata Lama Sekolah maka akan
menurunkan Persentase Penduduk Miskin sebesar 3.243555% dengan asumsi variabel
lain konstan.
Pada variabel PPK memiliki arah hubungan yang negatif terhadap variabel KEM
dengan nilai C -7.029104, dimana hal tersebut akan berdampak positif terhadap
variabel KEM. Ketika terjadi kenaikan satu-satuan pada Pendapatan Per Kapita maka
akan menurunkan Persentase Penduduk Miskin sebesar 7.029104% dengan asumsi
variabel lain konstan.

3. Uji Hipotesis
Terdapat tiga uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu uji koefisien
determinasi, uji t (uji parsial), dan uji F (uji simultan).
a. Uji Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi merupakan uji yang menjelaskan seberapa besar
proporsi variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen yang digunakan
dalam penelitian ini.
Tabel 11
Uji Koefisien Determinasi

R-squared 0.613483
Adjusted R-squared 0.607656

Sumber: Hasil Olah Data,2019

Hasil dari uji koefisien determinasi diatas menunjukkan bahwa nilai dari
Adjusted R-Squared yaitu sebesar 0.607656. Dapat disimpulkan bahwa variabel
independen (Dana Otonomi Khusus, Rata-Rata Lama Sekolah, dan Pendapatan Per
Kapita) dapat menjelaskan variabel dependen (Kemiskinan) pada seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua sebesar 60.7%. Sedangkan sisanya yaitu 39.3%
dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar penelitian ini.

b. Uji t-Statistic
Uji t dilakukan untuk mengetahui signifikansi variabel independen terhadap
variabel dependen.
Tabel 12
Uji t-Statistik

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 180.8786 11.87767 15.22845 0.0000


DOK -1.048779 0.459286 -2.283501 0.0235
RLS -3.243555 1.465639 -2.213066 0.0280
PPK -7.029104 0.945106 -7.437370 0.0000
Sumber: Hasil Olah Data,2019
Berdasarkan tabel diatas maka didapatkan hasil dari penelitian ini sebagai
berikut:
1) Pada variabel Dana Otonomi Khusus (DOK) memiliki nilai Probabilitas t-
Statistic sebesar 0.0235, maka lebih kecil dari tingkat signifikansi (0.0235<0.05).
Maka variabel DOK berpengaruh signifikan terhadap variabel KEM.
2) Pada variabel Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) memiliki nilai Probabilitas t-
Statistic sebesar 0.0280, maka lebih kecil dari tingkat signifikansi
(0.0280<0.005). Maka variabel RLS berpengaruh signifikan terhadap variabel
KEM.
3) Pada variabel Pendapatan Per Kapita (PPK) memiliki nilai Probabilitas t-Statistic
sebesar 0.0000, maka lebih kecil dari tingkat signifikansi (0.0000<0.05). Maka
variabel PPK berpengaruh signifikan terhadap variabel KEM.

c. Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara
simultan berpengaruh terhadap varabel dependen.
Tabel 13
Uji F

F-statistic 105.2846
Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil Olah Data ,2019

Berdasarkan hasil regresi Random Effect Model diatas, didapatkan nilai F-statistic
sebesar 105.2846 dengan nilai Probabilitas sebesar 0.0000 pada signifikansi 5% atau
0.05. Nilai Probabilitas F-statistic menunjukkan nilai sebesar 0.0000, maka nilai
Probabilitas F-statistic lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% atau 0.05
(0.0000<0.05). Disimpulkan bahwa variabel independen (Dana Otonomi Khusus,
Rata-Rata Lama Sekolah, dan Pendapatan Per Kapita) secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen (Kemiskinan) pada seluruh Kabupaten/Kota
Provinsi Papua.
PEMBAHASAN
1. Dana Otonomi Khusus terhadap Kemiskinan
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Dana Otonomi Khusus berhubungan
negatif terhadap kemiskinan pada seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Papua, hal ini
dapat dilihat dari nilai koefisien variabel DOK (Dana Otonomi Khusus) yaitu sebesar -
1.048779. Hal ini dapat diartikan setiap peningkatan Dana Otonomi Khusus yang
dialokasikan maka akan menurunkan persentase penduduk miskin pada seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua.. Variabel Dana Otonomi Khusus juga memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan pada seluruh Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua, hal ini dapat dilihat dari nilai Probabilitas t-Statistic sebesar 0.0235.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh
(Monika:2018) yang menunjukkan bahwa Dana Otonomi Khusus berpengaruh
signifikan dan negatif terhadap kemiskinan. Namun agar penyaluran Dana Otonomi
Khusus efektif terhadap pengentasan kemiskinan, maka perlu ada perbaikan pada
sumber daya manusia. Hal yang senada juga ditunjukkan oleh penelitian yang telah
dilakukan oleh (Musliadi:2013) yang menyatakan bahwa Dana Otonomi Khusus
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap perubahan kemiskinan.
Hal ini sejalan dengan tujuan diberikannya Dana Otonomi Khusus kepada
wilayah otonomi yaitu diharapkan dengan adanya pemberian Dana Otonomi Khusus
maka akan meningkatkan kesejahteraan, percepatan pembangunan ekonomi, dan
kemajuan masyarakat Papua dalam rangka kesetaraan dengan provinsi lain di
Indonesia.

2. Pendidikan terhadap Kemiskinan


Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Rata-Rata Lama Sekolah
(RLS) memiliki hubungan negatif terhadap kemiskinan pada seluruh Kabupaten/Kota
di Provinsi Papua, hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien variabel Rata-Rata Lama
Sekolah (RLS) yaitu sebesar -3.243555. Hal ini dapat diartikan setiap peningkatan
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) maka akan menurunkan persentase penduduk miskin
pada seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Papua. Variabel Rata-Rata Lama Sekolah
(RLS) juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan pada seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua, hal ini dapat dilihat dari nilai Probabilitas t-Statistic
sebesar 0.0280.
Penelitian ini juga mendukung beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh (Widiatma:2012), (Aditia:2017), (Adinugraha:2016), (Azizah,
dkk:2018), (Wahyudi:2018), (Amaluddin :2014), dan (Bintang:2018) menyatakan
bahwa tingkat pendidikan melalui variabel Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan.

3. Pendapatan Per Kapita terhadap Kemiskinan


Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Pendapatan Per Kapita
(PPK) memiliki hubungan negatif terhadap kemiskinan pada seluruh Kabupaten/Kota
di Provinsi Papua, hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien Pendapatan Per Kapita (PPK)
yaitu sebesar -7.029104. Hal ini dapat diartikan setiap peningkatan Pendapatan Per
Kapita (PPK) maka akan menurunkan persentase penduduk miskin pada seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua. Variabel Pendapatan Per Kapita (PPK) juga
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan pada seluruh Kabupaten/Kota
di Provinsi Papua, hal ini dapat dilihat dari nilai Probabilitas t-Statistic sebesar 0.0000.
Penelitian ini juga mendukung beberapa hasil penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya oleh (Candra,dkk:2012), (Febriaty, Nurwani:2017), (Fadillah, dkk:2016),
(Rika, dkk:2012), dan (Hariyadi:2015) menyatakan bahwa variabel pendapatan per
kapita memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. Menurut
(Azizah, dkk:2018) berpendapat bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan
menurunkan kemiskinan. Ketika pendapatan per kapita naik maka seseorang akan dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya dengan mudah sehingga kemiskinan akan berkurang.
Hal ini juga dapat mengidentifikasi bahwa semakin besar pendapatan per kapita maka
semakin sejahtera suatu wilayah.

PENUTUP
Berdasarkan hasil yang telah dibahas sebelumnya untuk mengetahui pengaruh Dana
Otonomi Khusus, Pendidikan, dan Pendapatan Per Kapita Terhadap Kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi Papua Periode 2011-2017, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel Dana Otonomi Khusus
(DOK) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap Kemiskinan (KEM) di
Kabupaten/Kota Provinsi Papua. Hal ini berarti variabel Dana Otonomi Khusus (DOK)
memiliki dampak yang positif dalam menurunkan Kemiskinan di Kabupaten/Kota
Provinsi Papua. Namun pengurangan kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Papua
tidak sebanding dengan peningkatan Dana Otonomi Khusus yang cukup besar pada
setiap tahunnya.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel Rata-Rata Lama Sekolah
(RLS) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap Kemiskinan (KEM) di
Kabupaten/Kota Provinsi Papua. Hal ini berarti variabel Rata-Rata Lama Sekolah
(RLS) memiliki dampak yang positif dalam menurunkan Kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi Papua.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel Pendapatan Per Kapita
(PPK) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap Kemiskinan (KEM) di
Kabupaten/Kota Provinsi Papua. Hal ini berarti variabel Pendapatan Per Kapita (PPK)
memiliki dampak yang positif dalam menurunkan Kemiskinan di Kabupaten/Kota
Provinsi Papua.
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama/simultan variabel Dana
Otonomi Khusus (DOK), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS), dan Pendapatan Per Kapita
(PPK) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kemiskinan (KEM) di
Kabupaten/Kota Provinsi Papua.
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan, penulis memiliki beberapa saran
sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah
a. Berdasarkan hasil penelitian, Dana Otonomi Khusus dapat menurunkan kemiskinan
di Kabupaten/Kota Provinsi Papua. Jadi, pemerintah harus mengoptimalkan
anggaran Dana Otonomi Khusus yang cukup besar agar kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi Papua semakin menurun dan penggunaan Dana Otonomi
Khusus harus tepat sasaran agar anggaran yang cukup besar tidak sia-sia. Dana
Otonomi Khusus belum memiliki pengaruh yang optimal dalam pengentasan
kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Papua karena Dana Otonomi Khusus
memiliki banyak peruntukkan seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan,
kesahatan, afirmasi lembaga keagamaan, dll sehingga pengentasan kemiskinan tidak
maksimal. Jadi, Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Papua harus lebih banyak
menggunakan Dana Otonomi Khusus peruntukkannya untuk pengentasan
kemiskinan.
b. Berdasarkan hasil penelitian, pendidikan dapat menurunkan kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi Papua. Pemerintah harus bisa meningkatkan dan
memperbaiki tingkat pendidikan di Kabupaten/Kota Provinsi Papua karena masih
banyak Kabupaten di Provinsi Papua yang tingkat pendidikannya sangat rendah.
Pemerintah harus memberikan fasilitas pendidikan yang baik hingga ke pelosok-
pelosok daerah agar para siswa dapat belajar dengan baik dan terwujudnya
pemerataan. Pemerintah juga perlu meningkatkan kualitas pendidikan melalui
pendidikan formal dan informal.
c. Berdasarkan hasil penelitian, pendapatan per kapita dapat menurunkan kemiskinan
di Kabupaten/Kota Provinsi Papua. Kedepannya pemerintah daerah harus dapat
meningkatkan PDRB yang diimbangi dengan pemerataan pendapatan hingga
keseluruh golongan masyarakat. Pemerintah daerah harus mengoptimalkan potensi-
potensi yang dimiliki daerah agar PDRB meningkat sehingga pendapatan per kapita
juga akan meningkat.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya


a. Dapat menggunakan variabel-variabel independen diluar dari penelitian ini yang
mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Papua agar hasil penelitian
yang didapatkan dapat lebih mewakili variabel kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai