Anda di halaman 1dari 7

Nama: Pedro Marcelino Nussy

Mata Kuliah: Homiletika I

Tugas: Khotbah Himiletika I

Dosen: Johan Djuandy, Th.M.

Nats: Galatia 4: 1-11

Tujuan Khotbah: Mengingatkan jemaat bahwa hidup dalam era Kristus yang
bertahta dan hidup di dalam kita, dan Kristus sendiri sudah cukup bagi diri
kita.

Ide Khotbah: Hidup yang berpengharapan dan bertujuan di dalam Kristus


yang hidup dalam diri kita sebagai penggenapan dan yang telah memulai era
baru.

Audiens: Anak Muda (Usia 17-26)

In Christ Alone

“Welcome to the new age, welcome to the new age”, begitulah salah satu penggalan
bait dari lagu Radioactive milik Imagine Dragons. Lagu ini mengkisahkan seorang terpidana
yang hidup dalam penjara, dan kemudian keluar dari penjara hanya untuk menemukan
bahwa dunia sudah berubah, orang yang dia kenal bukan orang yang sama lagi, ya
semuanya sudah berubah, dari penampilan dunia yang tidak seperti sebelum dia masuk,
teknologi yang belum pernah dia temui, dan orang-orang yang di sekitarnya itu berubah
semuanya. Maka, kata “Welcome to the new age” ingin mengatakan bahwa, selamat datang
di dunia baru ini, di dunia yang sudah berubah, dan segala sesuatu terlah berubah. Dunia
yang lama telah berlalu, dan dunia yang baru sudah hadir.

Ucapan selamat datang di dunia baru, atau bisa diartikan era baru, tidak hanya
dikatakan oleh Imagine Dragons dalam lagunya, namun hal ini juga ingin dikatakan oleh
rasul Paulus kepada jemaat di Galatia yang waktu menghadapi pengajaran sesat dan
membuat mereka kembali hidup di jaman seolah belum mengenal Kristus dan kembali
pada perhambaan atau kembali kepada penjara yang memerangkap mereka. Rasul Paulus

1
seolah ingin mengatakan, “Hey, welcome to the new age” atau “Hey, hello, kita hidup sudah
di era baru, kita hidup dalam era Kristus, di mana hukum Taurat tidak lagi berlaku, itu
sudah masa lalu, dan sekarang kita sudah hidup di era Kristus, di era baru, di mana hanya
di dalam Dia kita harusnya berpengharapan bukan kembali di era lama seolah Kristus
belum datang.”

Dalam surat Galatia ini kita akan melihat bagaimana rasul Paulus sebenarnya
sedang marah-marah dan kecewa terhadap jemaat di Galatia yang saat itu sedang terjadi
penyesatan yang mana ada banyak guru palsu yang mencoba menyesatkan jemaat di
Galatia dengan mengatakan bahwa kalau mau selamat, maka mereka harus melakukan
perbuatan hukum Taurat, sehingga di sini Kristus menjadi seolah belum cukup untuk
mendapat keselamatan. Mirisnya, banyak jemaat di Galatia jatuh dalam penyesatan ini, dan
kembali kepada perbuatan hukum Taurat dan melakukan segala tradisinya untuk
mencapai keselamatan, padahal rasul Paulus sudah bersusah payah buat mereka, namun
ternyata mereka malah di luar ekspektasi rasul Paulus, dalam artian buruk dan membuat
rasul Paulus hingga berkata dalam pasal 3 ayat 1 “Dasar orang-orang Galatia yang bodoh…”
Karena mereka dengan cepat berbalik dari pada Yesus. Pada akhirnya, rasul Paulus marah
karena dasar keselamatan dan pengharapan yang jemaat di Galatia taruh, itu didasarkan
pada perbuatan hukum Taurat, dan bukan pada iman kepada Yesus Kristus, yang
notabennya bukan berbicara mengenai perbuatan. Oleh karena itu, pada pasal 4 ini, rasul
Paulus ingin mengingatkan kepada jemaat di Galatia bahwa sudah tiba masanya yang mana
perbuatan dari hukum Taurat untuk mencari kebenaran dan keselamatan tidak diperlukan
lagi dan mereka tidak perlu diperbudak lagi oleh hukum Taurat, melainkan sudah genap
masanya bahwa sudah tiba masanya mereka terbebas dari hukum Taurat dan
perbuatannya, dan tiba pada masa baru atau ”New Era”, yaitu di dalam Kristus membuat
mereka dapat menerima keselamatan itu dan telah menjadi ahli waris kerajaan Allah.

Dalam menjelaskan hal ini, rasul Paulus memakai ilustrasi tentang ahli waris dan
akil balig. Dikatakan dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 bahwa selama anak itu belum akil balig,
maka dia tidak sedikitpun beda dari hamba, dan dia berada di bawah pengawasan dan
perwalian bapanya. Kenapa bisa demikian? Karena Dalam tradisi Greco-roman, anak
digambarkan belum akil balig, artinya belum memiliki pemikiran dewasa atau dirinya

2
secara whole being itu belum matang, atau sudah siap untuk menjadi atau disebut seorang
lelaki dan belum siap untuk menerima segala milik kepunyaan bapanya. Jadi, sekalipun
memang dia sudah memiliki segalanya dan akan mewarisi segalanya, tapi selagi dia masih
anak-anak, tentu semua itu milik bapanya, dan pastinya di masa dia menjadi seorang anak
kecil, maka dia akan masih mendapat pengawasan dan perwalian dari bapanya, hingga
masa yang ditentukan bapanya, bahwa memang anak ini sudah siap untuk tidak lagi
diawasi dan diwalikan karena anak ini sudah dewasa, sehingga tidak memerlukan lagi hal
yang demikian. Dalam hal ini, rasul Paulus ingin mengatakan bahwa sekalipun kamu
memang telah menjadi ahli waris, tapi anak kecil tetaplah anak kecil dan belum berhak
memiliki segalanya, dan harus di bawah perwalian bapanya, dan hidupnya, ya, masih sama
seperti seorang hamba yang harus tunduk terus dan belum bebas.

Akan tetapi, rasul Paulus dalam pasal 4 di ayatnya yang keempat menekankan
bahwa sesungguhnya masa penggenapan itu telah hadir, dan itu hadir dalam pribadi Yesus
Kristus yang datang ke dunia, sehingga mereka tidak lagi menjadi seperti seorang hamba
yang hidup di bawah perwalian lagi oleh hukum Taurat, tapi sudah menjadi akil balig, di
dalam Kristus, bahkan oleh karena Kristus, mereka tekah memiliki hak dan privilege
menjadi ahli waris dan bahkan menjadi anak-anak Bapa.

Uniknya saudara-saudari, bahwa ilustrasi yang hampir sama dapat kita temukan
dalam pasal sebelumnya, yaitu pasal 3 di ayatnya yang ke 25, namun bedanya rasul Paulus
memakai kata “penuntun” untuk menggambarkan hukum Taurat ini dan di dalam tradisi
yang sama, yaitu Greco-roman pada saat itu anak kecil akan dituntun oleh seorang
penuntun,. Seorang anak akan dituntun dan dirawat oleh seorang “penuntun” atau dalam
bahasa Yunaninya paidagogos atau dalam masa kini hampir sama dengan babysitter hingga
umur yang telah ditentukan. Sebelum umur itu, maka si babysitter ini akan menjaga dia
saat bermain, menemani dia pergi ke sekolah, dan juga bisa mengajar dia, bahkan
terkadang memberikan mereka mainan seperti boneka perang kecil untuk mereka agar
menjadi perkasa dan berjiwa lelaki dewasa saat besar nanti. Semua hal ini dialami dan
dilaksanakan oleh anak kecil ketika dia belum dewasa atau belum akil balig.

3
Pada intinya rasul Paulus mau mengingatkan kepada jemaat di Galatia seperti ini,
kira-kira seperti ini jika dibuat dalam suatu dialog, “Hey, jemaat di Galatia, kamu bukan
anak kecil lagi yang perlu lagi dituntun lagi oleh hukum Taurat seolah kamu belum
memiliki keselamatan itu, dan bukan seolah kamu tidak tahu kebenaran sehingga perlu
dituntun dan diawasi. Tapi kamu ini sudah dewasa, sudah digenapi masamu untuk lepas
dan bebas dari masa itu, untuk datang di masa baru atau “Era Baru” yang mana Kristus saja
sudah cukup, dan di dalam Kristus dan oleh karena Dia kamu sudah genap untuk menerima
segala warisan dan keselamatan itu, jadi buat apa lagi melakukan hukum Taurat? Sudah,
tidak usah lagi melakukan hukum Taurat, karena sudah habis masanya, sudah kadaluarsa
dan tidak relevan lagi buatmu, karena beriman kepada Kristus saja sudah cukup dan
Kristus menjadi suatu kecukupan bagimu.

Hal ini dikatakan, bukan karena rasul Paulus membenci hukum Taurat, atau
mengatakan bahwa hukum Taurat itu salah, karena rasul Paulus sendiri tidak pernah
menyangkal hukum Taurat dan dia pernah berkata bahwa dia sama sekali tidak pernah
mengatakan bahwa hukum Taurat itu salah. Akan tetapi, yang ingin dia katakan bahwa
hukum Taurat itu sudah tidak relevan lagi, sudah kadaluarsa, jamannya sudah habis, dan
telah hadir era baru, di mana keselamatan dan kebenaran yang mereka dapatkan dalam
kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, dan bukan lagi melalui hukum Taurat, jadi buat
apa lagi kembali ke “Old Age” jaman lama, kalau di “New Age” ini di dalam Kristus, mereka
sudah mendapatkan keselamatan di dalam Kristus. Jadi, kemarahan rasul Paulus ini lebih
kepada bagaimana jemaat di Galatia ini salah menempatkan dasar keselamatan, juga
pengharapan mereka di atas perbuatan, dibanding iman di dalam Yesus Kristus.

Dalam buku commentary-nya, G. Walter Hansen berkata bahwa hukum Taurat itu
bagaikan ABC’s of Revelation, yang bisa diartikan bahwa itu adalah wahyu yang dasar, atau
yang memang untuk anak kecil kalau mau belajar pertama kali dalam hidupnya, karena
mereka belum mengenal sama sekali huruf, maka perlu belajar dari dasar sekali sebelum
masuk ke hal yang lebih kompleks lagi. Dalam hal ini, rasul Paulus punya juga ingin
mengatakan hal yang sama bahwa hukum Taurat itu untuk anak kecil, yang masih belajar
dasar, dan belum mengenal huruf yang banyak, tapi karena jemaat di Galatia sudah
mengenal Yesus, sudah advanced, dan bukan lagi seolah belum mengenal Dia maka harus

4
belajar dasar-dasarnya lagi, oleh karena itu di dalam pasal 4 ayatnya yang ke 9 rasul Paulus
mengatakan bahwa jemaat di Galatia di dalam Yesus sebenarnya telah mengenal Allah dan
bahkan sudah dikenal Allah, namun kenapa bisa-bisanya mereka bisa berbalik lagi? Tapi
apa yang dimaksud dengan sudah dikenal Allah? Dikenal sebagai apa? Maka, kita kembali
lagi dalam pasal 4 ayatnya yang ke 6 dikatakan oleh karena di dalam Yesus mereka dapat
menyebut “Ya Abba, ya Bapa”. Di dalam bahasa Aram, penyebutan kata “Abba” itu memiliki
makna sebuah keintiman yang sangat dekat secara personal. Kita tahu bahwa di dalam
Alkitab, satu-satu orang yang menyebut Allah dengan kata “Abba” cuman satu, yaitu Yesus
dan oleh karena Roh Anak itu telah masuk dalam diri jemaat di Galatia, maka mereka
mempunyai hak untuk memanggil Dia, Bapa, dan mereka pun dikenal Bapa sebagai anak-
anak-Nya, artinya ada sebuah relasi yang menghasilkan suatu status baru, yaitu Bapa dan
anak, dan mereka dikenal sebagai anak-anak-Nya dan itu semua oleh karena Kristus. Dalam
pasal selanjutnya, yaitu pasal 4 ayat 7, rasul Paulus mengatakan bahwa bahwa karena
kamu adalah anak, maka kamu bukan lagi hamba yang harus memperhambakan lagi di
bawah kuasa perwalian dan pengawasan hukum Taurat, sehingga tidak perlu lagi berepot-
repot untuk kembali lagi ke dalam perhambaan dari perbuatan hukum Taurat, akan tetapi
di dalam Kristus, dengan iman kepada-Nya, keselamatan itu telah didapatkan, hak menjadi
ahli waris telah didapatkan. Semua hal itu didapatkan di dalam Kristus dan oleh karena
Kristus di dalam diri mereka, mereka telah mendapatkan hal itu, bukan lagi oleh perbuatan
hukum Taurat, tapi melalui iman kepada-Nya dan hanya kepada-Nya seharusnya dasar
pengharapan itu ditaruh dan tidak di lainnya.

Saudara-saudari, kita harus memahami bahwa kita hidup di dalam “New Era” ini
kita telah mendapatkan keselamatan kekal di dalam Kristus saja, dan bukan dari perbuatan
kita. Tidak seperti jemaat di Galatia yang gagal memahami akan keselamatan dan dasar
pengharapan yang telah mereka terima dan malah kembali masa lalu, ke dalam “Old Era”
seolah belum mengenal siapa itu Yesus? Siapa itu Allah? Dan bagaimana keselamatan dan
segala karunia yang mereka dapatkan itu oleh karena Kristus.

Marilah, kita jangan sampai seperti jemaat di Galatia, yang hidup seperti di era lama
yang seolah belum mengenal Kristus, dan ingin melakukan agar mendapat keselamatan.
Mungkin saudara-saudari bertanya, “Lah, itu kan jemaat di Galatia, dan yang melakukan

5
hukum Taurat yah orang-orang Yahudi di sana, kami di sini saja tidak pernah lihat hukum
Taurat, bagaimana mungkin kami kembali ke perbuatan hukum Taurat seperti jemaat di
Galatia?” Yah, bagi jemaat di Galatia sebenarnya mereka kembali ke perbuatan hukum
Taurat dan mengira dari perbuatan itu menghasilkan buah keselamatan. Mereka bekerja
keras seolah ingin mendapat perkenanan dan keselematan dari Allah tanpa mengenal dan
memahami akan pribadi Yesus yang telah memberikan keselamatan itu melalui iman. Tapi
bagaimana kita yang sudah hidup di jaman sekarang ini dapat jatuh seperti jemaat di
Galatia? Memang mungkin bukan melalui perbuatan hukum Taurat, tapi mungkin hal-hal
yang kita kira mulia dan benar, tapi ternyata kita melakukan hal yang sama seperti jemaat
di Galatia. Misalnya, pelayanan, yang mana terkadang kita bergiat keras sampai stres
memikirkan pelayanan ini, pelayanan itu, seolah kalau tidak melakukan pelayanan, maka
Allah akan marah besar, dan kita tidak mendapatkan perkenanan Allah. Selain pelayanan,
mungkin yang paling dekat denagn kita, misalnya tugas makalah, atau tugas apa pun itu,
kita bekerja siang dan malam, bekerka keras dan giat, sampai kepala sakit, dan penuh
dengan ketakutan karena deadline yang terpampang di depan mata, seolah kalau kita
terlambat sedikit saja, atau kalau tugas ini tidak dikerjakan denagn keras dan guat, maka
selesai sudah atau game over, bisa saja seolah kita merasa kurang layak, karena
menganggap tugas yang mencapai sebuah perkenanan yang mungkin kita sebut sebagai
pembentukan, dinilai gagal yang membuat Allah pasti tidak berkenan. Lalu, apa samanya
dengan jemaat di Galatia? Sama-sama mengira dengan melakukan sesuatu yang benar dan
giat dengan tujuan agar memperoleh perkenanan di dalam Allah, seolah Kristus saja belum
cukup untuk membuat kita berkenan di hdapan Allah, kalau kita belum melakukan sesuatu
yang membuat Dia berkenan kepada kita. Saya tidak mengatakan ini, supaya saudara-
saudari dapay berkata, “Wah, kalau begitu saya tidak perlu lagi melakukan pekerjaan atau
tugas lagi, karena beriman saja kan sudah cukup, jadi tidak perlu lagi mendengar orang lain
yang marah karena kita malas-malasan, toh kita sudah hidup terjamin di dalam Kristus, jadi
malas-malasan dan beriman saja lah.” Beriman bukan berbicara mengenai tidak melakukan
perbuatan atau tidak, atau seolah-olah iman dan perbuatan adalah dua hal yang
berlawanan, dan kalau kita sudah beriman, maka kita tidak perlu lagi berbuat apa-apa.
Akan tetapi, beriman juga berbicara mengenai respon atas pemberian itu, jadi iman bukan
berbicara melakukan perbuatan atau tidak, tapi sama seperti jemaat di Galatia, mereka
6
dimarahi rasul Paulus, karena menempatkan dasar keselamatan di atas dasar perbuatan.
Seharusnya, bagaimana apa yang kita lakukan, pekerjaan, dan apa pun itu sebagai respon
dan rasa syukur kita di hadapan Tuhan, dasar kita ialah Kristus dan bukan perbuatan kita.
Jadi, melakukan sesuatu harus dengan sukacita, dan penuh rasa syukur, karena kita tahu
bahwa kita telah mendapatkan keselamatan dan perkenan Allah. Oleh karena itu ,
melakukan sesuatu sebagai respon kepada keselamatan oleh karena Kristus, dan bukan
melakukan sesuatu untuk mendapatkan respon dari Kristus. Jadi, sudahkan kita
menempatkan Kristus menjadi dasar dalam hidup kita? Sudahkan iman menjadi hal yang
membuat kita berespon atau jangan-jangan sebaliknya? Marilah hidup di dalam kesadaran
bahwa saya sudah selamat, maka segala sesuatu yang kita lakukan harus dengan makna
meresponi keselmatan dari Kristus dengan penuh rasa sukacita dan ucapan syukur.

Anda mungkin juga menyukai