Anda di halaman 1dari 41

1

PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. “ X “


DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
HIPERTENSI DI RUANG PENYAKIT DALAM 1
RUMAH SAKIT BESEMAH PAGAR ALAM
PROVINSI SUMATERA SELATAN
TAHUN 2020

OLEH :

PARIDA
NIM. 01.19.0170.R

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM II/ SRIWIJAYA
TAHUN 2019 / 2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu tentang hipertensi telah bermula dari peradaban

Mesir kuno yang mengembangkan hukum hidraulic dengan mana, 5000 tahun

yang lalu, mereka melaksanakan irigasi yang mengalirkan air sungai NIL, yang

suci itu, ke ladang-ladang mereka sampai jauh ke pelosok.

Mereka telah mengubah padang pasir menjadi ladang-ladang yang subur.

Berbagai papyri menganalogikan aliran sungai NIL dengan aliran darah yang

berasal dari jantung dan mengalir memberi darah ke seluruh tubuh dan memberi

kehidupan kepadanya. Denyut nadi dianalogikan dengan keadaan pasang sungai

NIL yang dapat surut dan naik. Hal ini diuraikan oleh Masters, yang selanjutnya

mengemukakan bahwa pengalaman orang Mesir dengan rusaknya tanah dan

tanaman bila saluran air dari dari sungai NIL mengalami gangguan menjadi

ibarat dari penyakit yang timbul akibat rusaknya saluran dalam tubuh.

Konsep ini tertuang didalam Papyrus Berlin, yang membawa para dokter

Mesir kuno mendekati konsep sirkulasi tubuh manusia. Selanjutnya

dikemukakan pula bahwa denyut nadi merupakan satu tanda yang amat penting

karena mudah diraba dan diamati.

Pada tulisan-tulisan Cina kuno dituliskan ada sekurang-kurangnya 23

variasi denyut nadi radial. Banyak peneliti yang menekankan pentingnya


3

kualitas denyut nadi. Denyut yang kuat dan lemah dikaitkan dengan penyakit

tertentu.

Pada tahun 2000 SM Choven You Y menulis, bahwa “Penyakit ginjal

ditemukan bila nadi kuat dan sulit ditekan kandas dengan perabaan superfisial.”

Orang Yunani kuno juga menunjukkan perhatian besar kepada nadi. Herophilus,

bapak ilmu anatomi pada 350 SM menilai adanya empat jenis denyut nadi yang

ditentukan oleh besar, frekwensi, kuat dan iramanya yang sampai sekarang

masih digunakan dalam klinik. Akan tetapi mereka belum sampai kepada

pengertian mengenai hubungan antara daya pompa jantung dengan denyut nadi.

Perkembangan pengetahuan ini selanjutnya gelap, sampai berabad abad

kemudian.

Kemudian Akhbar Mohammad, 1874, juga di Inggeris, mengemukakan

bahwa hipertensi dapat terjadi lepas dari penyakit ginjal. Padahal pada saat itu,

alat pengukur tekanan darah yang akurat belum ditemukan. Istilah, “Hipertensi

Essential,” kali pertama dipakai oleh Frank, di Jerman pada tahun 1911. Dengan

istilah ini dimaksudkan suatu gambaran penyakit yang disertai tekanan darah

yang meningkat sebagai tanda utama, namun tidak disertai kelainan ginjal dan

jantung. Lalu Goldblatt, 1934, secara eksperimental memperlihatkan bahwa

tekanan darah dapat meningkat bila arteria ginjal secara parsial dibendung

dengan jepitan.

Butler, 1937, bahkan berhasil menyembuhkan penderita hipertensi

dengan mengeluarkan satu ginjal yang ischaemis. Adalah Irvine Page, 1940,
4

yang mengajukan keterkaitan berbagai faktor yang telah terbukti berhubungan

dengan pengaturan tekanan darah di dalam satu skema yang octagonal, yang

lazim dikenal dengan nama, Mosaic Theory.

Bagian sentral teori ini adalah perfusi jaringan yang menjadi resultan dari

tekanan darah dan tahanan pembuluh. Kedelapan faktor yang dikaitkannya

adalah faktor-faktor neural, kimiawi, reaksi terhadap stimulus, volume darah,

kaliber pembuluh darah, viskositas darah, curah jantung (cardiac output), dan

elastisitas pembuluh darah.

Menurut teori ini semua komponen harus berada dalam keseimbangan

untuk mempertahankan tekanan darah itu pada tingkat-tingkat yang wajar dan

menjamin perembesan darah yang ade kuat ke dalam jaringan. Bila satu

komponen atau faktor berubah menjadi dominan, maka yang lain akan

menyesuaikan diri.

Alat pemantau tekanan darah terus menerus selama 24 jam secara

ambulant ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) yang non invasive.

Alat seperti ini pertama sekali diperkenalkan oleh Hinman pada tahun 1964,

akan tetapi baru pada tahun 1992 dipergunakan secara klinik setelah diketahui

nilai normal tekanan darah dengan ABPM diterima pada 1991. Pada tahun 1997

ditunjukkan bahwa jumlah obat yang diperlukan dalam terapi hipertensi yang

dipantau dengan ABPM lebih rendah dibanding pengukuran konvensional.


5

Hipertensi adalah masalah umum pada pasien dengan diabetes; sekaligus

masalah serius yang dapat meningkatkan peluang timbulnya penyulit dan

kematian.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah gangguan yang terjadi pada

sistem peredaran darah, yang bisa menyebabkan kenaikan pada tekanan darah di

atas batas normal. Biasanya tekanan darah tinggi tersebut lebih dari 140/90

mmHg. Hipertensi berasal dari bahasa Inggris dan berasal dari dua kata, yaitu

hyper yang artinya tinggi dan tension yang artinya tegangan.

Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan

masalah kesehatan utama dinegara maju maupun negara berkembang. Hipertensi

menjadi penyebab kematian nomor satu didunia setiap tahunnya. Hipertensi

merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang paling umum dan paling

banyak disandang masyarakat . Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi

sebagai suatu peningkatan kronis (yaitu meningkat secara berlahan-lahan,

bersifat menetap) dalam tekanan darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh

berbagai faktor, tetapi tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suatu pola yang

khas. (Wolff.2016).

Menurut data World Health Organization (WHO) menunjukkan sekitar

1,13 Miliar orang didunia menyandang hipertensi , artinya 1 dari 3 orang didunia

terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap

tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena

hipertensi , dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat

hipertensi dan komplikasinya.(Data WHO,2018).


6

Data kementerian Kesehatan Indonesia (2016) menyatakan jumlah kasus

Hipertensi yang ditangani Instansi Kesehatan di Indonesia menurun setiap

tahunnya. Pada tahun 2016 penderita Hipertensi di Indonesia yang ditangani

sebanyak 46,4 % dari jumlah penderita Hipertensi keseluruhan yang tercatat

berjumlah 6.897.463 orang. Pada tahun 2015, jumlah kasus yang ditangani

4.017.861 orang, sedangkan pada tahun 2014 jumlah penanganan kasus

Hipertensi oleh instansi Kesehatan adalah 8.490.976 orang (Data

Kemenkes,2016).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018

Prevalensi Hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18

tahun sebesar 34,1 %, tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%), sedangkan

terendah di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-

44 tahun (31,6%) umur 45-54 tahun(45,3%) umurb 55-64 tahun (55,2%)

(RISKESDAS,2018).

Hipertensi merupakan penyakit di Indonesia dan merupakan penyakit

yang sering disertai dengan kematian. Berdasarkan data Profil Kesehatan

Indonesia (2016) terjadi Hipertensi tiap tahun dari tahun 2013 sampai 2016

dengan disertai peningkatan CFR(Case Fatality Rate). Pada tahun 2013, CFR

Hipertensi adalah 1,08 % meningkat menjadi 1,14 % pada tahun 2014.

Peningkatan CFR di Indonesia terus terjadi hingga 2,47 % pada tahun 2015 dan

3,04 % pada tahun 2016.Angka CFR ini belum sesuai dengan yang diharapkan

yaitu < 1% (Data profil Indonesia,2016).


7

Dari data Profil Dinas Kesehatan Kota Pagar Alam Provinsi Sumatera

Selatan Bidang Pengendalian Penyakit Tidak Menular tahun 2017, selama 3

tahun terakhir,cakupan penemuan Hipertensi pada tahun 2018 sebanyak 198

kasus , cakupan penemuan Hipertensi pada tahun 2019 sedikit menurun sebesar

152 kasus dan cakupan penemuan Hipertensi pada tahun 2020 sampai dengan

bulan Maret sebanyak 38 kasus tidak ada yang meninggal akibat Hipertensi

(Profil P2P Kota Pagar Alam,2019)

Berdasarkan data Medical Record Rumah Sakit Basemah Kota Pagar

Alam penderita Hipertensi pada orang dewasa tahun 2017 sebanyak 20 kasus

,tahun 2018 sebanyak 29 kasus, dan tahun 2019 sebanyak 34 kasus,dan

kunjungan pasien 60 kasus yang dirawat dari bulan Januari sampai dengan Maret

2020 (Medical Record,2020).

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi

berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi

dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis

kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya

aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung

natrium dan lemak jenuh. Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti

stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan

lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak,

ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi

atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling

berpengaruh penyebab penyakit jantung (cardiovascular).


8

Adapun peran perawat dalam hal penanganan masalah hipertensi ini

mencakup empat peranan yaitu upaya peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan

pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, hal –

hal yang bisa dilakukan adalah seperti edukasi penanganan hipertensi dirumah

yang bisa perawat berikan dengan cara menjelaskan kepada pasien dan

keluarganya tentang pola hidup sehat karena gaya hidup tidak sehat yang dapat

meningkatkan hipertensi, antara lain minum minuman beralkohol, kurang

berolahraga, dan merokok . Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan

perilaku berisiko seperti merokok, diet yang tidak sehat seperti kurang konsumsi

sayur dan buah serta konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih, obesitas, kurang

aktifitas fisik, konsumsi alkohol berlebihan dan stress.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka Penulis merasa tertarik untuk

mengambil judul proposal Asuhan Keperawatan Pada Tn.“X“ dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskuler Hipertensi   di Ruang Penyakit Dalam 1 Rumah Sakit

Besemah Kota Pagar Alam Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

1. 2 Ruang Lingkup Penulisan

Proposal ini termasuk dalam ruang lingkup Keperawatan Medikal Bedah

(KMB). Metode pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode

interview, observasi dan pemeriksaan fisik secara head to toe atau secara

persistem. Fokus dalam melakukan pembuatan proposal ini adalah klien dengan
9

diagnosa hipertensi. Proposal ini dilakukan di Rumah Sakit Besemah Kota Pagar

Alam Provinsi Sumatera Selatan. Proposal ini dilakukan dengan menerapkan

Asuhan Keperawatan yang dimulai dari pengkajian keperawatan sampai dengan

melakukan evaluasi keperawatan yang akan dilaksanakan pada bulan April tahun

2020.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. ” X ”

dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Hipertensi   di Ruang

Penyakit Dalam 1 Rumah Sakit Besemah Kota Pagar Alam Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. ” X ” dengan

Gangguan Sistem Kardiovaskuler Hipertensi   di Ruang Penyakit

Dalam 1 Rumah Sakit Besemah Kota Pagar Alam Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2020.

b. Untuk merumuskan Diagnosa Keperawatan pada Tn. ” X ”

dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Hipertensi   di Ruang

Penyakit Dalam 1 Rumah Sakit Besemah Kota Pagar Alam

Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

c. Untuk menyusun Intervensi Keperawatan pada Tn. ” X ” dengan

Gangguan Sistem Kardiovaskuler Hipertensi   di Ruang Penyakit


10

Dalam 1 Rumah Sakit Besemah Kota Pagar Alam Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2020.

d. Untuk melaksanakan tindakan Keperawatan pada Tn. ” X ”

dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Hipertensi   di Ruang

Penyakit Dalam 1 Rumah Sakit Besemah Kota Pagar Alam

Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

e. Untuk melakukan Evaluasi Keperawatan pada Tn. ” X ” dengan

Gangguan Sistem Kardiovaskuler Hipertensi   di Ruang Penyakit

Dalam 1 Rumah Sakit Besemah Kota Pagar Alam Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2020.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi Rumah Sakit Basemah Kota Pagar Alam

Diharapkan Proposal KTI ini dapat menjadi tambahan informasi bagi

Rumah Sakit Basemah Kota Pagar Alam khususnya tentang penyakit

Hipertensi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan Proposal KTI ini dapat menjadi masukan data dan

memberikan sumbangan pemikiran perkembangan ilmu pengetahuan

untuk penelitian selanjutnya Asuhan Keperawatan dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskuler Hipertensi serta sebagai bahan masukan untuk

mengetahui bagaimana menerapkannya.

3. Bagi mahasiswa
11

Diharapkan Proposal KTI ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam

penyusunan karya tulis selanjutnya.

1.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam penyusunan laporan kasus ini digunakan tekhnik pengumpulan

data sebagai berikut :

1. Wawancara / interview

Tanya jawab langsung dengan klien, keluarga, dokter, perawat, atau petugas

kesehatan lainnya yang berhubungan dengan klien.

2. Observasi

Mengamati langsung terhadap kondisi klien selama melakukan Asuhan

Keperawatan.

3. Pemeriksaan fisik

Melakukan pemeriksaan fisik persistem atau head to toe yang dilakukan

dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi kepada klien.

4. Pemeriksaan Penunjang

Mengamati dan mengevaluasi hasil pemeriksaan penunjang seperti hasil

pemeriksaan Laboratorium, Rontgen, USG, EKG, dan lain lain.

5. Sumber Teori

Diperoleh dari KTI / Studi kasus, Buku, Jurnal maupun artikel ilmiah yang

berhubungan dengan judul karya tulis.


12

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk lebih terarahnya penyusunan karya tulis ilmiah ini, maka

sistematika penulisan berisikan uraian singkat mengenai :

1. Bab I pendahuluan

Bab ini merupakan pendahuluan yang memberikan gambaran awal kepada

pembaca / penilai / pemerhati proposal ini tentang permasalahan kesehatan

yang akan dibahas penulis .

2. Bab II adalah Tinjauan Pustaka

Dalam hal ini membahas tentang Konsep Dasar Penyakit yang  terdiri dari

Definisi, Anatomi Fisiologi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis,

Komplikasi, Pemeriksaan penunjang, Penatalaksanaan Medis dan

keperawatan dan Konsep Dasar Keperawatan (asuhan keperawatan teoritis)

meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi (perencanaan),

Implementasi (pelaksanaan) dan Evaluasi.

Daftar Pustaka

Lampiran
13

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Penyakit Hipertensi

2.1.1 Pengertian

Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi

yang artinya tekanan darah, menurut American society of hypertension

(ASH),2008. Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah

sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg

(Anderson ,2016).

Hipertensi adalah sebuah sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler

yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling

berhubungan (sari, 2017).

Hipertensi diartikan sebagai tekanan darah yang terus-menerus diatas

140/90 Mmhg sebagai fluktuasi tekanan darh berlangsung antar individu dan

bisa terjadi oleh lingkungan dan anxietas (Marell,2018).

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya

140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak

hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit

lain seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan

pembuluh darah, makin besar resikonya (Aprice,2019).


14

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1

Sumber : Prawesti, 2016

Jantung adalah organ berongga, berotot yang terletak ditengah thoraks,

dan ia menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya sekitar 300 g

(10,6 oz), meskipun berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,

berat badan, bertnya latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit jantung.

Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut sebagai

mediastinum. Sebagian besar rongga mediastinum ditempati oleh jantung, yang

terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut perikardium.


15

Perikardium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan

baik. Ruangan antara permukaan jantung dan lapisan dalam perikardium berisi

sejumlah kecil cairan , yang melumasi permukaan dan mengurangi gesekan

selama konstraksi jantung.

Kamar jantung, sisi kanan dan kiri jantung, masing – masing tersusun

atas dua kamar, atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan

dan kiri disebut septum. Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darahyang

datang dari venadan bertindak sebagai tempat penimbyunana sementara sebelum

darah kemudian dikosongkan ke ventrikel.

Kapiler menggabungkan arteri dan vena, terentang diantaranya dan

merupakan jalan lalu lintas antara makanan dan bahan buangan. Disini juga

terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstra seluler atau intershil. Saluran limfe

mengumpulkan, menggiring dan menyalurkan kembali ke dalam limfenya yang

dikeluarkan melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan. Saluran

limfe ini juga dapat dianggap menjadi bagian sistem peredaran.

Denyut arteri adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah

dipompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba ditempat arteri temporalis

diatas tulang temporal atau arteri dorsalis pedis di belokan mata kaki. Kecepatan

denyut jantung dalam keadaan sehat berbeda-beda, dipengaruhi kehidupan,

pekerjaan, makanan, umur dan emosi. Irama dan denyut sesuai dengan siklus

jantung jumlah denyut jantung 70 berarti siklus jantung 70 kali per menit.
16

Tabel 2.1.Kecepatan normal denyut nadi per menit :

Pada bayi yang baru lahir 140

Selama tahun pertama 120

Selama tahun kedua 110

Pada umur 5 tahun 96-100

Pada umur 10 tahun 80-90

Pada orang dewasa 60-80


Sumber : Pearce. 2018

Tekanan Darah

Tekanan darah sangat penting dalam sirkulasi darah dan selalu

diperlukan untuk daya dorong yang mengalirkan darah didalam arteri, arteriola,

kapiler dan sistem vena sehingga darah didalam arteri, arteriola, kapiler dan

sistem vena sehingga terbentuk aliran darah yang menetap. Jantung bekerja

sebagai pemompa darah dapat memindahkan darah dari pembuluh vena ke

pembuluh arteri. Pada sirkulasi tertutup aktivitas pompa jantung berlangsung

dengan cara mengadakan kontraksi dan relaksasi sehingga menimbulkan

perubahan tekanan darah dan sirkulasi darah. Pada tekanan darah didalam arteri

kenaikan arteri pada puncaknya sekitar 120 mmHg tekanan ini disebut tekanan

stroke. Kenaikan ini menyebabkan aorta mengalami distensi sehingga tekanan

didalamnya turun sedikit. Pada saat diastole ventrikel, tekanan aorta cenderung

menurun sampai dengan 80 mmHg. Tekanan ini dalam pemeriksaan disebut

dengan tekanan diastole.

Kecepatan Tekanan
17

Kecepatan aliran darah bergantung pada ukuran palung dari pembuluh

darah. Darah dalam aorta bergerak cepat, dalam arteri kecepatan berkurang dan

sangat lambat pada kapiler, dalam arteri kecepatan berkurang dan sangat lambat

pada kapiler. Faktor lain yang membantu aliran darah kejantung maupun

gerakan otot kerangka mengeluarkan tekanan diatas vena, gerakkan yang

dihasilkan pernafasan  dengan naik turunnya diafragma yang bekerja sebagai

pemompa, isapan yang dikeluarkan oleh atrium yang kosong sewaktu diastole

menarik darah dari vena dan tekanan darah arterial mendorong darah maju.

Perubahan tekanan nadi dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi tekanan

darah, misalnya pengaruh usia dan penyakit arteriosklerosis. Pada keadaan

arteriosklorosis, olasitias pembuluh darah kurang bahkan menghilang sama

sekali, sehingga tekanan nadi meningkat.

Kecepatan aliran darah dibagian tengah dan pada bagian tepi (perifer)

yang dekat dengan permukaan bagian dalam dinding arteri adalah sama, aliran

bersifat sejajar yang konsentris dengan arah yang sama jika dijumpai suatu aliran

darah dalam arteri yang mengarah kesegala jurusan sehingga memberikan

gambaran aliran yang yang tidak lancar. Keadaan dapat terjadi pada darah yang

mengatur melalui bagian pembuluh darah yang mengalami sumbatan atau

vasokonstriksi. (Syaifuddin. 2016 ).

2.1.3 Etiologi
18

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan

penanggulangan yang baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

prevalensi hipertensi seperti umur, obesitas, asupan garam yang tinggi adanya

riwayat hipertensi dalam keluarga (Sadewo, 2016).

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan,yaitu :

1.      Hipertensi  esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95%

kasus banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan

hiperaktivitas susunan saraf simpatis. Dalam defekekstesi Na

peningkatan Na dan Ca intra selular dan faktor-faktor yang

meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta

polisitemia. (Mansjoer, 2018)

2.      Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus.

Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan esterogen, penyakit

ginjal. Hipertensi vascular renal dan hipertensi yang berhubungan dengan

kehamilan dan lain-lain. (Mansjoer, 2018)

Penyebab hipertensi lainnya adalah feokromositoma, yaitu tumor pada

kalenjar adrenal yang menghasilkan hormone edinefrin (adrenalin) atau

noredinefrin (noradrenalin), kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif

(malas), stress, alkohol, atau garam dalam makanan bisa memicu terjadinya

hipertensi pada orang-orang yang memiliki kenaikan yang diturunkan stress

cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika


19

stress berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal (Sadewo,

2016).

2.1.4 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan

dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,

meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi

epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi

kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor

pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke

ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan


20

angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh

korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus

ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini

cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural

dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan

tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi

otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan

distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri

besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang

dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang

jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2016).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi

palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh

cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2016).

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan

ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan

apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada renin

yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada

angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh

darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat
21

meningkatkan hormon aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal

tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan

tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti

jantung. ( Suyono, 2016 ).

Bagan 2.1

Pathway Hipertensi

Smeltzer,2016
22

Pada stadium permulaan hipertensi hipertrofi yang terjadi adalah difusi

(konsentik). Pada masa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri. Pada stadium

selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur dan

akhirnya akibat terbatasnya aliran darah koroner menjadi eksentrik,

berkurangnya rasio antara masa dan volume jantung akibat peningkatan volume

diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini

diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan

fraksieleksi) peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistolik

peningkatan konsumsi oksigen ke otot jantung serta penurunan efek-efek

mekanik pompa jantung. Diperburuk lagi bila disertai dengan penyakit dalam

jantung koroner.

Walaupun tekanan perkusi koroner meningkat, tahanan pembuluh darah

koroner juga meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang.

Perubahan hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat

dengan derajat hipertrofi otot jantung.

Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner yaitu

1.  Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi otot polar dalam

resitensi seluruh badan. Kemudian terjadi valensi garam dan air mengakibatkan

berkurangnya compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahanan perifer.

2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per

unit otot jantung bila timbul hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut

dan gambaran hemodinamik ini.


23

Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit

meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan

aktivitas mekanik ventrikel kiri. (Mansjoer, 2018)

2.1.5 Manifestasi klinis

Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi

bertahun – tahun, dan berupa :

1. Sakit kepala (pusing, migraine) saat terjaga, kadang – kadang disertai

mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.

2. Penglihatan kabur

Pada orang yang terus menerus mengalami tekanan darah tinggi,

terjadi penebalan dinding pembuluh darah tersebut. Pada kasus

hipertensi yang berat pembuluh ini dapat pecah dan mengakibatkan

pendarahan kecil yang disebut hemoragic. Dan juga dapat

diakibatkan kerusakan hipertensif (tekanan pembuluh darah) pada

retina

3. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf

pusat

4. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan fibrasi

glomerulus

5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler (Mansjoer, 2018).


24

Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi hipertensi karateristik

lama, untuk bertambah bila terjadi dibatasi ventrikel kiri iktusikordis bergerak

kiri bawah, pada kultasi Pasien dengan hipertensi konsentri dapat ditemukan 5

bila sudah terjadi jantung didapatkan tanda-tanda rusiensi mitra velature.

(Mansjoer, 2018).

Pada stadium ini hipertensi, tampak tanda-tanda rangsangan sipatis yang

diakibatkan peningkatan aktivitas system neohormonal disertai hipertomia pada

stadium, selanjutnya mekanisme kopensasi pada otot jantung berupa hiperpeuti.

(Mansjoer. 2018).

Gambaran klinis seperti sakit kepala adalah serta gejala gangguan fungsi

distolik dan peningkatan tekanan pengsien ventrikel walaupun fungsi distolik

masih normal, bila berkembang terus terjadi hipertensi eksentri dan akhirnya

menjadi dilarasi ventrikel kemudian gejala banyak datang. Stadium ini kadang

kala disertai dengan sirkulasi ada cadangan aliran darah ovoner dan makin

membentuk kelainan fungsi mekanik / pompa jantung yang selektif. (Mansjoer,

2018).

2.1.6 Komplikasi

Organ-organ tubuh sering terserang akibat hipertensi antara lain masa

berupa pendarahan vetria, bahkan gangguan pada penglihatan sampai kebutaan,

gagal jantung, pecahnya darah otak. (Mansjoer, 2018).


25

2.1.7 Penatalaksanaan

Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal,

pengobatan jantung karena hipertensi, mengurangi morbilitas dan moralitas

terhadap penyakit kardiovascular dan menurunkan faktor resiko terhadap

penyakit kardiovascular semaksimal mungkin.

 Untuk menurunkan tekanan darah, dapat ditujukan 3 faktor fisiologis

yaitu : menurunkan isi cairan intravascular dan non darah dengan neolistik

menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respon kardiovascular terhadap

rangsangan tahanan prifer dengan obat vasediator. (Mansjoer, 2018)

2.1.8 Pencegahan

1.      Berhenti merokok secara total dan tidak mengkonsumsi alkohol

2.      Melakukan antisipasi fisik secara teratur atau berolaraga secara

teratur dapat mengurangi ketegangan pikiran (stres) membantu

menurunkan berat badan, dapat membakar lemak yang berlebihan.

3.      Diet rendah garam atau makanan, kegemukan (kelebihan berat

badan harus segera di kurangi)

4.      Latihan olahraga yang dapat seperti senam aerobic, jalan cepat, dan

bersepeda paling sedikit 7 kali dalam seminggu.

5.      Memperbanyak minum air putih, minum 8- 10 gelas/ hari.

6.      Memeriksakan tekanan darah secara normal / berkala terutama bagi

seseorang yang memiliki riwayat penderita hipertensi.


26

7.      Menjalani gaya hidup yang wajar mempelajari cara yang tepat

untuk mengendalikan stress. (Sadewo, 2016).

2.1.9 Penatalaksanaan medis dan Keperawatan

           a. Penatalaksanaan medis

 Jenis-jenis pengobatan

1. Arti hipertensi non Farmokologis

Tindakan pengobatan supparat, sesuai anjuran dari natural cammitoe

dictation evalution treatmori of high blood preasure

a.       Tumpukan berat badan obesitas

b.      Konsumsi garam dapur

c.       Kurangi alkohol

d.      Menghentikan merokok

e.       Olaraga teratur

f.       Diet rendah lemak penuh

g.      Pemberian kalium dalam bentuk makanan sayur dan buah

2.      Obat anti hipertensi

a.       Dioverika, pelancar kencing yang diterapkan kurangin volume

input

b.      Penyakit beta (B.Blocker)

c.       Antoganis kalsium

d.      Lanbi ACE (Anti Canvertity Enzyine)

e.       Obat anti hipertensi santral (simpatokolim)


27

f.       Obat penyekar ben

g.      Vasodilatov (Mansjoer, 2018)

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Mansjoer, 2018 gaya hidup yang baik untuk

menghindari terjangkitnya penyakit hipertensi dan berbagai penyakit digeneratif

lainnya.

- Mengurangi konsumsi garam

-  Melakukan olaraga secara teratur dan dinamik

- Membiasakan bersikap dinamik seperti memilih menggunakan

tangga dari pada lift

- Menghentikan kebiasaan merokok

-  Menjaga kestabilan BB

- Menjauhkan dan menghindari stress dengan pendalaman angka

sebagai salah satu upayanya

2.1.10 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

- Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume

cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :

hipokoagulabilitas, anemia

- BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi

ginjal
28

- Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin

- Urinalisa : darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal

dan ada DM.

2. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

3. EKG : Dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas,

peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit

jantung hipertensi

4. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,

perbaikan ginjal

5. Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup.

Pembesaran jantung. (Grace dan Borley, 2016).


29

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Hipertensi

Dalam asuhan keperawatan pada kasus Hipertensi yaitu Pengkajian,

Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.

2.2.1.Pengkajian pada penyakit Hipertensi

Pengkajian adalah salah satu dari komponen proses keperawatan yang

merupakan suatu usaha – usaha yang dilakukan perawat dalam menggali

permasalahan pasien meliputi usaha pengumpulan data dan membuktikan data

tentang status kesehatan seorang pasien. Keahlian dalam melakukan observasi,

komunikasi, wawancara, dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk

mewujudkan fase proses keperawatan (Muttaqin, 2009).

Pengkajian yang dilakukan penulis meliputi pengkajian identitas pasien

dan riwayat penyakit, pemeriksaaan fisik dengan pola ROS (Review of system),

pemeriksaan penunjang dan pengkajian program therafi.

a. Identitas

Menurut wahyu,dkk (2015) sesudah usia 20 tahun kemampuan

jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun menyebabkan

menurunnya konstraksi dan volumenya

b. Keluhan utama

Beberapa pasien yang menderita hipertensi biasanya datang dengan

keluhan sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah,

mual, muntah, epistaksis dan kesadaran menurun.

c. Riwayat sakit dan kesehatan

1) Riwayat penyakit saat ini


30

Merupakan perjalanan penyakitnya, awal dari gejala yang

dirasakan pasien, keluhan yang timbul mendadak atau bertahap

faktor pencetus dan upaya untuk mengatasi masalah tersebut.

2) Riwayat penyakit yang pernah diderita

Meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit saat ini,

penyakit yang mungkin dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit

lain saat ini dan riwayat pemakaian obat.

3) Riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga

Dihubungkan dengan adanya penyakit keturunan, kecenderungan,

penyakit menular akibat kontak langsung atau tidak langsung.

Pada hipertensi dikaji adakah keluarga yang mengalami gejala

serupa, pola kebiasaan makan keluarga, kebiasaan merokok,

konsumsi alkohol dan penggunaan obat – obatan.

4) Riawayat alergi

Apakah ada alergi terhadap makanan tertentu atau alergi terhadap

obat.

d. Pemeriksaan fisik

1) ROS (Review of System) / observasi dan pemeriksaan fisik

Keadaan umum : kaji tingkat penunjang penampilan & ekspresi

wajah, pasien dengan hipertensi biasanya disertai penurunan

kesadaran.

2) Sistem pernafasan (B1 : Breath) : biasanya ada sumbatan jalan

nafas, suara nafas terdengar ronchi.


31

3) Sistem kardiovaskuler (B2 : Blood) : frekuensi nadi dapat

bervariasi, perubahan EKG adanya penyakit jantung.

4) Sistem persyarafan dan penginderaan (B3 : Brain) : kaji tingkat

kesadaran & GCS.

5) Sistem perkemihan (B4 : Bladder) : biasanya terjadi perubahan

sistem berkemih, seperti inkontinensia.

6) Sistem pencernaan (B5 : Bowel) : Biasanya ditentukan perubahan

sistem ketidakmampuan menelan.

7) Sistem muskuloskletal / integument (B6 : Bone) : kelelahan dan

kelemahan.

8) Sistem endokrin : dapat terjadi hipoglikemia bila kekurangan

nutrisi elektrolit.

e. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang penderita hipertensi :

1) Hb/ Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume

cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko

seperti : hipokoagulabilitas, anemia

2) BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi

ginjal

3) Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin

4) Urinalisa : darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi

ginjal dan ada DM.


32

5) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

6) EKG : Dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas,

peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit

jantung hipertensi

7) IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,

perbaikan ginjal

8) Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup.

Pembesaran jantung. (Grace dan Borley, 2016).

2.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa Keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan

untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap

situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, PPNI, 2017)

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien

dengan gangguan sistem kardiovaskuler Hipertensi berdasarkan Asuhan

Keperawatan dalam SDKI, PPNI, 2017 yakni :

1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan ketidakbugaran fisik.

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan karena

kurang privasi

3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit

4. Keletihan berhubungan dengan gangguan tidur


33

2.2.3.Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai

luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI, PPNI, 2018)

Berikut adalah rencana tindakan teoritis yang akan dilakukan pada klien

dengan gangguan sistem kardiovaskuler Hipertensi    berdasarkan asuhan

keperawatan dalam SIKI, PPNI, 2018 yakni :

Tabel 2.2

Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi


Keperawatan Keperawatan
1 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah 1.Memfasilitasi
Definisi : keterbatasan dalam dilakukan pasien untuk
gerakan fisik dari satu atau asuhan meningkatkan
lebih ekstrimitas secara keperawatan aktifitas pergerakan
mandiri. selama 3 x 24 fisik
Penyebab : jam 2.Identifikasi
1.Kerusakan integritas diharapkan adanya nyeri atau
struktur tulang kemampuan keluhan fisik
2. Perubahan metabolisme dalam gerakan lainnya.
3. Ketidakbugaran fisik fisik dari satu 3.Monitor
4. Penurunan kendali otot atau lebih Frekuensi jantung
5. Penurunan massa otot ekstrimitas dan tekanan darah
6. Penurunan kekuatan otot secara mandiri sebelum memulai
7.Keterlambatan meningkat. mobilisasi
perkembangan 4. Monitor kondisi
8. Kekakuan sendi Kriteria hasil : umum selama
9. Kontraktur 1.Pergerakan melakukan
10. Malnutrisi ekstrimitas mobilisasi
11. Gangguan muskuloskletal meningkat 5.Fasilitasi aktifitas
12. Gangguan neuromuscular 2.Kekuatan mobilisasi dengan
13. Indeks massa tubuh diatas otot meningkat alat bantu (mis,
persentil ke 75 sesuai usia 3.Rentang pagar tempat tidur)
14. Efek agen farmakologis gerak (ROM) 6.Fasilitasi
15.Program pembatasan meningkat melakukan
gerak pergerakan jika
16. Nyeri perlu
34

17.Kurang terpapar informasi 7.Libatkan


tentang aktifitas fisik keluarga untuk
18. Kecemasan membantu pasien
19. Gangguan kognitif dalam
20.Keengganan melakukan meningkatkan
pergerakan pergerakan
21.Gangguan sensori persepsi 8. Jelaskan tujuan
dan prosedur
Gejala dan tanda mayor : mobilisasi
Subjektif : 9.Anjurkan
Mengeluh sulit melakukan
menggerakkan ekstrimitas mobilisasi dini
Objektif : 10.Ajarkan
1.Kekuatan otot menurun mobilisasi
2.Rentang gerak (ROM) sederhana yang
menurun harus dilakukan
(mis, duduk
Gejala dan tanda minor : ditempat tidur,
Subjektif : duduk disisi tempat
1. Nyeri saat bergerak tidur, pindah dari
2.Enggan melakukan tempat tidur
pergerakan kekursi
3.Merasa cemas saat bergerak 11.Monitor respons
Objektif: emosional, fisik,
1. Sendi kaku sosial, dan spiritual
2. Fisik lemah terhadap kegiatan
3.Gerakan tidak terkoordinasi aktifitas
4. Gerakan terbatas 12.Libatkan
keluarga dalam
aktifitas jika perlu
13. Ajarkan cara
melakukan aktifitas
yang dipilih
2 Gangguan pola tidur Setelah 1.Identifikasi faktor
Definisi : dilakukan pengganggu tidur
Gangguan kualitas dan asuhan (fisik dan atau
kuantitas waktu tidur akibat keperawatan psikologis)
faktor eksternal . selama 3 x 24 2.Modifikasi
Penyebab : jam lingkungan (misal
1.Hambatan lingkungan diharapkan pencahayaan,
(missal : kelembaban, keadekuatan kebisingan,
lingkungan sekitar, suhu kualitas dan suhu,matras,dan
lingkungan, pencahayaan, kuantitas tidur tempat tidur)
kebisingan, bau tidak sedap, membaik. 3.Batasi waktu
jadwal pemantauan / tidur siang jika
pemeriksaan / tindakan. Kriteria hasil : perlu
35

2. Kurang kontrol tidur 1.Keluhan sulit 4. Tetapkan jadwal


3. Kurang privasi tidur menurun tidur rutin
4. Restraint fisik 2.Keluhan 5.Lakukan
5. Ketiadaan teman tidur sering terjaga prosedur untuk
6.Tidak familiar dengan menurun meningkatkan
peralatan tidur 3.Keluhan kenyamanan
tidak puas ( misal pijat,
Gejala dan tanda mayor : tidur menurun pengaturan posisi,
Subjektif : 4.Keluhan pola terapi akupresur)
1. Mengeluh sulit tidur tidur berubah 6.Sesuaikan jadwal
2. Mengeluh sering terjaga menurun pemberian obat dan
3. Mengeluh tidak puas tidur 5.Keluhan atau tindakan untuk
4. Mengeluh istirahat tidak istirahat tidak menunjang siklus
cukup cukup tidur terjaga.
Objektif : menurun 7.Jelaskan
(tidak tersedia) 6. Kemampuan pentingnya tidur
beraktivitas ketika sakit
Gejala dan tanda minor : meningkat 8.Anjurkan
Subjektif : menepati kebiasaan
Mengeluh kemampuan waktu tidur
beraktivitas menurun
Objektif :
(tidak tersedia)

3 Gangguan rasa nyaman Setelah


Definisi : dilakukan 1.Identifikasi gejala
Perasaan kurang senang, lega asuhan yang tidak
dan sempurna dalam dimensi keperawatan menyenangkan
fisik, psikospiritual, selama 3 x 24 ( misal mual, nyeri,
lingkungan dan sosial. jam gatal , sesak )
Penyebab : diharapkan
1.Gejala penyakit keseluruhan 2.Berikan posisi
2.Kurang pengendalian rasa nyaman yang nyaman
situasional / lingkungan dan aman 3.Ciptakan
3. Ketidakadekuatan sumber secara fisik,lingkungan yang
daya (misal dukungan psikologis, nyaman
financial, sosial, dan spiritual, 4.Dukung keluarga
pengetahuan) sosial, budaya terlibat dalam
4. Kurangnya privasi dan terapi / pengobatan
5.Gangguan stimulus lingkungan 5.Jelaskan
lingkungan meningkat. mengenai kondisi
6. Efek samping terafi (misal dan pilihan terapi /
medikasi, radiasi, kemoterafi) Kriteria hasil : pengobatan
7.Gangguan adaptasi 1.Keluhan 6. Ajarkan terapi
kehamilan tidak nyaman relaksasi
menurun 7.Berikan waktu
36

Gejala dan tanda mayor : 2.Gelisah istirahat dan tidur


Subjektif : menurun yang cukup untuk
Mengeluh tidak nyaman 3.Keluhan sulit mengembalikan
Objektif : tidur menurun tingkat energi
Gelisah 4. Pola tidur 8.Kolaborasi
membaik pemberian
Gejala dan tanda minor : analgesik, anti
Subjektif : pruritus, anti
1. Mengeluh sulit tidur histamin, jika perlu
2. Tidak mampu rileks 9. Pastikan asupan
3.Mengeluh kedinginan / nutrisi yang
kepanasan adekuat untuk
4. Merasa gatal meningkatkan
5. Mengeluh mual resistensi tubuh
6. Mengeluh lelah terhadap stress
Objektif : 10. Hindari makan
1.Menunjukkan gejala an yang
distress mengandung
2.Tampak merintih / kafein, garam dan
menangis juga lemak
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah
5. Irritabilitas

4 Keletihan Setelah 1.Identifikasi


Definisi : dilakukan penurunan tingkat
Penurunan kapasitas kerja asuhan energi,
fisik dan mental yang tidak keperawatanketidakmampuan
pulih dengan istirahat selama 3 x 24
berkonsentrasi atau
Penyebab : jam gejala lain yang
1.Gangguan tidur diharapkan mengganggu
2. Gaya hidup monoton kapasitas kerja
kemampuan
3. Kondisi fisiologis (misal fisik dan
kognitif
penyakit kronis, penyakit mental yang
2.Periksa
terminal, anemia, malnutrisi, tidak pulih
ketegangan otot,
kehamilan) dengan frekuensi nadi,
4.Program perawatan / istirahat tekanan darah dan
pengobatan jangka panjang menurun. suhu sebelum dan
5. Peristiwa hidup negatif sesudah latihan
6. Stress berlebihan Kriteria hasil : 3.Ciptakan
7. Depresi 1.Tenaga lingkungan yang
meningkat tenang dan tanpa
Gejala dan tanda mayor : 2.Kemampuan gangguan
Subjektif : melakukan pencahayaan dan
1. Merasa energi tidak pulih aktivitas rutin suhu ruang nyaman
37

walaupun telah tidur meningkat jika


2. Merasa kurang tenaga 3.Pola istirahat memungkinkan
3. Mengeluh lelah membaik 4. Jelaskan tujuan,
Objektif : 4.Selera makan manfaat, batasan,
1.Tidak mampu membaik dan jenis relaksasi
mempertahankan aktivitas 5.Gelisah yang tersedia,
rutin menurun (misal musik,
2. Tampak lesu meditasi, nafas
dalam)
Gejala dan tanda minor : 5.Anjurkan
Subjektif : mengambil posisi
Merasa bersalah akibat tidak nyaman
mampu menjalankan 6.Demonstrasikan
tanggung jawab dan latih tekhnik
relaksasi ( misal
Objektif : napas dalam,
Kebutuhan istirahat peregangan)
meningkat 7.Identifikasi faktor
pengganggu tidur
(fisik dan atau
psikologis)
8. Tetapkan jadwal
tidur rutin
9.Lakukan
prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan
( misal pijat,
pengaturan posisi,
terapi akupresur)
10.Jelaskan
pentingnya tidur
ketika sakit
11.Anjurkan
menepati kebiasaan
waktu tidur
38

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh Perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan, (Gordon dalam potter&perry, 1997)

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah

tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi

suatu masalah, (Meirisa, 2015).

Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya dalam perencanaan , membandingkan hasil tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan

menilai efektifitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan

dan pelaksanaan, (Mubarak dkk, 2015).

Berikut ini adalah gambaran umum keadaan pasien diakhir penerapan

proses keperawatan : untuk penentuan masalh teratasi, atau tidak teratasi adalh

dengan cara membandingkan SOAP ( Sujektif, Objektif, Analisis, Planning )

dengan tujuan mencapai tujuan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

a. Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien

setelah tindakan diberikan

b. Objektif merupakan informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,

penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan

dilakukan.
39

c. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjektif dan

objektif dengan tujuan dan kriteria hasil kemudian diambil

kesimpulan bahwa masalah teratasi atau tidak teratasi.

d. Planning adalah masalah keperawatan lanjutan yang akan dilakukan

berdasarkan analisa (Kodim, 2015).


40

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SLKI ,DPP PPNI (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SIKI, DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SDKI, DPP PPNI (2017) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Suparyanto (2018) Asuhan Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi.
Prawesti (2016) Anatomi fisiologi untuk siswa Perawat.
Grace & Borley (2016) Buku Ajaran Fudamental Keperawatan ,Jakarta.
Mubarak Dkk (2015) Promosi Kesehatan , Jakarta.
Meirisa (2015) Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Komunitas.
Saferi wijaya Andra (2013) Keperawatan Medikal Bedah II, Jogyakarta.
Syaifuddin (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC
Darmojo, Boedhi dan Martono (2004). Geriatri. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)
Gunawan (2001). Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: penerbit
kansius
Indriyani, Widian (2009). Deteksi dini kolestrol, hipertensi, dan stroke. Jakarta :
milistone
Junaidi, Iskandar (2010). Hipertensi ( Pengenalan, pencegahan, dan
pengobatan). Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer
Lapau, Buchari (2009). Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Machfoedz, Ircham (2005). Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan.
Jakarta : Tramaya
Notoatmodjo, Soekidjo (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Nugroho, wahyudi (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatri. Jakarta : EGC
41

Nursalam (2011). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba medika
Rusdi (2009). Awas! Bisa mati cepat akibat Hipertensi dan Diabetes.
Jogjakarta : Power Books (IHDINA)
Santoso, Djoko (2010) . Membonsai Hipertensi. Surabaya : Jaring pena
Setiadi (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Edisi pertama.
Yogyakarta : Graha ilmu
Stanly, Micke (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Sudarth dan Brunner (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam jilid 1. Edisi V. 2010.
Jakarta : Internal publishing

Anda mungkin juga menyukai