OTITIS MEDIA
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS PRAKTIKUM KEPERAWATAN
MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH 1
Dosen Pembimbing :
Rio Ady Erwansyah, S.Kep,Ns,M.Kep
DIBUAT OLEH :
Tanggal
:
Mengetahui
Penulis ,
DAFTAR ISI
COVER ..............................................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................
KATA PENGANTAR ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................................
1.3 TUJUAN MASALAH...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
2.1 DEFINISI OTITIS MEDIA..................................................................................
2.2 ETIOLOGI OTITIS MEDIA................................................................................
2.3 KLASIFIKASI OTITIS MEDIA.............................................................................
2.4 PATOFISIOLOGI OTITIS MEDIA.....................................................................
2.5 PATWAY OTITIS MEDIA..................................................................................
2.6 MANIMFESTASI OTITIS MEDIA....................................................................
2.7 PENATALAKSANAAN MEDIK OTITIS MEDIA............................................
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA ..................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Otitis media akut (OMA) adalah penyakit telinga tersering pada anak yang ditandai
dengan reaksi peradangan di telinga tengah yang dipicu oleh agen infeksi atau non infeksi
(Paparella et al., 2012). Kejadian otitis media pada anak berkaitan dengan kejadian infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA). ISPA menyebabkan nasopharyngitis, yang mengakibatkan
tekanan negatif dari telinga tengah. Tekanan negatif telinga tengah diakibatkan oleh fungsi
tuba eustachius yang terganggu, sekitar 94% pasien dengan ISPA berkembang menjadi OMA
(Haidar, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh Chonmaitree dkk (2009) ISPA berulang
menjadi salah satu faktor resiko terjadinya rekurensi OMA pada anak . Anak penderita OMA
dengan stadium perforasi dapat berkomplikasi menjadi mastoiditis. Mastoiditis yang kronik
dapat mnimbulkan masalah baru berupa penurunan pendengaran (Mattos et al., 2014).
Prevalensi ISPA di provinsi Jawa Tengah adalah 15,7% masih tergolong tinggi
dibandingkan dengan provinsi lain (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Penyebab utama kunjungan pasien dipuskesmas salah satunya adalah ISPA, 15-30 %
berlanjut ,menjadi pasien rawat inap rumah sakit (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Salah
satu komplikasi dari ISPA di bidang Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT) adalah OMA.
Disfungsi tuba eustachii dianggap sebagai etiologi utama dalam perkembangan otitis
media. Tuba eustachii secara alamiah memiliki mekanisme pencegahan penjalaran bakteri
memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba
eustachii. Bayi dan anak-anak penderita otitis media mengalami disfungsi tuba eustachii atau
memiliki mekanisme pembuangan aktif yang tidak efisien (Wackymer, 2010). Tuba
eustachii pada anak yang lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal
ketimbang orang dewasa mempermudah penjalaran bakteri dan virus (Paparella et al., 2012).
ISPA menjadi faktor resiko yang dominan untuk berkembang menjadi OMA. Otopathogens
bakteri dan virus pernapasan berinteraksi dan bermain peran penting dalam pengembangan
OMA (Hattaka, 2010).
Untuk itu peneliti tertarik untuk mengangkat asuhan keperawatan mengenai otitis
media
2.1 Pengertian
Otitis media adalah infeksi pada telinga tengah yang menyebabkan peradangan
(kemerahan dan pembengkakan) dan penumpukan cairan di belakang gendang
telinga.Otitis media akut biasanya merupakan komplikasi dari disfungsi tuba eustachian
yang terjadi selama infeksi saluran pernafasan atas virus.Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis adalah organisasi yang paling umum
diisolasi dari cairan telinga bagian tengah (Rudi haryono,2019). Otitis media akut
merupakan penyakit yang umum terjadi pada anak, yang disebabkan oleh infeksi (bakteri
atau virus) cairan di telinga tengah.Peningkatan kerentanan pada bayi dan anak yang
masih kecil sebagian disebabkan oleh tuba eustachius yang pendek dan terletak
horizontal, keterbatasan respons terhadap antigen, dan sebelumnya kurang terpajan
patogen umum (Yoon et al., 2011).
2.2 Etiologi
1. VIRUS
Kebanyakan anak-anak terinfeksi oleh respiratory syncytial virus (RSV) pada awal
tahun kehidupan. Prevalensi virus saluran pernafasan pada cairan pada telinga tengah dari
456 anak berumur tujuh bulan sampai tujuh tahun dengan otitis media akut adalah 41%. RSV
adalah yang paling sering ditemukan, diikuti dengan parainfluenza, influenza, enterovirus
dan adenovirus. Penemuan ini dikonfirmasi dengan penelitian lain dan ditambahkan beberapa
virus ke dalam daftar seperti rhinovirus, coronavirus, metapheumovirus (Corbeel, 2007).
2. BAKTERIA
Sekitar 70% pasien dengan otitis media akut, bakteri ditemukan pada kultur pada
telinga tengah. Spesies yang paling sering adalah haemophilus influenzae dan
streptococcus pneumoniae. Kultur pada nasofaring dapat memberikan informasi berguna
dalam keterlibatan bakteri pada otitis media akut. Heikkinen dkk menemukan pada 25%
dari pasiennya disebabkan oleh steptococcus penumoniae, haemophilus influenzae pada
23%, moraxella catarrhalis sekitar 15%.
Telah didemostrasikan bahwa kekambuhan dari otitis media akut memiliki
hubungan positif dengan hasil kultur bakteri yang positif pada nasofaring (Corbeel,
2007).
Menurut Adams (1997: 96) penyebab otitis media akut antara lain :
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba dinasofaring dan faring.
Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga
tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim penghasil mukus (misalnya
muramidase) dan antibodi.
2. Obstruksi tuba eusthachius
Merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis media akut, karena fungsi tuba
eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu,
sehingga kuman masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Pada bayi
terjadinya otitis media akut dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan
agak horisontal letaknya.
3. Infeksi saluran pernafasan atas
Terutama disebabkan oleh virus, pada anak makin sering terserang infeksi saluran
pernafasan atas makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut.
4. Bakteri piogeik
2.3 Klasifikasi
3. Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media
akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane
timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan
membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu
melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan
infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada
otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang.
Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak
mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang
tak ditangani.
Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat
mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke
dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah.
Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit
yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga
tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan
menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran
sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan
abses otak.
2.4 Patofisiologi
Otitis media awalnya dimulai sebagai proses peradangan setelah infeksi saluran
pernafasan atas virus yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, dan tuba eusthacia.
Ruang anatomi yang sempit membuat edema yang disebabkan oleh proses inflamasi
menghalangi bagian eustachia dan mengakibatkan penurunan ventilasi. Hal ini
menyebabkan kaskade kejadian seperti peningkatan tekanan negatif di telinga tengah dan
penumpukan sekresi mukosa yang meningkatkan kolonisasi organisme bakteri dan virus
di telinga tengah. Pertumbuhan mikroba di telinga tengah ini kemudian membentuk nanah
yang di tunjukan sebagai tanda-tanda klinis Otitis Media Akut (OMA) (Danishyar &
Ashurst, 2017)
2.5 Pathway
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau
negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ),
dapat mengalami perforasi.
Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
Demam
Anoreksia
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga
atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba
eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup
sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga
tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali
pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan
merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi
otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat
terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna
melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli
otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan
pendengaran konduktif atau campuran.
2.7 Penatalaksanaan medik
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g :dosis
antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien.
Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama adalah Amoksisilin;
pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan organismenya resisten terhadap amoksisilin –
adalah amoksisilin dengan klavulanat(Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau
trimetoprin sulfametoksazol. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin
dan sulfonamide atau trimetoprim – sulfa.
Untuk otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ), terapi yang umum dilakukan
adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh sendiri dalam 2 bulan. Untuk otitis media
serosa yang persisten, dianjurkan untuk melakukanmiringotomi. Miringotomi adalah
prosedur bedah dengan memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane
timpani. Hal ini memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative
dan memungkinkan drainase cairan. Selang itu umumnya lepas sendiri setelah 6 sampai 12
bulan. Kemungkinan komplikasinya adala atrofi membrane timpani, timpanosklerosis (parut
pada membrane timpani), perforasi kronik, dan kolesteatoma.
Berdasarkan AAP dan AAFP clinical practice guideline pada otitis media akut, apakah
pasien harus diobservasi atau diberi terapi antibakteri pada otitis media akut dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Anak-anak kurang dari enam bulan harus menerima terapi antibakteri, tanpa
memperhatikan tingkat kepastian dari diagnosis otitis media akut.
2. Terapi antibakteri untuk anak-anak umur enam bulan sampai dua tahun
direkomendasikan saat diagnosis otitis media akut sudah pasti, atau saat penyakitnya
parah meski diagnosis belum pasti. Penyakit parah jika terjadi otalgia sedang sampai berat
atau suhu tubuh > 39°C dalam 24 jam terakhir. Observasi adalah pilihan pada grup usia
ini saat diagnosis belum pasti dan penyakitnya tidak parah.
3. Terapi antibakteri untuk anak-anak lebih dari dua tahun direkomendasikan saat
diagnosis dari otitis media akut sudah pasti dan penyakitnya parah. Observasi adalah
pilihan saat diagnosis pasti atau tidak pasti tapi penyakitnya ringan.
4. Observasi hanya dianggap sebagai pilihan yang cocok saat pasien dapat dimonitor
perkembangannya dan terapi antibakteri dapat dimulai saat gejala tetap atau memburuk.
Pemilihan antibiotik yang tepat untuk pengobatan otitis media akut sangat penting untuk
pemberantasan bakteri pada telinga tengah. Kegagalan dan kesuksesan pemberantasan
infeksi bakteri berhubungan dengan kegagalan pengobatan dan otitis media akut yang
menetap dan berulang (Cunningham dkk., 2012). Beberapa antibiotik yang dapat diberikan
seperti:
1. Amoksisilin, pada dosis tinggi (80-90mg/kg/hari) efektif melawan kelompok dari
S. Pneumoniae yang rentan, setengah resisten, dan beberapa yang sangat resisten. Harga
yang murah dan efek samping yang rendah membuat amoksisilin menjadi pilihan yang
menarik sebagai terapi garis pertama pada anak-anak dengan otitis media akut.
Amoksisilin sebaiknya tidak menjadi pilihan terapi pada anak-anak yang baru saja
mendapat antibiotik beta laktam. Kegagalan pengobatan dengan amoksisilin dosis tinggi
paling sering disebabkan oleh organisme beta laktamase positif dan S. Pneumoniae yang
tidak rentan penisilin dengan menggangu protein yang mengikat penisilin (Cunningham
dkk., 2012).
2. Makrolida (Azitromisin dan Klaritromisin) adalah pilihan untuk terapi awal untuk
pasien dengan penyakit ringan dan riwayat alergi penisilin. Obat ini tidak
direkomendasikan untuk pasien yang sensitif pada penisilin atau pasien yang mengalami
kegagalan terapi dengan amoksisilin. Makrolida memiliki aktivitas yang terbatas
melawan nontipe H. Influenzae dan hanya efektif melawan S. Pneumoniae yang rentan
penisilin (Cunningham dkk., 2012).
A. Pengkajian
Identitas Pasien
Nama, Umur, Alamat, Tempat Tgl. Lahir, Jenis Kelamin, Agama, Suku Bangsa,
Pekerjaan, Pendidikan, Status Perkawinan, Tanggal Masuk dan Nomor Identitas.
Riwayat Keperawatan / Kesehatan
- Keluhan Utama
Biasanya klien merasa nyeri didalam telinga, gangguan pendengaran berupa rasa penuh
ditelinga dan suhu tubuh tinggi.
- Riwayat Kesehatan / Keperawatan Yang Lalu
Biasanya klien mengalami mengalami penyakit pilek dan batuk. v Pola Kebiasaan
- Pola Nutrisi
- Pola Aktivitas
TD : Biasanya menurun
Suhu : Biasanya meningkat
RR : Biasanya normal
Nadi : -
Pemeriksaan Khusus
- Auskultasi : -
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik d/d mengeluh nyeri, meringis, gelisah, sulit tidur,
diaforesis. (D.0077)
2. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan pendengaran d/d merasakan sesuatu melalui
indra peerabaan, penciuman, atau pengecapan, respons tidak sesuai, konsentrasi buruk.
( D.0085)
3. Risiko Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif. (D.0142)
C. Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik d/d mengeluh nyeri, meringis, gelisah, sulit tidur,
diaforesis. (D.0077)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 kali 24 jam, maka diharapkan
tingkat nyeri menurun
Kriteria Hasil :
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan pendengaran d/d mendengar suara bisikan ,
respons tidak sesuai, konsentrasi buruk.( D.0085)
Terapeutik :
Ganti balutan luka sesuai jadwal.
Edukasi :
Jelaskan prosedur kepada pasien, dengan menggunakan alat bantu.
Ajarkan meminimalkan tekanan pada tempat insisi.
Ajarkan cara merawat area insisi.
D. Implementasi keperawatan
E. Evaluasi keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan tenaga medis yang lain agar
mencapai tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan (Ida, 2016).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Otitis media adalah infeksi pada telinga tengah yang menyebabkan peradangan
(kemerahan dan pembengkakan) dan penumpukan cairan di belakang gendang telinga. Otitis
media awalnya dimulai sebagai proses peradangan setelah infeksi saluran pernafasan atas
virus yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, dan tuba eusthacia.
Gejala otitis media bervariasi tergantung dari tingkat keparahan infeksi. Kondisi
tersebut biasanya unilateral pada orang dewasa dan dapat disertai oleh otalgia. Hasil
penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g :dosis antibiotika oral
yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien. Antibiotik dapat
digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama adalah Amoksisilin; pilihan kedua –
digunakan bila diperkirakan organismenya resisten terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin
dengan klavulanat
3.2 Saran
Dengan dilaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan OTITIS MEDIA yang dapat
diberikan yaitu:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapakan dapat memberikan kemudahan dalam penggunaan perpustakaan yang
menjadifasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
keterampilannya dalam menjalani pratek dan pembuatan asuhan keperawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
supaya keluarga dapat merawat pasien saat pasien sudah pulang seperti menasehati
pasien untuk kurangi mengkonsumsi makanaan yang dapat menyebabkan otitis media
3. Bagi pasien
Diharapkan agar dapat di jadikan sebagai pedoman untuk mengetahui lebih lanjut
penyakit yang di alami.
4. Bagi penulis
Hasil penelitian membuat pengalaman belajar dalam meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan berkaitan dengan pasien otitis media.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham F.G., 2012. Obstetri Williams. Cetakan 23, EGC, Jakarta. pp.774-797.
Danishyar A, Ashurst JV. Otitis, Media, Acute. Kingman Regional Medical Center.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470332/. 2018 7.
Haryono, R. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogjakarta: Pustaka Baru Press.
Paparella, M. M., Adams, G. L. and Samuel C, L. (2012) ‘Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid’, in boies buku ajar penyakit THT. 6th edn. jakarta: EGC.