Anda di halaman 1dari 39

Panduan Pembuatan Kebijakan

(Perda Ramah Investasi)

KERJASAMA ANTARA:

FORD FOUNDATION
dengan
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Jakarta 2013
I. PENDAHULUAN

I.1. Apakah Regulasi?


Menurut OECD, regulasi didefinisikan sebagai “berbagai kelompok instrumen
yang digunakan oleh pemerintah untuk menetapkan aturan-aturan tertentu kepada
perusahaan dan warga negara. Regulasi mencakup undang-undang, keputusan dan
peraturan tingkat-bawah yang dikeluarkan oleh semua tingkatan pemerintah, dan
peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga non-governmental dan lembaga self-regulatory
yang telah diberi kewenangan oleh pemerintah”. Dari pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa regulasi juga menggambarkan kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah.

Pada prinsipnya, berdasarkan bidang yang diatur, regulasi dapat dikelompokkan dalam
tiga kategori:
• Regulasi ekonomis mengatur kerangka bagi pelaku ekonomi, perusahaan, dan pasar
(misalnya, persaingan usaha yang sehat dan pembatasan monopoli)
• Regulasi sosial merumuskan standar kesehatan, keselamatan, lingkungan hidup,
dan mekanisme perwujudannya (misalnya, perlindungan lingkungan)
• Regulasi administratif berkenaan dengan formalitas dan administrasi pemerintah,
atau sering disebut ‘red tape’ (misalnya, berbagai lisensi)

I.2. Ledakan Regulasi dalam Masa Otonomi Daerah


Setelah diterapkannya UU Otonomi Daerah pada 1999 yang menjadi tonggak
dimulainya otonomi daerah, Kab./Kota mendapatkan kewenangan lebih luas dalam
menerbitkan regulasi. Umumnya regulasi tersebut berbentuk peraturan, khususnya di
daerah. Hal ini dilandasi oleh pengaturan mengenai pembentukan peraturan daerah
bagi kelangsungan otonomi di daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan daerah. Meskipun kemudian dalam tata urutan peraturan
perundang-undangan kedudukan perda berada di bawah peraturan ditingkat nasional,
namun perda tetap menjadi roh dari otonomi daerah

Peraturan perundang-undangan tersebut menyatakan bahwa pemerintah daerah


memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengadministrasikan perdagangan dan
industri, dan karenanya daerah berhak untuk mengenakan regulasi terkait perdagangan
dan industri seperti perijinan usaha maupun pungutan. Namun, seringkali perda yang
dibuat justru tidak bertujuan untuk memecahkan masalah dan seringkali bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hasil studi TKED 2011
menunjukkan bahwa sekitar 72% perda memiliki kebermasalahan dalam kemutakhiran
(Up-to-Date) acuan yuridis. Lebih jauh lagi, terkadang peraturan daerah yang dibuat
tidak aspiratif dan partisipatif, serta substansinya sering membebani masyarakat
khususnya dunia usaha. Hal ini tidak terlepas dari Penyusunan Ranperda yang tidak
didasari oleh perencanaan yang jelas, terpadu dan sistematis, serta sering kali tidak
terkait dengan RPJPD, RPJMD/Renstra SKPD. Apalagi terkait dengan perencanaan
pembangunan di tingkat nasional.
1
Permasalahan lainnya yang muncul adalah, pembentukan peraturan daerah tidak
didukung dengan kompetensi dari pembuat kebijakan (legal drafter) dan atau minimnya
jumlah ahli perancangan peraturan perundangan yang memahami substansi masalah
secara komprehensif. Dengan minimnya kompetensi pembuat kebijakan, peraturan
yang dibuat bukan merupakan pemecah masalah, bahkan seringkali menimbulkan
masalah yang baru.

I.3. Beban Regulasi terhadap Dunia Usaha


Dengan adanya ledakan regulasi tersebut, terdapat banyak regulasi yang kemudian
membebani dunia usaha. Beban yang ditanggung oleh dunia usaha diantaranya
adalah inefisiensi biaya dan juga adanya ketidakpastian hukum. Bentuk regulasi yang
menimbulkan beban antara lain peraturan yang terkait pungutan (pajak dan retribusi).
Selain peraturan yang terkait pungutan, peraturan yang mengatur tentang perijinan juga
dapat menimbulkan beban, jika peraturan yang ditetapkan justru menambah prosedur,
waktu dan biaya pengurusan ijin.

I.4. Deregulasi untuk Meningkatkan Kompetisi


Globalisasi ekonomi membuat deregulasi menjadi penting, karena dengan penetapan
regulasi yang tepat akan membawa efisiensi. Deregulasi adalah pengurangan atau
penghapusan regulasi-regulasi yang dapat menimbulkan beban bagi masyarakat
khususnya dunia usaha. Deregulasi, dalam rangka menghapuskan penyebab utama
ekonomi biaya tinggi di Indonesia, merupakan salah satu mekanisme yang dapat
membantu kalangan usaha Indonesia untuk menjadi kompetitif secara internasional.
Akan tetapi, terdapat beberapa kendala dalam menciptakan lingkungan bisnis yang
kondusif:
1. Indonesia tidak memiliki undang-undang yang mengatur prosedur bagi dunia usaha
yang dapat diterapkan secara umum; setiap lembaga memiliki prosedur tersendiri.
Hal ini menjadi masalah karena tidak terdapat standar perundang-undangan yang
harus dipenuhi oleh suatu regulasi agar dianggap sah.
2. Belum ada asesmen terhadap dampak regulasi sehingga terkadang ragulasi
pemerintah yang dikeluarkan tidak menjawab masalah.

II. PROGRAM LEGISLASI DAERAH (PROLEGDA)

II.1. Apa itu Prolegda?


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 1 angka 10 menyebutkan bahwa “Program
Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan
program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/
Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis”. Sebelum membuat satu
peraturan, diperlukan sebuah perencanaan yang merupakan bagian dari manajemen
pembentukan peraturan. Perencanaan ini memiliki arti strategis dalam menyusun
kebutuhan substansi serta skala prioritas regulasi daerah yang sejalan dengan RPJMD
dan RPJPD. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat menentukan keberhasilan
suatu produk kebijakan. Tanpa ada perencanaan yang baik akan timbul komplikasi

2
dari penerapan suatu aturan sehingga peraturan tersebut tidak akan menyelesaikan
masalah. Di tingkat daerah, proses perencanaan ini tertuang dalam Program Legislasi
Daerah (Prolegda).

II.2. Apa Fungsi Prolegda?


Beberapa fungsi dari Prolegda adalah:
 Memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan
pembentukan Peraturan Daerah;
 Menetapkan skala prioritas penyusunan rancangan Peraturan Daerah untuk
jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama dalam
pembentukan Peraturan Daerah;
 Menyelenggarakan sinergi antar lembaga/ institusi/ SKPD/ yang berwenang
membentuk Peraturan Daerah;
 Mempercepat proses pembentukan Peraturan Daerah dengan memfokuskan
kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala prioritas yang
ditetapkan;
 Menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Peraturan Daerah.

II.3. Apa Tujuan Prolegda


Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan Prolegda adalah:
 memberikan gambaran objektif tentang kondisi umum Peraturan Daerah yang akan
dibentuk.
 menyusun skala prioritas sebagai suatu program yang berkesinambungan dan
terpadu dengan RPJP,RPJM, RPJPD, dan RPJPD
 membangun konsistensi yang sinergis dengan peraturan yang lebih tinggi.

II.4. Prinsip: “Tidak ada Perda di luar Prolegda”


Prinsip prolegda adalah tidak ada perda diluar prolegda. Ini berarti bahwa seluruh
perda yang akan dibuat haruslah berdasarkan prolegda yang telah diajukan. Sehingga
tidak boleh seorang kepala daerah mengajukan rancangan Perda di luar prolegda kecuali
ada keadaan tertentu yang mengharuskan Kepala Daerah ataupun DPRD mengajukan
Perda diluar itu. Hal ini berdasarkan Ps 81 ayat (3) dan (4) PP No 16/2010.

Perlu diingat bahwa Prolegda bukan sekedar daftar judul Perda karena secara substantif
Prolegda harus mampu mencerminkan visi, misi dan arah kebijakan yang hendak
dicapai sesuai dengan rencana pembangunan daerah dan nasional. Beberapa substansi
Prolegda dapat dilihat dibawah ini:
Substansi Prolegda
1. Latar belakang masalah dan tujuan penyusunannya, termasuk keterkaitan dengan
perundang-undangan lainnya (vertikal/horizontal).
2. Sasaran yang akan diwujudkan oleh pembuatan perda(Panjang, menengah, pendek)
3. Pokok-pokok pikiran dan lingkup yang akan diatur
4. Jangkauan arah pengaturan (siapa yang akan terpengaruh dan mempengaruhi dengan
adanya aturan)

3
II.5. Prolegda, Naskah Akademik dan Regulatory Impact Assessment (RIA)

Untuk mendukung tercapainya sebuah Prolegda dengan substansi yang baik, maka
diperlukan sebuah naskah akademik. Pada Pasal 33 UU No.12 Tahun 2012, yang menjadi
dasar hukum dari keberadaan naskah akademik, disebutkan bahwa penyusunan naskah
akademik yang baik adalah melalui kajian. Melalui kajian diharapkan akan mampu
terjawab sejumlah pertanyaan seputar apa materi pokok yang harus diatur, bagaimana
keterkaitan dengan regulasi (vertikal – horizontal), siapa unit terkait yang terlibat, dan
target waktu/prioritasnya. Naskah akademik yang dihasilkan pun nantinya adalah
menjabarkan poin-poin dari prolegda. Jabaran ini yang nantinya tercermin dalam pasal-
pasal di sebuah perda. Beberapa hal yang mendasari pentingnya naskah akademik
menjadi dasar bagi pembentukan Perda adalah:

Panduan pertanyaan dalam membantu proses penyusunan


Naskah Akademik diantaranya sebagai berikut:
 Bagaimana Cara Menentukan Materi Pokok?
 Bagaimana menentukan status peraturan (baru atau revisi)?
 Bagaimana menentukan keterkaitan antar regulasi
(vertikal-horizontal)
 Bagaimana cara menentukan unit terkait yang terlibat?
 Bagaimana cara menentukan target waktu/prioritas?

Guna menjawab sejumlah permasalahan tersebut, dalam penyusunan prolegda bisa


menggunakan metode/tahapan kerja RIA (Regulatory Impact Assessment). Dalam
praktiknya RIA dapat digunakan dalam penyusunan keseluruhan kebijakan termasuk
prolegda. Dari keseluruhan kelompok tahapan RIA, prolegda masuk dalam kelompok
Pre-RIA. Meskipun baru Pre-Ria/ penyusunan perencanaan /Prolegda, tahap konsultasi
publik sudah harus dilakukan dan menjadi bagian yang cukup penting.

Meskipun Pre-RIA merupakan unsur penting dalam penyusunan Prolegda, namun


dalam implementasinya di daerah memiliki tantangannya tersendiri. Diantaranya
terkait dengan pembiayaan dalam penyelenggaraan RIA. Meski demikian, terobosan
dengan menggunakan dasar hokum UU No. 12 Tahun 2004 utamanya pasal 33. Dengan
dukungan politik yang cukup rasanya pembiayaan RIA dalam proses penyusunan
prolegda dapat dianggarakan.

Setelah melalui sejumlah proses tahapan, termasuk tahapan RIA, dalam perumusan
prolegda oleh pemerintah daerah dapat dilanjutkan dengan melakukan pengisian form
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 153 Tahun 2011
(lihat tabel di bawah).
Status Unit/ Target Pe-
Tentang Materi Pelak-
No Jenis Instansi nyampaian Ket.
(Judul) Pokok Baru Ubah sanaan
Terkait (Tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

4
Keterangan Tabel:
1. Nomor urut pengisian.
2. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
3. Penamaan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
4. Materi muatan pokok yang akan diatur.
5. Peraturan tersebut baru.
6. Peraturan tersebut hanya perubahan.
7. Peraturan tersebut merupakan delegasi/ perintah dan peraturan yang lebih tinggi.
8. Unit kerja/instansi terkait dengan materi muatan peraturan yang disusun
9. Tahun penyelesaian kapan? .
10. Hal-hal yang berkaitan dengan pembahasan Peraturan Daerah dan Keputusan
Kepala Daerah

III. REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA)

Seperti telah disebutkan diatas, untuk menghasilkan suatu regulasi yang baik, maka
diperlukan naskah akademik yang dapat mendukung hal tersebut. Agar naskah
akademik yang dihasilkan berkualitas, dapat digunakan metode Regulatory Impact
Assessment (RIA).

III.1. Apa yang dimaksud dengan RIA?

Regulatory Impact Assessment (RIA) adalah sebuah metodologi untuk meningkatkan


mutu peraturan yang sudah ada dan peraturan baru. Metodologi tersebut memberikan
peluang bagi pengguna untuk memeriksa apakah peraturan sudah sesuai dengan kriteria
mutu yang dijabarkan dalam checklist yang dikembangkan dan direkomendasikan oleh
OECD (1995). Melalui RIA akan ditinjau peraturan yang ada dan mengubah prosedur
yang birokratif menjadi prosedur yang smart dengan merumuskan peraturan yang
lebih baik sehingga dapat menjadi daya tarik dalam hal investasi bagi sebuah daerah.

III.2. Seperti apa tahapan RIA?

Pre-RIA RIA Process POST


Pemeta-
Pene- Kajian Pengum- Laporan Diseminasi un-
an
tapan Awal pulan dan akhir hasil tuk perubahan
Keselu-
Prioritas Regulasi analisis kajian regulasi
ruhan

KONSULTASI PUBLIK

Ada tiga tahapan proses RIA, yaitu: Pre RIA, RIA Process, Post RIA. Untuk Pre RIA,
kegiatan yang termasuk didalamnya adalah pemetaan keseluruhan regulasi yang telah
ada dan penetapan prioritas kajian. Pemetaan keseluruhan regulasi yang telah ada ini

5
dilakukan agar di dapat gambaran besar mengenai peraturan perundangan yang sudah
ada untuk hal yang akan di regulasikan. Dengan adanya gambaran besar dari peraturan
yang sudah ada, maka dapat ditentukan seperti apa regulasi yang akan dibuat termasuk
skala dan jenis regulasinya.

Setelah tahapan Pre RIA, maka dilakukan proses RIA. Proses RIA sendiri, terdiri dari 7
tahapan yang terdiri dari:

1. Perumusan masalah atau issue yang menimbulkan kebutuhan untuk


menerbitkan suatu kebijakan (melakukan tindakan);
2. Identifikasi tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dengan kebijakan
tersebut;
2a. Penilaian risiko (Risk Assessment)
3. Identifikasi berbagai alternatif tindakan (opsi) untuk mencapai
tujuan dan sasaran tersebut;
4. Assessment atas manfaat dan biaya (keuntungan dan kerugian)
untuk setiap opsi, dilihat dari sudut pandang pemerintah,
masyarakat, pelaku usaha, konsumen, dan ekonomi secara
keseluruhan;
5. Konsultasi & komunikasi dengan stakeholders, dalam semua
tahapan tersebut di atas;
6. Penentuan opsi terbaik (yang dipilih);
7. Perumusan strategi untuk menerapkan dan merevisi kebijakan.

III.3. Apa manfaat RIA?

Terdapat beberapa manfaat dalam membentuk kebijakan dengan menggunakan metode


RIA, yaitu:
• RIA memberi para pembuat keputusan kemampuan untuk menimbang untung-rugi
yang harus diseimbangkan di setiap tindakan terkait dengan penerbitan peraturan;
• RIA menghubungkan peraturan bermutu tinggi dengan tata kelola pemerintahan
yang baik, dan pembangunan ekonomi;
• RIA menyediakan data empiris untuk membuat keputusan peraturan yang tepat;
• RIA menyediakan pedoman yang jelas untuk berkonsultasi dengan para pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk meningkatkan transparansi, membangun
kepercayaan dan akuntabilitas publik;
• Temuan RIA terkait dengan solusi berbiaya terendah membantu mengurangi biaya
pelaksanaan bagi pemerintah serta biaya transaksi bagi usaha.

III.4. Apa Saja Tahapan-Tahapan Pelaksanaan RIA?

Terdapat tujuh langkah dalam melakukan Regulatory Impact Assessment (RIA) baik
dalam membuat kebijakan maupun dalam melakukan tinjauan kebijakan. Tahapan
pelaksanaan tersebut adalah:

6
Formulation of Problems

Implementation Strategy
Identification of Goals

Cost-Benefit Analysis

Selection of Actions
Action Alternatives
     

PUBLIC CONSULTATION

III.4.1. Bagaimana Mengidentifikasi permasalahan?

 Di tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan yang akan dipecahkan melalui


sebuah kebijakan
 Perlu dibedakan antara Masalah Utama vs Gejala

Perhatikan: Masalah sebagai perbedaan (gap) antara situasi yang terjadi


(actual) dengan situasi yang diinginkan (desired). Perumusan masalah
dalam review kebijakan mencakup penentuan ‘gap’ tersebut dengan tepat,
dan mengidentifikasi ‘penyebab’ masalah, yakni hal-hal yang menimbulkan
terjadinya perbedaan antara situasi yang actual dan desired.

Untuk mempermudah merumuskan masalah, terdapat beberapa pertanyaan kunci


seperti diagram dibawah ini:

What is the problem to be solved?


Formulation of Problems

Root of the problem?

Affected parties?

Contributing behavior? (Motivation?)

Effect on each party?

What about public perception?

7
Selalu Ingat akan 2 hal:

• Peraturan (kebijakan) dibuat untuk mengatasi suatu masalah.


• Seringkali masalah yang teridentifikasi hanya merupakan gejala, bukan
akar permasalahan.

Beberapa hal yang juga harus diidentifikasi ketika melakukan perumusan masalah
adalah:
a. Siapakah pihak yang terpengaruh?
 Identifikasi pihak yang terpengaruh termasuk jumlah (populasi) dan berapa
besar pengaruh tersebut.
b. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap masalah?
 Perumusan masalah yang baik harus memperhatikan persepsi dari berbagai
pihak (stakeholders).
 Dengan melihat persepsi berbagai stakeholders, ada beberapa manfaat:
a. Memastikan bahwa masalah tersebut memang benar-benar ada (real) dan
bukan hanya sekedar ‘persepsi’ (anggapan) terhadap satu masalah.
b. Menentukan tingkat keseriusan masalah yang ada, khususnya dari sudut
pandang stakeholder.

Harus selalu ingat untuk tidak mengarahkan pada ‘metode’ untuk mengatasi masalah
 Tidak boleh mengarahkan atau menekankan pada metode untuk mengatasi
masalah, seperti mengarahkan bahwa suatu masalah hanya bisa dipecahkan melalui
penerbitan regulasi.

Contoh kasus Identifikasi Permasalahan:

Beberapa permasalahan komoditas kakao yang tergali dari konsultasi para


stakeholder kakao di Majene yaitu sebagai berikut:

a. Serangan hama dan penyakit


b. Sarana produksi masih kurang
c. Motivasi petani merawat kebun rendah
d. Pemasaran kakao bersifat individu
e. Kurangnya modal usaha bertani kakao

Didalam konsultasi dengan para stakeholder tersebut, disimpulkan bahwa


permasalahan tersebut terjadi karena rendahnya kapasitas petani dari
aspek pengetahuan, keterampilan, sikap maupun modal. Beberapa
pihak yang berpengaruh terhadap akar masalah ini adalah Penyuluh,
Tim Penyusun Anggaran Daerah (TPAD), Pemerintah Daerah, Perbankan,
Kelompok Tani dan pihak Swasta.

Pengaruh Terhadap Petani Kakao


Rendahnya kapasitas SDM petani akhirnya berpengaruh pada:
a. Rendahnya produktivitas
b. Rendahnya pendapatan dan kesejahteraan petani

8
III.4.2. Bagaimana Mengidentifikasi Tujuan Kebijakan?

Tujuan kebijakan dilakukan untuk mengetahui sasaran yang ingin dicapai melalui
penerbitan suatu kebijakan. Suatu kebijakan memang untuk memecahkan masalah,
namun jika masalah yang terjadi cukup pelik dan rumit, maka dalam keadaan demikian,
kebijakan pemerintah biasanya dibuat memang hanya ditujukan untuk mengatasi
sebagian dari masalah yang dihadapi. Selain itu, juga perlu dilihat apakah pemerintah
memiliki kewenangan mengeluarkan kebijakan tersebut dan apakah kebijakan tersebut
konsisten dengan undang-undang dan peraturan lainnya.

Ada beberapa pertanyaan yang menjadi acuan untuk mengidentifikasi tujuan kebijakan
yang akan diterapkan yaitu:

Is government intervention necessary?


and Justified?
Part of the problem that needs to be
solved?
Identification of Goals

Goals (targets) to be achieved?

Who are the key players?

Desired behavior?

External Factors that encourage or


discourage?

What about risk?

a. Apakah perlu intervensi pemerintah?


Harus ada alasan yang tepat untuk melakukan intervensi melalui penerbitan regulasi
(justifikasi atas intervensi pemerintah memang diperlukan dan tepat).
b. Bagian masalah yang ingin diselesaikan
Identifikasi dengan jelas bagian mana dari masalah tersebut yang menjadi ‘sasaran’
regulasi yang akan diterbitkan.
c. Tujuan (sasaran) yang dinginkan
Setelah menetapkan bagian masalah yang akan diselesaikan, maka penentuan
sasaran (tujuan) kebijakan menjadi lebih mudah. Tujuan kebijakan tentu saja adalah
memperbaiki kondisi yang bermasalah.
d. Identifikasi pelaku utama (key players)
Identifikasi terlebih dahulu individu (key player) yang terkait dengan masalah yang
dihadapi. Siapakah mereka? Apa kepentingan mereka dalam hal ini? Bagaimana
mereka berperilaku? Semakin banyak informasi yang didapat, maka semakin besar

9
pula peluang untuk menyusun suatu kebijakan yang sukses. Biasanya, terhadap
sekelompok orang yang berbeda mungkin diperlukan kebijakan (alternatif/solusi)
yang berbeda.
e. Perilaku yang dikehendaki
Pada tahap ini, harus diterjemahkan tujuan kebijakan kedalam perubahan perilaku
yang diinginkan. Selain itu, perlu juga ditetapkan seberapa besar perubahan perilaku
yang diinginkan. Pertanyaan ini mendorong pembuat kebijakan untuk melihat
realitas sehingga target perubahan perilaku dapat dicapai.

Contoh Identifikasi Tujuan Kebijakan:

Akar masalah dari beberapa permasalahan komoditas kakao di majene


adalah rendahnya kapasitas petani dari aspek pengetahuan, keterampilan,
sikap maupun modal. Untuk meningkatkan kapasitas petani, maka
diperlukan intervensi pemerintah baik dalam bentuk regulasi maupun
non regulasi yang menyasar pada dua aktor komoditas kakao yaitu
petani dan penyuluh. Dari kebijakan yang ditetapkan, diharapkan terjadi
perubahan prilaku petani dan penyuluh seperti dibawah ini:

a. Petani, diharapkan dengan meningkatkan kapasitas petani, maka


terjadi beberapa perubahan prilaku seperti:
1. Merawat kebun sesuai dengan anjuran teknis budidaya kakao
yang baik
2. Melaksanakan penguatan fungsi organisasi kelompok tani
3. Melakukan pemasaran bersama dengan petani lain melalui
poktan/UPH
4. Membuka akses kemitraan dengan pihak lain (swasta, perusahaan,
LSM, perbankan)
5. Melakukan akses informasi atau komunikasi (pemda, perbankan)
6. Kemandirian permodalan (tidak bergantung pada tengkulak,
pedagang pengepul)
b. Penyuluh, perubahan perilaku yang diharapkan seperti:
1. Melakukan kegiatan penyuluhan secara intensif
2. Pengetahuan teknis kakao penyuluh memadai

III.4.3. Bagaimanakah mengidentifikasi Alternatif Tindakan/Penyelesaian?

Setelah tujuan kebijakan di identifikasi, maka langkah selanjutnya adalah


mengidentifikasi alternatif tindakan/penyelesaian. Tujuan utama tahap ini adalah
untuk menghasilkan suatu daftar (list) mengenai berbagai metode atau cara-cara
untuk menyelesaikan masalah. Tahap ini bukan dimaksudkan untuk menentukan
metode (tindakan) manakah yang harus dipilih. Sebelum menentukan alternatif-
alternatif tindakan, maka ada beberapa pertanyaan yang bisa dijadikan landasan untuk
mengembangkan alternatif tindakan tersebut, yaitu:
 Pilihan-pilihan apa saja yang ada untuk menyelesaikan masalah?
 Apakah tindakan Pemerintah benar-benar diperlukan atau ada cara lain untuk
menyelesaikan masalah?

10
 Apabila peraturan diperlukan, apa saja model pilihannya? Membuat baru atau
merevisi atau do nothing? Peraturan level nasional atau lokal?

Pada dasarnya RIA membuka pandangan untuk mengidentifikasi berbagai alternatif


penyelesaian masalah.

Dalam mengidentifikasi alternatif, kita mempertimbangkan apakah terdapat


alternatif tindakan selain peraturan (non-regulatory; alternatif to regulation) yang dapat
menyelesaikan masalah yang dituju. Yang dimaksud dengan alternative non peraturan
adalah alternative tindakan yang tidak memerlukan kerangka peraturan perundang-
undangan seperti UU, PP, dan Perda. Selain itu, jika masalah tersebut akan diselesaikan
melalui peraturan, kita juga masih harus mempertimbangkan bentuk peraturan seperti
apakah yang dapat diterapkan (alternatif forms of regulation).

Beberapa jenis alternatif non peraturan adalah seperti dibawah ini

Pengeluaran pemerintah (termasuk subsidi)


Pemerintah meningkatkan pengeluaran (belanja) pemerintah ini melalui hibah, subsidi,
ganti rugi, atau pembelian barang tertentu.
1. Pinjaman dan penjaminan pinjaman
Pemerintah memberikan insentif keuangan melalui pemberian pinjaman dengan
syarat-syarat kredit yang mengarahkan pada perubahan perilaku sesuai yang
diinginkannya. Pemerintah juga dapat bertindak sebagai penjamin pinjaman.
2. Tarif (user charges)
User charges adalah fee yang dikenakan terhadap orang (fihak) yang menggunakan
atau mengkonsumsi produk, jasa, atau fasilitas kolektif.
3. Kepemilikan oleh Negara
Pemerintah dapat mengambil alih kepemilikan perusahaan pada industri yang
‘sensitif’ untuk mencapai sasaran kebijakan publik, contohnya kepemilikan Negara
pada PLN.
4. Persuasi
Dalam persuasi, pemerintah tidak membuat aturan yang mewajibkan perilaku
tertentu, akan tetapi mendorong dilakukannya perilaku tersebut secara sukarela.
Dalam persuasi pemerintah berusaha memastikan agar para pelaku memahami
alasan mengapa perilaku tersebut diperlukan. Dalam regulasi, pelaku menjalankan
perilaku tertentu karena takut terhadap sanksi yang akan dikenakan oleh
pemerintah. Sedangkan dalam persuasi, perilaku tertentu dilakukan karena pelaku
memahami alasannya.
5. Asuransi
Pemerintah dapat membuat atau mendorong skim asuransi untuk melindungi
kepentingan pihak tertentu (misalnya konsumen) dari sesuatu risiko.

Beberapa contoh alternatif non regulasi dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Instrumen Contoh
Pengeluaran • Membeli komoditas tertentu untuk menjaga kestabilan
pemerintah harga

11
Instrumen Contoh
• Hibah untuk menutup biaya yang timbul karena menanam
varietas padi baru
• Subsidi untuk membeli peralatan untuk mengurangi polusi
Pinjaman & • Penjaminan pinjaman untuk menutup biaya riset dan
penjaminan pengembangan atas teknologi atau produk baru
pinjaman • Pinjaman untuk membantu biaya pelatihan dan pendidi-
kan pekerja
User charges • Fee atas pembuangan limbah (sesuai dengan jumlah yang
dibuang)
• Fee atas konsumsi air minum
Kepemilikan BUMN
pemerintah
Persuasi • Mendorong kode etik bagi asosiasi waralaba
• Program kesadaran lingkungan hidup
• Promosi penggunaan produksi dalam negeri
Asuransi • Asuransi atas kompensasi pekerja
• Asuransi liability bagi professional

Pertimbangan dalam memilih (screening) alternatif

Dalam screening ini kita menghilangkan alternatif yang secara jelas ‘layak untuk
dieliminir’, dan memilih beberapa alternatif yang superior untuk dievaluasi lebih lanjut.
Pertimbangan yang sering digunakan dalam screening alternatif adalah:

1. Legalitas: apakah pemerintah berhak secara legal untuk melakukan tindakan


tersebut? legalitas ini mencakup legal menurut hukum domestik maupun
internasional (misalnya perjanjian WTO).
2. Biaya (costs): berapa besar biaya yang harus dikeluarkan (terjadi) untuk melakukan
tindakan tersebut? biaya ini mencakup biaya & kerugian yang ditanggung oleh
pemerintah, konsumen, pelaku bisnis, dan UKM.
3. Dampak terhadap masyarakat: menyangkut seberapa besar pengaruh dari tindakan
tersebut terhadap masyarakat. Pertimbangan dampak antara lain mencakup:
(i) fairness & access for the poor: apakah masyarakat melihat tindakan tersebut
cukup adil dan tidak menghalangi akses kaum miskin terhadap fasilitas dasar;
(ii) instrusiveness: apakah regulasi terlalu mengganggu kegiatan masyarakat?
(campur tangan pemerintah terlalu besar)
(iii) faktor kesehatan, safety, dan lingkungan hidup: apakah tindakan tersebut
terkait kesehatan, keselematan kerja, dan pelestarian lingkungan hidup
(iv) lingkup: apakah mempengaruhi sedikit atau banyak orang (penyebaran
dampak);
4. Visibilitas dan kemungkinan mencapai sasaran: mengukur seberapa jauh tindakan
tersebut dapat membantu pemerintah mencapai tujuan kebijakan.
5. Hambatan terhadap persaingan usaha yang sehat: mengukur seberapa besar
alternatif tersebut mempengaruhi (menghambat) persaingan usaha.

12
Pada akhir proses screening, analis akan membuat kesimpulan alternatif manakah
yang layak untuk di analisis lebih lanjut. Evaluasi dilakukan melalui dua cara yaitu
kualitatif dan kuantitatif (scoring) untuk menunjukkan kesimpulan akhir dari evaluasi
berdasarkan berbagai kriteria tersebut.

Contoh Identifikasi Alternatif Kebijakan:

Untuk mencapai tujuan kebijakan, dilakukan identifikasi terhadap alternative


intervensi yang mungkin dilakukan, baik berupa regulasi maupun non regulasi
seperti dalam tabel dibawah ini:

Identifikasi Alternatif Kebijakan


Regulasi Non Regulasi
Revisi Perda SOTK Alokasi anggaran untuk pelatihan penyuluh
Perda tentang Kelembagaan Penguatan kelembagaan KPPK
Kelompok Tani Kakao
SK Bupati tentang Distribusi Penguatan koordinasi antar SKPD untuk program pen-
Pupuk ingkatan kapasitas petani
Peningkatan jumlah penyuluh dan perbaikan sistem rek-
rutmen penyuluh
Bantuan modal melalui KTNA

Dari keseluruhan alternatif tersebut, kemudian dilakukan screening terhadap


alternatif-alternatif yang relevan dan untuk di analisis lebih lanjut. Alternatif-
alternatif yang relevan tersebut adalah:

1. Revisi Perda SOTK Mejene untuk membentuk Badan Pelaksana Penyuluhan


Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang sesuai dengan nomenklatur yang
dikehendaki dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Badan
Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
2. Membentuk Perda tentang kelembagaan kelompok tani sebagai pelaksanaan
dari permentan No.273/KPTS/2009 dan UU No.16 Tahun 2006.
3. Program peningkatan kapasitas penyuluh

III.4.4. Apa Pentingnya Analisis Biaya Manfaat?

Analisis Biaya Manfaat penting karena menjadi dasar utama pemilihan alternatif dan
alat untuk mengklarifikasi apakah identifikasi masalah dan tujuan penerapan regulasi
yang telah ditetapkan sebelumnya sudah tepat.

III.4.4.1. Bagaimana Melakukan Analisis Manfaat?

Manfaat dari suatu alternatif yang akan diusulkan, digambarkan dalam bentuk
pengurangan atau hilangnya suatu masalah yang menjadi dasar dirumuskannya
alternatif tersebut. Manfaat juga terkadang muncul secara tidak langsung. Jumlah jenis

13
manfaat masing-masing alternatif regulasi yang sedang dipertimbangkan mungkin
berbeda dan setiap alternatif mungkin menghasilkan manfaat yang berganda. Oleh
karena itu, ketika mengidentifikasikan manfaat, harus dengan mengidentifikasi seluruh
manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari setiap alternatif regulasi yang
sedang dipertimbangkan.

Ada dua kemungkinan masalah yang muncul pada saat memperkirakan manfaat:
1. Sulit untuk menemukan data yang dikehendaki, khususnya pada manfaat yang tidak
dapat di kuantifisir. Solusi terhadap masalah ini adalah memanfaatkan semaksimal
mungkin data yang tersedia. Jika tidak tersedia data yang secara langsung mengukur
manfaat, cari data yang dapat menjadi substitusi atau proksi terhadap manfaat yang
ingin diketahui.
2. Masalah kedua muncul ketika harus dilakukan penilaian kualitatif yang bersifat
normatif (value judgments).

Langkah-langkah dalam melakukan analisa manfaat adalah:


 Langkah 1: Mengidentifikasi manfaat
Dari setiap alternatif yang dipilih, dilakukan identifikasi manfaat yang didapat
oleh setiap stakeholder. Manfaat disini adalah konsekuensi tindakan yang membuat
orang atau kelompok lebih baik . Hal penting untuk diingat dalam mengidentifikasi
manfaat adalah bahwa hampir semua regulasi dimaksudkan untuk melakukan
perubahan.

 Langkah 2: Menetapkan siapa yang mendapat manfaat


Menetapkan kelompok, organisasi dan individual yang akan menerima masing-
masing manfaat yang telah diidentifikasi pada Langkah 1. Beberapa contoh kelompok
yang mendapatkan manfaat dari penetapan kebijakan penguatan kelembagaan
petani kakao adalah:
a. Petani kakao  Mendapatkan manfaat jika perda kelompok tani ditetapkan.
b. Kelompok tani kakao  Kelompok tani
c. Penyuluh  Menjadi lebih mudah dalam memberikan penyuluhan, karena
kelompok tani menjadi lebih mudah teridentifikasi.

Ada beberapa langkah dalam menentukan siapa yang mendapat manfaat dari
masing-masing alternatif, yaitu:
a. Tentukan berapa jumlah (populasi) masing-masing kelompok penerima manfaat
 Lakukan identifikasi kelompok penerima manfaat baik dari masyarakat
umum, dunia usaha dan juga Pemerintah
Catatan: Jika kelompok yang akan memperoleh manfaat tidak dapat
diidentifikasi, kemungkinan regulasi yang direncanakan masih bersifat
premature • kumpulkan informasi sebanyak mungkin
 Review data untuk memperkirakan jumlah orang atau pihak yang akan
menerima manfaat
b. Perhatikan beneficiaries (penerima manfaat langsung & tidak langsung)
 Klasifikasikan penerima manfaat kedalam dua kategori: penerima manfaat
langsung dan manfaat tidak langsung.
c. Konfirmasi daftar manfaat kepada para penerima manfaat
 Konfirmasikan ulang daftar penerima manfaat tersebut.

14
Alasan :
1. Jika disetujui oleh masing-masing pihak, maka daftar manfaat akan lebih
meyakinkan dan pihak-pihak yang belum dimasukkan dapat diidentifikasi
dan dimasukkan sebagai pihak penerima manfaat.
2. Jika pihak penerima tidak yakin dengan daftar penerima tersebut, maka
daftar tersebut harus dipertimbangkan lagi. Jika kelompok penerima tidak
dapat diyakinkan bahwa mereka menerima manfaat, alternatif regulasi yang
direncanakan tidak diperlukan lagi.

 Langkah 3: Menentukan indikator untuk mengukur setiap manfaat


Agar manfaat dapat diukur, maka ditentukan indikator-indikator yang dapat
digunakan untuk menilai besaran manfaat tersebut. Untuk menentukan indikator
terdapat beberapa langkah yaitu:
a. Tetapkan indikator untuk masing-masing manfaat
 Tetapkan indikator untuk masing-masing manfaat yg telah di identifikasi.
Indikator harus menggambarkan besar manfaat.
Catatan: Perkiraan dalam bentuk angka akan membantu pengambil
keputusan dalam menilai apakah alternatif tersebut layak atau tidak. Selain
itu, indikator akan berguna kelak ketika dilakukan evaluasi mengenai
efektivitas regulasi tersebut, seandainya regulasi tersebut jadi diterapkan.

b. Fokus pada indikator yang mewakili manfaat (measurable outcomes)


Beberapa hal yang harus dilakukan pada tahap ini adalah:
 mengidentifikasi data atau indikator apa yang akan di gunakan untuk
menunjukkan manfaat yang telah diidentifikasi
 Pusatkan perhatian lebih untuk menemukan angka yang dapat mewakili
manfaat yang diidentifikasi pada Langkah 1 (identifikasi manfaat)
Catatan: Mungkin akan ditemukan bahwa nilai suatu indikator tergantung
pada beberapa hal. Jika ini terjadi, anda mungkin harus melakukan beberapa
pekerjaan untuk menghasilkan perkiraan manfaat, contohnya upaya Pemda
Majene untuk melestarikan pertanian kakao di Majene, maka indicator
yang dapat dipakai adalah tingkat produktivitas kakao. Untuk dapat
memperkirakan nilai indikator ini, maka perlu dikumpulkan informasi
tentang jumlah pohon kakao saat ini, klasifikasi umur pohon kakao, dsb.

c. Gunakan indikator proksi utk manfaat yang sulit diukur


 Indikator proksi digunakan jika informasi untuk indikator ideal tidak
diperoleh. Proksi ini adalah indikator yang memberikan indikasi tentang
angka yang dikehendaki karena kedua indikator berkorelasi erat.
Catatan: Mungkin mustahil untuk memperkirakan besarnya manfaat
program kali bersih, tetapi mungkin dapat diperoleh data penurunan pasien
yang datang ke puskesmas sekitar daerah aliran sungai dengan keluhan
penyakit yang berkaitan erat dengan tercemarnya air sungai. Melakukan
perkiraan dengan data ini mungkin tidak sempurna, tetapi menggunakannya
akan jauh lebih baik daripada tidak menggunakan data sama sekali

** Jika tetap sulit juga, gunakan data kualitatif, dan dibuatkan catatan pada bagian
akhir laporan

15
 Langkah 4: Mengukur baseline dari setiap indikator (tanpa tindakan)
 Di tahap ini, seharusnya sudah ditetapkan indikator-indikator apa yang akan
digunakan untuk mengukur manfaat yang sudah diidentifikasi pada Langkah 1
 Bandingkan perkiraan nilai masing-masing indikator dengan dan tanpa regulasi.
(nilai manfaat = nilai manfaat yang diperoleh setelah regulasi diterapkan - nilai
manfaat pada saat regulasi belum diterapkan)
 Jika pemerintah tidak melakukan tindakan apa-apa, maka nilai indikator yang
digunakan akan sama dengan nilai indikator tersebut pada saat ini.
 Dalam rangka untuk mengisolasi pengaruh yang diperkirakan untuk masing-
masing alternatif, harus diperkirakan nilai indikator yang digunakan dengan
dan tanpa masing-masing alternatif tersebut

Contoh:
Di Majene, untuk mengukur peningkatan produktivitas, diperlukan satu titik
waktu untuk memulai pengukuran peningkatan. Data yang diambil dari satu titik
waktu ini lah yang kemudian menjadi data dasar untuk menghitung peningkatan
produktivitas kakao. Simulasi perhitungan tersebut dilakukan untuk masing-
masing indikator.

Langkah 5: Memperkirakan Angka Indikator jika Tindakan Dilaksanakan


 Hitunglah perubahan yang akan terjadi ketika regulasi diterapkan
 Buatlah rentang waktu perkiraan terhadap munculnya manfaat
 Penggunaan rentang waktu yang sama harus kepada seluruh alternatif agar
alternatif tersebut dapat dibandingkan

Rentang waktu analisis (planing horison)


 Perkirakan rentang waktu untuk setiap alternatif, terutama untuk manfaatnya.
 Rentang waktu antara manfaat dan biaya harus sama.

Selalu Ingat !!
Manfaat muncul kalau regulasi yang diterapkan dipatuhi. Dengan kata lain, tanpa
adanya kepatuhan terhadap regulasi akan menyebabkan tidak terealisasinya
manfaat yang diperkirakan. Oleh karena itu, dalam hal ini, harus realistis dalam
memperkirakan seberapa besar persentase tingkat kepatuhan pihak yang diatur

Catatan:
Jika besar manfaat dan biaya setiap tahun sama, gunakan perhitungan untuk satu
tahun saja. Jika kasus nya berbeda, dalam artian, biaya harus dikeluarkan pada
tahun-tahun awal penerapan kebijakan, sementara manfaat baru akan dirasakan
beberapa tahun setelah kebijakan berjalan. Pada kasus seperti ini, perlu digunakan
rentang waktu yang lebih panjang dan juga teknik diskonto untuk angka yang
digunakan.

Ada 4 (empat) panduan yang praktis dalam memperkirakan indikator dan


keakuratannya, yaitu:
1. Gunakan lebih banyak waktu dan dana pada analisis secara proporsional
dengan perkiraan kasar total biaya yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Hentikan alokasi lebih banyak waktu dan dana untuk suatu alternatif yang tidak

16
lebih baik dari alternatif lain.
3. Kurangi alokasi waktu dan dana untuk alternatif yang biayanya jelas melebihi
manfaat.
4. Jika analisis yang dilakukan memperlihatkan bahwa satu alternatif secara
jelas lebih baik dari yang lain, alokasikan lebih sedikit waktu dan dana untuk
analisis alternatif tersebut karena jelas manfaatnya melebihi biayanya. Pada
saat apa yang harus dilakukan sudah menjadi jelas, tidak banyak lagi gunanya
mengumpulkan informasi tambahan.

Catatan:
• Biarkan analisis yang telah dilakukan mengarah pada rekomendasi yang tepat
bukan sebaliknya.
• Pastikan untuk selalu menggunakan pandangan yang luas, dan tanyalah pada
diri sendiri apakah asumsi yang digunakan sudah sesuai sepanjang proses
analisis.
• Jika ditemukan ketidakpastian ketidakpastian mengenai nilai aktual dari satu
atau lebih variabel yang digunakan dalam model analisis, lakukan analisis
sensitivitas.

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan alat sederhana yang dapat digunakan


untuk melihat sejauh mana indikator yang digunakan tergantung kepada
nilai beberapa variabel tertentu. Yang harus dilakukan adalah mengulang
perhitungan seandainya terjadi perubahan pada satu atau lebih variabel yang
secara realistis sulit untuk ditetapkan dengan pasti. Dari analisis ini akan dapat
diambil kesimpulan apakah hasil perkiraan tersebut sensitif (peka) atau tidak
terhadap perubahan beberapa variabel tertentu.

Dalam melakukan analisis sensitivitas, harus disajikan hasil perkiraan dalam


bentuk kisaran. Kisaran untuk variabel-variabel yang tidak dapat dipastikan
bergerak dari batas bawah sampai dengan batas tertinggi. Apa yang harus
disimpulkan adalah apakah rekomendasi yang dihasilkan tergantung kepada
nilai variabel yang tidak pasti tersebut. Jika ya, maka laporan harus menyatakan
hal tersebut dengan jelas. Jika tidak, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Jika dalam suatu kesimpulan yang diperoleh adalah hasil perhitungan yang sensitif
terhadap perubahan suatu variabel tertentu, maka layak untuk dipertimbangkan
untuk melakukan analisis sensitivitas kembali untuk mencoba untuk mendapatkan
hasil perkiraan yang lebih akurat. Jika perlu dilakukan diskonto terhadap
perhitungan yang telah dilakukan, maka analisis sensitivitas harus dilakukan
berdasarkan nilai yang telah didiskonto.

 Langkah 6: Menterjemahkan Kepada Unit yang Sama


Idealnya, semua manfaat dan biaya harus diukur dengan unit yang sama karena
akan mempermudah untuk memutuskan apakah suatu alternatif dapat diterapkan
atau tidak. Gunakan unit pengukuran yang sama, tidak harus selalu satuan uang.

17
Jika manfaat tidak bisa dinilai, dalam artian manfaat tersebut intangible, gunakanlah
proksi yang didasarkan pada barang dan jasa yang dipasarkan.

 Langkah 7: Meringkas Hasil Analisis Manfaat


Sebagai tahap akhir keseluruhan langkah dalam analisis manfaat, ringkaslah hasil
analisis manfaat untuk masing-masing alternatif. Untuk setiap tahun dalam rentang
waktu yang digunakan, tentukan siapa yang mendapatkan apa. Buatlah juga
catatan atas beberapa manfaat dan biaya yang belum terkuantifikasi pada masing-
masing alternatif. Jika ada catatan mengenai akurasi beberapa perkiraan, maka
sebagian dari masalah ini seharusnya sudah dapat atasi dengan melakukan analisis
sensitivitas. Akan tetapi untuk hal-hal yang masih meninggalkan ketidakpastian
yang tinggi perlu dikemukakan sebagai bahan pertimbangan pengambil keputusan.

Isi dari ringkasan analisis manfaat:


 Step 1 • Daftar manfaat (keadaan yang lebih baik)
 Step 2 • Siapa yang menerima manfaat
 Step 3 • Menentukan indikator untuk setiap manfaat
 Step 4 • Hitung nilai indikator jika tidak dilakukan apa-apa (baseline)
 Step 5 • Prakiraan nilai indikator jika dilakukan tindakan
 Step 6 • Nilai diterjemahkan dalam unit pengukuran yang sama

Tidak ketinggalan beberapa hal yang harus ada dalam ringkasan hasil
analisis adalah::
 Tuliskan siapa mendapatkan apa pada setiap tahun
 Catat manfaat yang belum terkuantifikasi dan berikan penilaian terbaik
 Laporkan asumsi-asumsi yang anda gunakan dan catatan tentang akurasi
perkiraan yang dilakukan.

III.4.4.2. Analisis Biaya

Secara sederhana biaya dari sesuatu dapat didefinisikan sebagai berapa yang
dikorbankan untuk mendapatkan sesuatu tersebut yang berbentuk manfaat.

Biaya = ‘Berapa yang harus dikorbankan untuk mendapatkan sesuatu (manfaat)’

Langkah-langkah dalam analisis biaya persis sama dengan langkah-langkah dalam


analisis biaya, yaitu:
 Langkah 1: Identifikasi biaya yang muncul akibat diterapkannya suatu regulasi.
Biaya adalah pengaruh regulasi yang menyebabkan suatu pihak berkurang atau
menurun tingkat manfaatnya. Konsultasi dengan pihak terkait akan memperkaya
daftar biaya yang teridentifikasi dengan menambahkan yang belum terpikirkan
sebelumnya dan menghapus dari daftar biaya hal-hal yang secara praktis tidak
akan terjadi di lapangan.
 Langkah 2: Tentukan siapa yang yang menanggung biaya. Pastikan untuk
mengklarifikasi kepada pihak yang diperkirakan akan menanggung biaya, apakah

18
mereka setuju dengan yang kita perkirakan.
 Langkah 3: Putuskan bagaimana caranya mengukur biaya. Pilih indikator untuk
mengukur biaya dari tahun ke tahun selama rentang waktu yang ditentukan.
 Langkah 4: Tetapkan dasar perbandingan (baseline). Perkirakan apa yang akan terjadi
terhadap berbagai indikator yang digunakan seandainya regulasi tidak diterapkan
(keadaan status quo). Perkiraan ini akan menjadi dasar perbandingan untuk melihat
pengaruh diterapkannya suatu regulasi. Dalam banyak kasus, keadaan sebelum
diterapkannya regulasi dapat digunakan sebagai data dasar perbandingan (baseline).
Namun tidak jarang, lebih masuk akal jika diperkirakan kondisi tidak akan tetap
seperti sekarang seandainya regulasi tidak diterapkan. Kondisi yang terjadi dapat
menjadi lebih buruk atau lebih baik dari kondisi sekarang jika regulasi tidak
diterapkan.
 Langkah 5: Perkirakan apa yang akan terjadi. Lakukan prediksi terhadap perubahan
masing -masing indikator jika regulasi diterapkan.
 Langkah 6: Konversikan semaksimal mungkin berbagai ukuran biaya ke dalam unit
yang sama sehingga dapat dibandingkan.
 Langkah 7: Ringkaskan hasil yang telah diperoleh dengan menyebutkan, untuk
masing-masing alternatif, biaya yang ditanggung, oleh siapa, kapan, dan bagaimana
jika dibandingkan dengan baseline (data dasar).

III.4.4.2.1 “Konsep akuntansi vs ekonomi”

Akuntan akan melihat biaya regulasi tersebut dalam bentuk berapa besar biaya yang
harus dikeluarkan oleh masing-masing pihak yang terkena dampak regulasi dalam
melakukan penyesuaian untuk memenuhi ketentuan regulasi tersebut. Ekonom berpikir
lebih jauh mengenai apa yang harus dikorbankan oleh masing-masing pihak (dampak).

Hal Kunci dalam analisis biaya

 Reaksi (response) pihak yang terpengaruh


• Perlu alat baru? Birokrasi tambah panjang? Administrasi lebih banyak?
(bagaimana sekarang & bagaimana reaksinya)
 Identifikasi Biaya-Biaya yang mungkin timbul
 Estimasi nilainya
 Gunakan periode yang sama dengan periode yang digunakan untuk
mengukur benefit
 Hindari double-counting:
• Kenaikan biaya produksi • Laba? Gaji karyawan? Harga bagi konsumen?
Harga bagi pemasok?

Untuk usulan alternatif yang cakupannya kecil, mungkin kita bisa berpikir seperti
seorang akuntan. Namun untuk usulan-usulan yang besar, cakupan dalam berpikir juga
mungkin harus lebih luas seperti halnya seorang ekonom. Biaya biasanya merupakan
bagian yang lebih mudah diidentifikasi, paling tidak jika digunakan konsep akuntansi,
dibandingkan dengan manfaat suatu regulasi. Satu hal yang harus selalu diingat dalam
analisis biaya adalah menghindari terjadinya perhitungan ganda.

19
III.4.4.2.2. Apa yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis biaya?

a. Reaksi (response) pihak yang terpengaruh


Kunci dalam menilai biaya adalah memperkirakan bagaimana setiap orang yang
terkena pengaruh akan bereaksi jika usulan regulasi diterapkan.

b. Dampak Biaya bagi Beberapa Pihak


Seperti yang telah disebutkan di atas, dalam penerapan suatu regulasi, ada beberapa
pihak yang akan terkena dampak. Dampak tersebut dapat berupa biaya bagi
masing-masing pihak. Pihak-pihak tersebut antara lain adalah masyarakat, termasuk
pengusaha dan konsumen, maupun Pemerintah sendiri.

 Biaya terhadap bisnis


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memperhitungkan biaya dari
suatu penerapan regulasi terhadap dunia usaha seperti dibawah ini:

Checklist untuk Melihat Biaya Terhadap Dunia Usaha:

 Apakah regulasi akan mempengaruhi biaya produksi atau lingkungan bisnis


di Indonesia?
 Apakah regulasi akan membuat perusahaan di Indonesia lebih sulit
beradaptasi dengan perubahan kondisi pasar? Misalnya apakah semakin
sulit untuk memperkenalkan produk baru atau meningkat produk yang ada
dalam rangka memenuhi keinginan konsumen?
 Apakah regulasi akan menyebabkan perusahaan di Indonesia akan terbebani
dengan tuntutan yang tidak dihadapi oleh perusahaan mereka di luar negeri?
 Apakah regulasi menyebabkan tingkat persaingan antar perusahaan
menurun?

 Biaya Terhadap Konsumen


Banyak regulasi yang mempengaruhi harga, kualitas atau ketersediaan
barang bagi konsumen. Pengaruh-pengaruh ini harus dikaji secara hati-hati
karena biasanya konsumen tidak terlalu tertarik untuk mengekspresikan
kepentingannya. Mengevaluasi pengaruh regulasi terhadap konsumen berpotensi
mengecoh analis karena konsumen tidak jarang merespon perubahan harga dan
ketersediaan barang secara ekonomi bukan politik. Mereka tidak menyatakan
ketidak setujuan mereka dengan turun ke jalan tetapi dengan membeli barang
tersebut lebih sedikit dan beralih ke barang substitusi. Dalam kasus yang
lebih ekstrim, mereka mungkin mereka akan melakukan penyelundupan atau
menghindar dari pajak. Para analis RIA harus memperhitungkan kemungkinan
reaksi konsumen untuk setiap alternatif yang dipertimbangkan.

 Biaya Terhadap Pemerintah


Banyak alternatif regulasi yang menuntut pemerintah untuk mengalokasikan
dana untuk mengimplementasikan regulasi tersebut. Dana tersebut dibutuhkan
untuk menutupi biaya administrasi, biaya pelaksanaan, dan biaya untuk
perlengkapan agar regulasi tersebut dapat dijalankan. Biaya-biaya ini juga tetap

20
harus diperkirakan walaupun regulasi bersifat cost recovery, dimana misalnya
pengguna fasilitas diharuskan untuk membayar. Besarnya penerimaan dari
pembayaran tersebut dapat dimasukkan dalam manfaat.

III.4.4.3. Bagaimana melakukan perbandingan manfaat dan biaya?

Di tahap ini, seharusnya sudah cukup banyak informasi dan data yang dikumpulkan
untuk setiap alternatif tindakan yang dipertimbangkan. Untuk masing-masing
alternatif, telah diperkirakan nilai manfaat dan biaya untuk setiap tahun dalam rentang
waktu analisis yang telah ditetapkan. Demikian juga pihak yang menanggung biaya
dan mendapatkan manfaat, seharusnya juga sudah dapat diidentifikasi. Karena adanya
unsur ketidakpastian, maka beberapa perkiraan dapat disajikan dalam bentuk kisaran.
Selain itu, mungkin juga telah diidentifikasi beberapa manfaat dan biaya yang sulit
untuk dikuantifikasi.

Pekerjaan berikutnya yang harus dilakukan adalah bagaimana meringkas dan


menyajikan informasi yang telah dikumpulkan tersebut untuk membantu pengambil
keputusan dalam menentukan alternatif yang dipilih.

Pertanyaan 1: Alternatif mana yang terbaik?


Pertanyaan 2: Apakah manfaat dari alteratif yang terbaik menutup biayanya?

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dan menuliskan laporannya,


harus dipertimbangkan apakah data dan informasi yang telah peroleh membutuhkan
pengolahan lebih lanjut. Secara khusus, perlu dilakukan salah satu atau beberapa
pekerjaan berikut:
a. Melakukan diskonto terhadap hasil perkiraan untuk memperhitungkan nilai
terhadap waktu;
b. Mengkaji distribusi manfaat dan biaya; dan
c. Menilai tingkat keterandalan (reliabilitas) hasil anda.

a. Melakukan Diskonto
Nilai manfaat dan biaya tergantung dari kapan para pihak menerima manfaat dan
harus membayar biaya tersebut, maka perlu dilakukan terlebih dahulu netralisasi
pengaruh waktu sebelum membandingkan manfaat dan biaya tersebut. Melakukan
diskonto dapat dianggap sebagai mengkonversi seluruh manfaat dan biaya ke data
dasar yang sama sehingga dapat dibandingkan.

Untuk memutuskan apakah perlu dilakukan proses diskonto terhadap suatu


perkiraan, uji berikut dapat digunakan:
 Untuk setiap alternatif, hitung rasio manfaat dan biaya untuk setiap tahun dalam
retang waktu yang telah ditetapkan.
 Jika rasio manfaat dan biaya untuk masing-masing alternatif tersebut berubah
dengan berjalannya waktu, maka harus dilakukan diskonto terhadap perkiraan
yang telah ditetapkan.
 Jika rasio manfaat dan biaya konstan dengan berjalannya waktu, proses diskonto

21
tidak diperlukan. Cukup digunakan tahun yang mana saja untuk membandingkan
manfaat dan biaya atau satu alternatif dengan alternatif lainnya.

b. Mengkaji Distribusi Manfaat dan Biaya


Didalam setiap penerbitan kebijakan, Selalu akan ada kelompok yang dirugikan
baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh suatu kebijakan. Tidak ada
aturan yang secara jelas menetapkan kapan redistribusi manfaat dan biaya dapat
dibenarkan atau tidak dapat dibenarkan. Namun yang jelas, pengambilan keputusan
harus diberi informasi akan distribusi manfaat dan biaya. Konsekuensinya, mungkin
perlu dilakukan analisis lebih jauh. Langkah selanjutnya adalah harus diperlihatkan
siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan oleh suatu alternatif kebijakan,
berikut juga alasan-alasannya.

c. Menilai Keandalan (Reliabilitas) Hasil Analisis


Jawaban terhadap pertanyaan 1 (alternatif mana yang terbaik?) dan pertanyaan 2
(apakah manfaat alternatif terbaik melebihi biayanya?) mungkin sangat tergantung
pada beberapa variabel yang mengandung ketidakpastian atau pada akurasi
beberapa asumsi yang digunakan. Kajilah apa benar demikian. Jika ya, maka perlu
melakukan analisis sensitivitas lebih jauh.

Jika kesimpulan yang didapat tidak begitu pasti, mungkin perlu dipertimbangkan
apakah mengumpulkan data lebih banyak akan dapat meningkatkan tingkat
keyakinan dari kesimpulan yang didapat. Artinya apakah mungkin tingkat
ketidakpastian variabel kunci yang digunakan dikurangi atau ujilah keakuratan
asumsi-asumsi utama yang mendasari kesimpulan dari analisis yang dilakukan.

III.4.4.4. Bagaimana cara menyajikan hasil analisis?

Tujuan dalam menyajikan hasil analisis adalah meringkaskan pilihan yang


dipertimbangkan dalam analisis, termasuk pilihan tidak melakukan apa-apa, dengan
cara yang dapat mempermudah pengambilan keputusan. Ingat kembali bahwa dalam
RIA perlu ditunjukkan secara jelas bahwa alternatif terbaik diantara berbagai alternatif
regulasi dan non-regulasi telah dipilih dan perkiraan manfaat dari alternatif tersebut
menutupi perkiraan biaya. Manfaat harus disejajarkan dengan biaya yang harus dibayar
dan penjelasan harus diberikan bahwa alternatif yang diusulkan tersebut adalah untuk
kepentingan masyarakat Indonesia.

Ketika menyajikan hasil analisis, pertimbangkan hal-hal berikut:


 Coba fokuskan pada aspek dimana masing-masing alternatif tersebut berbeda atau
dengan kata lain hal-hal yang sama pada berbagai alternatif tersebut tidak perlu
ditonjolkan.
 Jangan lupa untuk menguraikan dan mendiskusikan manfaat dan biaya yang tidak
dapat dikuantifikasikan.
 Sediakan informasi tentang siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan.
 Laporkan asumsi-asumsi dasar yang digunakan dan hasil analisis sensitivitas yang
dilakukan. Secara khusus, jika jawaban terhadap salah satu pertanyaan (pertanyaan
1 atau 2) tergantung pada beberapa variabel yang tidak pasti atau didasarkan pada

22
asumsi tertentu sehingga kesimpulannya tidak begitu meyakinkan, maka jelaskan
hal-hal tersebut.
 Jika dilakukan diskonto, laporkan semua perkiraan manfaat dan biaya dalam nilai
sekarang dan harus dilakukan analisis sensitivitas berdasarkan nilai yang sudah di
diskonto tersebut.

Setelah argumentasi disajikan untuk merekomendasikan suatu alternatif tindakan,


penilaian akhir berada pada pengambil keputusan. Disinilah akan muncul penilaian-
penilaian yang lebih bersifat subyektif seperti pertimbangan politis. Hal ini masih dapat
dibenarkan karena seperti telah dinyatakan sebelumnya tidak semua manfaat dan
biaya dapat dikuantifikasikan, relatifnya konsep keadilan dan seringkali pihak yang
diuntungkan berbeda dengan pihak yang dirugikan.

Checklist untuk tahapan analisis manfaat dan biaya:

 Siapa yang diuntungkan dan dirugikan oleh masing-masing alternatif


regulasi? (publik, swasta, pemerintah, produsen, konsumen, dan lain-lain)
 Apa bentuk manfaat yang diterima dan biaya yang ditanggung oleh masing-
masing pihak yang terkena pengaruh diterapkannya regulasi dan bagaimana
masing-masing manfaat dan biaya tersebut dapat diukur?
 Seberapa besarnya masing-masing manfaat dan biaya tersebut di atas
dibandingkan dengan baseline yang digunakan? (ukuran kuantitatif atau
kualitatif).
 Dengan memperhitungkan seluruh manfaat dan biaya, baik yang dapat
dikuantifikasi ataupun tidak, apakah manfaat masing-masing alternatif
melebihi biayanya atau sama atau sebaliknya?
 Untuk semua alternatif yang layak (manfaat melebihi biaya) alternatif mana
yang memiliki rasio manfaat biaya yang tertinggi?

Contoh perhitungan biaya dan manfaat

Untuk mengatasi akar permasalahan komoditas kakao di Majene, yaitu lemahnya


SDM petani serta berdasarkan hasil identifikasi masalah dan tujuan yang akan dicapai,
diambil empat alternative tindakan, yaitu sebagai berikut:
Alternatif Pertama: Tidak melakukan apapun (Do Nothing)
Alternatif Kedua: Revisi Perda SOTK Mejene untuk membentuk Badan Pelaksana
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
 Alternatif Ketiga: Membentuk Perda tentang kelembagaan kelompok tani
 Alternatif Keempat: Program peningkatan kapasitas penyuluh

Untuk memilih alternatif tindakan yang terbaik dilakukan analisis manfaat dan biaya
terhadap masing-masing alternatif. Dibawah ini adalah tabel analisis manfaat dan biaya
dari masing-masing alternatif berdasarkan indikator yang telah ditetapkan. Besarnya
manfaat atau biaya ditunjukkan/diukur dengan indeks skor dengan skala -3 sampai
dengan 3. Angka positif menunjukkan manfaat yang didapat oleh setiap stakeholder,
dan angka negatif menunjukkan biaya/kerugian yang ditanggung oleh stakeholders.
Sementara angka 0 (nol) menunjukkan tidak ada biaya maupun manfaat (netral) untuk

23
indikator yang dimaksud, atau kondisinya tidak berubah. Semakin besar angka berarti
semakin besar manfaat yang diperoleh, dan semakin kecil angka berarti biaya yang
ditanggung semakin besar, seperti terlihat pada tabel di bahwa ini.

Manfaat Netral Biaya


3 = Manfaat Besar -3 = Biaya besar
0 = Netral/Tidak Ada Penga-
2 = Manfaat Sedang -2 = Biaya Sedang
ruh/Tidak Ada Perubahan
1 = Manfaat Kecil -1 = Biaya Kecil

Ringkasan dari analisis biaya dan manfaat dari masing-masing alternatif yang relevan
dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Kelompok/ Alternatif Tindakan


Manfaat atau Biaya
Stakeholders I II III IV
1. Tambahan Anggaran (APBD) 0 3 0 0
2. Kemudahan koordinasi antar SKPD -1 1 1 2
3. Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program
-1 1 3 1
bantuan ke petani
4. Biaya pembentukan/revisi perda 0 -3 -3 0
5. Resistensi antar SKPD 0 -3 0 0
Pemerintah 6. Biaya politik 0 -3 -1 0
Daerah
7. Biaya operasional (staf, sarana & prasarana,
0 -3 -1 -1
sosialisasi)
8. Kelompok target pembinaan dapat lebih terarah -1 1 3 1
9. Pengawasan pelaksanaan program-program -1 0 3 0
10. Peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap
0 2 2 1
PDRB
11. Tersedianya data organisasi dengan jelas -1 0 3 0
1. Fasilitas operasional penyuluh 0 3 0 2
2. Optimalisasi pelaksanaan pendampingan -1 3 3 3
3. Efisiensi pelaksanaan pendampingan -1 3 3 3
Penyuluh
4. Pengetahuan & keterampilan PPL -1 3 0 3
5. Ketersediaan/Kecukupan PPL tiap desa -1 3 0 3
6. Insentif sertifikasi 0 3 0 1
DPRD Penyaluran Aspirasi Konstituen 0 1 2 0
1. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan
-1 3 3 3
petani
2. Penguatan kapasitas petani -1 2 3 3
Petani
3. Keberlangsungan program pelatihan dan
-1 3 3 3
pendampingan kepada petani
4. Ter-advokasinya permasalahan petani -1 2 3 2

24
Kelompok/ Alternatif Tindakan
Manfaat atau Biaya
Stakeholders I II III IV
5. Tingkat kualitas dan kuantitas kakao -1 2 2 2
6. Akses terhadap permodalan/keuangan -1 2 3 1
7. Stabilitas dan standarisasi harga kakao -1 2 3 0
Petani
8. Tingkat pendapatan dan kesejahteraan -1 3 3 2
9. Biaya modal produksi 0 -1 -1 -1
10. Akses informasi harga dan informasi lainnya -1 0 3 0
1. Kemudahan mendapatkan biji kakao -1 1 -1 1
2. Kualitas dan kuantitas kakao -1 2 2 2
Pedagang
3. Standar harga kakao 1 -1 -2 -1
pengumpul
4. Keuntungan/laba 1 1 -1 1
5. Biaya operasional -1 -1 -2 -1
1. Kemudahan (akses informasi) & kepastian
-1 3 3 1
mendapatkan bahan baku
2. Kualitas dan kuantitas kakao -1 2 2 2
Perusahaan 3. Informasi standar harga kakao 0 0 0 0
4. Keuntungan/laba -1 2 3 2
5. Biaya operasional -1 1 1 1
6. Akses informasi lainnya -1 0 3 0
Total -24 43 51 42

III.4.5. Konsultasi Publik

Menurut UU No.12 Tahun 2011 terkait dengan partisipasi masyarakat, dikatakan


bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Masukan tersebut dapat dilakukan
melalui:
a. Rapat Dengar Pendapat Umum;
b. Kunjungan Kerja;
c. Sosialisasi; dan/atau
d. Seminar, Lokakarya, dan/atau Diskusi

Di dalam pembuatan kebijakan, setiap Rancangan Peraturan atau kebijakan harus dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat agar masyarakat dapat memberikan masukan
baik secara lisan maupun tulisan. Hal yang mendasari dilakukannya Konsultasi Publik
dalam setiap pembuatan kebijakan adalah Pemerintah (regulator) tidak memiliki
informasi yang sempurna mengenai persepsi publik terhadap permasalahan yang akan
dipecahkan dan kemungkinan apa yang akan terjadi seandainya regulasi diberlakukan.
Konsultasi dengan banyak pihak akan meningkatkan kualitas regulasi yang dihasilkan.

Para pihak yang terkait (stakeholders) memiliki posisi yang beragam. Stakeholder utama
adalah pihak yang akan terkena pengaruh dari suatu kebijakan. Stakeholder sekunder

25
Pengalaman di negara industri menunjukkan bahwa, pelembagaan konsultasi
publik merupakan mekanisme efektif untuk mengidentifikasi berbagai
potensi konflik dan membangun konsensus. Mempelajari berbagai metode
konsultasi dari luar merupakan sumber berharga bagi pimpinan daerah untuk
membangun pemerintahan yang partisipatif. Indonesia memiliki pengalaman
praktek “musyawarah”, yang perlu terus diperkaya. UU 34/2004, Ombudsman,
merupakan contoh indikator penting tumbuhnya pemerintahan yang partisipatif
dan transparan.

adalah institusi perantara dalam proses implementasi. Stakeholder kunci adalah pihak
yang dapat mempengaruhi hasil dalam proses penyusunan regulasi. Pada akhirnya
Pemerintahlah (eksekutif dan legislatif) yang pada akhirnya mengambil keputusan
akhir dan yang akan dimintai pertanggung jawabannya. Konsultasi publik berguna
untuk menutup gap antara kebijakan dan harapan publik. Di dalam proses RIA sendiri,
konsultasi publik melingkupi keseluruhan tahapan.

III.4.5.1. Apa tujuan proses konsultasi?

Secara umum tujuan dilakukannya konsultasi kepada pihak-pihak yang diperkirakan


terkait dengan suatu regulasi adalah untuk meningkatkan kualitas regulasi yang kelak
akan diterapkan. Kualitas yang lebih baik dapat dicapai karena:
1. Permasalahan dan akar permasalahan yang terjadi dapat dipelajari lebih dalam.
2. Masukan dari pihak yang terkait dapat memperkaya alternatif pemecahan masalah
dengan solusi-solusi yang belum terpikirkan sebelumnya maupun yang lebih baik
operasionalnya dilapangan.
3. Masukan dari pihak-pihak yang berbeda kepentingan akan menolong regulator
untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan yang berbeda tersebut dalam
regulasi yang akan diterapkan. Suatu aturan biasanya jarang yang mampu
menyenangkan semua pihak. Akan selalu ada pihak yang diuntungkan dan ada
pihak yang dirugikan. Proses konsultasi dapat menggali berbagai kepentingan yang
berbeda tersebut dan mengakomodasikannya semaksimal mungkin dalam regulasi
yang akan diterapkan.
4. Pada tahap evaluasi biaya dan manfaat setiap alternatif solusi, konsultasi akan
membantu regulator memeriksa kerealistisan dan keakuratan perkiraan biaya dan
manfaat yang telah dilakukan.
5. Konsultasi akan memberikan masukan perkiraan apa yang akan terjadi seandainya
suatu regulasi diterapkan. Perkiraan ini berguna untuk meminimumkan resiko
yang belum diperhitungkan sebelumnya.
6. Pada kasus suatu aturan hanya mengatur atau memecahkan masalah secara parsial,
konsultasi akan memberikan masukan mengenai keterkaitan regulasi tersebut
dengan regulasi-regulasi lain yang terkait dengan masalah yang sama. Hal ini akan
mencegah terjadinya tumpang tindih yang tidak perlu untuk memecahkan masalah
yang sama atau bahkan terjadinya kontradiksi antara satu regulasi dengan regulasi
lainnya.
7. Dengan diakomodasinya berbagai kepentingan semaksimal mungkin, maka
diharapkan tingkat penerimaan terhadap regulasi menjadi lebih besar atau paling
tidak dapat diramalkan sebelumnya.
26
8. Konsultasi akan meningkatkan kredibilitas regulasi yang dirumuskan karena
memberikan kesan kepada masyarakat umum bahwa regulasi ini tidak hanya
dirumuskan di belakang meja. Walaupun mustahil untuk menyenangkan semua
pihak dengan suatu regulasi, proses konsultasi paling tidak akan memberi kesan
bahwa kepentingan sebagian besar masyarakat sudah diperhitungkan dan akibat
buruk dari regulasi tersebut sudah diantisipasi.

III.4.5.2. Mengapa konsultasi perlu direncanakan?

Rencana konsultasi harus dipersiapkan secara tertulis di luar proses RIA. Rencana
ini harus dianggap sebagai dokumen yang fleksibel dan selalu dapat dirubah sesuai
dengan perkembangan informasi yang diperoleh dari partisipan. Rencana konsultasi
paling tidak harus mencakup daftar pihak-pihak yang akan dikonsultasi, mekanisme
konsultasi dan daftar informasi atau isu yang direncanakan akan dikonsultasikan
kepada masing-masing pihak.

III.4.5.3. Bagaimana Mengidentifikasi Pihak (Stakeholder) yang Dikonsultasi?

Lakukan langkah-langkah berikut dalam identifikasi stakeholder yang akan dikonsultasi:


a. Identifikasi secara terpisah kelompok yang secara signifikan akan dipengaruhi oleh
regulasi yang akan diterapkan.
b. Kelompokkan mereka menjadi beberapa kelompok yang lebih kecil yang
kemungkinan akan menerima pengaruh secara berbeda-beda (pemerintah,
konsumen dan produsen/pengusaha)
c. Dari masing-masing kelompok, pisahkan lagi menjadi beberapa kelompok kecil,
seperti umur, tingkat kewenangan (pusat, daerah) dan lainnya.

Pertanyaan-pertanyaan berikut mungkin dapat membantu mengidentikasi siapa


seharusnya yang dikonsultasi.
 Kepada siapa regulasi ditujukan? (dengan kata lain siapa yang diharapkan harus
merubah perilakunya?)
 Siapa yang akan dirugikan secara tidak langsung? (Kelompok ini mungkin
mencakup perusahaan pada industri yang terkait, konsumen atau siapapun yang
pada akhirnya ikut membayar sebagian biaya dari regulasi).
 Siapa yang mendapatkan manfaat?
 Siapa yang mempunyai keahlian dalam masalah yang berkaitan dengan regulasi
yang sedang dirumuskan?

III.4.5.4. Apa Saja Mekanisme Konsultasi?

Konsultasi dengan pihak terkait dapat dan harus dilakukan dengan berbagai mekanisme
baik formal maupun informal. Pilihan metode yang dapat dilakukan antara lain:
 Publikasi draft regulasi dengan permohonan untuk memberikan masukan terhadap
draft tersebut.
 Publikasi draft RIAS dengan permohonan kepada pembaca untuk memberikan
masukan.
27
 Pertemuan dengan pengamat ahli, pihak yang akan terkena akibat regulasi, dan
masyarakat umum. Pertemuan tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
seperti pertemuan kecil informal atau formal dan besar seperti seminar dan
simposium.
 Penunjukan badan konsultasi yang terus menerus dikonsultasi selama proses RIA.
 Publikasi draft RIA yang relevan di internet dengan permohonan kepada pembaca
untuk memberikan komentar melalui email.

III.4.5.5. Apa Saja Tingkatan Proses Konsultasi?

Kualitas Partisipasi

Delegasi Kolaborasi Konsultasi Informasi

Diseminasi informasi: Pemberian informasi sepihak, merupakan tingkat keterlibatan


terendah, dilakukan melalui liflet, iklan, dst.
a. Konsultasi: Komunikasi dua arah, diselenggarakan melalui dengar pendapat, debat
publik, kelompok kerja, dst.
b. Kolaborasi: Pelembagaan bentuk konsultasi dalam bentuk lembaga permanen,
antara lain komisi nasional, ombudsman, dll.
c. Delegasi: Pelimpahan fungsi khusus, merupakan tingkat keterlibatan terkuat.
Contohnya hak asosiasi hotel (PHRI) untuk melakukan sertifikasi kelas hotel; Ikatan
Dokter Indonesia untuk mengeluarkan izin praktek,

III.4.5.6. Bagaimana Mengidentifikasi Informasi yang Akan Dicari Selama Konsultasi?

Sebelum melakukan konsultasi, perlu dilakukan identifikasi terhadap informasi yang


akan digali selama konsultasi. Identifikasi informasi ini berdasarkan permasalahan,
kemampuan pemerintah untuk mengatasinya, pilihan regulasi atau non-regulasi
yang dapat digunakan dan seterusnya. Untuk memperoleh informasi yang relevan,
perlu dilakukan juga identifikasi terhadap kelompok-kelompok yang relevan. Untuk
mendapatkan informasi, dapat melalui kegiatan survey, walaupun survey seperti ini
mungkin tidak sepenuhnya dapat disebut sebagai konsultasi karena responden tidak
diberikan informasi mengenai draft regulasi yang sedang dianalisa.

III.4.5.7. Bagaimana dengan Negara Lain?

Konsultasi dalam konteks RIA tidak selalu mudah. Banyak orang dan kelompok yang
tidak mempercayai pemerintah secara umum. Pada mulanya, kelompok-kelompok
terkait mungkin belum mempunyai pengalaman keterlibatan yang banyak dalam
proses RIA dan tidak begitu memahami bagaimana informasi yang mereka berikan
akan diperlakukan. Oleh karena itu, perlu terlebih dahulu dibangun rasa saling percaya
sehingga kelompok-kelompok terkait tersebut dengan sukarela mau berpartisipasi
secara penuh dalam proses RIA.

28
OECD telah mengkompilasi beberapa pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman
mereka melakukan proses konsultasi untuk RIA. Secara ringkas, pelajaran yang dapat
diambil adalah bahwa konsultasi perlu dijadikan proses interaktif yang terjadi sepanjang
pelaksanaan RIA. Beberapa pelajaran yang perlu diperhatikan adalah:
 Konsultasi harus dimulai sesegera mungkin.
 Partisipan pada proses konsultasi harus diberikan informasi sedini mungkin
tentang draf regulasi yang sedang dipertimbangkan dan tentang RIA yang sedang
dilakukan.
 Tim pelaksana RIA harus proaktif dalam menemukan orang dan kelompok yang
relevan untuk berpartisipasi dalam konsultasi.
 Dalam rangka membangun rasa saling percaya antara partisipan dengan tim RIA,
konsultasi harus dirancang lebih sebagai sebuah dialog yang berkelanjutan dan
bukan sebagai sebuah pertemuan tunggal.
 Konsultasi seharusnya merupakan proses yang transparan; mereka yang
berpartisipasi dan bagaimana mereka berpartisipasi harus menjadi informasi yang
dapat diakses oleh publik selama proses RIA berlangsung dan dilaporkan dalam
RIAS.

III.4.5.8. Apa Saja Prinsip Kunci Proses Konsultasi?

 Konsultasi secara umum dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi,


membangun penerimaan terhadap regulasi oleh pihak yang akan terkena regulasi,
dan meningkatkan kredibilitas tim pelaksana RIA serta hasil analisis mereka.
 Konsultasi dapat dan harus dilaksanakan dengan berbagai cara, baik pertemuan
informal sampai pertemuan besar dan formal seperti seminar dan simposium.
 Konsultasi harus direncanakan terlebih dahulu secara tertulis sebelum RIA
dilaksanakan dan rencana tersebut harus diperlakukan sebagai dokumen yang
fleksibel yang dapat terus berubah sesuai dengan perkembangan informasi yang
diperoleh dari partisipan.
 Rencana konsultasi harus memuat identifikasi tenaga ahli, stakeholders, dan
masyarakat umum yang akan diundang untuk dikonsultasi dan informasi yang
akan digali dari masing-masing pihak.
 Konsultasi perlu dijadikan sebagai proses yang bersifat interaktif yang secara terus
menerus dilakukan sepanjang pelaksanaan RIA.

Checklist untuk Tahapan Konsultasi

 Pihak mana saja yang dikonsultasi? (individual, kelompok, asosiasi, lembaga,


dan lain-lain).
 Apa mekanisme yang digunakan untuk masing-masing proses konsultasi yang
dilakukan? (pertemuan langsung, publikasi paper, seminar, dan lain-lain)
 Apa hasil dari masing-masing konsultasi yang dilakukan dan bagaimana regulasi
yang diusulkan berubah akibat hasil konsultasi tersebut?
 Jika setelah konsultasi masih ada individual atau kelompok yang tidak
mendukung rencaa regulasi tersebut, siapa pihak-pihak yang masih menentang
tersebut dan apa argumen yang mereka ajukan?
 Seandainya untuk beberapa pihak tertentu konsultasi tidak dilakukan (padahal
seharusnya dilakukan) atau dilakukan sangat terbatas, sebutkan pihak-pihak
tersebut dan apa alasannya?

29
Contoh Konsultasi Publik

Dibawah ini disajikan tabel ringkas yang memuat hal-hal yang harus diperhatikan dalam
konsultasi publik yang akan dilakukan untuk mendukung implementasi alternative
kebijakan pemecahan masalah kakao di Majene

KONSULTASI PUBLIK

Check List Question Perda Kelompok Tani


1) Identifikasi pihak mana sajakah 1. Petani
yang relevan untuk dilakukan 2. KTNA
konsultasi? 3. Penyuluh
4. KPPK
5. Perbankan
6. SKPD Teknis terkait pertanian
7. DPRD (Komisi II)
8. Pedagang Pengusaha
9. BSP WASIAT
10. Bagian Hukum
11. Satpol PP
12. Diskoperindag

a) Pihak mana saja yang memiliki 1. SKPD Teknis terkait pertanian


pengaruh lebih besar atas regu- 2. Komisi II DPRD
lasi yang disusun?

b) Pihak mana saja yang memiliki 1. Staff Ahli Bupati Bidang Pertanian
pengetahuan yang luas atas 2. KTNA
permasalahan yang sedang 3. Perguruan Tinggi/Akademisi
dibahas? 4. Pegiat/LSM

2) Identifikasi pihak mana sajakah Pihak Yang Mendukung:


yang mendukung dan pihak 1. Petani
yang kurang mendukung? Apa 2. KTNA
alasannya? 3. Penyuluh
4. KPPK
5. Perbankan
6. SKPD Teknis terkait pertanian
7. DPRD (Komisi II)
8. BSP WASIAT
9. Bagian Hukum
10. Satpol PP
11. Diskoperindag
12. Bappeda

30
KONSULTASI PUBLIK

Check List Question Perda Kelompok Tani


Pihak Yang Menghambat:
Pedagang Pengepul

Alasan: Kehilangan pendapatan

3) Bagaimana mekanisme yang • Publikasi draft regulasi dengan permo-


tepat dalam menyelenggarakan honan untuk memberikan draft tersebut.
konsultasi publik
• Pertemuan/konsultasi dengan pengamat
ahli, pihak yang akan terkena dampak
regulasi, dan masyarakat umum.
Pertemuan tersebut dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk, seperti pertemuan
kecil (informal atau formal), pertemuan
besar (seminar atau simposium).

4) Bagaimana penggunaan atas hasil konsultasi publik

a) Apakah ada publikasi atas hasil Publikasi atas hasil konsultasi publik dibuat
konsultasi publik dalam bentuk “RIA Statement” baik berupa
hardcopy maupun dipublikasikan melalui
media cetak, disebarkan dalam diskusi
public secara langsung maupun di media
elektronik.

b) Apakah hasil konsultasi publik Dokumen ini sebagai dokumen yang


dapat merubah isi regulasi atau fleksibel yang selalu dapat diubah seiring
permasalahan yang sedang dengan perkembangan informasi yang
dibahas diperoleh dari partisipan/stakeholder
terkait.

Catatan: Hasil Lokalatih Penguatan Kapasitas Legislasi, 12-14 September 2013

III.4.6. Strategi Implementasi

Regulasi sebaik apapun tidak ada gunanya jika tidak dapat diterapkan. Tingkat
keberhasilan penerapan akan mempengaruhi seberapa besar manfaat yang diperkirakan
akan dapat terealisasi. Ini semua bergantung pada tingkat kepatuhan. Dalam analisis
RIA, perkiraan persentase tingkat kepatuhan ini harus diperhitungkan. Bisa saja
alternatif dengan tingkat manfaat besar akan terkalahkan oleh alternatif dengan tingkat
manfaat kecil, karena perbedaan tingkat kepatuhan.

31
SELALU INGAT !!

Keberhasilan implementasi juga bergantung pada sumber daya yang digunakan


untuk mendukung penerapan regulasi tersebut

III.4.6.1. Fokus Perhatian dalam Strategi Implementasi

Karena proses implementasi tidak semudah yang diasumsikan, maka perlu dirumuskan
strategi yang perlu diikuti dalam implementasi alternatif terpilih. Faktor-faktor yang
harus dijadikan fokus perhatian dalam perumusan strategi implementasi adalah:
 Mekanisme penerapan yang dapat digunakan untuk alternatif terpilih berdasarkan
pada:
• Analisis kemungkinan alasan-alasan untuk ketidakpatuhan;
• Review daftar berbagai kemungkinan mekanisme penerapan untuk masing-
masing alternatif regulasi maupun non-regulasi.

 Efektivitas biaya masing-masing alternatif mekanisme penerapan yang didasarkan


pada:
• Tingkat kepatuhan yang dapat diharapkan untuk masing-masing alternatif
mekanisme;
• Biaya yang harus ditanggung pemerintah untuk masing-masing alternatif
mekanisme;
• Biaya yang harus ditanggung dunia usaha dan konsumen untuk masing-masing
mekanisme.

III.4.6.2. Jenis-jenis strategi implementasi

Beberapa jenis mekanisme yang dapat digunakan untuk memaksa atau mendorong
kelompok target mematuhi regulasi yang akan diterapkan antara lain:
 Peringatan secara verbal ataupun tertulis;
 Tilang;
 Sanksi administrasi;
 Peningkatan beban regulasi (seperti tuntutan pembuatan laporan yang lebih ketat,
inspeksi yang lebih intensif, atau pengenaan tambahan biaya untuk tambahan
pemeriksaan);
 Penalti keuangan;
 Pengumuman kepada publik pihak-pihak yang tidak patuh;
 Sanksi dalam hal perijinan (seperti skorsing, pencabutan, dan tidak dapat
memperbaharui ijin);
 Tuntutan pidana.

Selain sanksi dan penalti yang disebutkan di atas, strategi untuk meningkatkan derajat
kepatuhan harus juga mempertimbangkan kemungkinan penggunaan imbalan dan
insentif untuk kepatuhan secara sukarela. Pilihan insentif yang dapat dipertimbangkan
antara lain:
 Pengurangan jumlah pemeriksaan;
 Penawaran pemotongan terhadap penalti;
32
 Penyederhanaan terhadap perijinan bagi perusahaan yang mempunyai catatan baik
dalam memenuhi berbagai ketentuan;
 Pemberian penghargaan berdasarkan tingginya tingkat kepatuhan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas proses sosialisasi suatu regulasi


menjadi sangat penting untuk direncanakan di dalam strategi implementasi. Untuk hal-
hal yang sangat teknis, waktu yang lebih panjang untuk mensosialisasikan pertimbangan-
pertimbangan tersebut kepada kelompok target. Jika diperlukan proses untuk suatu
regulasi bisa diterapkan secara penuh, maka masa transisi ini harus dimasukkan dan
diantisipasi dalam strategi.

Contoh Strategi Implementasi

Di Majene, agar implementasi pilihan alternative dapat berjalan dengan baik maka
dirumuskan beberapa hal terkait strategi implementasi yang tercantum dalam tabel
ringkas dibawah ini:

STRATEGI IMPLEMENTASI
1. Apakah mekanisme yang digunakan untuk alternatif tindakan terpilih?
a) Regulasi atau non regu- Regulasi dalam bentuk peraturan daerah (perda)
lasi?
b) Bagaimana analisis per- • Para pihak (stakeholders) diyakini patuh terha-
sepsi tingkat kepatuhan? dap kebijakan yang dibuat, karena kebijakan
ini berasal dari aspirasi stakeholder dari
bawah (Bottom Up).
• Adanya kesadaran bersama untuk menyele-
saikan permasalahan yang dihadapi oleh para
petani kakao di Majene.
c) Bagaimana analisis biaya Berdasarkan analisis biaya dan manfaat, kebijakan
manfaat? ini dapat disimpulkan lebih besar manfaat dari-
pada biaya.
2. Apakah jenis sanksi yang di- Untuk mendorong tingkat kepatuhan terhadap
gunakan untuk mendorong aturan, sanksi yang diberikan bisa berupa sanksi
kepatuhan? administratif. Bahkan, jika diperlukan, sanksi
pidana juga bisa dikenakan bagi para pelanggar.
3. Bagaimana bentuk sosialisasi • Konsultasi Publik (FGD atau pertemuan infor-
yang dilakukan untuk men- mal) kepada para pihak terkait.
dorong kepatuhan? • Pemaparan hasil/hearing/audiensi dengan
Bupati atau DPRD.
• Publikasi dilakukan melalui media cetak mau-
pun elektronik.
a) Bagaimana efektifitas so-
Efektif
sialisasi yang dilakukan?
b) Bagaimana intensitas sos-
7 kali
ialisasi yang dilakukan?

33
IV. PERATURAN DAERAH RAMAH INVESTASI

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, selain mekanisme perencanaan yang baik, sebuah
kebijakan juga harus memiliki substansi yang baik. Untuk menghasilkan suatu perda
yang ramah investasi maka secara substansi harus memenuhi dua kriteria, yakni Kriteria
Umum dan Kriteria Khusus perda yang ramah invenstasi.

A. Kriteria umum
Yang dimaksud dengan kriteria umum adalah kriteria-kriteria yang harus ada dalam
semua perda yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan aktivitas
investasi ataupun usaha di daerah. Beberapa kriteria yang termasuk dalam kriteria
umum ini adalah:
1. Kesesuaian dengan kebutuhan
•• Mengatur hanya sesuai kebutuhan yang akan diatur sehingga perda yang
dihasilkan benar-benar sesuai dengan tujuan dan sasaran.
•• Dapat dilaksanakan, dalam artian, perda tersebut harus memperhitungkan
efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan baik secara
filosofis, yuridis maupun sosiologis.
•• Bermanfaat dan berdaya guna, hal ini dikarenakan perda dibuat karena
kondisi dimasyarakat membutuhkan pengaturan. Tidak hanya itu perda
juga diharapkan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
2. Substansi/Penulisan yang baik
•• Penulisan substansi secara baik, penggunaan bahasa yang sederhana dan
tidak menimbulkan multi tafsir. Memiliki kejelasan rumusan dalam hal
bahasa hukum, terminologi, dan mudah dimengerti.
•• Relevansi acuan yuridis dan mengacu pada peraturan atau undang-undang
yang mengatur obyek yang sama
•• Kemutakhiran (up-to-date) acuan yuridis, dalam artian harus mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang paling mutakhir
•• Kelengkapan yuridis, dalam artian bahwa perda harus memiliki kelengkapan
secara material mengenai apa saja yang harus diatur dalam sebuah perda
(konten minimal). Selain itu harus ada kejelasan obyek maupun subyek
yang diatur.
•• Konsistensi antar pasal dan ketepatan muatan materi di dalam
3. Keadilan
•• Menjamin semua pihak sama dimuka hukum. Tidak boleh ada aturan yang
membedakan perlakuan terhadap subyek perda apalagi bersifat suku, ras,
agama dan golongan.
•• Mencantumkan secara jelas hak-hak dan kewajiban subjek perda sehingga
ada kepastian hukumnya. Muatan yang terkandung dalam perda
harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan
ketentraman masyarakat.
•• Memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi
khusus daerah dan budaya.
4. Keterbukaan
•• Perda membuka partisipasi masyarakat/stakeholder tidak hanya dalam
pembuatan namun pada saat implementasi.

34
•• Perda harus mudah diakses masyarakat untuk memperoleh informasi
penting dalam pengambilan keputusan
•• Tidak menghalangi akses masyarakan untuk mengakses sumber daya
ekonomi
5. Persaingan yang sehat
•• Membuka kesempatan bagi semua lapisan masyarakat, menghindarkan
dari praktik persaingan tidak sehat, dan memperhatikan perlindungan
terhadap konsumen
6. Insentif untuk dunia usaha
•• Memuat insentif kepada masyarakat dan dunia usaha dalam
mengembangkan usahanya di daerah (keringanan pajak dan atau retribusi,
kemudahan perijinan, permodalan atau insentif sarana dan prasarana)
7. Efisiensi
•• Dapat memberikan setidaknya 3 efisiensi bagi investor maupun Pemda,
yaitu: Efisiensi biaya, SDM dan efisiensi birokrasi
8. Manajemen konflik yang baik
•• Adanya mekanisme penyelesaian sengketa antar pihak secara jelas, cepat,
murah mengikat dan terukur.

B. Kriteria Khusus
Adapun kriteria khusus yang dimaksud adalah kriteria-kriteria yang dikhususkan
untuk jenis-jenis perda yang berhubungan dengan ekonomi. Dalam hal ini terdapat
empat jenis perda ekonomi seperti dibawah ini:

PERDA EKONOMI

Perda Pungutan (pajak & Perda Perencanaan Perda Anggaran Perda SOTK
retribusi) dan perijinan Daerah (RTRW, Pendapatan dan
1. Muatan perda pu- RPJMD, dll) Belanja Daerah 1. M u a t a n
ngutan, jenis-jenis 1. Penyusunan RPJMD (APBD) materi yang
pungutan, dan besa- mengacu pada1. Memuat penge- diatur terkait
ran tarif disesuaikan RPJMN dengan sahan APBD besaran dan
dengan ketentuan UU memperhatikan fak- yang akan di- ukuran SKPD
No.28/2009. tor berikut: gunakan untuk di daerah.
2. Muatan perda peri- • Potensi daerah tahun anggaran 2. Perda SOTK
zinan dan ketentuan • Tingkat eksosbud berjalan. didasarkan
mengenai perizinan masyarakat 2. M u a t a n pada PP No.
disesuaikan dengan • Daya dukung perda APBD 41 Tahun
ketentuan UU No. lingkungan mengacu pada 2007 tentang
25/2007 tentang Pe- Permendagri Pedoman
nanaman Modal. 2. Perda RTRW berisi- No. 27/2013 Organisasi
3. Memuat insentif ke- kan rencana ren- dan PP 71/2010 Perangkat
pada masyarakat dan cana pengaturan (PSAP). Daerah.
dunia usaha dalam tata ruang suatu 3. Perda APBD
mengembangkan usa- daerah dengan harus efisien,
hanya di daerah (ker- mengacu pada UU berbasis kinerja
inganan pajak dan atau No. 26/2007 dan mendorong
retribusi, kemudahan pertumbuhan di
perijinan, permodalan daerah tsb.
atau insentif sarana
dan prasarana)

35
Contoh-Contoh Perda Ramah Investasi:

1. Perda insentif investasi di Kota Balikpapan:


• memberikan insentif kpd investor berdasar kawasan tempat usaha:
• Investor di wilayah KIK diberikan insentif berupa keringan Pajak Daerah
dan/atau Retribusi Daerah (25-75%), dan 5-25% bagi investor yang
berusaha di luar KIK.
• kemudahan terhadap semua perijinan berupa pemberian prioritas
penerbitan semua ijin.

2. Perda Perlindungan Investasi di Kab. Barru:


• Penyediaan fasilitas: bantuan proses pelayanan perizinan, fasilitas, dan
persiapan lahan sesuai rencana peruntukannya;
• Kemudahan dan keringanan pajak/retribusi untuk jangka waktu tertentu;
• Ketenagakerjaan: Pemda wajib memfasilitasi penyediaan kebutuhan
tenaga kerja dan memediasi perselisihan;
• Kepastian berusaha: perlindungan hak-hak keperdataan investor dan
jaminan

Untuk melaksanakan perda ramah investasi, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu:
a. Efektifitas Perda, pelaksanaan perda harus efektif (tepat sasaran) dalam
menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam masyarakat dan bukan malah
menambah maslah baru.
b. Kesesuaian dengan pelaksanaan di lapangan, pelaksanaan perda ramah investasi
harus konsisten dan konsekuen dengan apa yang sudah diatur di dalam perda
tersebut, dengan pelaksanaan di lapangan.
c. Tingkat kepatuhan masyarakat, pelaksanaan perda ramah investasi harus dapat
mengatur investor dan masyarakat dalam mengurangi atau menghilangkan
pelanggaran yang terjadi dan juga mengurangi jenis-jenis pelanggarannya.

Beberapa dampak yang timbul dari penerapan perda ramah investasi adalah sebagai
berikut:
a. Dampak sosial, berupa terjadinya keteraturan dalam masyarakat, terciptanya
lapangan kerja yang luas, penurunan tingkat kemiskinan dan lain sebagainya.
b. Dampak ekonomi, berupa peningkatan ekonomi, peningkatan investasi, tumbuhnya
perekonomian dan lain sebagainya.
c. Dampak hukum, berupa adanya penurunan angka permasalahan sengketa,
penurunan angka kejahatan dan lain sebagainya.



36
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
Regional Autonomy Watch
Gd. Permata Kuningan Lt.10
Guntur Setiabudi, Jakarta Selatan 12980
Phone: +62 21 8378 0642/53, Fax.: +62 21 8378 0643

Anda mungkin juga menyukai