Anda di halaman 1dari 11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kaitan PTK dan PKP

Menurut Erihadiana (2013) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu


penelitian yang dilakukan oleh pengajar di kelas atau di sekolah tempat
mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan
proses dalam pembelajaran. Kegiatan penelitian berangkat dari permasalahan di
lapangan yang dihadapi oleh pengajar dalam menyelenggarakan proses belajar
mengajar, untuk selanjutnya dicarikan alternatif pemecahaan masalahnya dan
ditindaklanjuti dengan tindakantindakan nyata yang terencana dan terstruktur
(Muhtar dan Jaryanto, 2013). Prinsip-prinsip pelaksanaan PTK antara lain tidak
mengganggu komitmen guru sebagai pengajar, pelaksanaan PTK tidak menuntut
waktu yang berlebihan dari guru sehingga dapat mengganggu proses
pembelajaran.
PKP sebagai muara dari Program S1 PGSD dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar yang dapat meningkatkan kemampuan
profesioanl guru SD dalam mengelola pembelajaran. Sebagai seorang
profesioanal, guru SD bertanggungjawab sebagai guru kelas yang mengajar lima
bidang studi ( Pendidikan Kewarganegaraan/PKn, Bahasa Indonesia, Ilmu
Pengetahuan Sosial/IPS, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam/IPA ).
Sebelum melaksanakan PKP, terlebih dahulu kita harus memahami
hakikat dari PTK. PKP didukung oleh teori dari PTK, sehingga penulis akan
lebih terarah dalam melaksanakan penelitian.
PKP merupakan pengembangan dari Pemantapan Kemampuan Mengajar
( PKM ) yang telah ditempuh mahasiswa pada semseter 4. Program PKP
merupakan sebuah proses penerapan konsep PTK pada situasi nyata yang diberi
bobot studi. Dengan kata lain, program PKP adalah pengembangan dari mata
kuliah Pemantapan Kemampuan Mengajar ( PKM ) dengan kerangka pikir PTK.
Dengan demikian, kemampuan yang dikembangkan melalui PKP lebih
kompleks dari kemampuan yang dikembangkan melaui PKM.
B. Hakikat Belajar
1. Belajar

Menurut Syah (dalam Asep dan Abdul, 2012: 1) Belajar adalah


kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan
pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses
belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Pada dasarnya belajar
merupakan tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan mantap
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Sementara menurut Slameto (dalam Asep dan Abdul, 2012: 2) merumuskan
belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Lebih jauh Slameto memberikan cirri-ciri tentang perubahan tingkah laku yang
terjadi dalam belajar sebagai berikut; terjadi secara dasar, besifat kontinu dan
fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan dan
terarah dan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Sedangkan menurut Sabri (dalam Musfiqon, 2012: 3) belajar
adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan perhatian. Artinya
tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan perilaku
terjadi secara dasar dan bersifat positif dan aktif bertujuan untuk perubahan
tingkah laku, pengetahuan, sikap dan aspek pribadi.

2. Pembelajaran

Menurut Suherman (dalam Asep dan Abdul, 2012: 11)


Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek,
yaitu: belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar
berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi
pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu
kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antara siswa
dengan siswa disaat pembelajaran sedang berlangsung.
Menurut Usman (dalam Asep dan Abdul, 2012: 12) Pembelajaran
adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai
pemegang peranan utama. Pembelajaran merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

3. Prinsip-prinsip Belajar
Beberapa prinsip-prinsip belajar yang relatif umum yang dapat
dipakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran menurut Dimyati dan
Mujdiono (2009:42- 49) antara lain: (1) perhatian dan motivasi, (2) keaktifan,
(3) keterampilan langsung/berpengalaman, (4) pengulangan, (5) tantangan, (6)
balikan dan penguatan, (7) perbedaan individual

4. Pembelajaran Matematika

Matematika berarti ilmu pengetahuan yang dipelajari dari tingkat


SD, SMP, dan SMA yang berhubungan dengan ilmu pasti. Manusia selalu
berhubungan dengan matematika karena matematika sangat diperlukan setiap
hari. Pembelajaran matematika menurut Erman (2010: 23) adalah suatu bentuk
kegiatan yang dimulai dengan mengaitkan dengan kehidupan nyata seperti
bercerita atau tanya jawab lisan tentang kondisi kehidupan siswa (daily life),
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pemberian contoh (modeling) agar
siswa termotivasi untuk memberikan pertanyaan (questioning), dengan tujuan
untuk membangun (contructivism) untuk menemukan konsep dengan
bimbingan guru.
C. Model Pembelajaran Problem Based Learning

1. Model Pembelajaran
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan (Sutikno, 2014: 57).
Model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien (Kemp dalam Rusman, 2010: 132). Menurut
Dahlan (dalam Sutikno 2014: 57) menjelaskan model pembelajaran
merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun
kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada
pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual pembelajaran yang
harus dikerjakan guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning


Menurut Tan (dalam Rusman 2010: 232) pembelajaran Berbasis
masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang
diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia
nyata, kemempuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan
kompleksitas yang ada.
Menurut Rusman (2010: 232) Karakteristik pembelajaran berbasis
masalah adalah sebagai berikut:
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di
dunia nyata yang tidak terstruktur
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda
d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,
sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya,
dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial
dalam PBM
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif
h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah
sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan
i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi
dari sebuah proses belajar
j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan
proses belajar.

3. Langkah – Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning


Menurut Ibrahim dan Nur dan Ismail (dalam Rusman 2010: 43)
Langkah –langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Tabel 1 langkah – langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Indikator Tingkah Laku Gru

1 Orientasi siswa Menjelaskan tujuan pembelajaran,


pada masalah menjelaskan logistik yang diperlukan,
dan motivasi siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah

2 Mengorganisasi Membantu siswa mendefinisikan dan


siswa untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut

3 Membimbing Mendorong siswa untuk


pengalaman mengumpulkan informasi yang sesuai,
individual/kelomp melaksanakan eksprimen untuk
ok mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah

4 Mengembangkan Membantu siswa dalam merencanakan


dan menyajikan dan menyiapkan karya yang sesuai
hasil karya seperti laporan, dan membantu mereka
untuk berbagai tugas dengan temanya

5 Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan


mengevaluasi refleksi atau evaluasi
proses pemecahan
masalah

4. Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Learning


Adapun kelebihan model pembelajaran PBL:
1. Siswa dilibatkan secara aktif dalam proses belajar mengajar sehingga
pengetahuannya benar-benar diterima dan diserapnya dengan baik.
2. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama secara lebih baik dengan
siswa lain dan dapat mengerti satu sama lain antara siswa.
3. Siswa dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan dari berbagai
sumber.

5. Kekurangan Model Pembelajaran Problem Based Learning


1. Untuk siswa yang malas, maka tidak akan tercapainya tujuan dari
model tersebut.
2. Penerapan model PBL akan membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Dengan penerapan model PBL tidak semua mata pelajaran dapat
dilaksanakan.

D. Karakteristik Pembelajaran di Kelas Tinggi


Pembelajaran di kelas tinggi dilaksanakan secara logis dan sistematis serta
dilaksanakan berdasarkan rencana pembelajaran (silabus) yang telah disusun oleh
guru. Pembelajaran di kelas tinggi banyak menggunakan pembelajaran yang
berbasis masalah, melakukan aktivitas menyelidiki, meneliti dan membandingkan.
Karakter pembelajaran di kelas tinggi terlihat bahwa selain adanya aktivitas siswa
yang tinggi, kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran seperti
melakukan tahapan penyelidikan, melakukan pemecahan masalah dan sebagainya.
Itu sebabnya guru harus kaya akan pengalaman dan kemampuan mengajar serta
mampu mengarahkan kegiatan siswa agar sasaran belajar dapat dicapai melalui
pembelajaran di sekolah. Pengembangan sikap ilmiah pada siswa kelas tinggi di
SD dapat dilakukan dengan cara menciptakan pembelajaran yang memungkinkan
siswa berani beragumentasi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mendorong
siswa supaya memiliki rasa ingin mengetahui, memiliki sikap jujur terhadap
dirinya dan orang lain.
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi antara anak dengan anak,
anak dengan sumber belajar, dan anak dengan pendidik. Kegiatan belajar ini
akan bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan
memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan
kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan
perkembangan dan lingkungannya. Menurut Ausubel (1966), materi pelajaran
yang dipelajari siswa harus 'bermakna'. Pembelajaran bermakna didefinisikan
sebagai proses menghubungkan informasi baru dengan konsep-konsep relevan
yang terkandung dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif adalah
fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Senada
dengan pendapat tersebut, Suparno (1997) mengatakan bahwa belajar
bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pemahaman yang sudah dimiliki oleh seseorang yang sedang
dalam proses belajar. Pembelajaran bermakna terjadi ketika siswa mencoba
menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
Artinya, materi pelajaran harus sesuai dengan kemampuan siswa dan harus
relevan dengan struktur kognitif siswa. Makna belajar sebagai hasil dari
peristiwa pengajaran ditandai dengan terjadinya hubungan antara aspek,
konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen yang relevan dalam
struktur kognitif siswa. Proses belajar bukan sekedar menghafal konsep atau
fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep untuk
menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan
dipahami dengan baik dan tidak mudah dilupakan. Pelajaran harus berkaitan
dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa, agar konsep-konsep baru
tersebut benar-benar diserap oleh siswa. Dengan demikian, agar terjadi
pembelajaran yang bermakna, guru harus selalu berusaha mencari dan
menggali konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa dan membantu
mengintegrasikan konsep-konsep tersebut secara harmonis dengan pengetahuan
baru yang akan diajarkan.
Dalam mengembangkan kreativitas siswa, proses pembelajaran dapat
diarahkan agar siswa melakukan kegiatan kreatif sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran di sekolah dasar tidak
selalu harus ceramah atau latihan tetapi dapat menggunakan beberapa model
pengajaran yang memungkinkan siswa memiliki aktivitas yang tinggi dalam
belajar.
Menurut Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki caranya
sendiri dalam memaknai dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori
perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif
yang disebut skema, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil
pemahaman terhadap objek-objek di lingkungannya. Pemahaman terhadap
objek berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan
konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses pemanfaatan
konsep dalam pikiran untuk menginterpretasikan objek). Kedua proses ini, jika
berlangsung terus menerus, akan menyeimbangkan pengetahuan lama dan
pengetahuan baru. Dengan cara ini, anak secara bertahap dapat membangun
pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian
tersebut, perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam
dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena
proses belajar terjadi dalam konteks interaksi anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahap operasional konkrit. Pada rentang
usia ini anak-anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1)
Mulai memandang dunia secara objektif, beralih dari satu aspek situasi ke
aspek lain secara reflektif dan melihat unsur-unsur secara bersamaan, (2) Mulai
berpikir secara operasional, (3) Menggunakan pemikiran operasional untuk
mengklasifikasikan benda, (4) Membentuk dan menggunakan kaidah
keterkaitan, prinsip ilmiah sederhana, dan menggunakan hubungan sebab
akibat, dan (5) Memahami konsep zat, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan
volume. Dengan memperhatikan tahapan perkembangan berpikir,
kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkret
Konkret mengandung makna bahwa proses belajar bergerak dari hal-hal
konkret yang dapat dilihat, didengar, dicium, diraba, dan diutak-atik, dengan
menitikberatkan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih
bermakna dan bernilai, karena siswa dihadapkan pada peristiwa dan keadaan
yang sebenarnya, kondisi alam, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih
bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar, anak melihat apa yang dipelajarinya secara
utuh, mereka belum mampu memilah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
menggambarkan cara berpikir deduktif anak yaitu dari umum ke bagian demi
bagian.
3. Hirarki
Pada tahap usia sekolah dasar, cara belajar anak berkembang secara bertahap
dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan
dengan itu perlu memperhatikan urutan logis, keterkaitan antar materi, serta
keluasan dan kedalaman materi.
E. Materi Pembelajaran
1. Operasi Hitung Pecahan

Gambar 2.1 Pecahan dalam Matematika

a. Opersai Penjumlahan Pecahan Dengan Berpenyebut Sama.


Untuk melakukan operasi penjumlahan pecahan dengan berpenyebut sama, kita
hanya tinggal menjumlahkan pembilahnya saja. Berikut rumusnya
Contoh Soal

Catatan ! Berapapun jumlahnya asalkan penyebutnya sama maka kita bisa langsung

menjumlahkan pembilangnya.
b. Opersai Penjumlahan Pecahan Dengan Berpenyebut Berbeda
untuk melakukan operasi penjumlahan pecahan dengan berpenyebut berbeda maka
kita harus menyamakan penyebutnya terlebih dahulu dengan menggunakan KPK
dari penyebut dari masing-masing pecahan tersebut. Atau bisa dengan cara
mudahnya tanpa mencari KPK dari penyebut masing-masing pecahan. Berikut cara
mudahnya
Contoh Soal

Anda mungkin juga menyukai