Anda di halaman 1dari 22

SKILL LAB PRAKTIKUM FITOKIMIA

MAKALAH TANIN

Disusun oleh :

1. Puput Anita (107119001)


2. Robit Efendi (107119005)
3. Shinta Anggi Ristiana (107119009)

Dosen Pembimbing :

1. apt. Ellisa Issusilaningtyas, S. Farm., M.Sc


2. apt. Ikhwan Dwi Wahyu Nugroho, M.Farm

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami memperoleh kesehatan dan
kekuatan untuk dapat menyelesaikan “Makalah tentang Senyawa Tanin” ini.
Penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
penulis sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya kepada dosen atas
kebijaksanaan dalam membantu dan membimbing kami sehingga “Makalah
tentang Senyawa Tanin” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi
penyampaian yang menjadikan “Makalah tentang Senyawa Tanin” ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diperlukan dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.

Cilacap, 26 juli 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Maksud dan Tujuan...................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Penggolongan............................................................................................4
2.3 Struktur Kimia...........................................................................................5
2.4 Tanaman Penghasil....................................................................................8
2.5 Manfaat....................................................................................................10
2.6 Skrining fitokimia....................................................................................11
2.7 Kromatografi dan Isolasi.........................................................................13
BAB III..................................................................................................................17
PENUTUP..............................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..............................................................................................17
3.2 Saran........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan
Tanin merupakan senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, memiliki
rasa pahit dan kelat, dan dapat menggumpalkan protein. Tanin pada
tumbuhan banyak terkandung pada bagian kulit batang, daun pada
tumbuhan yang berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari hama. Tanin
yang terlarut dalam air memberikan warna coklat kehitaman seperti air teh.
Tanin merupakan golongan senyawa polifenol yang sifatnya polar, dapat
larut dalam gliserol, alkohol dan hidroalkoholik, air dan aseton, tetapi
tidak larut dalam kloroform, petroleum eter dan benzen (Artati dan
Fadilah, 2007).
Tanin memiliki beberapa kegunaan sebagai zat anti septik pada
luka karena dapat menggumpalkan protein, sebagai campuran obat cacing
dan anti kanker, sebagai zat pemberi warna pada industri tinta dan cat,
sebagai pengendap serat-serat organik pada industri minuman anggur dan
bir, sebagai pengikat protein pada industri kulit agar kulit tidak mudah
membusuk.
Salah satu tanaman yang banyak mengandung tanin adalah pohon
alpukat. Pada pohon alpukat tanin banyak terkandung pada bagian daun.
Kandungan tanin pada daun alpukat sekitar 22% (Lestari, 2014).
Tanin pada tumbuhan dapat diambil dengan cara ekstraksi padat-
cair (leaching). Ekstraksi padat-cair (leaching) merupakan proses pelarutan
zat yang terkandung dalam zat padat dengan cara mengontakkan zat padat
dengan pelarutnya. Faktor yang berpengaruh pada proses ekstraksi adalah
suhu ekstraksi, waktu ekstraksi jenis pelarut yang digunakan, ukuran
partikel, jumlah tahap ekstraksi dan perbandingan berat pelarut terhadap
berat zat padat (Herrick dan Buck, 1958).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari tanin?
2. Apa saja penggolongan tanin?
3. bagaimana struktur kimia tanin?
4. Apa saja tanaman penghasil tanin?
5. Apa saja manfaat tanin?
6. Bagaimana cara skrining fitokimia tanin?
7. Bagaimana cara isolasi tanin?
8. Bagaimana kromatografi tanin?

1.3 Maksud dan Tujuan


Pembuatan makalah Farmakognosi tentang Tanin ini bertujuan
untuk memperdalam pengetahuan mengenai tanin. Sebagai media
pembelajaran bagi kami sebagai penyususn dan mahasiswa lainnya.
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini secara rincinya adalah
sebagai berikut:
a. Mengetahui definisi tanin.
b. Mengetahui penggolongan tanin.
c. Mengetahui struktur kimia tanin.
d. Mengetahui tanaman penghasil tanin.
e. Mengetahui manfaat tanin.
f. Mengetahui cara skrining fitokimia tanin.
g. Mengetahui cara isolasi tanin.
h. Mengetahui kromatografi tanin

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar
luas pada tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air
dengan berat molekul biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole
tahun 1994, Kraus dll., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi
pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan protein serta dapat
mengikat makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan
campuran senyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah gugus
fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop, tanin
biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah,
atau cokelat.
Tanin dapat ditemukan di daun, tunas, biji, akar, dan batang
jaringan. Sebagai contoh dari lokasi tanin dalam jaringan batang adalah
tanin sering ditemukan di daerah pertumbuhan pohon, seperti floem
sekunder dan xylem dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin dapat
membantu mengatur pertumbuhan jaringan ini.
Tanin berikatan kuat dengan protein & dapat mengendapkan
protein dari larutan. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,
dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut
batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer
mantap yang tak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa
yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang
mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung
silang protein.
Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat: jika dilarutkan kedalam air
akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur
dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat
mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein
tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

3
Secara kimiawi, memiliki sifat-sifat diantaranya: merupakan
senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan
sehingga sukar mengkristal, tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi,
dan senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan
pemberi warna (Najebb, 2009).
Senyawa phenol yang secara biologis dapat berperan sebagai
khelat logam. Proses pengkhlatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH
senyawa phenolik itu sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki
potensial untuk menjadi pengkhelat logam. Hasil khelat dari tanin ini
memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa tanin ini
membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh. Tetapi jika
tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan mengalami anemia karena
zat besi dalam darah akan dilkhelat oleh senyawa tanin tersebut
(Hangerman, 2002).

2.2 Penggolongan
Senyawa tanin termasuk ke dalam senyawa polifenol yang artinya
senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi
menjadi dua berdasarkan pada sifat dan struktur kimianya, yaitu tanin
yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Tanin terhidrolisis
biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman
bila dibandingkan dengan tanin terkondensasi. Tanin terkondensasi terdiri
dari beberapa unit flavanoid (flavan-3-ol) dihubungkan oleh ikatan-ikatan
karbon. Tanin terkondensasi banyak ditemukan dalam berbagai jenis
tanaman seperti Acacia spp, sericea Lespedeza serta spesies padang
rumput seperti Lotus spp.
Tanin terkondensasi (condensed tannins) biasanya tidak dapat
dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin
jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan
senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin.
Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan
dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4. Salah satu contohnya adalah

4
Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari
epiccatechin dan catechin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan
menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa
floroglusinol.
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan
membentuk  jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis
dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh
jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari
karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam
galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang biasa disebut Ellagitanins.
Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxy diphenic
(HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan
dalam air.

2.3 Struktur Kimia


Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung
10% H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam
tanat tersusun 5 - 10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah
satu senyawa turunan tanin dikenal dengan nama asam tanat. Beberapa
struktur kimia senyawa tanin adalah sebagai berikut.

Gambar 1.1: Struktur kimia tanin

5
Gambar 2.1: Tanin Terkondensasi, Proanthocyanidin merupakan polimer
dari flavonoid yang dihubungkan dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4.

Gambar 3.1: Tanin Terhidrolisis, Gallotanin prototipe merupakan glukosa


pentagalloyl (β-1, 2, 3, 4, 6-Pentagalloyl-OD-Glukopyranose). PGG memiliki
5 hubungan ester identik yang melibatkan gugus hidroksi alifatik gula inti.
PGG memiliki banyak isomer seperti Gallotanin.

Gambar 3.2: Rantai ester poligallol ditemukan di dalam gallotanin terbentuk dari
meta-atau para-depside obligasi, melibatkan hidroksil fenolik daripada gugus
hidroksi alifatik. Depside obligasi lebih mudah dihidrolisis daripada ikatan ester
alifatik. Metanolisis dalam asam lemah dengan menggunakan metanol dapat
menghancurkan depside tetapi tidak ester obligasi. Dengan demikian poliol inti
dengan kelompok galloyl yang teresterisasi dapat dihasilkan dari campuran

6
kompleks dari ester polygalloyl oleh metanolisis dengan buffer asetat. Asam kuat
mineral, panas, dan metanol dapat digunakan untuk metanolisis baik depside dan
ester obligasi menghasilkan poliol inti dan metil galat. Hidrolisis dengan asam
kuat dapat mengubah galotanin menjadi asam galat dan poliol inti.

Gambar 3.3: Aceritannin, gallotannin yang ditemukan pada daun maple dan
hamamellitannin adalah gallotannin dari kulit kayu pohon ek.

Gambar 4.1: Elagitanin sederhana merupakan ester dari asam


hexahidroxidifenik (HHDP).

Gambar 4.2: Eugenin membentuk HHDP pada ikatan karbon C-4 dan C-6,
casuarictin pada ikatan C-2 dan C-3

7
Gambar 4.3: Corilagin berikatan pada C-3 dan C-6, geraniin pada ikatan C-2
dan C-4, davidiin pada ikatan C-1 dan C-6

Gambar 4.4: Setelah casuarictin berubah menjadi pedunculagin, cincin piranosa


dari glukosa terbuka dan membentuk kelompok senyawa termasuk castalagin dan
vescalagin

Gambar 4.5: Elagitanin berikatan dengan tanin terhidrolisis lain. Sebagai


contoh, pada beberapa euforbs, geraniin oksidatif mengembun bersama PGG
untuk menghasilkan berbagai euphrobin, ditandai dengan adanya kelompok
valoneoyl.

Gambar 4.6: Oenethein adalah dimer makrosiklik dihubungkan oleh dua


kelompok valoneoyl.

2.4 Tanaman Penghasil


Jenis tanaman yang mengandung tanin antara lain adalah daun
sidaguri (Sida rhombifolia L.) yang diketahui mengandung tanin cukup
tinggi dan telah digunakan sebagai pestisida nabati pembunuh ulat
(larvasidal) (Kusuma et al., 2009; Islam et al., 2003). Daun melinjo
(Gnetum gnemon L.) juga mengandung tanin. Daun gamal (Gliricidia

8
sepium Jacq.) dan lamtoro (Leucaena leucocephala Lamk.) mempunyai
kandungan tanin 8-10% (Suharti, 2005; Sulastri, 2009). Biji pinang (Areca
catechu L.) dan simplisia gambir (Uncaria gambir Roxb.) telah dikenal
luas sebagai penghasil tanin dengan kandungan tanin masing-masing
sebesar 26,6% dan 30-40% (Pambayun, 2007; Hadad et al., 2007).
Pegagan (Centella asiatica) atau antanan (Sunda), daun kaki kuda
(Melayu), gagan-gagan, rendeng (Jawa), taidah (Bali) sandanan (Papua)
broken copper coin, buabok (Inggris), paardevoet (Belanda), gotu kola
(India), ji xue cao (Hanzi) juga diduga memiliki kandungan senyawa tanin
beserta asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside,
brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol,
centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, serta garam mineral
seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Zat vellarine dan
tanin yang ada dapat memberikan rasa pahit.
Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili
Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan
bertangkai, yang tumbuh berselang-seling dari batangnya serta
penampakan daun yang berwarna merah keperakan dan mengkilap. Dalam
daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia yakni alkoloid, saponin,
tanin dan flavonoid.
Buah, daun, dan kulit batang pohon jambu biji (Psidium guajava)
mengandung tanin, sedang pada bunganya tidak banyak mengandung
tanin. Daun jambu biji juga mengandung zat lain kecuali tanin, seperti
minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam
oleanolat, asam guajaverin dan vitamin (IPTEKnet, 15 Januari, 2007).
Daun dewa (Gynura divaricata) mengandung zat saponin, minyak
atsiri,flavonoid, dan tanin. Efek farmakologis daun dewa adalah
antikoagulan (koagulan=zat yang mempermudah dan mempercepat
pembekuan darah), mencairkan bekuan darah, stimulasi sirkulasi,
menghentikan perdarahan, menghilangkan panas, dan membersihkan
racun.

9
Ciplukan (Physalis minina) temasuk ke dalam famili tumbuhan
Solanaceae. Nama lain dari ciplukan antara lain adalah morel berry
(Inggris), ceplukan (Jawa), cecendet (Sunda), yoryoran (Madura),
lapinonat (Seram), angket, kepok-kepokan, keceplokan (Bali), dedes
(Sasak), leletokan (Minahasa). Tumbuhan ini mempunyai kandungan
kimia berupa chlorogenik acid, asam citrun, fisalin, flavonoid, saponin,
polifenol. Buah mengandung asam malat, alkaloid, tanin, kriptoxantin,
vitamin C dan gula. Biji mengandung elaidic acid. Sifat tumbuhan ini
analgetik (penghilang rasa sakit), peluruh air seni (diuretik), menetralkan
racun, meredakan batuk, mengaktifkan fungsi kelenjar-kelenjar tubuh dan
anti tumor.

2.5 Manfaat
Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan
antitumor. Tanin tertentu dapat menghambat selektivitas replikasi HIV dan
juga digunakan sebagai diuretik (Heslem, 1989). Tanaman yang
mengandung tanin telah diakui memiliki efek farmakologi dan dikenal
agar membuat pohon-pohon dan semak-semak sulit untuk
dihinggapi/dimakan oleh banyak ulat (Heslem, 1989).
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim
sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya,
maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein
lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya,
sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan
pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah
satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan
pemakan tumbuhan. Fungsi tanin pada tanaman biasanya sebagai senjata
pertahanan untuk menghindari terjadinya over grazing oleh hewan
ruminansia dan menghindari diri dari serangga, sebagai penyamak kulit,
bahan untuk pembuatan tinta (+ garam besi(III) → senyawa  berwarna
tua), sebagai reagen untuk deteksi gelatin, protein, alkaloid (karena sifat
mengendap), sebagai antidotum keracunan alkaloid (membentuk tannat

10
yang mengendap), sebagai antiinflamasi saluran pencernaan bagian atas,
obat diare karena inflamasi saluran gastro intestinal, dan sebagai obat
topikal (lesi terbuka, luka, hemoroid).
Tanin terutama dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar
awet dan mudah digunakan. Tanin juga digunakan untuk menyamak
(mengubar) jala, tali, dan layar agar lebih tahan terhadap air laut. Selain itu
tanin dimanfaatkan sebagai bahan pewarna, perekat, dan mordan.
Tanin yang terkandung dalam minuman seperti teh, kopi, anggur,
dan bir memberikan aroma dan rasa sedap yang khas. Bahan kunyahan
seperti gambir (salah satu campuran makan sirih) memanfaatkan tanin
yang terkandung di dalamnya untuk memberikan rasa kelat ketika makan
sirih. Sifat pengelat atau pengerut (astringensia) itu sendiri menjadikan
banyak tumbuhan yang mengandung tanin dijadikan sebagai bahan obat-
obatan. Tanin yang terkandung dalam teh memiliki korelasi yang positif
antara kadar tanin pada teh dengan aktivitas antibakterinya terhadap
penyakit diare yang disebabkan oleh Enteropathogenic Esclierichia coli
(EPEC) pada bayi. Hasil penelitian Yulia (2006) menunjukkan bahwa
daun teh segar yang belum mengalami pengolahan lebih berpotensi
sebagai senyawa antibakteri, karena seiring dengan pengolahan menjadi
teh hitam, aktivitas senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri
pada daun teh menjadi berkurang.
Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi
mukosa usus, khususnya usus besar dan menciutkan selaput lendir usus,
misalnya asam samak. Serta sebagai penyerap racun (antidotum) dan dapat
menggumpalkan protein. Oleh karena itu, senyawa tanin dapat digunakan
sebagai obat diare.

2.6 Skrining fitokimia


Bahan tanaman: daun Mangga (Mangifera indica).
Persiapan ekstraksi tanaman: heksana, etil asetat dan ekstrak
metanol dari daun tanaman yang telah disiapkan sesuai dengan metode
standar (Harborne, 1973; Sofowora, 1982). Sampel tanaman yang

11
dikumpulkan ketika udara kering dan digiling dengan menggunakan mesin
penggilingan. Bahan yang telah diserbukkan dipindahkan ke dalam alat
Soxhlet dan diekstraksi dalam ekstraktor Soxhlet menggunakan heksana,
etil asetat dan metanol berturut-turut masing-masing selama72 jam.
Ekstrak terkonsentrasi sampai kering dan residu yang diperoleh sebagai
hitam solid, bergetah hitam kehijauan solid dan kecoklatan hitam solid,
masing-masing setelah itu, residu dipindahkan ke dalam wadah sampel
pra-ditimbang dan disimpan dan kemudian siap digunakan untuk skrining
fitokimia.
Skrining fitokimia: ekstrak daun mangga (Mangifera indica)
(varietas Edward) dianalisis mengandung alkaloid, saponin, antrakuinon,
steroid, tanin, flavonoid, mengurangi kadar gula darah sesuai dengan
metode standar (Odebiyi dan Sofowora, 1978; Sofowora, 1982, Harborne,
1973;. Onwukeame dll., 2007).
Ekstraksi air sampel dilakukan dengan menggunakan larutan uji
klorida 15 %. Catat warna yang dihasilkan. Jika warna yang dihasilkan
adalah warna biru, maka menunjukkan adanya tanin terhidrolisis. Atau, 10
mL kalium hidroksida (KOH) disiapkan dalam gelas kimia, tambahkan
0,5 g ekstrak kemudian aduk. Jika terbentuk endapan kotor, maka
menunjukkan adanya tanin (Odebiyi dan Sofowora, 1978; Sofowora,
1982).
Berikut adalah indikator yang dapat digunakan ketika
mengidentifikasi senyawa tanin secara kualitatif :
a. Galotanin, Elagitanin + garam Feri → warna + hitam kebiruan
b. Tanin terkondensasi  + garam Feri → coklat kehijauan
c. Galotanin + K-iodat → warna rosa
d. Asam galat bebas + K-iodat → warna jingga
e. Elagitanin + asam nitrit →  mula-mula rosa, kemudian ungu, lalu biru
f. Tanin terkondensasi + vanilin + HCl → merah

12
2.7 Kromatografi dan Isolasi
Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin
memperjelas peran penting metabolit sekunder tanaman sebagai sumber
bahan baku obat. Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari
metabolit primer. Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi, yang
bukan merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung,
tetapi lebih sebagai hasil mekanisme pertahanan diri organisme.
Kandungan senyawa metabolit sekunder telah terbukti bekerja sebagai
derivat antikanker, antibakteri dan antioksidan, antara lain adalah
golongan alkaloid, tanin, golongan polifenol dan turunanya.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu jenis
tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini
banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes,
rematik, gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat, diare
sampai tekanan darah tinggi.
Ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin,
triterpenoid dan tanin (Faharani, 2009; Hayati, et al., 2010). Bahan aktif
pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah
tanin. Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memiliki berat molekul
besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang
bersangkutan seperti karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang
efektif dengan protein dan beberapa makromolekul (Horvart, 1981). Tanin
terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis.
Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang paling
dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin terkondensasi. Kadar tanin
yang tinggi pada daun belimbing wuluh muda sebesar 10,92% (Ummah,
2010).
Secara kualitatif pengujian fitokimia senyawa tanin terhadap
esktrak aseton-air (7:3) daun belimbing wuluh dengan reagen FeCl 3,
gelatin dan campuran formalin: HCl menunjukan adanya golongan
senyawa tanin. Ekstrak tanin pada daun belimbing wuluh mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, Staphylococcus

13
aureus, (Hayati, et al., 2009), Pseudomonas fluorescens, dan Micrococcus
luteus (Hayati, et al., 2010). Adanya potensi aktif terhadap beberapa
bakteri dapat dimanfaatkan sebagai obat diare dan pengawet alami.
Tanin dapat diisolasi dari daun belimbing wuluh menggunakan
metode maserasi, sedangkan salah satu cara untuk memisahkan senyawa
tanin adalah dengan kromatografi lapis tipis preparatif. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui eluen terbaik dalam pemisahan senyawa tanin
dari daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan
mengetahui jenis senyawa tanin yang terdapat dalam daun belimbing
wuluh.
Bahan utama yang digunakan adalah daun belimbing wuluh,
dipilih daun muda yang segar dan diambil diujung ranting dari daerah
Malang. Bahan-bahan kimia yang digunakan berderajat pa meliputi:
aseton, akuades, asam askorbat 10 mM, kloroform, etil asetat, gelatin,
formaldehid 3 %, natrium asetat, HCl pekat, FeCl 3 1 %, FeCl3 5 %, toluen,
ferri sulfat, asam asetat glasial, asam asetat, n-butanol, metanol, NaOH 2
M, AlCl3 5 %, AlCl3 1 %, H3BO3, pelet KBr, plat KLT silika G60 F254.
Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini meliputi
seperangkat alat gelas, vacum rotary evaporator, bejana pengembang,
lampu UV 254 dan 366 nm, seperangkat alat UV-Vis merk Shimadzu,
seperangkat alat FTIR merk IR Buck M500 Scientific.
Daun belimbing wuluh yang muda dicuci bersih dengan air dan
diiris kecil-kecil kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 30-37 ºC
selama 5 jam dan diblender sampai diperoleh serbuk. Hasil yang diperoleh
digunakan sebagai sampel penelitian. Serbuk daun belimbing wuluh
ditimbang sebanyak 50 gram kemudian direndam dengan 400 mL pelarut
aseton : air (7:3) dengan penambahan 3 mL asam askorbat 10 mM.
Ekstrak tanin dipekatkan dengan menggunakan vakum rotary
evaporator dan pemanasan di atas waterbath pada suhu 40-50°C. Cairan
hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan kloroform (4x25 mL)
menggunakan corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan
kloroform (bawah) dipisahkan dan lapisan air 1 (atas) diekstraksi dengan

14
etil asetat (1x25 mL) dan terbentuk 2 lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas)
dipisahkan dan lapisan air 2 (bawah) dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator (Makkar, 1998).
Pada pemisahan dengan KLT analitik digunakan plat silika G 60
F254 yang sudah diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu
100oC selama 10 menit. Masing- masing plat dengan ukuran 1 cm x 10
cm. Ekstrak tanin ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan
pipa kapiler kemudian dikeringkan dan dielusi dengan fase gerak toluen :
etil asetat (3:1) dengan pendeteksi ferri sulfat (Yuliani, 2008), forestal
(asam asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3) (Nuraini, 2002), etil
asetat : metanol : asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksi aluminium
klorida 5% (Olivina, 2005), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5), metanol :
etil asetat (4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1% (Lidyawati, 2006), etil
asetat : kloroform : asam asetat 10% (15:5:2). Setelah gerakan larutan
pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang
terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya, selanjutnya dengan
memperhatikan bentuk noda pada berbagai larutan pengembang ditentukan
perbandingan larutan pengembang yang paling baik untuk keperluan
preparatif.
Noda yang terbentuk diperiksa dengan lampu UV-Vis pada
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Pada pemisahan dengan KLT
preparatif digunakan plat silika G 60 F254 dengan ukuran 10 cm x 20 cm.
Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan aseton-air, kemudian
ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari
garis tepi. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol :
asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada
KLT analitik. Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis
batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur nilai
Rf nya. Noda-noda diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang
254 nm dan 366 nm. Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif,
dilarutkan dengan aseton : air dan disentrifuge kemudian dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis merk Shimadzu. Masing-masing isolat sebanyak

15
2 mL dimasukkan dalam kuvet dan diamati spektrumnya pada bilangan
gelombang 200-800 nm.
Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH
2 M, AlCl3 5%, AlCl3 5%/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudian
diamati pergeseran puncak serapannya. Tahapan kerja penggunaan
pereaksi geser adalah sebagai berikut:
a. Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm,
direkam dan dicatat spektrum yang dihasilkan.
b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian dikocok
hingga homogen dan diamati spektrum yang dihasilkan. Sampel
didiamkan selama 5 menit dan diamati spectrum yang dihasilkan.
c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5 %
dalam metanol kemudian dicampur hingga homogen dan diamati
spektrumnya. Sampel ditambah denga 3 tetes HCl kemudian dicampur
hingga homogen dan diamati spektrumnya.
d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih 250
mg. Campuran dikocok sampai homogen menggunakan fortex dan
diamati lagi spektrumnya. Selanjutnya larutan ini ditambah asam borat
kurang lebih 150 mg dikocok sampai homogen dan diamati
spektrumnya.
Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin
diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet
KBr ditambahkan dengan satu tetes isolat yang diduga senyawa tanin,
dikeringkan kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR merk
IR Buck M500 Scientific dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat
molekul lebih dari 1000 yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan.
Tanin memiliki sifat yang khas baik fisik maupun kimianya. Tanin
biasanya dalam tumbuhan berfungsi sebagai sistem pertahanan dari
predator, contohnya pada buah yang belum matang, buah akan terasa asam
dan sepat, hal ini sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat. Selain itu
tanin juga dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan glatin. Tanin juga
dapat membentuk khelat dengan logam secara stabil, sehingga jika
manusia kebanyakan mengkonsumsi makan yang memiliki tanin maka Fe
pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia. Tanin
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Masing-masing jenis memiliki struktur dan sifat yang
berbeda. Untuk tanin yang tehidrolisis memiliki ikatan glikosida yang
dapat dihidrolisis oleh asam. Kalau tanin terkondensasi biasanya
bebrbentuk polimer, jenis ini didominasi dengan flavonoid sebagai
monomernya. Beberapa cara mengujinya bergantung pada tujuannya
apakah kualitatif atau kuantitatif, masing-masing dapat dilakukan di
laboratorium dengan reagen dan metode tertentu. Tanin jenis terhidrolisis
lebih mudah untuk dimurnikan daripada jenis terkondensasi.

3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Tanin yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah senyawa tannin ini, tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya.
Kami sebagai penulis banyak berharap agar para pembaca yang
budiman bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
kami demi sempurnanya makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Edwin Haslam (1989). Plant Polyphenols: Vegetable Tannins Revisited. Dari


http://books.google.co.id/books?
hl=id&id=Zyc9AAAAIAAJ&q=tannin#=snippet &q=tannin&f=false
27 Mei 2014
O.O. Aiyelaagbe and Paul M. Osamudiamen (2009). Phytochemical Screening
for Active Compounds in Mangifera indica Leaves. Dari
http://www.medwelljournals.com/fulltext/?doi=psres.2009.11.13, 27 Mei
2014
Olav Smidsrød, Størker Moe, & Størker T. Moe (2008). Biopolymer Chemistry.
http://books.google.co.id/books?
id=qDWZiFcbS0EC&pg=PA117&dq=Tannin,+Cellulose,
+Lignin&hl=id&sa=X&ei=yqqEU6m3PMm2uATI9IDgBA&ved=0CHU
Q6AEwCQ#v=onepage&q=tannin&f=false, 27 Mei 2014
Shahin Hassanpour, Naser MaheriSis, Behrad Eshratkhah, & Farhad Baghbani
Mehmandar (2011). Plants and Secondary Metabolites (Tannins): A
Review. Dari http://www.ijfse.com/index.php/IJFSE/article/view/IJFSE-
Vol%201%281%29-2011-8, 28 Mei 2014
Elok Kamilah Hayati, A. Ghanaim Fasyah, dan Lailis Sa’adah (2010).
Fraksinansi dan Identifikasi Senyawa Tanin pada Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.).
Dari http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/download/2804/1993, 27
Mei 2014
Imelda Fajriati (2006). Optimasi Metode Penetuan Tanin (Analisis Tanin secara
Spektrofotometri dengan Pereaksi Orto-Fenantrolin). Dari
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6
&ved=0CGMQFjAF&url=http%3A%2F%2Fdigilib.uinsuka.ac.id%2F789
7%2FFIMELDA%2520FAJRIATI%2520OPTIMASI%2520METODE%2
520PENENTUAN%2520TANIN.pdf&ei=MvyKU9r8EpG9uATe04KICA
&usg=AFQjCNHTLCtJiexNAqTyal0exhQ8SwTsNw&sig2=uYLfQbaa7g
-OlwaIRZ_kNw, 27 Mei 2014

18
19

Anda mungkin juga menyukai