Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Sebagai warga negara yang baik wajib mematuhi dan melaksankan kewajiban
yang telah diatur dalam peraturan-peraturan. Demikian juga dengan pembayaran
pajak, satiap warga negara yang disebut dengan wajib pajak harus melakukan
kewajibannya membayar pajak yang telah ditentukan dengan persentase yang telah
diatur dalam peraturan yang berlaku. Sebuah pajak dapat dikatakan sebagai
konstribusi wajib kepada negara yang terutang baik pribadi maupun badan yang sesuai
dalam undang-undang dimana digunakan sebagai keperluan negara bagi kemakmuran
rakyat. Berkaitan dengan pajak penghasilan merupakan sebuah pajak yang dipungut
berdasarkan penghasilan yang diperoleh wajib pajak, maka yang dimaksud dengan
pajak penghasilan orang pribadi merupakan sebuah pajak yang dipungut kepada wajib
pajak atas dasar penghasilan orang tersebut.

Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Orang pribadi
atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak terwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean adalah
pengusaha.

A. Memahami Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Pada dasarnya sebuah pajak penghasilan dikenal sebagai Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 25 atau PPh 25 adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan,
perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif,
Proporsional, atau regresif. Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak
penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya
pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 sebelum
Masehi. Pengenalan pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu
undang-undang sebagai income tax baru dapat ditemukan di iggris pada tahun 1799.
Di Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth
pada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah “A person’s faculty, personal
faculties, and abilities”. Pajak penghasilan bertujuan untuk dasar keadilan,
penyederhanaan, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dalam rangka
meningkatkan kepatuhan wajib pajak, maka untuk beberapa hal dilaksanakan atau
diberlakukan pajak final, diantaranya pajak penghasilan dari pengalihan hak atas
tanah dan bangunan. Pajak penghasilan atas tanah dan atau bangunan bersifat final
dimaksudkan sebagai berikut:

1. Proses Administrasi Pajak Menjadi Sederhana

Adanya pajak penghasilan yang bersifat final, wajib pajak pribadi tidak mengalami
kesulitan untuk menghitung pajaknya dan bagi administrasi pajak mudah menguji
perhitungan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Sementara untuk wajib pajak
badan, tidak dapat tarif yang berbeda-beda, sehingga dapat mendukung lagi
kesederhanaan dan kemudahan seperti disebutkan diatas.

2. Guna Keadilan Pemerataan Beban

Berlakunya pajak penghasilan bersifat final, maka tingkat penghasilan yang sama
dari manapun diterima atau diperoleh wajib pajak.

3. Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak itu Sendiri

Adanya pajak penghasilan yang bersifat final, dapat meningkatkan kepatuhan


wajib pajak dalam rangka memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak baik orang
pribadi maupun wajib pajak badan.

Adapun pajak penghasilan orang pribadi yaitu pajak yang dikenakan kepada subjek
pajak orang pribadi berdasarkan pendapatan atau perolehan yang diterima dalam
suatu tahun pajak.

B. Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Pada dasarnya sebuah pajak memiliki objek pajak dan subjek pajak. Dimana sebuah
subjek pajak merupakan perorangan maupun badan yang telah ditetapkan oleh
undang-undang menjadi subjek pajak. Subjek pajak penghasilan orang pribadi
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu subjek pajak orang pribadi dalam negeri
dan subjek pajak pribadi luar negeri. Seperti yang telah dijelaskan diatas, subjek
pajak dalam negeri merupakan orang pribadi yang berdomisili atau berada di
indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu dua
belas bulan dan orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan
memiliki niat bertempat tinggal di Indonesia. Sementara subjek pajak luar negeri
merupakan orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
dan orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

1. Subjek Pajak Orang Pribadi Dalan Negeri


Adapun yang termasuk ke dalam subjek pajak dalam negeri disebut juga
dengan istilah SPOPDN antara lain sebagai berikut.
a. Orang Pribadi yang berdomisli atau berada di Indonesia lebih daro 183 hari
dalan jangka waktu 12 bulan.
b. Orang Pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan memiliki
niat bertempat tinggal di Indonesia.
2. Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (SPOPLN)
Subjek pajak orang Pribadi Luar Negeri (SPOPLN) adalah sebagai berikut:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan
badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Berikut merupakan perbedaan Wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri:

No Perbedaan SPOPDN SPOPLN


.
1. Berada di IndonesiaBertempat tingal di Tidak bertempat tinggal di
Indonesia, berada di Indonesia, berada di
indonesia lebih dari 183 Indonesia tidak lebih dari
hari dalam jangka waktu 12 183 hari dalam jangka
bulan. waktu 12 bulan.
2. Penghasilan yang Penghasilan yang diterima Penghasilan yang diterima
dikenakan pajak atau diperoleh dari atau diperoleh dari
Indonesia dan dari luar sumber penghasilan di
negeri. Indonesia.
3. Tarif Pajak Tarif pajak dihitung Berdasarkan penghasilan
berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif
neto dengan tarif umum sepadan (tarif PPh pasal
(tarif umum PPh pasal 17). 26 atau sesuai Tax
Treaty).
4. Penyampaian SPT Wajib menyampaikan SPT Tidak wajib
PPh untuk menetapkan menyampaikan SPT PPh.
pajak yang terutang dalam Hal ini karena kewajiban
suatu tahun pajak. pajaknya dipenuhi
melalaui pemotongan
pajak yang bersifat final
(PPh Pasal 26).

C. Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Sebuah objek pajak dapat dikatakan sebagai sumber pendapatan yang akan
dikenakan pajak dimana telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang
berlaku sesuai dengan jenis pajaknya. Terkait dalam hal ini, objek pajak penghasilan
orang pribadi merupakan penghasilan atau perolehan di mana setiap penambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak berasal dari dalam
negeri maupun luar indonesia da n dapat digunakan untuk keperluan konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.

D. Dasar Hukum Pajak Penghasilan

Adapun dasar hukum yang bersangkutan dengan pajak penghasilan dapat


dijabarkan sebagai berikut:

1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatat Cara
Perpajakan Sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang No. 28
Tahun 2007.
2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
3) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang penentuan Tanggal
Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran
Pajak dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak serta Ttata
Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan
Bagian Penghasilan Sehubungan dengan pekerjaan dari Pegawai Harian dan
Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan
Pajak Penghasilan.
5) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/20099 sebagaimana telah
diubah dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21/26.

E. Tahapan Pergitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Dalam melakukan perhitungan pajak penghasilan orang pribadi harus mengetahui


tahapan-tahapannya sehingga dalam hasil perhitungannya tidak keliru. Adapun
tahapan-tahapan dalam perhitungan pajak penghasilan orang pribadi sebagai berikut:

(1) Langkah Pertama: Identifikasi Jenis Penghasikan yang Dikenakan PPh Final
Penghasilan yang sudah dikenalkan Pajak Penghasilan Final tidak dihitung lagi
PPh nya dalam SPT Tahunan. Demikian juga PPh Final yang sudah dipotong atau
dibayar tidak akan dikreditkan dalam SPT Tahunan. Beberapa jenis penghasilan
yang dikenakan PPh Final di antaranya adalah bunga deposito/tabungan, hadiah
undian, laba dari transaksi penjualan tanah/bangunan dan penghasilan dari
transaksi penjualan saham bursa efek.
(2) Langkah Kedua: Identifikasi Penghasilan yang Bukan Objek Pajak
Ada beberapa jenis penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
berdasarkan Pasal 4 Ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan di antaranya
adalah bantuan, sumbangan dan warisan. Penghasilan-penghasilan ini tidak
dikenakan Pajak Penghasilan sehingga harus kita keluarkan dari daftar penghasilan
yang menjadi dasar perhitungan Pajak Penghasilan.
(3) Langkah Ketiga: Identifikasi Jenis Penghasilan selain Penghasilan yang Dikenakan
PPh Final dan Penghasilan yang Bukan Objek Pajak.
Penghasilan yang tidak dikenakan PPh Final dan juga yang bukan termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak inilah merupakan dasar kita melakukan
perhitungan pajak penghasilan dalam satu tahun pajak yang akan dituangkan
dalam SPT Tahunan PPh Orang pribadi.
(4) Langkah Keempat: Identifikasi Jenis Penghasilan yang Objek Pajak Tidak Final
Setelah kita mendapatkan penghasilan yang merupakan objek pajak tetapi
tidak final sebagai dalam langkah ketiga, maka selanjutnya kita identifikasikan
pengasilan-penghasilan ini kedalam tiga jenis penghasilan yaitu sebagai berikut:
a. Penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas
b. Penghasilan dari pekerjaan
c. Penghasilan lain-lain
(5) Langkah Kelima: Hitung Penghasilan Neto Masing-masing Jenis Penghasilan.
Penghasilan neto tiap-tiap jenis penghasilan dihitung dengan cara penghasilan
bruto dikurangi dengan pengurangan atau biaya. Masing-masing jenis penghasilan
berbeda jenis pengurangnya. Pada penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas,
pengurangannya adalah biaya0biaya usaha yang terkait usaha/pekerjaab bebas
seperti biaya pegawai, biaya administrasi, biaya pemasaran, biaya penyusutan
atau biaya sewa. Perhatikan juga dalam bagian ini biaya yang dapat dibebankan
(deductible) dan biaya yang tidak dapat dibebankan (non deductible). Pada
penghasilan dari pekerjaan, pengurangannya adalah iuran penisun/THT yang
berasal dari gaji dan biaya jabatan. Sementara itu penghasilan lain-lain, seperti
dividen, komisi atau hadiah pengurangannya adalah biaya yang terkait dengan
perolehan penghasilan tersebut.
(6) Langkah Keenam: Jumlahkan Seluruh Penghasilan Neto
Penghasilan neto masing-masing jenis penghasilan kita jumlahkan (termasuk
penghasilan istri yang digabung dan penghasian anak yang belum dewasa).
(7) Langkah Ketujuh: Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan kena pajak diperoleh dari total penghasilan neto kurang dengan
zakat atas penghasilan, kompensasi kerugian dan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).
(8) Langkah Kedelapan: Hitung Pajak Penghasilan Terutang
Pajak Penghasilan (PPh) terutang dihitung dengan cara mengalikan penghasilan
kena pajak dengan tarif pasal 17 atau tarif umum.

F. Perihal yang Diperhatikan dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Orang


Pribadi

Selain tahapan yang digunakan dalam perhitungan pajak penghasilan orang pribadi
maka juga perlu mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
perhitungan pajak penghasilan orang pribadi sebagai berikut:

1. Penghasilan Kena Pajak


Seperti yang kita ketahui, terdapat dua macam golongan wajib pajak orang
pribadi yaitu wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri. Menurut pasal
16 Undang-undang yang mengatur Pajak Penghasilan, cara menghitung
penghasilan kena pajak juga diholongkan menjadi dua macam, yaitu penghasilan
kena pajak untuk wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri. Pada
Wajib Pajak dalam negeri, terdapat dua cara untuk menentukan besarnya
Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu:
a. Perhitungan dengan cara biasa.
b. Perhitungan dengan menggunakan norma perhitungan, termasuk di antaranya
dengan menggunakan normamperhitungan khusus yang diperuntukkan bagi
wajib pajak tertentu berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Adapun untuk wajib Pajak Luar negeri, penentuan besarnya penghasilan kena
pajak dibedakan menjadi sebagai berikut:

a. Wajib Pajak Luar Negeri yang melaksanakan usaha atau melaksanakan suatu
kehiatan melalui badan usaha tetap yang ada di Indonesia.
b. Wajib Pajak Luar Negeri lainnya yang tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui suatu bentuk badan usaha tetap.
2. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26
Berikut penjelasan mengenai dasar pengenaan dan pemotongan pajak
penghasilan.
a) Dasar Penganaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 sebagai berikut.
1) Penghasilan kena pajak yang berlaku:
- Pegawai tetap
- Penerima Pensiun berkala
- Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam satu bulan kalender
melebih Rp2.025.000,00.
- Bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang
menerima imbalan bersifat kesinambungan.
2) Jumlah Penghasilan yang melebihi Rp450.000,00 sehari, yang berlaku bagi
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima upah harian,
upah mingguan, upah satuan atau upah borongan sepanjang penghasilan
kumulatif yang diterima dalam satu bulan kalender belum melebihi
Rp8.200.000,00.
3) Lima Puluh Persen dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bukan
pegawai sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 huruf C yang
menerima imbalan yang tidak bersifat kesinabungan.
4) Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang pajak
penghasilan.
b) Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 26
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 26 yaitu jumlah penghasilan bruto.

3. Pengurang Penghasilan Bruto


Penghasilan bruto merupakan jenis penghasilan yang dikalikan tarif pajak
dikurangi lebih dulu penghasilan brutonya dengan pengurang-pengurang yang
telah ditentukan. kompensasi kerugian, biaya jabatan dan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP).

4. Pengurang yang Diperolehkan


Menurut ketentuan Pasal 6 Ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan untuk
menghitung besarnya penghasilan kena pajak (PKP) bagi wajib pajak dalam negeri
dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) ditentukan penghasilan bruto dikurangi hal-hal
sebagai berikut.
a) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk
biaya pembelian bahan, biaya yang berkenan dengan pekerjaan atau jasa
termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi
auransi, biaya administrasi, dam pajak kecuali pajak penghasilan.
b) Penyusutan atas pengeluaran untuk mendapatkan harta terwujud dan
amostisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 11 dan 11A.
c) Iuran dan pensiun yang pendirianya telah disahkan oleh menteri keuangan.
d) Keugian karena penjualan atau penagihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan.
e) Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
f) Biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia,
g) Biaya sewa, magang dan pelatihan
h) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat sebagai berikut:
 Telah dibebankan sebagai bentuk biaya dalam laporan laba rugi komersial.
 Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian
tertulis menganai penghapusan piutang.
 Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
 Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak.
i) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan pemerintah.
j) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya
diatur peraturan pemerintah.
k) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
peraturan pemerintah.
l) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannnya diatur dengan peraturan
pemerintah.
m) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga ketentuannya diatur dengan
peraturan pemerintah.
5. Kompensasi Kerugian
Menurut ketentuan Pasal 6 Ayat (2) undang-undang Pajak Penghasilan, apabila
penghasilan bruto dari wajib pajak dalam negeri mengalami kerugian akibat
besarnya biaya melebihi pendapatannya, maka bentuk kerugian tersebut dapat
dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama lima tahun
berturut-turut yang dimulai sejak tahun pajak berikutnya sesudah tahun yang
mengalami kerugiatan tersebut.

6. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


Penghasilan tidak kena pajak adalah besarnya penghasilan yang tidak dikenakan
pajak untuk wajib pajak orang pribadi. Adapun besarnya penghasilan tidak kena
pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 sebagai
berikut:
 Rp54.000.000,00 untuk wajib pajak pribadi.
 Rp4.500.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
 Rp54.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami.
 Rp4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap anggota keluarga.

7. Biaya Jabatan
Biaya jabatan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan. Biaya jabatan ini biasanya khusus untuk pegawai tetap dan
merupakan komponen pengurangan pendapatan bruto wajib pajak. Besarnya biaya
jabatan ditentukan 5% dari penghasilan bruto wajib pajak dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Jumlah maksimal yang diperkenankan sebesar Rp6.000.000,00 setahun.
b) Jumlah maksimal biaya jabatan Rp500.000,00 sebulan.

8. Pengeluaran yang Tidak Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto


Menurut ketentuan Pasal 9 Ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, untuk
menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri tidak
boleh dilakukan pengurangan untuk hal-hal sebagai berikut:
a. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi. Salah satu
jenis biaya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan yaitu
biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan
pribadi. Misalnya untuk perbaikan atau renovasi rumah pribadi, biaya
perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk
kepentingan pribadi atau keluarganya.
b. Pembentukan dana cadangan.
c. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna
dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali
apabila dibayarkan oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
d. Penggantuan atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura, kecuali penggantian atau imbalan bentuk
natura di daerah tertentu dan pemberian dalam bentuk natura yang
berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan berdasarkan keputusan Menteri
Keuangan.
e. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang memiliki
hubungan istimewa sebagai bentuk imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan.
f. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, harta hibahan yang diterima
oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh
badan keagamaan atau badapan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha
kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan dan warisan, kecuali zakat atas
penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi
pemeluk agama islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
g. Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak Penghasilan yang terutang
oleh Wajib Pajak yng bersangkutan.
h. Biaya dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya. Biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan pribadi Wajib Pajak atau yang menjadi tanggungannya, pada
hakikatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh wajib pajak yang
bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto perusahaan.
i. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan.

9. Tarif Pajak Penghasilan


Tarif pajak penghasilan wajib pajak pribadi orang pribadi pasal 21 untuk setiap
tambahan penghasilan berupa upah, gaji, honorarium, tunjangan, pembayaran
lainnya meliputi sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Tarif Pajak


Sampai dengan Rp50.000.000,00 5%
Rp50.000.000,00 s.d Rp250.000.000,00 15%
Rp250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 25%
>Rp500.000.000,00 30%

G. Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Contoh perhitungan pajak penghasilan orang pribadi sebagai berikut:

1) Menghitung Tarif Progresif PPh 21


Diketahui Pak Jeje memiliki penghasilan sebesar Rp150.000.000,00 per tahun
dan status dari Pak Jeje sudah menikah dan memiliki satu tanggungan, maka
besar PPh yang harus dibayarkan perbulan dapat dikerjakan sebagai berikut:
PTKP Pak Jeje (Menikah dengan 1 Tanggungan)
 = Rp58.500.000,00 + Rp4.500.000,00 = Rp63.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Pak Jeje (Penghasilan bruto-PTKP)
 = Rp150.000.000,00 – Rp 63.000.000,00 = Rp87.000.000,00
Total PPh Pasal 21 yang harus dibayarkan
 = (Rp50.000.000,00 x 5%) + (Rp27.000.000,00 x 15%)
= Rp2.500.000,00 + Rp4.050.000,00 = Rp6.550.000,00/tahun.
PPh 21 Perbulan
=Rp6.550.000,00 : 12 = Rp545.833,00.
Jadi tarif progresif ditunjukkan dengan perhitungan pajaknya, dari total
penghasilan kena pajak berjumlah Rp87.000.000, terlebih dahulu dikenakan pajak
5% pada Rp50.000.000,00 kemudian sisanya dikenakan pajak selanjutnya.

2) Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Karyawan Tetap


Diketahui Deni merupakan karyawan perusahaan BC group, dimana status Deni
telah menikah dan telah memiliki tiga orang anak. Adapun istri Deni yang
merupakan pegawai di Kementrian Pendidikan. Diketahui Deni menerima gaji
sebesar Rp6.000.000,00 per bulan. Adapun BC group mengikuti program pensiun
dari BPJS sebesar satu persen dari perhitungan gaji, yaitu sebesar Rp30.000,00
per bulan. Selain itu, perusahaan membayarkan iuran jaminan pensiun setiap
bulan sebesar 2% dari gaji. Adpun besarnya premi jaminan kecelakaan kerja dan
jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah sebesar Rp1% dan
0,30% dari gaji. Pada bulan Oktober 2019 disamping menerima pembayaran gaji,
Deni juga menerima uang lembur sebesar Rp2.000.000,00. Dari ilustrasi tersebut
maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:

Gaji Pokok 6.000.000,00


Tunjangan Lainnya berupa uang lembur (Jika ada) 2.000.000,00
JKK 00.24% 14.400,00
JK 0,3% 18.000,00
penghasilan bruto (kotor) 8.032.400,00
Pengurangan
1. Biaya Jabatan: 5% x 8.032.400,00 = 401.620,00 401.620,00
2. Iuran JHT (jaminan hari tua), 2% dari gaji pokok 120.000,00
3. JP (Jaminan Pensiun), 1%dari gaji pokok, jika ad 60.000,00
(581.620,00)
Penghasilan neto (bersih) sebulan 7.450.780,00

Penghasilan neto setahun 12 x 7.450.780,00 89.409.360,00


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 54.000.000,00
(54.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak Setahun 35.409.360,00
Pembulatan ke bawah 35.409.000,00
PPh Terutang (lihat dari tarif PPh pasal 21)
5% x 50.000.000,00 1.770.450,00

PPh Pasal 21 Bulan Oktober = 1.770.450,00 : 12 147.538,00

3) Pegawai Tidak Tetap


Diketahui Wijaya merupakan seorang pegawai lepas yang bekerja di CV.
Manunggal laras dengan penghasilan Rp6.000.000,00. Dari ilustrasi tersebut, maka
besarnya pajak penghasilannya sebagai berikut:
5% x 50% x Rp6.000.000,00 = Rp150.000,00
Apabila Wijaya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka besarnya
PPh Pasal 21 yang terutang sebagai berikut:
120% x 5% x Rp6.000.000,00 = Rp180.000,00
Perhitungan di atas karena Wijaya bukan merupakan pegawai tetap, maka
menurut peraturan menteri Nomor 32/PJ/2015 Pasal 3 huruf C, penghasilan kena
pajak yang dikenakan sebesar 50% dari penghasilan bruto sampai dengan
Rp50.000.000,00 adalah sebesar 5%.

4) Menghitung PPh Pasal 25


Pajak penghasilan Pasal 25 merupakan bentuk pembayaran pajak secara
angsuran dengan tujuan untuk meringankan beban Wajib Pajak. Hal ini mengingat
pajak yang terutang harus dilunasi dalam satu tahun. Gua memahami
perhitungannya maka simaklah ilustrasi berikut ini!
Diketahui Salma tergolong Wajib Pajak yang bekerja di Perusahaan Swasta
dengan gaji setahun senilai Rp129.000.000,00 di mana Salma telah menikah dan
memiliki dua orang anak yang sudah menikah dan bukan lagi menjadi tanggungan
Salma. Pada hari raya lebaran, Salma mendapatkan tunjangan hari raya sebesar
Rp11.000.000,00. Pada tahun tersebut, Salma menjual emas dan memiliki
keuntungan sebesar Rp45.000.000,00 atas penjualan emasnya tersebut. Adapun
SPT Pribadi Salma pada tahun 2018 memiliki jumlah angsuran yang jumlahnya
Rp6398.000,00 per tahun. Dari ilustrasi diatas maka dapat dihitung sebagai
berikut:
a. PPh 21 atas Salma yang telah dipotong perusahaan
Gaji setahun = Rp129.000.000,00
Tunjangan hari raya = Rp11.000.000,00
Biaya Jabatan = Rp129.000.000,00 x 5% = Rp6.000.000,00 (batas maksimal biaya
jabatan)
Penghasilan netto = (Gaji setahun + THR) – Biaya Jabatan
Penghasilan netto = (Rp129.000.00,00 + Rp11.000.000,00) - Rp6.000.000,00
= Rp134.000.000,00

PTKP (K/0): Menikah tidak memiliki tanggungan = Rp58.500.000,00


Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Netto – PTKP

Penghasilan Kena Pajak = Rp134.000.000,00 – Rp58.500.000,00


= Rp75.500.000,00

PPh 21 Salma
= (Rp50.000.000,00 x 5%) + (Rp75.500.000,00 – Rp50.000.000,00 x 15%)

= Rp2.500.000,00 + Rp3.825.000,00 = Rp6.325.000,00


Jadi PPh 21 atas penghasilan Salma yang telah dipotong dan dibayarkan oleh
perusahaan swasta tempat salma bekerja adalah Rp6.325.000,00 per tahun.
b. PPh 25 Salma
Adapun perhitungan pajak penghasilan Salma Pasal 25.

Keterangan Jumlah (Rp)


1. Penghasilan dari Usaha -
2. Penghasilan dari Pekerjaan 134.000.000,00
3. Penghasilan lain-lain 45.000.000,00
Total penghasilan 179.000.000,00
PTKP 2016 (K/0) (58.500.000,00)
PKP 120.500.000,00
PKP dibulatkan 120.500.000,00

PPh Terutang 13.075.000,00


Dipotong Pihak Lain 6.325.000,00
Pajak yang harus dibayar sendiri 6.750.000,00
Angsuran PPh Pasal 25 (Tahun 2018) 6.398.000,00
KB/LB PPh Pasal 29 352.000,00

PPh Pasal 25 tahun berikut 562.500,00


Pembulatan PPh Pasal 25 tahun berikut 562.500,00

PPh Pasal 25 tahun berikutnya


= Pajak yang masih harus dibayar sendiri : 12
= Rp6.750.000,00 : 12
= Rp562.500,00 (dibulatkan menjadi Rp562.000,00)
Berdasarkan hal tersebut, pada saat melakukan pelaporan, Salma harus
membayar kekurangan pajak yang harus dibayarnya yaitu sebesar Rp362.000,00
lalu angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan selanjutnya adalah sebesar
Rp562.000,00 setiap bulannya. Angsuran ini nantinya dapat digunakan Salma
sebagai pengurangan pajak Salma tahun berikutnya.

c. menghitung pajak penghasilan final


Menghitung penghasilan Pasal 4 Ayat (2) atau yang disebut dengan PPh Final
merupakan pajak yang dikenakan kepada wajib pajak baik badan maupun orang
pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan
pemotongan pajaknya bersifat Final. Adapun besarnya tarif pajak penghasilan
final ini yaitu sebesar 1% dari peredaran brutonya.

H. Prosedur Pembayaran Pajak Orang Pribadi

Pada dasarnya pembayaran pajak ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
Secara manual dan secara online. Dengan adanya pilihan pembayaran tersebut maka
dapat membantu dalam proses pembayaran sesuai dengan kebutuhan wajib pajak,
jika tidak memungkinkan dalam pembayaran langsung maka dapat memilih
pembayaran secraa online. Prosedur pembayaran pajak orang pribadi tersebut sebgaai
berikut:

1. Pembayaran secara Manual


Pembayaran pajak secara manual dilakukan dengan mengisi surat setoran pajak
atau SSP. Pengisian Surat setoran pajak ini dapat dilakukan dikantor pelayanan
perpajakan dan mengambil formulir SSP di Kantor tersebut. Tata cara
pengisiannya pun sangat mudah dan disesuaikan dengan kondisi wajib pajak.

2. Pembayaran secara Online


Selain pembayaran melalui surat setoran pajak, pembayaran pajak sudah dapat
dilakukan melalui sistem online yang dinamakan dengan e-billing. E-billing pajak
mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2016 yang lalu berdasarkan surat
Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ/2016. Kelebihan menggunakan
e-billing pajak ini yaitu Wajib Pajak tidak harus datang dan antre di Bank
pembayaran. Menurut Direktorat Jenderal Pajak, yang dimaksud e-billing adalah
sistem pembayaran pajak yang dilakukan secara online dengan cara membuat
kode e-billing ataua ID billing terlebih dahulu. Guna melakukan pembayarannya
pajak secara online terdapat dua tahap yang harus dilakukan oleh waib pajak,
yaitu dengan membuat kode billing dan melakukan pembayaran secara online

Anda mungkin juga menyukai