Anda di halaman 1dari 59

BAB III.

METODOLOGI, RENCANA KERJA DAN JADWAL


PELAKSANAAN

3.1. METODOLOGI DAN RENCANA KERJA


Dalam melaksanakan Pekerjaan Rencana Teknik Akhir (RTA) Jalan Tol Ruas
Betung – Tempino – Jambi Seksi 1 STA -0+700 – STA 44+000, metodologi
pelaksanaan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh konsultan mengacu pada
lingkup pekerjaan sesuai ketentuan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK),
dengan tahapan sebagai berikut:
1) Tahap 1: Persiapan dan mobilisasi.
2) Tahap 2: Survei lapangan
3) Tahap 3: Konsep Perencanaan Teknis
4) Tahap 4: Metode dan Penjadwalan Pelaksanaan
5) Tahap 5: Pelaporan.

3.1.1. PERSIAPAN DAN MOBILISASI


Penyedia Jasa setelah menerima Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dari
Pengguna Jasa segera memobilisasi awal Team Leader dan Engineer serta
tenaga pendukung yang dibutuhkan sejak awal perencanaan. Mobilisasi lainnya
menyusul sesuai jadwal penugasan personel (Manning Schedule) yang sudah
disetujui oleh PT Hutama Karya (Persero) sebagai Pengguna Jasa. Jumlah
dan jenis tenaga Engineer dan tenaga pendukung sesuai Kerangka Acuan
Kerja (KAK). Mobilisasi Personel harus sudah dilaksanakan dalam 7 (tujuh) hari
kalender sejak SPMK. Kick of Meeting harus dilaksanakan paling lambat 14

1
PT. BUANA ARCHICON
(empat belas) hari kalender setelah SPMK diterbitkan. Pada waktu Kick of
Meeting, Penyedia Jasa menyampaikan Rencana Kerja Terinci mengenai
semua tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan dan akan digunakan sebagai
acuan pengendalian kemajuan pelaksanaan pekerjaan sehingga pelaksanaan
pekerjaan dapat selesai sesuai dengan jangka waktu kontrak.
Personel Team Leader dan tenaga ahli yang ditugaskan dalam pekerjaan ini
telah disepakati oleh pengguna jasa.

3.1.2. SURVEI LAPANGAN


Survei Pendahuluan
Dalam kegiatan survei ini, Penyedia Jasa mengadakan peninjauan lapangan
untuk mengidentifikasi daerah perencanaan dan membandingkannya dengan
data-data sekunder yang diperoleh untuk digunakan sebagai bahan analisis
data serta untuk mengidentifikasi karakteristik lapangan. Secara garis besar
Survei Pendahuluan bertujuan sebagai berikut.
a. Menggambarkan kondisi lingkungan berkaitan dengan perencanaan teknik
akhir, pekerjaan konstruksi dan pelayanan Jalan Tol seperti topografi,
geologi, dan geoteknik, hidrologi, utilitas dan budaya.
b. Menggambarkan kondisi tata guna lahan yang ada, kondisi jalan, sistem
drainase, utilitas umum, fasilitas umum dan lain-lain.
c. Menggambarkan sistem jaringan jalan yang ada dan yang sedang
direncanakan.
d. Menggambarkan fasilitas transportasi yang ada.
e. Melakukan pemeriksaan dan konfirmasi terhadap semua informasi penting
dari dokumen terdahulu secara langsung di lapangan.
f. Mengumpulkan dan mengkaji ulang data mengenai alinyemen jalan dan
situasinya serta informasi lainnya secara umum.
g. Mengamati/observasi daerah, banjir, erosi dan daerah tergenang pada
lokasi.
h. Mengumpulkan dan mengkaji ulang pemilihan lokasi atau daerah-daerah
khusus seperti simpang susun, tempat pelayanan, yang diperkirakan banyak
membantu dalam tahap selanjutnya.
i. Membuat foto-foto dokumentasi mengenai kondisi lapangan.

2
PT. BUANA ARCHICON
j. Memperhatikan usulan lainnya baik dari Dinas Pekerjaan Umum
Provinsi/Kabupaten/Kota maupun Bappeda.
k. Mengumpulkan informasi langsung di lapangan dari penduduk sekitar
tentang kondisi dan tanda-tanda alam.
l. Mengumpulkan data sekunder lainnya yang diperlukan dan dianggap
penting.
m.Tracking alinyemen awal ke lapangan dan dikaji apakah trase/alinyemen
tersebut memerlukan penggeseran karena melewati bangunan ibadah,
sekolah, pabrik, daerah pemukiman padat, dll.

Dari Survei Pendahuluan ini diharapkan Penyedia Jasa sudah dapat


mengidentifikasi masalah - masalah yang mungkin timbul dan kebutuhan awal
meliputi:

a. Jalan Utama
b. Overpass / underpass dan jembatan
c. Lokasi dan bentuk simpang susun
d. Perlintasan saluran
e. Perlintasan irigasi
f. Perlintasan utilitas
g. Akses simpang susun

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penyedia Jasa melakukan analisis awal


mengenai:

a. Letak dan bentuk simpang susun dan jalan akses


b. Kemudahan perolehan lahan
c. Hidrologi dan drainase
d. Elevasi banjir dan daerah banjir

Berdasar analis awal, Penyedia Jasa dapat menyajikan metode penelitian dan
perencanaan yang akan diterapkan berikut dengan penetapan review
alinyemen yang akan dipilih. Sebelum melakukan Survei Lapangan untuk
topografi, geoteknik, dan hidrologi, maka Penyedia Jasa harus
mempresentasikan hasil tracking trase rencana di lapangan kepada Pengguna
Jasa. Setelah mendapatkan persetujuan Wakil Pengguna Jasa, Penyedia Jasa

3
PT. BUANA ARCHICON
dapat menentukan kebutuhan, jenis, dan jumlah survei topografi, geoteknik,
dan hidrologi.

Kebutuhan jenis, jumlah, dan lokasi survei geoteknik, dan hidrologi harus
mendapatkan persetujuan dari wakil Pengguna Jasa.

Survei Topografi

Data topografi berupa Peta Situasi Digital akan diserahkan oleh Pengguna Jasa
kepada penyedia jasa setelah penandatanganan kontrak untuk digunakan
sebagai dasar kajian awal. Penyedia jasa wajib melakukan pengukuran
topografi yang lebih detail sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Lingkup pekerjaan survei topografi antara lain sebagai berikut.

1) Pengecekan BM dan CP Basic Design (eksisting) sebanyak 12 pasang


serta melakukan koreksi apabila terdapat kesalahan,
2) Pembuatan dan pengukuran koordinat BM dan CP baru sebanyak 23
pasang,
3) Pengukuran Kerangka Dasar Pengukuran yaitu Kerangka Kontrol
Horizontal (KKH) dan Kerangka Kontrol Vertikal (KKV) sehingga
menghasilkan Titik Patok Perapatan sebagai titik acuan pekerjaan
pengukuran topografi,
4) Stake out dan pengukuran centerline main road dan akses setiap 25 m
secara terestrial dengan panjang ± 47 km,
5) Pengukuran Situasi secara terestrial pada area rencana Jalan Tol Ruas
Betung – Tempino – Jambi Seksi 1 Sta. -0+700 s/d Sta. 44+000 dengan
pengukuran cross section setiap 25 m dengan lebar koridor 150 m,
6) Pendetailan pengukuran situasi secara terestrial dengan ketentuan
pengukuran peta skala 1 : 500 pada lokasi berikut namun tidak terbatas
pada:

a. lokasi-lokasi bangunan struktur,

- Overpass dengan lebar pengukuran 2x25 m serta dengan panjang


250 sisi kiri dan 250 m sisi kanan dari abutment (sampai ujung oprit)
- Box Pedestrian pengukuran selebar ROW desain dan sepanjang 30
m terhadap as jalan

4
PT. BUANA ARCHICON
- Interchange dengan lebar pengukuran 2x25 m dan sesuai dengan
desain teknis
- Box Culvert untuk saluran eksisting dan Jembatan Sungai
pengukuran 200 m hulu dan 200 m hilir, serta lebar 20 m dari tepi
abutment
- Lokasi-lokasi yang terindikasi diperlukan tambahan ROW atau Rumija
akibat ketentuan teknis, Persimpangan sebidang, persilangan tol
dengan jalan eksisting, sungai, utilitas (termasuk pengukuran trase,
posisi dan elevasi utilitas) dll.
7) Ketentuan pekerjaan Survei Topografi sebagai berikut:
Survei Topografi dimaksudkan untuk pengecekan data yang diberikan oleh
Pengguna Jasa. Pengukuran topografi dilakukan secara Terestris di area
rencana Jalan Tol Ruas Betung – Tempino - Jambi Seksi 1 Sta. -0+700 s/d
Sta. 44+000, dimana pengukuran situasi dilakukan sesuai dengan cakupan
yang telah ditentukan.

Hasil dari Survei ini adalah : (I) Peta Topografi lokasi rencana Jalan Tol
Ruas Betung – Tempino - Jambi Seksi 1 Sta. -0+700 s/d Sta. 44+000 Skala
1:1000, (II) Profil Memanjang (long section) sepanjang rencana center line,
serta beberapa informasi tambahan yang diperlukan. Kegiatan ini meliputi:

a) Tracking
Trase Metode yang digunakan adalah dengan memasukkan koordinat
trase rencana ke dalam GPS Navigasi, kemudian mencari posisinya di
lapangan dengan cara tracking GPS. Tahapan tracking trase
merupakan tahapan survei pendahuluan, sehingga nantinya diperoleh
data di lapangan berupa informasi obyek-obyek yang bisa menjadi
kendala ketika pengukuran situasi.
b) Pengecekan dan Pengukuran Titik Pengikat (Reference Point, BM) dan
Titik Pemeriksa (Control Point, CP)

Titik pengikat (Reference Point, BM) adalah titik atau titik-titik yang
diketahui posisi horizontal dan/atau ketinggiannya dan digunakan sebagai
rujukan atau pengikat untuk penentuan posisi titik yang lainnya. Dengan
mengetahui arah, sudut, jarak, dan/atau beda tinggi suatu titik terhadap titik

5
PT. BUANA ARCHICON
pengikat, maka dapat ditentukan koordinat dan/atau ketinggian titik
bersangkutan.

Titik pemeriksa (Control Point, CP) adalah titik atau titik-titik yang diketahui
posisi horizontal dan atau ketinggiannya yang digunakan sebagai
pemeriksa hasil ukuranukuran yang dimulai dari suatu titik pemeriksa dan
diakhiri pada titik pemeriksa yang sama atau titik pemeriksa yang lain.
Dengan demikian titik pengikat juga bisa berfungsi sebagai titik pemeriksa.

Ketelitian posisi titik pemeriksa harus lebih tinggi dibandingkan dengan


ketelitian pengukuran. Titik-titik pengikat dan pemeriksa yang digunakan
untuk pembuatan peta disebut sebagai titik-titik kerangka dasar pemetaan.
Titik-titik kerangka dasar pemetaan diikatkan dengan referensi Tanda
Tinggi Geodesi (TTG) dan Jaring Kontrol Horizontal (JKH) orde-1 BIG
(Badan Informasi Geospasial).

• Pemasangan Patok
Pemasangan patok Bench Mark (BM) dan Control Point (CP) di di luar
area konstruksi baik main road atau jalur rencana, tetapi masih terletak di
dalam ROW rencana trase. Patok BM dan CP tersebut dipasang secara
berpasangan pada awal hingga akhir setiap 2,0 (dua) km atau di antara
BM dan CP Eksisting. BM terbuat dari konstruksi beton bertulang ukuran
20 x 20 x 100 cm3 dan CP terbuat dari paralon diisi beton ukuran 4” x 100
cm. Untuk keperluan pengukuran dapat ditambahkan lagi patok CP yang
lebih rapat serta harus ditambahkan patok bantu di sepanjang jalan
dengan jarak tertentu, tergantung dari medan dan kemudahan
pengukuran.
• Pengukuran Titik Kontrol.
- Pengukuran koordinat X,Y dengan metode pengamatan GPS
Titik Kontrol dijadikan sebagai acuan dalam pengukuran topografi di
setiap rencana lokasi yang telah ditentukan. Koordinat X, Y Titik Kontrol
sebagai Titik Kerangka Utama ditentukan dengan pengukuran GPS
Geodetik dual frequency dengan teknik pengamatan secara Relative
Static Positioning dengan sistem jaring segitiga/terikat sempurna dari
titik referensi BIG, Desain GPS sedemikian rupa sehingga setiap titik

6
PT. BUANA ARCHICON
dapat terhubung. Koordinat X dan Y setiap Titik Kontrol diperoleh dari
pengolahan sesi-sesi pengamatan GPS secara Network Processing.

Prosedur pengukuran koordinat (X, Y) Titik Kontrol yang dilakukan


mengacu pada SNI 19-6724-2002 mengenai Jaring Kontrol Horizontal
(JKH).
Sistem koordinat planimetris akan mengikuti sistem Universal
Transverse Mercator (UTM) yang akan diikatkan dengan seksi - seksi
yang bersebelahan atau BM yang dipasang sebelumnya dan dikontrol
dengan pengikatan terhadap Titik GPS BIG yang ada di lokasi proyek
(atau sekitarnya).
Kegiatan pengamatan GPS dilakukan untuk penentuan posisi Titik
Kontrol sebagai acuan dalam pengukuran topografi/detail situasi dan
penampang melintang dan/atau memanjang, serta keperluan
selanjutnya dengan cara Terestris.

- Pengukuran elevasi (Z) dengan metode sipat datar (Waterpass


Levelling)
Demikian pula sistem elevasi akan mengikuti sistem yang berlaku di
proyek, apabila sistem elevasi mengikuti Sistem Tinggi Nasional, maka
akan dilakukan pengikatan ke beberapa Tanda Tinggi Geodesi (TTG)
milik BIG yang ada di sekitar proyek. Dengan demikian, posisi Titik
Kontrol akan mempunyai Sistem Koordinat yang seragam dan berlaku
nasional.
Pengukuran elevasi (Z) dengan metode sipat datar (Waterpass
Levelling) dilakukan secara double stand (stand 1 dan stand 2) dan
pergi pulang. Toleransi selisih bacaan beda tinggi antara stand 1
dengan stand 2 adalah 2 mm (milimeter), jika memiliki selisih lebih dari
itu harus dilakukan stand tambahan sampai memenuhi toleransi.
Pengukuran double stand dilakukan secara pergi dan pulang, dimana
pengukuran sipat datar untuk jalur pergi dan pulang dilakukan dalam 1
hari.
Toleransi bacaan beda tinggi antara jalur pergi dan pulang tidak boleh
melebihi 10mm√𝐷 (D merupakan jarak pengukuran dalam satuan km)
7
PT. BUANA ARCHICON
sebelum dilakukan koreksi. Jika sebelum dilakukan koreksi
menghasilkan nilai beda tinggi antara jalur pergi dan pulang yang
melebihi 10mm√𝐷, harus dilakukan pengukuran sipat datar ulang.
Namun, apabila sebelum dilakukan koreksi menghasilkan nilai beda
tinggi antara jalur pergi dan pulang yang kurang dari atau sama dengan
10mm√𝐷, data beda tinggi dinyatakan diterima dan dapat dikoreksi.
Prosedur pengukuran elevasi (Z) Titik Kontrol mengacu pada SNI 19-
69882004 mengenai Jaring Kontrol Vertikal (JKV).
c) Pematokan dan Pengukuran posisi Titik Patok Perapatan
Titik Patok Perapatan adalah titik dan/atau titik-titik yang diketahui
posisi horizontal dan ketinggiannya. Titik Patok Perapatan dipasang di
antara 2 titik-titik BM dan/atau CP terdekat. Titik Patok Perapatan
adalah titik poligon yang dapat digunakan sebagai referensi dalam
pengukuran situasi topografi sepanjang trase Jalan Tol.

• Pemasangan patok
Patok Titik Patok Perapatan yang terdekat yang terletak di antara 2 BM
dan/atau CP terdekat harus saling terlihat satu sama lain. Patok Titik
Patok Perapatan dipasang di luar area konstruksi baik main road atau
jalur rencana, tetapi masih terletak di dalam ROW. Patok Titik Patok
Perapatan terbuat balok kayu ukuran 4 cm × 6 cm × 50 cm, yang dicat
kuning dan dipasang paku payung di sisi sebelah atas patok kayu. Patok
harus tampak di atas permukaan tanah setinggi 20 cm dan diberi tanda
berupa kayu/tongkat berbendera warna merah yang ditancapkan di
dekatnya agar mudah ditemukan.

• Pengukuran titik Titik Patok Perapatan


Posisi horizontal (X, Y) dari titik-titik Titik Patok Perapatan diperoleh
dengan pengukuran poligon yang menghubungkan 2 titik BM terdekat.
Posisi vertikal (Z) diperoleh dengan melakukan pengukuran beda tinggi
pada titik jalur poligon yang dilakukan dengan cara pengukuran sipat datar
optis. Jalur poligon ini diikatkan pada titik referensi dari Titik Pengikat (BM)
dan Titik Pemeriksa (CP), dimana Titik BM dan CP sudah diikatkan
elevasi ketinggiannya (Z) dengan TTG.
8
PT. BUANA ARCHICON
Dengan demikian seluruh Titik Patok Perapatan memiliki posisi 3 dimensi
(X, Y, Z). Kriteria ketelitian pengukuran yang harus dipenuhi antara lain:
- Kesalahan linier poligon < 1:10,000
- Kesalahan penutup sudut < 10”√𝑛.
- Kesalahan penutup vertikal (sipat datar) < 10mm√𝐷. D merupakan jarak
pengukuran dalam satuan km.

Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar diolah dengan


menggunakan software, misalnya AutoCAD Civil 3D.

d) Pemasangan patok dan pengukuran Center line


Sebelum dilakukan pemasangan patok, terlebih dahulu dilakukan
staking out yang bertujuan untuk menentukan lokasi patok centerline
(as jalan) di lapangan. Proses staking out posisi centerline mengacu
pada titik kontrol BM atau CP atau titik Titik Patok Perapatan terdekat
yang sudah memiliki nilai koordinat (X,Y,Z). Setelah diketahui lokasi
centerline tersebut, tahapan selanjutnya adalah proses pemasangan
patok. Pematokan menggunakan patok dari balok kayu ukuran 4 cm × 6
cm × 100 cm. Patok tampak di atas permukaan tanah setinggi 40 cm,
dicat merah dan dipasang paku payung di sisi sebelah atas patok kayu
pada setiap jarak 25,0 m. Setelah pematokan, centerline tersebut
diukur dengan menggunakan metode tachymetri dari BM atau CP atau
titik Titik Patok Perapatan terdekat untuk menentukan koordinatnya
(X,Y,Z) setiap patok centerline.
e) Pengukuran Situasi
Pengukuran Situasi dan detail topografi lokasi rencana Jalan Tol Ruas
Betung – Tempino - Jambi Seksi 1 Sta. -0+700 s/d Sta. 44+000
dilakukan setelah kerangka dasar sudah definitif.
Pengukuran topografi (situasi) diperlukan untuk menghasilkan
kenampakan fitur yang tersebar di sekitar lokasi rencana Jalan Tol
Ruas Betung – Tempino - Jambi Seksi 1 Sta. -0+700 s/d Sta. 44+000,
yang menggambarkan situasi daerah pengukuran. Dalam pengukuran
titik-titik detail, prinsipnya adalah menentukan koordinat dan tinggi titik-
titik detail dari titik-titik ikat. Metode yang digunakan dalam pengukuran
titik-titik detail adalah metode tachymetri.

9
PT. BUANA ARCHICON
Pengukuran situasi dilakukan dengan cara pengukuran cross section
setiap 25 m dengan lebar koridor 150 m ( 75 m di sebelah kiri dan 75 m
di sebelah kanan centerline) sepanjang trase rencana mainroad dan
akses Jalan Tol Ruas Betung – Tempino - Jambi Seksi 1 Sta. -0+700
s/d Sta. 44+000 sepanjang ± 58 km. Selain itu, harus diukur detail
topografi dan spot height (detail tinggi) pada obyek-obyek alam atau
buatan setiap terdapat perubahan tinggi/ elevasi yang lebih dari 1 meter
di sepanjang jalur pengukuran.
f) Pendetailan pengukuran situasi
Pendetilan pengukuran situasi dilakukan secara terestrial pada lokasi :
(i) lokasi bangunan struktur, (ii) lokasi-lokasi yang terindikasi diperlukan
tambahan ROW atau Rumija akibat ketentuan teknis, serta (iii) lokasi
persimpangan sebidang, persilangan tol dengan jalan eksisting, sungai,
utilitas (termasuk pengukuran trase, posisi dan elevasi utilitas) dll,
seperti yang telah dicantumkan pada ketentuan Lingkup pekerjaan
survei topografi point ke-5. Pengukuran persilangan jalan dan sungai
eksisting yang dilakukan adalah di dalam koridor 200 m di sebelah
kanan dan kiri sepanjang centerline.
Pendetailan pengukuran situasi pada lokasi ke-(i) s/d ke-(iii)
menggunakan metode tachymetri dimana pengikatan nilai koordinat
dilakukan terhadap referensi BM, CP, dan titik Patok Perapatan
terdekat.Ketentuan pendetilan pengukuran situasi pada lokasi ke-(i) s/d
ke-(iii) mengacu pada Peraturan Kepala BIG Nomor 15 tahun 2014
mengenai Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar untuk skala 1 : 500
yaitu :
- Toleransi untuk ketelitian Horizontal (X, Y) sebesar 10 cm
- Toleransi untuk ketelitian Vertikal (Z) sebesar 25 cm
g) Penggambaran peta situasi.
Hasil penggambaran berupa peta situasi skala 1:1000 (satu banding
seribu) dengan interval Kontur Minor 1 meter dan interval Kontur Major
5 meter. Penggambaran peta situasi menggunakan data masukan
sebagai berikut:
- Data cross section setiap 25 m dengan koridor 150 m hasil dari
pekerjaan pengukuran topografi pada point (e), dan
10
PT. BUANA ARCHICON
- Data topografi dari pekerjaan pendetilan topografi pada point (f)
Semua yang tampak di lapangan akan digambarkan dalam peta situasi
detail, termasuk didalamnya badan jalan termasuk bahu jalan,
bangunan/gedung, bangunan air, batas lansekap, batas ROW, detail
lain seperti Menara Listrik Tegangan Tinggi dan tinggi jalur kabel listrik,
bangunan fasilitas lain seperti pipa gas, pipa minyak, pipa PAM dan
lain-lain.
Dalam survei ini sekaligus dilaksanakan survei jaringan jalan yaitu
menginventarisasi situasi, panjang jalan, lebar perkerasan, lebar bahu,
trotoar, median, drainase, persimpangan-persimpangan dengan jalan
lain, bangunan - bangunan pelengkap jalan, jembatan, gorong-gorong,
lebar damija, tataguna lahan, dan lain-lain yang berada dalam daerah
pengawasan jalan. Apabila berdasarkan hasil klarifikasi oleh Penyedia
Jasa, diperlukan adanya penambahan panjang Jalan Tol, bangunan
struktur, ROW atau Rumija, persilangan dengan jalan, sungai, pipa, dll,
maka Penyedia Jasa dimungkinkan untuk mengajukan penambahan
kuantitas pekerjaan pengukuran topografi secara terestrial.

Hidrologi dan Drainase


Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data penunjang untuk
kajian hujan rencana dan banjir rencana yaitu hujan atau banjir yang terjadi
pada suatu periode ulang tertentu. Data tersebut diperoleh dari sbb:
a. Data sekunder, yang diperoleh dari:
• Peta topografi skala 1:25.000, 1:50.000 dari BIG (d/h Bakosurtanal),
• Peta tata guna lahan skala 1:25.000; 1:50.000 dari BIG (d/h
Bakosurtanal),
• Peta RBI skala 1:25.000, 1:50.000
• Peta Digital Elevation Model (DEM) Skala 1:25.000; 1:25.000
• Peta tanah skala 1:250.000 dari Kementrian Transmigrasi, Keempat peta
digunakan sebagai pendukung dalam penentuan Daerah Tangkapan Air
Hujan (DTA) atau Daerah Alitan Sungai (DAS)/Catchment Area.
• Hujan harian minimum 15 tahun terakhir dari BMKG, Kementerian PUPR,
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian dll., minimum 2 stasiun curah

11
PT. BUANA ARCHICON
hujan terdekat (Radius < 17 km 2) kecuali ditentukan lain oleh Pengguna
Jasa.
• Hujan harian minimum 20 tahun terakhir dari BMKG, Kementerian PUPR,
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian dll., minimum 2 stasiun curah
hujan kecuali ditentukan lain oleh Pengguna Jasa.
• Debit Sungai Harian minimum 10 tahun terakhir dari Kementrian PUPR,
Dinas Pekerjaan Umum, atau ditentukan lain oleh Pengguna Jasa
• Peta RTRW skala 1:50.000; 1:250.000 dari Bapeda Kabupaten/Provinsi.
b. Survei Lapangan (Data Primer) meliputi :
• Survei Jejak Banjir (Lokasi, tinggi genangan, lama genangan), dilakukan
dengan survei lapangan dan wawancara dengan masyarakat sekitar dan
dokumentasi.
• Pengukuran debit sungai sesaat (2 kali per titik pengukuran) minimal pada
sungai yang berpengaruh besar pada suatu ruas Jalan Tol, untuk
penghitungan debit banjir rencana dalam penentuan muka air banjir,
dilakukan pada rencana jembatan/cross drain.
• Pengukuran Bathimetri minimal 100m hulu dan hilir.
• Pengukuran penampang basah pada daerah hulu dan hilir sepanjang 250
m dari as jalan, pada setiap jarak 50 m.
• Pengamatan bahan hanyutan pada sungai terutama saat banjir, dilakukan
dengan pengamatan visual dan dokumentasi, minimal pada sungai yang
berpengaruh besar pada suatu ruas Jalan Tol.

Data Primer tersebut diperlukan untuk kalibrasi banjir rancangan.

Data hidrologi (curah hujan, penampang sungai dan tinggi banjir lapangan)
disediakan oleh Pengguna Jasa. Penyedia Jasa melakukan kajian terhadap
data yang diberikan oleh Pengguna Jasa dan melengkapi kekurangan data
untuk perencanaan RTA. Lingkup kegiatan perencanaan RTA hidrologi dan
drainase meliputi kegiatan sebagai berikut.
a. Melakukan review terhadap data hidrologi (curah hujan, penampang sungai
dan tinggi banjir lapangan) yang diberikan oleh Pengguna Jasa. Apabila
terdapat kekurangan data, Penyedia Jasa wajib melengkapi data tersebut
dengan melakukan tinjauan lapangan.

12
PT. BUANA ARCHICON
c. Melengkapi kekurangan data untuk menghitung elevasi muka air banjir
rencana antara lain catchment area dan debit sungai.
d. Identifikasi daerah aliran sungai dan curah hujan rencana yang
mempengaruhi muka air banjir.
e. Melakukan perhitungan analisis hidrologi (hujan rencana, debit banjir dengan
kala ulang tertentu, dan muka air banjir kala ulang tertentu).
f. Merencanakan sistem drainase jalan dan lingkungannya dengan tidak
merubah fungsi dan kondisi lahan sekitar proyek.
g. Perencanaan bangunan konstruksi drainase seperti kolam resapan, gorong-
gorong, cross drain, selokan samping, dan konstruksi drainase lainnya.
h. Identifikasi aspek drainase khusus yang memerlukan perhatian seperti
misalnya untuk daerah rawan banjir, rawan longsor, atau rawan
penggerusan.

Survei Geoteknik dan Pengujian Laboratorium

Maksud survei ini adalah untuk mengetahui secara rinci kondisi tanah dengan
melakukan identifikasi visual, uji lapangan (boring, sondir, test pit, DCP test,
dll.) dan laboratorium (indeks properti tanah, konsolidasi, CBR tanah dll).
Pekerjaan ini dilakukan untuk menunjang perhitungan/analisis teknis
perencanaan badan jalan (galian dan timbunan), perkerasan jalan dan pondasi
bangunan struktur & bangunan penunjang lainnya dengan tujuan untuk
mendapatkan desain komponen-komponen konstruksi jalan yang aman dan
ekonomis. Penyelidikan tanah dengan pengeboran, harus dilakukan dengan
metode dry continous coring, sehingga tingkat ketergangguan tidak terlalu
besar dan tidak diijinkan mengunakan metode wash boring. Metode pengujian
SPT diutamakan menggunakan tipe Automatic Hammer, sehingga tinggi jatuh
hammer dapat diatur sesuai standar yang ada.

Pengujian SPT menggunakan Drop Hammer dan Rope and Pulley harus
dengan persetujuan Pengguna Jasa karena hasil uji metode sangat dipengaruhi
oleh berat dan tinggi jatuh hammer serta tergantung terhadap master bornya.
Hal tersebut berbeda dengan Automatic Hammer yang pukulannya telah diatur
sedemikian rupa, sehingga memenuhi standar pengujian yang berlaku. Oleh
karenanya, hasil pengujian SPT (Nvalue) dengan Drop Hammer harus dikoreksi
13
PT. BUANA ARCHICON
terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Sampel hasil pengeboran harus
disimpan oleh Penyedia Jasa sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila akan
dilakukan pembuangan sampel, maka Penyedia Jasa harus mendapatkan
persetujuan Pengguna Jasa terlebih dahulu. Pelaksanaan pengujian dan
pengambilan sampel tanah harus pada titik lokasi pengujian yang sudah
disetujui oleh Pengguna Jasa. Apabila Penyedia Jasa melakukan pengujian
pada titik yang tidak sesuai dengan lokasi yang disetujui, maka Penyedia Jasa
wajib melakukan pengujian tanah ulang tanpa adanya biaya tambahan serta
bila Penyedia Jasa keberatan atau tidak bersedia melaksanakan pengujian
ulang, maka Pengguna Jasa berhak menunjuk Pihak Lain untuk melaksanakan
pengujian ulang dengan biaya ditanggung Penyedia Jasa.

Bila sebagian data geoteknik sudah disediakan oleh Pengguna Jasa maka
Penyedia Jasa wajib melakukan kajian dengan melakukan klarifikasi / korelasi
data yang diberikan oleh Pengguna Jasa. Apabila dipandang perlu, Penyedia
Jasa dapat mengajukan usulan penyelidikan tanah tambahan untuk
mendapatkan persetujuan dari Pengguna Jasa.

a. Penyelidikan tanah pada setiap 1 km dengan melakukan pengujian boring


(dry continuous coring) pada titik di abutmen/pilar dengan kedalaman
mencapai tanah keras (telah dicapai 3 kali berturut-turut nilai NSPT > 50)
atau maksimal kedalaman 60 m dengan pengujian SPT interval 1,5 m dan
pengambilan undisturbed sample sebanyak 4 sampel pada kedalaman
mendekati lapisan tanah keras atau ditentukan oleh Pengguna Jasa.
b. Penyelidikan tanah untuk kebutuhan perencanaan fondasi bangunan struktur
dengan ketentuan sebagai berikut.
• Pada struktur interchange, jembatan underpass, overpass dan jembatan
sungai dilakukan pengujian boring (dry continuous coring) pada titik di
abutmen/pilar dengan kedalaman mencapai tanah keras (telah dicapai 3
kali berturut-turut nilai NSPT > 50) atau maksimal kedalaman 60 m
dengan pengujian SPT interval 1,5 m dan pengambilan undisturbed
sample sebanyak 4 sampel pada kedalaman mendekati lapisan tanah
keras atau ditentukan oleh Pengguna Jasa. Jika lokasi struktur berada
pada tanah gambut maka pengambilan dan pengujian sampel
Undisturbed mengacu pada Sub Bab 4.3.4.f Pengujian Tanah Gambut.

14
PT. BUANA ARCHICON
• Elevasi muka air tanah harus dicatat dan diinformasikan pada boring log.
• Apabila dipandang perlu, Pengguna Jasa berhak untuk mengoptimalkan
jenis dan jumlah pengujian meliputi antara lain:
- Jenis pengujian tanah (boring) yang dilakukan pada suatu struktur
dapat bervariasi, misalnya pada satu pilar dilakukan pengeboran
tanah, uji SPT, pengambilan sampel dan uji laboratorium,
sementara di pilar yang lain hanya dilakukan pengeboran, uji SPT,
pengambilan sampel tanpa dilakukan uji laboratorium.

Pengujian laboratorium yang dilakukan meliputi, tetapi tidak terbatas pada:

- Indeks properti (termasuk Atterberg Limit Test, Sieve analisis test,


Unconfined Compression Test, Direct Shear Test dan Consolidation
Test),
- Triaksial UU dan triaksial UU Saturated
- CBR soaked dan CBR unsoaked Apabila struktur berada pada
lokasi tanah gambut, untuk pengujian laboratorium mengacu pada
Sub Bab 4.3.4.f Pengujian Tanah Gambut.
c. Untuk daerah galian meliputi:
• Untuk mengetahui stabilitas lereng dilakukan pengujian boring (dry
continuos coring) pada lokasi galian kedalaman diatas 7 m dengan
kedalaman pengujian maksimal 30 (tiga puluh) meter atau 1,4 kali tinggi
galian dengan pengujian SPT interval 1,5 m dan pengambilan undisturbed
sample setiap kedalaman 4 m. Apabila dalam daerah galian tersebut
terdapat bangunan struktur maka diberlakukan pada butir.a pasal 4.3.4 ini
(pengujian boring (dry continuous coring) dengan kedalaman mencapai
tanah keras (telah dicapai 3 kali berturut-turut nilai NSPT > 50) atau
maksimal kedalaman 60 m dengan pengujian SPT interval 1,5 m,
pengambilan undisturbed sample setiap kedalaman 4 m.
• Pada akhir pemboran, elevasi muka air tanah harus dicatat dan
diinformasikan pada boring log.
• Untuk mengetahui apakah tanah hasil galian pada lokasi tersebut dapat
digunakan sebagai material timbunan dengan mengambil disturbed

15
PT. BUANA ARCHICON
sample atau tes pit dari tiap jenis lapisan tanah sampai pada rencana
elevasi subgrade.
• Pengujian laboratorium yang dilakukan meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
- Indeks properti (termasuk Atterberg Limit Test, Sieve analisis test,
Unconfined Compression Test, Direct Shear Test dan Consolidation
Test),
- Triaksial UU dan triaksial UU Saturated
- Compaction Test (standard proctor)
- CBR soaked dan CBR unsoaked

d. Untuk daerah timbunan meliputi:


• Dilakukan pengujian lapangan pada timbunan diatas 7 m untuk
mengetahui daya dukung tanah dasar dengan melakukan pengujian
boring (dry continuous coring) sampai 3 kali berturut-turut N-SPT > 20
atau kedalaman maksimal 30 (tiga puluh) meter atau 1,4 kali tinggi
timbunan. Dilakukan pengujian SPT interval 1,5 m, pengambilan
undisturbed sample setiap kedalaman 4 m. Apabila dalam daerah galian
tersebut terdapat bangunan struktur maka diberlakukan pada butir a pasal
4.3.4 ini (pengujian boring (dry continuous coring) dengan kedalaman
mencapai tanah keras (telah dicapai 3 kali berturut-turut nilai NSPT > 50)
atau maksimal kedalaman 60 m dengan pengujian SPT interval 1,5 m dan
pengambilan undisturbed sample setiap kedalaman 4 m.

Pada akhir pemboran, elevasi muka air tanah harus dicatat dan
diinformasikan pada boring log. Pengujian laboratorium yang dilakukan
meliputi, tetapi tidak terbatas pada :

- Indeks properties (termasuk Atterberg Limit Test, Sieve analisis test,


Unconfined Compression Test, Direct Shear Test dan Consolidation
Test),
- Triaksial UU dan triaksial UU Saturated
- Compaction Test (standard proctor)
- CBR soaked dan CBR unsoaked

16
PT. BUANA ARCHICON
e. Penyelidikan tanah pada lokasi struktur box culvert dengan dimensi minimal
3×3 m dilakukan Pengujian sondir (cone penetretion test) untuk
mendapatkan besarnya daya dukung tanah.
f. Melakukan test pit pada daerah quarry atau pada material yang akan dipakai
untuk common borrow material. Pengujian laboratorium meliputi, tetapi tidak
terbatas pada:
• Indeks properties (termasuk Atterberg Limit Test, Sieve analisis test)
• Triaksial UU dan triaksial UU Saturated
• Compaction Test (standard proctor)
• CBR soaked dan CBR unsoaked
• Uji Minerologi untuk mengetahui kandungan mineral pada tanah (jika
diperlukan).
g. Bila terdapat daerah gambut maka harus dilakukan:
• Pengujian boring (dry continuous coring) setiap 200 m sampai kedalaman
tanah keras dengan nilai N-SPT > 30 terjadi sampai 3 kali berturut-turut
atau maksimal kedalaman 30 m. Pengambilan sampel pada daerah
gambut setiap kedalaman 2 (dua) meter dan untuk lapis di bawahnya
diambil sampel setiap kedalaman 4 (empat) meter atau akan ditentukan
kemudian oleh Wakil Pengguna Jasa. Pengujian laboratorium untuk
daerah gambut meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
- Indeks properties (termasuk Moisture Content, Unit Weight, Specific
Gravity, Unconfined Compression Test, Direct Shear Test),
- Triaksial UU dan Triaksial UU Saturated.
- Pengujian Sifat Kimia Tanah (Kadar Abu, Kadar serat, Kadar organik,
Kadar keasaman (PH), Chloride and sulfide content)
- In situ water content
- Unconfined Compressive strength of soilbinder mixture
- Pengujian permeabilitas tanah/pasir yang berada dibawah lapisan
tanah gambut
- Keterangan:
o Contoh tanah gambut harus diuji kadar abu dan uji konsolidasi
selama 30 hari untuk mendapatkan parameter penurunan hingga
secondary dan tertiary consolidation.

17
PT. BUANA ARCHICON
o Pada kasus timbunan di atas lapisan napal/clayshale, perlu
dilakukan uji tambahan yang terdiri dari uji mineralogi, X-ray
Diffraction dan slake durability test.
o Pengujian laboratorium pada tanah gambut harus diuji oleh
laboratorium yang setara dengan Soilens.
- Pengujian Sondir (cone penetretion test) setiap 200 m sampai
kedalaman tanah keras atau nilai qc 200 kg/cm2.
h. Untuk Survei Jalan:
• Untuk rencana jalan tanpa memerlukan timbunan tanah yang tinggi (< 1
m) dan tanah dasar tidak terendam air maka cukup dengan DCP setiap 25
m.
• Untuk rencana jalan dengan tanah dasar yang diperkirakan daerah
endapan dan muka air tanah tinggi atau sesuai instruksi Pengguna Jasa
maka dilakukan pengujian hand boring hingga kedalaman 6 m, dengan
pengambilan contoh material setiap kedalaman 2 m
• Untuk daerah tanah lunak dengan kedalaman > 3 m maka diperlukan
pengujian boring (dry continuous coring) sampai nilai SPT > 20, setiap
jarak 250 m. Untuk tanah sangat lunak hingga lunak perlu ditambahkan
Vane Shear Test (VST) dengan interval 250 m.

3.1.3. KONSEP PERENCANAAN TEKNIS


Suatu perencanaan teknis harus memenuhi pokok-pokok persyaratan yang
ditetapkan oleh Kerangka Acuan Kerja dan kondisi lain yang ditentukan oleh
Pemberi Tugas, dan merupakan metodologi perencanaan yang harus
diterapkan. Pokok-pokok perencanaan yang harus dipenuhi adalah:

 Teknis : Fungsi, keamanan, kelayanan, keawetan, kemudahan pelaksanaan,


dan kemudahan pemeliharaan.
 Ekonomis
 Estetika
 Pemanfaatan komponen lokal yang maksimal

Masing-masing Pokok Perencanaan tersebut diatas dapat diuraikan sebagai


berikut:

18
PT. BUANA ARCHICON
- Teknis

Pra Rencana Teknis harus sesuai dengan rencana pengembangan jaringan


jalan secara keseluruhan, tidak bertentangan dengan aspek apapun dalam
Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi, tidak berbenturan dengan aspek-
aspek yang ada dalam Program Pengembangan Prasarana Kota Terpadu,
tidak mengganggu rencana daerah yang sudah dituangkan dalam Rencana
Umum Tata Ruang Kota dan sinkron dengan studi transportasi lainnya.

Kriteria teknis untuk perencanaan akan mengacu kepada fungsi jalan yang
ditetapkan, terkait dengan masalah keamanan pemakai jalan yang diatur
dalam persyaratan geometrik dan kekuatan struktur untuk menerima beban
rencana , kelayanan struktural harus memenuhi kelayakan untuk
penggunaan struktur jembatan sesuai beban lalu lintas rencana, bahan
struktur dipilih sesuai kondisi lingkungan agar keawetan tetap terpelihara dan
pemilihan struktur yang mudah pelaksanaannya akan menghindari
keterlambatan pelaksanaan ataupun peningkatan biaya konstruksi.

- Ekonomis

Perencanaan harus mempertimbangkan aspek pendanaan yang tersedia


dan pokok-pokok perencanaan yang ditetapkan dalam pemilihan struktur
yang paling ekonomis dan memenuhi semua aspek yang ditetapkan.

- Estetika

Perhatian khusus perlu diberikan dalam penampilan struktur agar


mempunyai nilai estetika yang optimal dan secara ekonomis masih dapat
diterima.

- Pemanfaatan Elemen Lokal Secara Maksimal


Penggunaan produksi dalam negeri diprioritaskan dalam perencanaan
elemen-elemen struktur jembatan.

3.1.3.1. KAJIAN AWAL DAN KONSEP PERENCANAAN GEOMETRIK


Konsep perencanaan geometrik jalan, akan mengacu kepada Standar dan
Ketentuan yang berlaku sebagaimana yang sudah dijelaskan di dalam Kriteria
Desain Geometrik Jalan.
19
PT. BUANA ARCHICON
Beberapa komponen geometrik berhubungan langsung dengan kecepatan
rencana pada jalan utama maupun ramp akses dan penghubung, diantaranya
adalah kemiringan maksimum (Gradient Maximum) untuk jalan utama serta
tikungan minimum yang digunakan yang mencakup tikungan minimum yang
menggunakan lengkung peralihan dan tikungan minimum yang tidak
menggunakan lengkung peralihan serta kemiringan Superelevasi maksimum
yang digunakan
Dari hasil indikasi awal penarikan trase di sepanjang lokasi Konsultan Seksi 1,
Konsultan melakukan desain melalui optimalisasi pekerjaan tanah dan struktur
dengan kecepatan 100 km/jam.

Batas ruang bebas horizontal dan vertical dari jalan tol dan jalan raya mengikuti
ketentuan dalam Peraturan Menteri PU No. 19/PRT/M/2011 Tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan teknis Jalan Pasal 16 (6).
MakaTinggi ruang bebas sebesar 5,10 m dipakai untuk jalan tol, jalan arteri dan
jalan kolektor, untuk jalan lokal adalah 4,60 m.
Untuk lintasan listrik yang berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi dan Ekstra
Tinggi (SUTT) dan (SUTET) mengikuti ketentuan Peraturan Menteri
Pertambangan dan Energi Nomor 18 tahun 2015.
Perencanaan konsep Jalan Tol Betung – Tempino – Jambi dibuat berdasarkan
hasil studi terhadap batasan-batasan kondisi alam di sekitar rencana jalan tol.
Perencanaan alinemen horizontal dan alinemen vertikal dibuat dengan
mempertimbangkan faktor-faktor geometrik, struktur, hidrologi, drainase,
kepentingan Pemerintah Daerah di sekitar lokasi proyek, serta faktor-faktor lain
yang terkait secara komprehensif.

Gambaran umum konsep perencanaan serta batasan-batasan dalam


menentukan alinemen horizontal dan alinemen vertikal dijelaskan sebagai
berikut:

a. Keamanan dan kenyamanan dari pergerakan lalu lintas dengan volume yang
besar padakecepatan yang tinggi harus dapat dipertahankan, yaitu dengan
cara memenuhi persyaratan-persyaratan geometrik dari kecepatan rencana
yang telah ditentukan.

b. Dalam hal lengkung horizontal danlengkung vertikal terjadi bersamaan


ataupun pada jarak yang berdekatan, maka akan dilakukan koordinasi
20
PT. BUANA ARCHICON
diantara keduanya, sehingga dapat memberikan efek yang menguntungkan
bagi pemakai jalan.

c. Fungsi sungai eksisting, saluran pembuangan/drainase, saluran irigasi, serta


fasilitas-fasilitas umum (jalan dan utilitas) yang akan terpotong jalan tol, harus
tetap dipertahankan.

1) Alinemen Horizontal
Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal
(sementara kondisi sebenarnya adalah bidang permukaan bumi), dengan
demikian perencanaan alinemen horizontal jalan adalah perencanaan
situasi/plan dari suatu ruas jalan. Alinemen horizontal sebuah ruas jalan terdiri
dari bagian-bagian jalan yang lurus dan bagian-bagian jalan pada lengkung
(tikungan).

Bagian Lurus

Bagian Lurus

Bagian Lengkung

Gambar 3.x. Alinemen Horizontal

Selanjutnya berdasarkan kriteria perencanaan akan ditetapkan:


a. Jari-jari minimum lengkung horizontal
b. Kelandaian jalan maksimum
c. Jarak pandang henti dan jarak pandang menyiap.

Acuan dasar dan batasan-batasan dalam perencanaan alinemen horizontal,


antara lain:

21
PT. BUANA ARCHICON
a. Sedapat mungkin menghindari fasilitas-fasilitas umum, seperti sekolah, rumah
sakit, tempat ibadah, pemakaman dan perkantoran pemerintah.
b. Sedapat mungkin menghindari kawasan pabrik
c. Sedapat mungkin menghindari kawasan permukiman yang padat dan sawah
beririgasi teknis.

2) Alinemen Vertikal
Perencanaan alinemen vertikal adalah perencanaan potongan memanjang /
profile dari suatu ruas jalan.
Batasan batasan utama dalam perencanaan alinemen vertikal adalah
perpotongan alinemen vertikal dengan fasilitas-fasilitas eksisting, seperti jalan,
rel KA, sungai, saluran irigasi dan lain sebagainya.
Acuan dasar dan batasan-batasan dalam perencanaan alinemen vertikal antara
lain:

a. Sungai-sungai dan saluran irigasi yang mempunyai jalan inspeksi, kebebasan


vertikalnya harus tetap dijaga, sesuai dengan standar yang ditetapkan.
b. Perpotongan dengan jalan Nasional dan jalan Propinsi berupa Underpass
(UP), untuk menghindari pengaruh merugikan bagi lalu lintas lokal, maka
bentangnya harus memenuhi lebar jalan (jumlah lajur) final dari kedua jalan
tersebut.
c. Perpotongan dengan jalan Kabupaten dan jalan local berupa Overpass (OP)
dengan tujuan untuk mengurangi timbunan pada jalan tol yang akhirnya dapat
mengurangi biaya konstruksi. Kecuali bila jalan tersebut berada pada daerah
permukiman dimana bila dibuat overpass maka masyarakat di lokasi
overpass, aksesnya ke jalan eksisting akan terganggu, maka dibuat
Underpass dengan konsekuensi timbunan jalan tol bertambah, namun struktur
perlintasan bias lebih simple, misalnya berupa box underpass;
d. Pemisahan permukiman akan dihindari dengan cara menyediakan box culvert
atau jembatan penyeberangan.
Khusus untuk kemiringan superelevasi baik di jalur utama maupun akses, akan
mengukuti ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.x. Super Elevasi Jalur Utama Dan Akses

Kemiringan Normal = 2 %
Besarnya radius didapat dari nilaitengah e (mis: radius untuk e 3%

22
PT. BUANA ARCHICON
didapat dari e = 2.50% sampai 3.50%). e
maks = 8 %
Super
elevas Jari-jari Lengkungan (m)
i
(%) 100 kpj 80 kpj 60 kpj 40 kpj
415 <R 255 <R 135 <R 55 <R
8
R< 500 R< 325 R< 180 R< 80
500 <R 325 <R 180 <R 80 <R
7
R< 595 R< 405 R< 240 R< 105
595 <R 405 <R 240 <R 105 <R
6
R< 720 R< 500 R< 305 R< 145
720 <R 500 <R 305 <R 145 <R
5
R< 895 R< 635 R< 395 R< 190
895 <R 635 <R 395 <R 190 <R
4
R< 1170 R< 840 R< 535 R< 265
1170 <R 840 <R 535 <R 265 <R
3
R< 1665 R< 1210 R< 785 R< 390
1665 <R 1210 <R 785 <R 390 <R
2 200
R< 5000 R< 3500 R< 0 R< 800

3) Alinemen Vertikal
Layanan jasa konsultasi ini mencakup penyusunan Rencana Teknis Akhir Jalan
Tol Ruas Betung – Tempino - Jambi Seksi 1, dimana salah satu kajian teknis
yang akan segera dilakukan Konsultan adalah melakukan kajian tentang
kecepatan rencana yang mencakup seluruh paket, dengan mengacu kepada
Ketentuan Peraturan Menteri PU No. 19/PRT/M/2011 Tentang
PersyaratanTeknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan dalam Pasal 4,
dimana hasilnya diharapkan bisa diterapkan di masing-masing Seksi disertai
batas Stasiun yang jelas.
Kajian kecepatan rencana meliputi batasan-batasan kriteria desain yang akan
diusulkan yang mencakup: Radius minimum yang diterapkan, dengan spiral
23
PT. BUANA ARCHICON
maupun tanpa spiral dan Gradient maximum yang bisa diterapkan untuk masing-
masing desain kecepatan.
Proses kajian, saat ini sedang dilaksanakan, dimana pada tahap awal Konsultan
akan melakukan kajian terhadap “Basic Design” dengan membuat “Strip Map”,
dimana dari hasilnya bisa diketahui batasan geometrik yang diterapkan pada
“Basic Design”.
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk merencanakan dan
mengkorelasikan semua bentuk-bentuk fisik suatu jalan yang mempengaruhi
jalannya kendaraan, kecepatan rencana dipilih sesuai dengan basic design yaitu
100km/jam.
Kecepatan rencana akan berkaitan langsung dengan elemen-elemen geometrik
lainnya, seperti jarak pandang henti, alinemen horizontal, alinemen vertikal,
superelevasi dan lebar jalan.
Pemilihan kecepatan rencana yang telah diterapkan pada rencana Jalan Tol
Ruas Betung – Tempino – Jambi Seksi 1 akan merujuk pada KepMen
353/KPTS/2001 seperti terlihat pada Tabel 3.x.

Tabel 3.x. Petunjuk Umum Penentuan Kecepatan Rencana Jalan Tol

Kecepatan Rencana (Km/Jam)


Kondisi Terrain
Luar Kota Dalam Kota
Datar
120 80
(Lereng melintang 0% - 2,9%)
Perbukitan

(Lereng melintang 3% - 100 80

24,9%)
Pegunungan
80 60
(Lereng melintang >25%)
Sumber: KepMen 353/KPTS/2001

Dari kondisi terrain dan lokasi dalam perkotaan serta sinkronisasi dengan
rencana jalan tol yang akan terkoneksi, maka kecepatan rencana yang akan

24
PT. BUANA ARCHICON
diterapkan pada Jalan Tol Ruas Betung – Tempino – Jambi Seksi 1 adalah 100
km/jam.

3.1.3.2. KAJIAN AWAL KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR


Lingkup kegiatan struktur meliputi:
a. Melakukan kajian terhadap rencana struktur jembatan, simpang susun,
underpass dan overpass yang diberikan oleh Pengguna Jasa berupa tipe,
panjang bentang, bentuk pier / abutmen, bangunan bawah dan bangunan atas
(tipikal).
b. Melakukan perencanaan dan perhitungan detail desain pada seluruh struktur
jembatan, simpang susun, underpass, overpass dan persilangan-persilangan
dengan pipa gas, pipa minyak, pipa air panas, rel kereta api, dan lain-lain.
c. Identifikasi dan perhitungan detail struktur lainnya yang dibutuhkan.

1) Perencanaan Underpass, Overpass, River Bridge, dan Simpang Susun


Bangunan struktur Underpass, Overpass, Jembatan, dan Simpang Susun dibuat
tabel jenis dan jumlah persilangan jalan serta waktu pelaksanaannya. Metodologi
dan prinsip-prinsip perencanaan jembatan
a. Penentuan rencana kelas jembatan dan kriteria perencanaan
b. Standar beban
c. Spesifikasi pembebanan
d. Bahan dan kekuatan
e. Ruang bebas
f. Survei geoteknik
g. Alinyemen jembatan
h. Penentuan bentang jembatan, lintasan air dan clearance
i. Jalan pendekat (oprit)
j. Pemilihan jenis bangunan atas jembatan
k. Pemilihan jenis bangunan bawah jembatan
l. Sambungan muai (expansion joint)
m.Tumpuan/perletakan
n. Pemilihan jenis pondasi

25
PT. BUANA ARCHICON
2) Perencanaan Box culvert Metodologi dan prinsip prinsip perencanaan
struktur Box culvert
a. Modelisasi struktur
b. Dasar dan data perencanaan
c. Pembebanan
d. Check floating
e. Analisis mekanika teknik
f. Analisis beton bertulang

3) Perencanaan Dinding Penahan Tanah


a. Pemilihan jenis dinding penahan tanah
Dalam memilih dinding penahan, perlu mengetahui sifat-sifat tanah pondasi,
kondisi tempat, kondisi pelaksanaan dan efisiensi ekonomis.
b. Prinsip-prinsip perencanaan dinding penahan tanah
• Beban rencana kemantapan /stabilitas
• Data dan ketentuan untuk perencanaan
• Pendekatan dimensi dan asumsi
• Koefisien tekanan tanah aktif dan pasif
• Gaya-gaya dinding lateral
• Kontrol stabilitas guling
• Kontrol stabilitas geser
• Kontrol eksentrisitas
• Kontrol kapasitas daya dukung telapak

3.1.3.3. KAJIAN RENCANA BENTANG JEMBATAN


Sebagaimana diketahui bahwa bentang jembatan yang direncanakan harus bisa
mengakomodasi kebutuhan lebar lajur lalu lintas sepanjang masa konsesi,
dimana pada Tahap Akhir konses, lajur lalu lintas akan menjadi 2 X 3 lajur
ditambah lajur untuk kebutuhan ramp On dan Off pada daerah Simpang susun.
Berikut disajikan kajian awal terhadap rencana bentang jembatan serta tipe
konstruksi (bentuk girder) apa yang paling sesuai untuk diterapkan pada desain
jalan tol secara keseluruhan.
Hasil kajian awal, untuk memenuhi lebar lajur 2 X 3 di “Final Stage”, pada kondisi
normal (sumbu jalan tegak lurus dengan sumbu jembatan), diperlukan bentang

26
PT. BUANA ARCHICON
normal 40,00 meter. Dengan bentang ini bisa dipenuhi dengan PC I-Girder. Pada
kondisi jembatan miring (Skew) 23º, diperlukan bentang jembatan selebar 40,50
meter.
Dari kajian di atas, Konsultan mengajukan alternative tipe Girder yang akan
digunakan, khususnya untuk bentang dibawah 40,00 meter.
Lampiran- (x).

3.1.3.4. KAJIAN RENCANA TIPE JEMBATAN


1. Jembatan Overpass
Berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan, diperoleh informasi
bahwa jalan-jalan eksisting yang terpotong oleh rencana jalan tol, meliputi:
- Jalan lingkungan
- Jalan Desa
- Jalan Kabupaten
- Jalan Propinsi dan
- Jalan Nasional

Sehubungan dengan hal tersebut, tipe jembatan Overpass yang direncanakan


terdiri dari:
- Jembatan Overpass Pedestrian
- Jembatan Overpass Jalan Desa
- Jembatan Overpass Jalan Kabupaten
- Jembatan Overpass Jalan Propinsi dan
- Jembatan Overpass Jalan Nasional.

A. Lebar Jembatan
Lebar jembatan overpass masing-masig tipe, direncanakan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 tahun 2006 tentang jalan dan
dengan mengakomodasi rencana pengembangan oleh Pemda setempat.

B. Panjang Jembatan
Panjang dan konfigurasi bentang jembatan overpass yang ekonomis,
berdasarkan kajian sebagai berikut:

27
PT. BUANA ARCHICON
- PC I Girder: 30+30 m

Tabel 3.x. Kajian Panjang Bentang

N URAIAN PC-I Girder 30+30 m


o

POTONGAN
1.
MEMANJANG

- Tinggi span (H=170 cm) masih proporsional.


- Perbandingan panjang span pinggir dan tengah
2 ESTETIKA
masih proporsional
- Status BAIK
KENYAMANAN - Agak terganggu dengan adanya Pilar tengah
3
PENGGUNA JALAN
- Status CUKUP
4 PELAKSANAAN MUDAH
WAKTU
5 CEPAT
PELAKSANAAN

Tabel 3.x. Kajian Tipe Bangunan Atas Jembatan Overpass

28
PT. BUANA ARCHICON
KAJIAN TIPE BANGUNAN ATAS JEMBATAN OVERPASS
UNTUK BENTANG 22 M

No. URAIAN BALOK I - GIRDER BALOK U - GIRDER

1 POTONGAN MELINTANG

LEBIH SULIT
2 METODA PELAKSANAAN MUDAH - Cetakan Lebih Sulit
- Erection Lebih Berat

3 WAKTU PELAKSANAAN CEPAT LEBIH LAMA

4 ESTETIKA BAGUS LEBIH BAGUS

5 BIAYA Rp. 895.881.000 (1,00) Rp. 940.675.000 (1,05)

Berdasarkan
6 panjang bentang yang Itelah ditetapkan di atas,
REKOMENDASI II makan dilakukan

kajian terhadap tipe-tipe bangunan atas yang mungkin bisa diterapkan, yaitu:
- PC I – Girder
Dari kajian tersebut direkomendasikan menggunakan PC I-Girder dengan
alasan sebagai berikut:
- Biaya lebih murah
- Pelaksanaan mudah dan cepat
- Estetika cukup bagus

C. Tipikal Potongan Melintang

Gambar 3.x. Tipikal Potongan Melintang Jembatan Overpass

D. Pangkal Jembatan (Abutment)

29
PT. BUANA ARCHICON
Tipe abutment yang digunakan adalah tipe pile cap dan tipe dinding cantilever,
tergantung dari ketinggian elevasi tanah asli dan elevasi rencana.

Gambar 3.x. Tipe Abutment Jembatan Overpass

E. Pilar Jembatan
Tipe pilar jembatan overpass yang digunakan adalah tipe Wall Hammer Head.

Gambar 3.x. Tipe Pilar Jembatan Overpass

30
PT. BUANA ARCHICON
Gambar 3.x. Tipikal Potongan Memanjang Jembatan Overpass Jalan Desa

2. Jembatan Overpass Box


Pada daaerah galian yang memotong jalan eksisting dengan kedalaman yang
mencukupi vertical clearance untuk jalan tol (5,10 m), maka tipe overpass yang
dipilih adalah Overpass Box, karena biaya konstrusinya akan lebih murah
disbanding overpass tipe jembatan.

Gambar 3.x. Potongan Memanjang Overpass Box

3. Jembatan Underpass
Lebar jembatan underpass yang menghubungkan jalan eksisting / lokal yang
terpotong oleh jalan tol adalah sesuai dengan lebar jalan eksisting tersebut
dengan mengakomodasi pengembangan oleh Pihak Pemda setempat.
Sedangkan lebar jembatan underpass yang memotong sungai adalah adalah
sesuai dengan lebar jalan tol.
Pada tahap awal, jalan tol yang dibangun 2 lajur lalu lintas untuk masing-masing
arah, sesuai dengan pentahapan konstruksi agar lebih murah berdasarkan
kebutuhan yang mengacu pada perkembangan lalu lintas.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka lebar jembatan underpass pada
tahap awal untuk masing-masing arah adalah sebagai berikut:

31
PT. BUANA ARCHICON
- Beton parapet tepi = 2 x 0,50m = 1,00 m
- Bahu dalam = 1 x 1,50m = 1,50 m
- Lajur lalu lintas = 2 x 3,60m = 7,20 m
- Bahu Luar = 1 x 3,00m = 3,00 m

Total = 12,70 m

4. Box Underpass

Gambar 5.6. Tipikal Potongan Melintang Box Underpass

3.1.3.5. KAJIAN AWAL HIDROLOGI DAN DRAINASE


1. Data Debit
Data Debit sungai pada lokasi proyek umumnya tidak tersedia, sehingga perlu
dilakukan Estimasi debit banjir yang akan digunakan untuk perencanaan dimensi
saluran, gorong-gorong dan jembatan di daerah proyek dengan menggunakan
persamaan empiris.
Metode Rasional merupakan salah satu dari metode empiris yang sering
digunakan untuk estimasi debit puncak daerah pengaliran sungai kecil. Metode
ini dalam aplikasinya didasarkan pada beberapa asumsi diantaranya yaitu bahwa
pola dan sifat curah hujan terjadi secara merata pada seluruh catchment area
atau lebih besar dari lama waktu konsentrasi aliran dan periode ulang debit
puncak banjir sama dengan periode ulang curah hujan rencana.
Dengan keterbatasan metode rasional pada Catchment Area < 0.8 Km2, metode
lain yang digunakan adalah metode Hidrograf Satuan Sintetis (HSS). metode

32
PT. BUANA ARCHICON
HSS yang sering dipakai diantaranya HSS Nakayasu, HSS ITB I dan HSS
SNYDER.
Untuk pembanding dilakukan dengan drainase module dengan menggunakan
hujan menerus 3 harian terbesar, jika lokasi diperkirakan memerlukan pond/
tampungan banjir sementara.

2. Penentuan Besarnya Catchment Area


Besaran catchment area untuk memperkirakan pengaruh hujan maksimum yang
diperkirakan akan menjadi limpasan maksimum berupa Debit Puncak (Q peak)
masing-masing saluran atau sungai yang ditinjau.
Berikut langkah-langkah yang digunakan oleh konsultan dalam penentuan
catchment area:
a. Pengumpulan data peta bakosurtanal digital yang didalamnya terdapat
gambar sungai dan kontur.
b. Pengeplotan rencana trase jalan tol ke peta Bakosurtanal sehingga dapat
diketahui rencana persilangan sungai-sungai dengan jalan tol.
c. Dari tempat-tempat persilangan tersebut dibuat catchment area untuk masing-
masing sungai dengan memperhatikan kontur-kontur yang ada pada peta
bakosurtanal.
d. Dari peta catchment area yang didapat bisa ditentukan luas catchment area
dan panjang sungai yang digunakan untuk penentuan analisa hidrologi
selanjutnya.
e. Untuk keperluan analisa data curah hujan peta catchment area tersebut
dibagi-bagi menjadi beberapa bagian dengan menggunakan aturan poligon
Thiessen sehingga nantinya dapat ditentukan pengaruh masing-masing
stasiun curah hujan.

3. Survei Lapangan
Dalam pekerjaan Survei Hidrologi, Konsultan akan menyelidiki hal-hal seperti
dibawah ini:
a. Survai terhadap gejala arah aliran, tinggi muka air banjir, dan persilangan
antara aliran air dengan rencana jalan tol.
b. Catchment area dari setiap sungai dan aliran air, dan dampak timbunan dan
galian terhadap arah aliran akan dipelajari secara cermat dengan

33
PT. BUANA ARCHICON
menggunakan peta topografi dan pemeriksaan langsung dilokasi pekerjaan
untuk menetapkan perencanaan penanggulangan banjir.
c. Menginventarisasi data-data jaringan saluran irigasi dan drainase persawahan
yang memotong rencana trase jalan tol.
d. Menginventarisasi rencana tata guna lahan yang terkait terhadap rencana
bangunan persilangan (gorong-gorong, talang dan jembatan).
e. Melakukan estimasi lapangan terhadap elevasi banjir antara lain Normal
Water level dan High Water Level yang pernah terjadi sepanjang koridor
rencana jalan tol serta pada kawasan yang mempengaruhinya.

Hasil dari survei hidrologi digunakan sebagai acuan untuk menghitung curah
hujan rencana, intensitas curah hujan dan debit banjir rencana serta disesuaikan
terhadap periode ulang yang digunakan.
Lingkup pekerjaan survei drainase meliputi:
a. Menyelidiki dan memperkirakan daerah mana yang diperlukan bangunan
drainase;
b. Menyelidiki Sistem drainase yang sudah ada (pipa-pipa drainase, gorong-
gorong, jaringan irigasi, selokan samping, dan lain sebagainya) akan diperiksa
dan dipelajari untuk menyediakan;
 Fasilitas drainase yang memadai (apakah diperlukan perubahan dimensi
berdasarkan dampak rencana jalan tol);
 Kecepatan aliran yang memadai untuk menghindari pengendapan pada
daerah datar dan menghilangkan penggerusan dan erosi didaerah curam;
c. Survai drainase diperlukan untuk melengkapi hasil analisis master plan
drainase yang di dapat dari survai pendahuluan;
d. Memprediksi penempatan rencana saluran-saluran baru yang akan terbentuk
akibat adanya jalan tol antara lain saluran median, saluran samping,
pengumpul saluran dan kaki timbunan;

Mengevaluasi apakah saluran dapat atau perlu direlokasi dengan


memperhatikan
kebutuhan elevasi dan kapasitas yang diperlukan.

3.1.3.6. KAJIAN AWAL KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN/


SALURAN DRAINASE DAN SISTEM DRAINASE

34
PT. BUANA ARCHICON
Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu
kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase
juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan salinitas. Drainase adalah suatu cara pembuangan kelebihan
air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan
akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. (Suhardjono 1948:1).
Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan
air (sumber air permukaan dan bawah permkaan tanah) dan atau bangunan
resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan
dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.
Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain:
a. Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi
air tanah.
b. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
c. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
d. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir.

Tabel 3.x. Bentuk-bentuk umum saluran terbuka dan fungsinya

No. Bentuk Saluran Fungsi


1 Trapesium Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan
limpasan air hujan dengan debit yang besar.
Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuas
kecil.
Bentuk saluran ini dapat digunakan pada
daerah yang masih cukup tersedia lahan.
2 Kombinasi Trapesium Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan
dan Segi empat limpasan air hujan dengan debit yang besar
dan kecil.
Sifat alirannya berfluktuasi besar dan terus
menerus tapi debit minimumnya measih cukup
besar.
3 Kombinasi Trapesium Fungsinya sama dengan bentuk (2), sifat
dengan Setengah alirannya terus menerus dan berfluktuasi
lingkaran besar dengan debit minimum keil. Fungsi
bentuk setengah lingkaran ini adalah untuk
menampung dan mengalirkan debit minimum
35
PT. BUANA ARCHICON
tersebut.
4 Segi empat Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan
limpasan air hujan dengan debit yang besar.
Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi
kecil.
5 Kombinasi segi empat Bentuk saluran segi empat ini digunakan pada
dengan setengah lokasi jalur saluran yang tidak mempunyai
lingkaran lahan yang cukup/terbatas. Fungsinya sama
dengan bentuk (2&3)
6 Setengah lingkaran Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan
untuk debit yang kecil. Bentuk saluran ini
umum digunakan untuk saluran-saluran ruah
penduduk dan pada sisi jalan perumahan
padat

1) Menurut Sejarah Terbentuknya


a. Drainase Alamiah (Natural Drainase) Drainase yang terbentuk secara alami
dan tidak terdapat bangunan-bangunan penunjang seperti bangunan
pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini
terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena grafitasi yang lambat laun
membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.
b. Drainase Buatan (Arficial Drainage) Drainase yang dibuat dengan maksud
dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan – bangunan khusus
seperti selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan
sebagainya.

2) Menurut Letak Bangunan


a. Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage)
Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi
mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa
open chanel flow.
b. Drainase Bawah Permukaan Tanah (Subsurface Drainage)
Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan
melalui media dibawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-
alasan tertentu. Alasan itu antara lain Tuntutan artistik, tuntutan fungsi
permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan
tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman dan lain-lain.
36
PT. BUANA ARCHICON
3) Menurut Fungsi
a. Single Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air
buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lainnya
seperti limbah domestik, air limbah industri dan lain – lain.
b. Multi Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air
buangan baik secara bercampur maupun bergantian.

4) Menurut Konstruksi
a. Saluran Terbuka. Yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan
yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk
drainase air non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan/ mengganggu
lingkungan.
b. Saluran Tertutup, yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk
aliran kotor (air yang mengganggu kesehatan/lingkungan) atau untuk
saluran yang terletak di kota/permukiman.

Gambar 3.x. Drainase Buatan

Pada rencana Jalan Tol Betung – Tempino - Jambi, terdapat beberapa


perlintasan alur sungai kecil, alur-alur tersebut mempunyai lebar dan kedalaman
yang bervariasi. Untuk masing-masing kondisi alur sungai kecil tersebut, akan
diakomodir menggunakan Box Culvert dengan dimensi 2m x 2m, 3m x 2m, 3m
x3m, 4m x 3m dan 6m x 3m baik single maupun double Box tergantung dari debit
banjir kala ulang 50 (Q50) tahun yang melewati alur tersebut. Sedangkan untuk
alur sungai besar (Q50 > 100 m3/s) akan diakomodir dengan struktur Jembatan
Sungai.

37
PT. BUANA ARCHICON
Gambar 3.x. Tipikal Single Box Culvert

Gambar 3.x. Tipikal Double Box Culvert

3.1.3.7. KAJIAN AWAL KONSEP PERENCANAAN PERKERASAN


Pada dasarnya perencanaan desain perkerasan jalan akan mengacu kepada
salah satu Standar/Ketentuan terbaru yang dikeluarkan, yaitu “Manual Desain
Perkerasan Jalan” No.02/M/BM/ 2017.
Metode desain yang digunakan pada Manual Desain Perkerasan adalah metode
Mekanistik Empiris yang dewasa ini telah digunakan secara meluas di berbagai
negara yang telah berkembang. Dengan metode ini analisis struktur perkerasan
dilakukan menggunakan prinsip-prinsip mekanik yang keluarannya digunakan
untuk memprediksi kinerja struktur berdasarkan pengalaman empiris.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal metode Mekanistik Empiris memerlukan
input parameter material dan beban lalulintas yang terperinci dan akurat yang
memerlukan pengujian ekstensif baik di lapangan maupun di laboratorium.
38
PT. BUANA ARCHICON
Sebagai suatu pendekatan yang relatif masih baru di lingkungan kebinamargaan,
sejumlah riset untuk mendukung dan mengembangkan metode ini masih sangat
diperlukan. Diantaranya adalah pengembangan perangkat lunak untuk analisis
yang sangat mendesak, pengkalibrasian output analisis mekanik terhadap
kinerja perkerasan khususnya untuk iklim Indonesia dan kondisi beban
kendaraan yang nyaris tidak terkendali.
Desain struktur perkerasan dalam bentuk katalog memungkinkan pendesain
lebih fokus pada upaya mendapatkan input tersebut. Namun demikian, tidak
berarti bahwa pendesain tidak perlu memahami proses analisis mekanistik.
Pemahaman terhadap metode yang digunakanakan meningkatkan apresiasi dan
kesadaran pendesain mengenai kebutuhan akan data perencanaan yang akurat.
Untuk itu, praktisi perkerasan jalan didorong untuk meningkatkan kemampuan
dengan secara intensif mempelajari metode tersebut.

3.1.3.8. KAJIAN AWAL KONSEP LALU LINTAS


Kajian Lalu lintas ini dimaksudkan untuk mengetahui besaran permintaan
perjalanan dalam hal ini volume lalu lintas yang terjadi pada Jalan Tol Ruas
Betung – Tempino - Jambi Seksi 1 Sta. -0+700 s/d Sta. 44+000. Ruas jalan tol
betung – Jambi Seksi 1 bersisian dengan jalan nasional Provinsi Sumsel Ruas
002 Peninggalan – Sungai Lilin dan ruas 003 Sungai Lilin – Betung. Gambar
berikut menampilkan system jaringan jalan pada lokasi pekerjaan.

39
PT. BUANA ARCHICON
Perkiraan lalu lintas pada jalan tol diperhitungkan terutama untuk keperluan
perhitungan perkerasan dan pentahapan pembangunan. Selain itu perkiraan lalu
lintas pada gerbang tol diperlukan untuk desain plaza tol, geometric jalan akses
serta manajemen dan rekayasa lalu lintas pada simpang sebidang pertemuan
dengan jalan nasional.
Dengan melihat system jaringan jalan yang ada dimana Betung merupakan
simpul lalu lintas (menuju Sekayu, Jambi dan Palembang), gerbang tol Betung
akan melayani lalu lintas yang memiliki asal/tujuan di sekitaran perkotaan Betung
dan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin. Tidak menutup kemungkinan
kendataan dari dan menuju Lubuk Linggau juga menggunkan gerbang tol ini,
mengingat rute melalui Indralaya, Prabumulih dan Muara Enim relatif lebih jauh.
INPUT ANALISIS DESKRIPTIF ANALISIS EVALUATIF ANALISIS PRESKRIPTIF

Preferensi Tarif Preferesi tarif berdasar


Profil Responden Kemampuan Membayar
ATP/WTP Persepsi Atas Tarif
berbagai skenario kondisi
Stated Preference
Kemauan Membayar
eksisting

Data Lalu Lintas Komposisi kendaraan


Proyeksi Volume Lalu Lintas
Tren pertumbuhan
Volume lalin Jalan Tol Betung – Jambi
Volume jam puncak
History lalu lintas Perkiraan volume transaksi
Waktu perjalanan
Kecepatan perjalanan Gerbang Tol Betung
Fluktuasi lalu lintas
Tingkat pelayanan jalan
Pembebanan awal jaringan
Jaringan Jalan
Panjang ruas Zonasi
Linkage Link & node pergerakan Pembebanan masa
Geometrik Kapasitas jaringan jalan yang akan datang
Pengaturan

Pola Asal Tujuan


Model sebaran pergerakan Sebaran pergerakan
Pergerakan Orang Matriks asal tujuan
Pergerakan barang saat ini masa y.a.d

Tata Guna Lahan Bangkitan dan tarikan


Sebaran, luasan & Rencana pengembangan jar.
pergerakan saat ini Bangkitan dan
intensitas guna lahan Jalan dan sarana
Dokumen RTRW transportasi Jaringan jalan masa YAD tarikan masa YAD
RUJJ Peruntukan lahan masa YAD

Profil Sosial Ekonomi


Tingkat pertumbuhan Kondisi sosial ekonomi
Demografi
PDRB Tren pertumbuhan masa yang akan datang

Pendekatan analisis perkiraan permintaan lalu lintas akan dilakukan sesuai


dengan bagan alir di atas. Untuk keperluan analisis perkiraan permintaan lalu
lintas tersebut, diperlukan kegiatan pengumpulan data diantaranya:
a. Pengumpulan dan Kajian Data Sekunder, yang meliputi:
- Data Lalu lintas yang ada di wilayah studi yang berasal dari kegiatan studi
terkait dan data lainnya yang dapat dijadikan sebagai data penunjang
kajian
- Data sosial-ekonomi pada masing-masing wilayah dimana ruas jalan tol
berada - Data program kebijakan pembangunan di wilayah studi

40
PT. BUANA ARCHICON
- Data lainnya diluar yang disebutkan diatas yang dinilai berpengaruh
secara strategis terhadap rencana pembangunan Jalan Tol Trans
Sumatera
b. Survei Lapangan
Survei lapangan ini merupakan rangkaian survei lalu lintas yang perlu
dilakukan untuk mendukung kajian lalu lintas. Survei lapangan yang perlu
dilakukan antara lain:
- Survei Penghitungan Volume Lalu Lintas Terklasifikasi (Classified Traffic
Counting Survei) Survei ini bertujuan untuk mendapatkan besaran volume
lalu lintas eksisting yang melintas pada suatu ruas jalan, dilakukan
dengan durasi minimal 7 x 24 jam.
- Survei Penghitungan Volume Lalu Lintas Terklasifikasi pada
persimpangan (Intersection Classified Traffic Counting Survei) Survei ini
bertujuan untuk mendapatkan besaran volume lalu lintas eksisting pada
masing-masing lengan di Simpang Betung untuk mengetahui distribusi
pergerakan kendaraan yang terjadi di simpul/persimpangan tersebut.
Survey dilakukan dengan durasi minimal 7 x 24 jam atau untuk
mendapatkan pergerakan kendaraan pada saat peak dan off-peak.
- Survei Asal Tujuan Perjalanan (Origin-Destination Survei), dengan
menggunakan metode road side interview, survei ini bertujuan untuk
mendapatkan pola pergerakan yang terjadi di suatu wilayah dengan
keluaran berupa Matriks Asal Tujuan Perjalanan. Penentuan titik survei
dilakukan sedemikian rupa dengan mencermati kondisi di wilayah studi
dan kecenderungan pergerakan yang mungkin terjadi terkait dengan
layanan gerbang tol Betung.
- Survei Waktu Perjalanan dan Tundaan (Travel Time and Delay) Survei ini
bertujuan untuk mendapatkan kondisi kinerja jaringan jalan eksisting yang
terjadi pada koridor yang sejajar dengan rencana pembangunan jalan tol
sebagai dasar analisis shifting dan pembebanan jaringan jalan
- Survei Kesediaan dan Kemampuan Membayar (Willingness to Pay / WTP
dan Avalability to Pay/ATP) Survei wawancara yang bertujuan untuk
mengetahui keinginan dan kemampuan membayar tol dari pihak
pengguna jalan (road user), termasuk pendapat pengguna jalan (road
user) terhadap nilai waktu (Value of Time). Hasil survei WTP dan ATP
41
PT. BUANA ARCHICON
diperlukan guna menganalisa kesesuaian tarif tol serta melihat
probabilitas pemilihan rute didasarkan tarif Rencana dan jasa layanan
yang didapatkan pengguna jalan.

- Inventarisasi jaringan jalan di sekitar daerah pembangunan jalan tol


terutama pada lokasi rencana simpang akses tol, dengan mengetahui
geometric jalan dan perlengkapan jalan eksisting dapat direncanakan
simpan sebidang jalan tol yang paling optimal, sehingga dengan adanya
simpul pergerakan baru yang melayani kendaraan keluar/masuk tol,
kinerja jaringan jalan tetap dapat dipertahankan.

Survey Pendahuluan Penentuan lokasi survey dan kebutuhan personil

Mengetahui populasi kendaraan harian, komposisi kendaraa, karakteristik jam


Traffic Counting Ruas 7x24 jam puncak, serta fluktuasi lalu lintas pada periode weekend dan weekday

Mengetahui pola pergerakan pada simpang, yang mendistribusikan lalu lintas ke


CTMC/Cacah LL Simpang 7x24 pusat kegiatan di sekitarnya

Asal Tujuan Perjalanan (Road untuk mengetahui besaran lalu lintas yang terdiversi ke jalan tol, serta jumlah
Side Interview) kendaraan yang keluar masuk di gerbang tol

Survey Kecepatan/Waktu Mengetahui waktu perjalanan jalan eksisting, sehingga dalam pemodelan dapat
tempuh (Moving Car Observer) diketahui manfaat penghematan waktu jalan tol

Wawancara ATP/WTP/Stated Mengetahui probabilitas pengguna jalan berpindah ke jalan tol serta keinginan
Preference membayar sesuai jasa layanan yang didapatkan

Inventarisasi (kapasitas, pusat Mengetahui geometric jalan eksistingh, perlengkapan jalandan fasilitas
kegiatan, tundaan) keselamatan untuk evaluasi kinerja dan perencanaan simpang sebidang

Gambar di atas menampilkan resume pengumpulan data yang akan


dilakukan, sementara gambar di bawah ini menampilkan rencana lokasi
survei lapangan untuk keperluan analisis perkiraan permintaan lalu lintas
jalan tol dan transaksi gerbang dan perkiraan lalu lintas jalan akses.Dalam
pelaksanaannya survey akan dilakukan sampai dengan/overlap ruas tol yang
berbatasan, hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kendaraan
42
PT. BUANA ARCHICON
dari batas kordon dapat teridentifikasi terutama berkaitan dengan zonasi asal
tujuan perjalanan yang akan sangat mempengaruhi pemilihan rute/shifting
kendaraan ke jalan tol.

Pemodelan transportasi adalah upaya merepresentasikan permintaan


perjalanan pergerakan secara sederhana yang akan digunakan untuk
memprediksikan (forecasting) jumlah perjalanan pada masa yang akan
datang. Permintaan perjalanan ini umumnya dimodelkan dalam 4 tahapan
(four step models) yang terdiri atas (Salter, 1976) yaitu:
a. Model bangkitan dan tarikan perjalanan (trip generation model)
b. Model distribusi Perjalanan (trip distribution model)
c. Model pemilihan moda (modal split model)
d. Model pembebanan perjalanan (trip assignment model)

Keempat tahapan pemodelan transportasi ini dilakukan untuk mengetahui


karakteristik perjalanan untuk setiap guna lahan dengan menghitung jumlah
perjalanan dari suatu zona dan yang tertarik ke suatu zona, jenis kendaraan
yang digunakan, distribusi perjalanan antar zona serta pembebanannya
pada rute yang tersedia. Masing - masing tahap dalam model berupa
pengembangan hubungan secara matematis guna mensimulasikan situasi
yang sebenarnya berdasarkan hasil pengumpulan data dengan tahapan
43
PT. BUANA ARCHICON
sesuai bagan alir pelaksanaan pekerjaan. Secara umum metode pemodelan
yang akan dilakukan meliputi sub-sub tahapan berikut ini:
 Pembagian zona
 Pemodelan jaringan jalan
 Perhitungan bangkitan dan tarikan perjalanan
 Perhitungan sebaran perjalanan
 Menghasilkan Matriks Asal Tujuan perjalanan di wilayah studi
 Pembebanan rute jaringan jalan di wilayah studi
 Perhitungan faktor pertumbuhan
 Perhitungan Matriks Asal Tujuan masa depan di wilayah studi
Proses pengembangan model juga akan termasuk prosedur
peramalan/prediksi kebutuhan penyediaan jaringan jalan pada saat proses
kalibrasi dan validasi model telah dilakukan secara keseluruhan. Prosedur
tersebut membutuhkan persiapan data-data sebagai berikut:
1. Data sosio-ekonomi dan demografi untuk masa mendatang sesuai
dengan kebutuhan data untuk pemodelan bangkitan perjalanan sesuai
dengan zona dalam wilayah studi.
2. Data perencaraan pusat kegiatan, tata guna lahan dan perencanaan
lainnya untuk masa yang akan datang sesuai dengan kebutuhan data
untuk pemodelan tarikan perjalanan sesuai dengan zona dalam studi.
3. Kondisi jaringan jalan di masa mendatang, termasuk di dalamnya
pekerjaan pengembangan jaringan jalan dan angkutan umum yang
sudah ditetapkan oleh Pemerintah atau pengembangan lainnya yang
bersifat rencana.
Berdasarkan data-data masukan tersebut, model transportasi dapat
dijalankan untuk mendapatkan pembebanan arus lalu lintas pada jaringan
jalan di masa yang akan datang. Secara umum pemodelan transportasi di
wilayah studi akan menggunakan metoda pemodelan transportasi empat
tahap, model menghitung jumlah perjalanan antara masing-masing zona asal
dan tujuan untuk menghasilkan suatu Matriks Asal Tujuan (MAT) perjalanan,
dimana MAT ini akan ditambahkan dengan pergerakan yang terbangkitkan
akibat perubahan guna lahan.

44
PT. BUANA ARCHICON
Selanjutnya MAT yang dihasilkan dibebankan ke jaringan jalan untuk melihat
penyebaran dari jumlah perjalanan yang ada dalam MAT ke dalam model
jaringan jalan yang sudah dibuat. Hasil dari pemodelan harus divalidasi dan
dibandingkan dengan data hasil observasi langsung di lapangan guna
menjamin tingkat akurasi model tersebut
Rencana tata guna lahan Prediksi Demografi
masa mendatang sesuai zona dan Sosio Ekonomi

Model Tarikan Model Bangkitan


Perjalanan Perjalanan

Sumber: Tamin, 2000

Prediksi Trip End


Masing-masing Zona
Rencana Pengembangan
Jaringan Jalan

Model Pemilihan Model Distribusi


Moda Perjalanan

Prediksi MAT dan Rekomendasi Prioritas


Pembebanan Jaringan Penyediaan JAringan

Gambar 3.x. Prosedur prediksi kebutuhan transportasi masa mendatang

Tahap pembebanan jaringan dilakukan dengan melakukan pembebanan


atas permintaan perjalanan ke sistem jaringan jalan dengan tujuan untuk
mendapatkan arus di ruas jalan dan/atau total biaya perjalanan di dalam
jaringan yang ditinjau. Dalam tahap ini terjadi interaksi langsung antara
permintaan dan sediaan, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai ukuran
dalam penilaian kinerja (performance) jaringan jalan akibat adanya
perubahan (skenario) permintaan dan/atau sediaan. Tahap ini menyangkut
tiga komponen utama, yaitu matriks pergerakan, jaringan (supply) dan
mekanisme pembebanan.
Prinsip kerja CONTRAM pada dasarnya hampir sama dengan perangkat
lunak pembebanan lalu lintas lainnya yaitu menggunakan prinsip batasan
minimum (shortest path), yaitu para pengemudi diasumsikan telah mengenal
kondisi lalu lintas yang ada, sehingga mereka akan memilih rute dengan
perjalanan minimum. Berdasarkan pertimbangan terhadap lintasan minimum
tersebut, selanjutnya perjalanan kendaraan dari tempat asal ke tempat tujuan
45
PT. BUANA ARCHICON
dibebankan pada masing-masing ruas jalan yang membangun lintasan
minimum tersebut.
Metode pembebanan yang dipergunakan adalah model All or Nothing
Capacity Restraint dimana pembebanan dilakukan adalah secara paket demi
paket kedalam lintasan minimum, kemudian akan menghasilkan suatu pola
lalu lintas tertentu pada jaringan yang digunakan untuk iterasi berikutnya
ketika masing – masing paket kembali dibebankan ke dalam lintasan
minimum yang baru sehingga tercapai equilibrium trip assignmen. Data yang
di butuhkan Untuk aplikasi contram ialah data nyata yang di ambil dari
lapangan data Input terbagi menjadi 3 yaitu:
 Data jaringan jalan,Data simpang, data ruas Kapasitas,
Kecepatan,panjang link,waktu perjalanan,signal simpang yang di
masukan di dalam file dengan format (.net)
 Data permintaan lalu Lintas atau Data perjalanan dalam bentuk Matrik
O/D dimana pendistribusiannya berdasarkan kelas – kelas kendaraan,
yaitu “C” (car) yaitu jenis kendaraan sedan/ kendaraan pribadi, “B”
(bus) dalam hal ini dapat digunakan sepeda motor, “L” yaitu untuk
kendaraan barang. Adapun distribusi kendaraan perjalanan asal
tujuan dengan berdasarkan moda/kendaraan yang dipergunakan yaitu
berdasarkan modal split pada daerah studi dan disimpan dalam File
(.dem).
 Data Sistem pengendalaian jaringan (Control Data).di bentuk dalam
file (.con)

3.1.3.9. KAJIAN AWAL KONSEP PERENCANAAN GERBANG TOL BANGUNAN DAN


FASILITATOR
Lingkup pekerjaan jasa konsultasi perencanaan desain teknik gerbang, kantor
gerbang, kantor ruas, kantor cabang dan fasilitas penunjang pegoperasian Jalan
Tol, meliputi:
a. Konsep desain dari gerbang, kantor gerbang, kantor cabang dan fasilitas
penunjang pegoperasian Jalan Tol, terdiri atas:
- Gambar 3D fasade beserta situasi lingkungan.
- Gambar 2D skematik perletakkan fungsi ruang berdasarkan tahapan
kegiatan utama
46
PT. BUANA ARCHICON
- Pendukung dari pengoperasian tol, tingkat privasi dan aksesibilitas.
Pemaparan dapat disesuaikan dengan pedoman teknis dan estetika yang
berlaku dalam kaidah analisis perencanaan dan perancangan.
b. Gambar Rencana Teknik Akhir (RTA) gerbang, kantor gerbang, kantor
cabang dan fasilitas pendukung pengoperasian Jalan Tol berupa penyajian
gambar secara teknis dalam bentuk 2D maupun 3D yang meliputi:
- gambar detail arsitektur,
- gambar struktur,
- gambar MEP, dan
- gambar lansekap. Gambar Rencana Teknik Akhir ini dapat disesuaikan
dengan pedoman teknis yang berlaku.
c. Spesifikasi dan material yang digunakan.
d. Bill of Quantities dan Engineering Estimation (EE)

3.1.3.10. KAJIAN AWAL KONSEP PERENCANAAN TI/TIP


Perencanaan TI / TIP yang akan dilaksanakan akan mengacu kepada Pedoman
PUPR Nomor 10/PRT/M/2018 tentang “Tempat Istirahat dan Pelayanan pada
Jalan Tol”.
Tempat Istirahat dan Pelayanan atau TIP adalah suatu tempat istirahat yang
dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum bagi pengguna Jalan Tol, sehingaga
baik bagi pengemudi, penumpang maupun kendaraannya dapat beristirahat
untuk sementara. TIP dikelompokkan kedalam 3 (tiga) tipe yaitu TIP tipe A, TIP
tipe B dan TIP tipe C.

TIP tipe A paling sedikit dilengkapi dengan fasilitas umum, meliputi Pusat
Anjungan Tunai Mandiri dengan fasilitas isi ulang kartu tol, toilet, klinik
kesehatan, bengkel, warung atau kios, minimarket, musholla, stasiun pengisian
bahan bakar umum (SPBU), restoran, ruang terbuka hijau dan sarana tempat
parkir.
TIP tipe B paling sedikit dilengkapi dengan dilengkapi dengan berbagai fasilitas
umum meliputi Pusat Anjungan Tunai Mandiri dengan fasilitas isi ulang kartu tol,
toilet, klinik kesehatan, bengkel, warung atau kios, minimarket, musholla,
restoran, ruang terbuka hijau dan sarana tempat parkir.

47
PT. BUANA ARCHICON
TIP tipe C paling sedikit dilengkapi dengan dilengkapi dengan berbagai fasilitas
umum meliputi toilet, klinik kesehatan, bengkel, warung atau kios, minimarket,
musholla, restoran, ruang terbuka hijau dan sarana tempat parkir. TIP tipe C
hanya dioperasikan pada masa libur panjang, libur lebaran/natal, dan tahun baru.

Ketentuan teknis jarak interval antar TIP adalah:


a. TIP tipe A disediakan paling sedikit 1 (satu) untuk setiap jarak 50 km (lima
puluh kilometer) setiap jurusan;
b. Jarak TIP tipe A dengan TIP tipe A berikutnya yaitu paling sedikit 20 km (dua
puluh kilometer);
c. TIP tipe B dapat disediakan pada Jalan Tol antarkota yang memiliki panjang
lebih dari 30 km (tiga puluh kilometer);
d. Jarak minimum antar TIP tipe A dan tipe B yaitu 10 km (sepuluh kilometer);
e. Jaring minimum antara TIP tipe B dan TIP tipe B berikutnya yaitu 10 kn
(sepuluh kilometer); dan
f. Jarak minimum antara TIP tipe C dan TIP tipe A, TIP tipe B serta TIP tipe C
yanitu 2 km (dua kilometer).

Kebutuhan luasan lahan untuk area TIP, diatur dengan kketentuan sebagai
berikut:

a. TIP tipe A mimiliki luas paling sedikit 6 ha (enam hektar) dengan lebar paling
sedikit 150 m (serratus lima puluh meter);
b. TIP tipe B memiliki luas peling sedikit 3 ha (tiga hektar) dengan lebar peling
sedikit 100 m (seratus meter);
c. TIP tipe C memiliki luas paling sedikit 2.500 m² (dua ribu lima ratus meter
persegi) dengan lebar paling sedikit 25 m (dua puluh lima meter).

Untuk Rencana Jalan Tol Betung – Tempino – Jambi Seksi 1, lokasi TIP satu
pasang tipe A pada Sta. ± 24+750.

3.1.3.11. KAJIAN AWAL KONSEP PERENCANAAN PERAMBUAN DAN MARKA


JALAN
Rambu
Analisis perencanaan ini mencakup:
a. Fungsi rambu yang dikelompokkan menjadi:
- Rambu peringatan

48
PT. BUANA ARCHICON
- Rambu larangan
- Rambu perintah
- Rambu petunjuk

b. Papan tambahan
Papan tambahan adalah papan yang memberikan penjelasan lebih lanjut
dari suatu rambu yang berisi ketentuan waktu, jarak, jenis kendaraan, dan
ketentuan lainnya yang dipasang untuk melengkapi rambu lalu-lintas jalan.
c. Warna dasar dan lambang rambu
- Rambu peringatan: warna dasar kuning dengan lambang atau tulisan
berwarna hitam.
- Rambu larangan: warna dasar putih dengan tepi berwarna merah dengan
pengecualian apabila ada garis serong berwarna merah lambang dan atau
tulisan berwarna hitam, kecuali kata-kata tulisan warna merah.
- Rambu perintah: warna dasar biru dengan lambang atau tulisan berwarna
putih.
- Rambu petunjuk
• Rambu petunjuk yang menyatakan tempat fasilitas umum, batas
wilayah suatu daerah, situasi jalan, serta tempat khusus, warna
dasar biru.
• Rambu petunjuk pendahulu jurusan, jurusan dan penegas jurusan
yang menyatakan petunjuk arah untuk mencapai tujuan antara lain
kota, daerah/wilayah serta rambu yang menyatakan nama jalan
dinyatakan dengan warna dasar hijau dengan lambang dan atau
tulisan warna putih.
• Khusus rambu petunjuk jurusan kawasan dan objek wisata
dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang dan atau
tulisan warna putih.
- Papan tambahan: warna dasar putih dengan tulisan dan bingkai berwarna
hitam.
d. Penempatan rambu

49
PT. BUANA ARCHICON
- Rambu ditempatkan disebelah kiri menurut arah lalu-lintas, di luar jarak
tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalu-lintas
- Penempatan rambu dilakukan sedemikian rupa, sehingga mudah terlihat
dengan jelas bagi pemakai jalan dan tidak merintangi lalu-lintas
kendaraan atau pejalan kaki
- Dengan pertimbangan teknis tertentu, sesuatu rambu dapat ditempatkan
di sebelah kanan atau di atas daerah manfaat jalan.
e. Bentuk dan lambang rambu
Bentuk dan lambang rambu dapat dilihat pada gambar dalam lampiran
Keputusan Menteri Perhubungan No. PM 13 Tahun 2014 tentang Rambu
Lalu lintas.

Marka Jalan
a. Jenis, Bentuk Dan Ukuran
Jenis, bentuk, warna dan ukuran marka Jalan Tol yang sama dengan marka
jalan pada umumnya sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Republik Indonesia Nomor PM 67 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 34 Tahun 2014 tentang Marka
Jalan.
Jenis, bentuk, warna dan ukuran marka Jalan Tol yang lain, adalah marka
panah yang berfungsi mengarahkan pengemudi untuk pindah lajur pada
lokasi penyempitan / pengurangan lajur.
b. Jenis Material
- Jenis material marka Jalan Tol adalah material thermoplastik bercampur
glassbeads dan memenuhi persyaratan AASHTO M 249-79 (1990) atau
yang setaraf.
- Glassbeads yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan AASHTO
M 247 atau yang setaraf.
c. Spesifikasi
Spesifikasi marka di Jalan Tol sebagaimana yang tercantum dalam standar
desain tersebut diatas.

3.1.3.12. KAJIAN AWAL KONSEP PERENCANAAN PJU DALAM JALAN TOL

50
PT. BUANA ARCHICON
Analisis perencanaan sistem penerangan jalan mencakup perencanaan jalan
umum (PJU) pada tempat-tempat yang dibutuhkan, sumber tenaga listrik dari
PLN, dan area kuat penerangan untuk PJU.

3.1.3.13. KAJIAN AWAL KONSEP LANSEKAP


Lansekap jalan adalah ruang yang terjadi pada penataan suatu ruas jalan yang
dibentuk oleh topografi badan jalan dan lahan di sekitar badan jalan, struktur
bangunan pada jalan atau bangunan penunjang, serta habitat tanaman yang
terjadi atau ditanam pada lahan di sekitar ruas jalan.
Adapun tanaman pada landscape jalan berfungsi sebagai berikut:
a. Penutup Tanah
Tanaman sebagai penutup tanah berfungsi sebagai penahan erosi,
pelindung tanah, hijauan.
b. Peneduh
Tanaman sebagai peneduh berfungsi sebagai penghalang terik matahari,
paru-paru jalan, penahan erosi.
c. Estetika
Tanaman sebagai estetika berfungsi sebagai pembentuk ruang eye-cathcer,
penghias atau memperindah jalan melalui keragaman jenis, warna, bentuk
penanaman, pola tanam dan lain-lain.
Metodologi dalam perencanaan tersebut di atas adalah sebagai berikut.
a. Survei Tanaman dan Lansekap Jalan
- Analisis keadaan fisik site
Ruang yang terjadi, peruntukan, drainase.
- Analisis kondisi tanah & kelembaban udara
Kandungan, keasaman tanah, kelembaban tanah dan udara, curah hujan.
- Analisis tanaman
Tanaman yang sesuai dengan kondisi setempat, sesuasi dengan
peruntukan, serta mendukung program lingkungan hidup.
b. Perencanaan Lansekap Jalan
- Kesesuaian desain ruang jalan.
- Fungsional dan estetika.
- Kesesuaian penggunaan tanaman daerah setempat yang cocok dengan
habitat serta disukasi burung.
51
PT. BUANA ARCHICON
- Kesesuaian dengan persyaratan dan petunjuk teknis yang ada.

3.2. METODE DAN JADWAL PELAKSANAAN


Lingkup pekerjaan Metode dan Jadwal Pelaksanaan meliputi, tetapi tidak
terbatas pada:
1. Metode pelaksanaan pekerjaan
Metode pelaksanaan mencakup cara melaksanakan item pekerjaan dan
manajemen operasi sumber daya terutama alat berat, tenaga kerja, dan
material, sehingga dapat diketahui kebutuhan sumber daya dan kebutuhan
waktu penyelesaian proyek.
Ditinjau untuk pekerjaan utama (major work) dengan tingkat kesulitan yang
tinggi, terdapat beberapa pekerjaan antara lain:
- Pengangkutan raw material dari quarry ke Crushing Plant
- Crushing Plant Operation
- AMP operation, Transportation hotmix & Overlay
- Pekerjaan Subbase & Base Coarse
- Pekerjaan timbunan tanah
- Pekerjaan galian tanah
- Pekerjaan beton
2. Perhitungan produksi alat berat
Penyedia jasa wajib memperhitungkan kapasitas produksi masing – masing
alat berat yang meliputi:
- Bulldozer
- Wheel Loader
- Excavator
- Dump Truck
- Motor Grader
- Vibratory Roller, Three Wheel Roller, Tandem Roller, PTR
52
PT. BUANA ARCHICON
- Asphalt Finisher
- Asphalt Mixing Plant
- Stone Crusher
- Concrete Batching Plant

3. Pendekatan kondisi kerja


Untuk mendapatkan pendekatan job efficiency yang lebih akurat dan realistis
dengan mempertimbangkan kondisi lapangan dan operasional alat, perlu
dilakukan analisis khusus kondisi kerja.
4. Analisis waktu penyelesaian
Gambar di bawah ini menunjukkan beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam menentukan waktu pelaksanaan konstruksi.

Gambar di atas disusun dengan asumsi berupa:


a. Penggunaan alat-alat berat mendekati efisiensi 100%
b. Tidak ada overtime (diusahakan seminimal mungkin)
c. Cycle time khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan mayor, agar optimal
dalam menentukan kapasitas alat, waktu, siklus, jumlah, dan sebagainya.
Dari volume pekerjaan utama, dapat ditentukan kebutuhan waktu
penyelesaian proyek setelah diperhitungkan item pekerjaan lain. Atau
sebaliknya dapat dicari alat yang tepat agar waktu yang tersedia tidak
terlampaui. Akhirnya, Schedule Pelaksanaan dapat dibuat. Demikian juga
dapat dilakukan pendekatan manajemen operasional alat berat di dalam
proyek dalam rangka menerapkan metode konstruksi secara mekanis.

53
PT. BUANA ARCHICON
5. Spesifikasi alat dan bahan
6. Jenis dan tahapan pekerjaan
7. Menyusun Jadwal Kerja Rinci, Daftar Personel dan Daftar Peralatan
Kontraktor
8. Metode penilaian hasil pekerjaan
3.3. PELAPORAN
3.3.1. UMUM

Dalam rangka penyelesaian keseluruhan proses pelaksanaan kegiatan ini,


maka akan dituangkan ke dalam laporan-laporan yang secara bertahap akan
disiapkan oleh konsultan.

3.3.2. SISTEM PELAPORAN

Sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK) Sistem Penyajian Laporan dalam
pelaksanaan pekerjaan ini adalah sebagai berikut.

1. Laporan Pedahuluan
Dalam laporan pendahuluan memuat informasi antara lain:
a. Perhitungan kebutuhan survei tambahan berdasarkan data dan perencanaan
Basic Design yang diberikan pengguna jasa kepada Penyedia Jasa yang
meliputi data topografi, data penyelidikian tanah dan perencanaan geoteknik,
data hidrologi, data perencanaan geometri, data perencanaan perkerasan,
data perencanaan struktur, data perhitungan kuantitas dan data pekerjaan
lainnya.
b. Gambaran umum lokasi studi dan data eksisting.
c. Metodologi kerja dan analisis yang akan diterapkan.
d. Program kerja dan jadwal pelaksanaan.
e. Metode survei/jadwal survei dan pengumpulan data.
f. Form-form survei lapangan yang akan digunakan.

Laporan Pendahuluan diselesaikan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender


setelah SPMK. Laporan Pendahuluan akan dipresentasikan pada Rapat
Pendahuluan dan hasil Pembahasan dituangkan dalam Berita Acara yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak.

2. BIM Execution Plan (BEP)


Dalam BIM Execution Plan memuat informasi antara lain:
54
PT. BUANA ARCHICON
a. Pendahuluan, yang berisi Latar Belakang, Informasi Umum Proyek, BIM
Objectives, Standar Acuan BIM dan Referensi, serta Tujuan Pemanfaatan
BIM
b. Sumber Daya, yang terdiri atas Struktur Organisasi Proyek, Struktur
Organisasi BIM, dan Hardware serta Software yang digunakan
c. Manajemen Data dan Informasi, yang terdiri atas Standar, Peran dan
Tanggung Jawab Stakeholder, Pembuatan dan Manajemen Model
d. Persyaratan Teknis, yang berisi Software Platforms, Format Pertukaran
Informasi, Sistem Koordinat, Tingkat Kedetailan, dan Spesifikasi Model BIM
Execution Plan (BEP) akan dipresentasikan pada Rapat Pendahuluan dan
hasil pembahasan dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh
kedua belah pihak.

3. Laporan Antara
Dalam Laporan Antara memuat informasi antara lain:
a. Review data dan perencanaan Basic Design berdasarkan data yang
diberikan oleh Pengguna Jasa kepada penyedia jasa yang meliputi data
topografi, data penyelidikan tanah dan perencanaan geoteknik, data
hidrologi, data perencanaan geometri, data perencanaan perkerasan,
perencanaan struktur, data perhitungan kuantitas, dan data pekerjaan
lainnya beserta rekomendasi tindak lanjutnya.
b. Laporan Kriteria Desain.
c. Hasil survei topografi yang disajikan dalam bentuk peta topografi dengan
skala sesuai dengan ketentuan yang ada.
d. Analisis Perencana Hidrologi (Muka Air Banjir Maksimum)
e. Laporan Pemodelan hasil survei geolistik.
f. Analisis data geologi dan penggambaran data geologi.
g. Video drone dan foto dokumentasi.
h. Perencanaan awal geometri Jalan Tol.

Perencanaan awal geometri dibuat dalam bentuk 3D menggunakan software


original yang compatible dengan Software Autodesk Civil 3D dan Software
Infraworks. Data diberikan berupa format extension “.dwg”,”.xml”, serta native
format.

55
PT. BUANA ARCHICON
Laporan Antara akan dipresentasikan pada Rapat Antara dan hasil pembahasan
dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.

4. Laporan Geoteknik
Dalam laporan Antara memuat informasi antara lain berupa hasil survei
penyelidikan tanah dan laboratorium. Laporan Geoteknik akan dipresentasikan
pada Rapat Geoteknik dan hasil pembahasan dituangkan dalam Berita Acara
yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.

5. Draft Laporan Akhir RTA


a. Analisis perencanaan drainase Jalan Tol
b. Analisis perencanaan geometri Jalan Tol
c. Analisis perencanaan geoteknik meliputi antara lain:
- Desain galian dan timbunan dengan batasan-batasan ketinggian yang
disarankan oleh Penyedia Jasa serta penanganan-penanganan khusus dan
improvement apabila diperlukan peningkatan daya dukung tanah dan
perkuatan lereng.
- Analisis kondisi tanah pada elevasi subgrade yang direncanakan di daerah
galian disertai penanganan-penanganan khusus dan improvement apabila
diperlukan peningkatan daya dukung tanah.
- Perhitungan daya dukung tanah untuk perencanaan fondasi bangunan
struktur.
- Stratigrafi klasifikasi lapisan tanah.
d. Analisis perencanaan perkerasan Jalan Tol.
e. Analisis perencanaan struktur.
f. Perencanaan guard rail, barrier, rambu, marka jalan, gerbang tol,kantor
gerbang tol, fasilitas tol, rest area, mekanikal elektrikal, penerangan jalan, dan
lansekap.
g. Gambar desain rancang bangun
Urutan penggambaran pada laporan gambar desain mengacu pada Sub Bab
4.7. Gambar desain rancang bangun sudah dibuat dengan implementasi BIM
dengan output 3D Modelling sesuai dengan tingkat kedetailan LOD 300 – 350.

56
PT. BUANA ARCHICON
Model dibuat dalam bentuk 3D menggunakan software original yang
compatible dengan Software Autodesk Civil 3D Software Infraworks, dan
Software Revit. Data diberikan berupa format extension “.dwg”, ”.xml”, “.ifc”,
serta native format.
h. Perhitungan kuantitas dan biaya dibuat dalam bentuk 5D Volume & Cost
Estimation menggunakan software original yang compatible dengan Software
Revit, Software Civil3D, dan Software Microsoft Excel. Data diberikan berupa
format extension “.xlsx“ serta native format.
i. Simulasi dan Rencana Jadwal Pelaksanaan Konstruksi 4D Schedulling
menggunakan software original yang compatible dengan Software Navisworks
dan Software Infraworks. Data diberikan berupa format extension “.mpp” atau
“.xer” serta native format.
j. Laporan Perencanaan Gerbang, Fasilitas Kantor Gerbang dan Lansekap.
k. Manual pemeliharaan jalan dan bangunan.
l. Laporan dan gambar metode konstruksi.
m.Dokumen Teknik.

Draft Laporan Akhir disusun sebagai Laporan Hasil Akhir Sementara sekaligus
sebagai bahan presentasi akhir untuk mendapatkan masukanmasukan dari
instansi-instansi terkait.

6. Laporan Akhir RTA


a. Penyempurnaan dari draft laporan akhir setelah mendapat masukan/koreksi
dari pemberi tugas dan instansi terkait lain.
b. Desain Rencana serta Simulasi Pelaksanaan Konstruksi dalam tingkat
kedetailan sesuai yang sudah disebutkan serta disampaikan pula video
animasi menggunakan software original yang compatible dengan Software
Infraworks dan Navisworks. Data diberikan berupa softcopy “.MP4”.
c. Kajian lalu lintas yang berisi:
- Kondisi saat ini dan rencana pembangunan infrastruktur jalan tol;
- Kondisi saat ini dan rencana pengembangan kawasan sekitar;
- Kondisi saat ini dan rencana jaringan jalan dan persimpangan;
- Penetapan tahun dasar yang dipakai sebagai dasar analisis;
- Kebutuhan pengumpulan data lalu lintas;

57
PT. BUANA ARCHICON
- Karakteristik dan intensitas tata guna lahan eksiting maupun kondisi yang
akan datang;
- Hasil Pelaksanaan Pengumpulan data;
• Hasil monitoring dan inventarisasi pusat-pusat kegiatan yang beraktivitas
tinggi.
• Hasil inventarisasi jaringan jalan yang menimbulkan bangkitan
perjalanan yang sangat tinggi dan membebani jalan di sekitarnya.
• Hasil inventarisasi prasarana dan fasilitas pendukung lalu lintas.
• Hasil survei volume lalu lintas pada simpang.
• Hasil survei antrian, tundaan di persimpangan.
- Hasil pengolahan data:
• Analisis terhadap factor pertumbuhan yang terjadi di wilayah studi
• Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang terklasifikasi pada jenis
kendaraan sesuai dan besaran volume potensial tol
• Kinerja jaringan jalan eksisting dan proyeksinya dimasa mendatang
• Distribusi pergerakan kendaraan pada masing-masing lengan di
persimpangan berikut kinerja persimpangan yang terjadi disaat ini.
• Hasil analisis dampak yang diakibatkan jalan tol terhadap jaringan jalan
eksisting terutama pada persimpangan sebidang jalan tol.
• Rekomendasi terhadap penataan, manajemen dan rekayasa lalu lintas
serta upaya-upaya untuk meminimalkan titik konflik pada lokasi
persimpangan sebidang antara jalan tol dengan jalan non tol sampai
dengan akhir masa konsesi jalan tol.
• Penyediaan data-data yang nantinya digunakan sebagai dasar desain
simpang sebidang dalam Detail Engineering Design (DED).
• Analisis data penunjang lainnya untuk tahapan pemodelan transportasi.
- Kajian Kebijakan Publik:
• Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah;
• Peta lokasi yang memuat jenis bangunan, rencana pembangunan
infrastruktur jalan tol;
• Kondisi fisik sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan di
sekitar lokasi rencana pembangunan infrastruktur jalan tol;
• Kondisi lalu lintas dan pelayanan angkutan jalan yang ada di sekitar
lokasi rencana pembangunan infrastruktur jalan tol.
58
PT. BUANA ARCHICON
7. Ringkasan Eksekutif
a. Ringkasan Eksekutif disusun konsultan sebagai resume/ikhtisar dari pokok-
pokok temuan konsultan yang tertuang di dalam Laporan Akhir sebagai bahan
pertimbangan untuk Pengambil Keputusan.
b. Berita Acara persetujuan RTA oleh BPJT dan Dirjen Bina Marga serta
lampirannya.

Masing-masing laporan tiap tahap dibuat sebanyak 3 (tiga) buku, dilengkapi


dengan foto dokumentasi dan 1 (satu) Flashdisk (berisikan soft file dokumen
dengan format “.doc” atau “.xls” dan “.pdf” untuk dokumen, format “.dwg”, “.xml”,
“.ifc”, native format, dan “.pdf” untuk gambar dan modelling, format “.mpp” atau
“.xer” serta native format untuk schedulling) untuk selanjutnya dipresentasikan
serta output desain berupa 2D, 3D, 4D, dan 5D yang merupakan output
Implementasi Building Information Modelling (BIM). Software yang digunakan
harus merupakan software original. Dokumen dalam soft file wajib diserahkan
bertahap dan bersamaan dengan dokumen pelaporan.

59
PT. BUANA ARCHICON

Anda mungkin juga menyukai