Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

Tempat Praktik : RSUD PIRNGADI Laporan Minggu Ke : I

Ruangan : TULIP 3B Juduk Kasus : GAGAL GINJAL


KRONIK

Tanggal Prakti:25 OKTOBER 2021

I.KONSEP DASAR

A. DEFINISI

Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume


dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya
dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif & Kusuma, 2013).

Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak
mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi
melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa
(Abdul, 2015).

Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan
fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu
memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang
berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik
bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi
ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama
(Desfrimadona, 2016).

B.ETIOLOGI

Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi glomerulus
atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR). Penyebab gagal ginjal
kronik menurut Andra & Yessie, 2013):

1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik
ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis pada arteri
renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia
fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh
darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di
obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan darah
ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis

3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal dari
kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran
darah atau yang lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter
ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut
pielonefritis.

4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat


sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi
endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane
glomerulus.

5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.

6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi uretra.

7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi keturunan
yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam ginjal dan organ
lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta
adanya asidosis.

C.TANDA DAN GEJALA

Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):

(1) Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga
25% dari normal.

(2) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nokturia, GFR
10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas
normal.

(3) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia,
mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10
ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia
dan gejala yang komplek.

D.PATOFISIOLOGI

Menurut Nuari & Widayati (2017) :

1. Penurunan GFR (Glomelulaar Filtration Rate)


Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksa
klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kreatinin akan menurun,
kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.

2. Gangguan klirens renal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeri yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal )

3. Retensi cairan dan natrium Ginjal

kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara


normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif dan hipertensi.

4. Anemia

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, difisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran.

5. Ketidakseimbangan kaliem dan fosfat

Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik,
jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun,. Dengan menurunya GFR (Glomelulaar
Filtration Rate), maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi peratormon, namun dalam
kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathornom,
akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang.

6. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)

Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormone.

Patofisiologi GGK beragam, bergantung pada proses penyakit penyebab. Tanpa


melihat penyebab awal, glomeruloskerosis dan inflamasi interstisial dan fibrosis adalah cirri
khas GGK dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Copsted & Banasik, 2010) dalam
(Nuari &Widayati, 2017). Seluruh unit nefron secara bertahap hancur. Pada tahap awal, saat
nefron hilang, nefron fungsional yang masih ada mengalami hipertrofi. Aliran kapiler
glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak pertikel zat larut
disaring untuk mengkompensasi massa ginjal zat yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini
menyebabkan nefron yang masih ada mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus,
menimbulkan kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan glomelurus
diduga menjadi penyebab cedera tubulus. Proses hilangya fungsi nefron yang kontinu ini
dapat terus berlangsung meskipun setelah proses penyakit awal teratasi (Faunci et al, 2008)
dalam (Nuari & Widayati, 2017).
Perjalanan GGK beragam, berkembang selama periode bulanan hingga tahunan. Pada
tahap awal, seringkali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang tidak terkena
mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan pada pasien asimtomatik
disertasi BUN dan kadar kreatinin serum normal. Ketika penyakit berkembang dan GFR
(Glomelulaar Filtration Rate) turun lebih lanjut, hipertensi dan beberapa manifestasi
insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal ditahap ini (misalnya
infeksi, dehidrasi, atau obstruksi saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan memicu
awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum kreatinin dan BUN naik
secara tajam, pasien menjadi oguria, dan manifestasi uremia muncul. Pada (ESRD), tahap
akhir GGK, GFR kurang dari 10% normal dan tetapi penggantian ginjal diperlukan untuk
mempertahankan hidup (LeMone, Dkk, 2015).

Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan
keseimbangan cairan, penanganan gram, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi yang
bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25%
normal, manifestasi kinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefronnefron yang
sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi (Muttaqin & Sari, 2011).

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nerfon yang ada untuk meningkatkan
reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan
jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan rennin akan meningkat
bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi
akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi
protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk
jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal
menurun secara derastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang
seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang
memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh (Muttaqin & Sari, 2011).

E.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung diagnosis GGK, antara lain
(Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2012) :

1. Peningkatan kadar ureum dari kreatinin serum.

2. Hiperkalemia, penurunan bikarbonat serum, hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiponatremia


(pada GGK tanpa Overload).

3. Hipoalbuminemia tersebab oleh banyak protein yang keluar bersama urin.

4. Anemia normokrom normostik tersebab oleh penurunan produksi hormone eritropoetin.


5. Urinalisis : Proteinuria, diduga akibat gangguan pada glomerulus atau tubulointerstitial

6. Sel darah merah pada sedimen ureine, diduga ada glomerulonefritis proliferative. Piuria
dan atau sel darah merah dalam urine, diduga adalah nefritis interstitial (terutama jika terjadi
eosinofiluria) atau infeksi saluran kemih.

7. Urin 24 jam untuk memeriksa CCT (clean coal technology) dan protein total.

8. Elektroforesis protein urin dan serum untuk melihat protein monoklon, kemungkinan
adanya myeloma multiple.

9. Antibody antinuklir (antinuclear antibody, ANA), kadar anti- doublestranded DNA untuk
melihat adanya lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus, SLE).

10. Kadar komplemen serum untuk menunjukkan glomerulonephritis.

11. C-ANCA (cytoplasmic anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) and PANCA (perinuclear


anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) untuk diagnosis granulomatosis Wegener dan
poliartritis nodosa atau poliangitis mikroskopik.

12. Serologi Hepatitis B dan C, HIV, Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) :
Berhubungan dengan glomerulonefritis. Pemeriksaan atau hasil pemeriksaan diagnostic yang
mendukung diagnosis GGK adalah (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2012) :

1. Sinar-X Abdomen Melihat gambaran batu radio atau nefrokalsinosis.

2. Pielogramintravena Jarang dilakukan karena potensi toksin, sering digunakan untuk


diagnosis batu ginjal.

3. Ultrasonografi ginjal Untuk melihat ginjal polikistik dan hidronefrosis, yang tidak terlihat
pada awal obstruksi, Ukuran ginjal biasanya normal pada nefropati diabetic.

4. CT Scan Untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat menjadi penyebab GGK

5. MRI Untuk diagnosis thrombosis vena ginjal. Angiografi untuk diagnosis stenosis arteri
ginjal, meskipun arteriografi ginjal masih menjadi pemeriksaan standart.

6. Voding cystourethogram (VCUG) Pemeriksaan standart untuk diagnosis refluk


vesikoureteral.

F.PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan


mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :

1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas
biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,
menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat
menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup
individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :

(1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)


Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser
yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari
tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan
dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan
kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan
setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
(2) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan
dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
2) Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan


kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis
dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan
mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

3) Koreksi anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari
apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada
keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada
indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner

4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium
bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena
tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru

II.ASUHAN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan
kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011 :
Kinta, 2012).

1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama
orang tua, pekerjaan orang tua.
2) Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,
bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan
pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
4) Aktifitas/istirahat :
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah
atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
5) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina),
hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan,
nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
6) Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
7) Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning
pekat, merah, coklat, oliguria.
8) Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan
ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap
akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
9) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”,
rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas
bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor,
kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
10) Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku
berhatihati/distraksi, gelisah.
11) Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,
takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer
(edema paru).
12) Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami
suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
keterbatasan gerak sendi
13) Seksualitas Penurunan
libido, amenorea, infertilitas
14) Interaksi social
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran biasanya dalam keluarga.
15) Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada
toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat
ini/berulang.

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons pasien


terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis
negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi
sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan
pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan.
Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis
positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang
lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis Promosi Kesehatan
(ICNP, 2015).

C.INTERVENSI

NO Diagnosa Keperawan Tujun Dan Kriteria Hasil Intervensi


1 1) Intoleransi aktivitas “NOC’’ Setelah dilakukan “NIC” “Manajemen
Definisi: tindakan keperawatan, Energi”
Ketidakcukupan untuk intoleransi aktivitas, dapat 1. Kaji status pasien
mempertahkan atau teratasi atau berkurang yang menyebabkan
menyelesaikan aktivitas dengan criteria hasil sebagai kelelahan sesuai
kehidupan sehari-hari berikut : dengan konteks usia
yang terus atau yang “Toleransi Terhadap dan perkembangan
ingin dilakukan. Aktivitas” 1. Saturasi 2. Memberikan
2) Batasan oksigen ketika beraktivitas Latihan fisik secara
Karakteristik 2. Frekuensi nadi ketika bertahap.
1. Diapnea setelah beraktivitas 3. Monitor atau
beraktivitas 3. Kemudahan bernafas intake atau asupan
2. Keletihan ketika beraktivitas nutrisi untuk
3.Ketidaknyamanan 4. Kecepatan berjalan mengetahui sumber
setelah beraktivitas normal 5. Jarak berjalan energy yang adekuat
4.Perubahan 6. Kekuatan tubuh bagian 4. Monitor lokasi dan
elektrokardiogram atas 7. Kekuatan tubuh sumber
(EKG) bagian bawah ketidaknyamana n
5. Respons frekuensi 8. Kemudahan dalam atau rasa nyeri yang
jantung abnormal melakukan aktivitas hidup dialami pasien
terhadap aktivitas harian (activities of daily selama aktivitas 5.
6. Respon tekanan darah living ADL) 9. Kemampuan Ajarkan pasien
abnormal terhadap untuk berbicara ketika mengenai
aktivitas melakukan aktivitas fisik pengelolaan kegiatan
Factor Berhubungan 6. Anjurkan pasien
1. Gaya hidup kurang untuk memilih
gerak 2. Imobilitas aktivitasaktivitas
3.Ketidakseimbangan yang membangun
antara suplai dan ketahanan spiritual.
kebutuhan oksigen 7. Anjurkan tidur
siang

D. IMPLEMENTASI

Implementasi keperawatan adalah realisasi dari rencana tindakankeperawatan untuk


mencapai tujuan yang telah di rencanakan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons pasien selama dan sesudah
dilakukannya tindakan keperawatan serta nilai data yang baru. Sebaiknya perawat tidak
bekerja sendiri tetapi juga berkolaborasi dengan tenaga medis lainnya untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat dalam tahapan
implementasi yaitu memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang efektif, mampu
menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu, mampu melakukan teknik
psikomotor, mampu melakukan observasi secara sistematis, mampu memberikan pendidikan
kesehatan kemampuan dalam advokasi, serta kemampuan dalam mengevaluasi (Budiono &
Pertami, 2015).

E.EVALUASI

Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dalam proses asuhan keperawatan yaitu
sebagai suatu penilaian dengan cara membandingkan secara sistematis perubahan dari kondisi
pasien (hasil yang telah diamati) dengan tujuan serta kriteria hasil yang telah dibuat pada
tahap perencanaan. Evaluasi keperawatan dilakukan secara berkesinambungan dengan
langsung melibatkan pasien serta tenaga kesehatan lainnya, jika hasil evaluasinya
menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil maka pasien dapat keluar dari siklus proses
keperawatan. Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, objektif, assessment, dan planning). Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan
masalah keperawatan yang sedang dihadapi oleh pasien yang telah dibuat pada tahap
perencanaan tujuan dan kriteria hasil (Budiono & Pertami, 2015)

Anda mungkin juga menyukai