DISUSUN OLEH:
NURJANAH
2010.C.02a.0062
DISUSUN OLEH:
NURJANAH
2010.C.02a.0062
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dibuat di : Sidoarjo
Pada tanggal : 13 Januari 2015
NURJANAH
4
PERSEJUTUAN
Nama : NURJANAH
NIM : 2010.C.02A.0062
Judul Asuhan Keperawatan : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. B
Dengan Diagnosa Tunanetra Diwisma MarthaDi Panti Bakti Luhur
Sidoarjo
Telah melaksanakan asuhan keperawatan anak sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Program Profesi Ners Stase keperawatan Anak pada program Studi S1 Keperawatan Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
Menetahui
Ketua Program Studi Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya
sehingga peneliti dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan dengan judul “Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. B Dengan Diagnosa Tunanetra Diwisma
Martha Di Panti Bakti Luhur Sidoarjo”. Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu syarat
disusun untuk memenuhi syarat kelulusan pada pendidikan Profesi Ners stase keperawatan Anak
di STIKES Eka Harap Palangka Raya.
Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih yang sebesar
besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Mariaty Darmawan, MM selaku Ketua STIKES Eka Harap yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan
Asuhan Keperawatan ini.
2. Ibu Yeria Allen Friskila, S.Kep, Ns selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan yang
memberikan dukungan dalam penyelesaian Asuhan Keperawatan ini.
3. Ibu Ns. Putria Carolina, M. Kep selaku koordinator profesi Ners yang telah banyak
memberikan saran, bimbingan dan waktunya dalam menyelesaikan isi Asuhan
Keperawatan ini.
4. Bapak Hendri Hariyono, S.kep.Ns selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing, memberikan saran, bimbingan dan waktunya dalam menyelesaikan Asuhan
Keperawatan ini.
5. Suster Veronika selaku pembimbing Klinik yang telah membimbing, memberikan saran,
dan waktunya dalam menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini.
6. Seluruh staf STIKES Eka Harap yang memberikan dukungannya dalam pembuatan studi
kasus ini.
7. Sahabat-sahabat kami dan seluruh teman Program Profesi Ners yang selalu memberikan
semangat, dukungan dan doanya demi selesainya studi kasus ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan studi kasus
ini. Akhirnya, penulis berharap studi kasus ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan terutama bidang keperawatan, baik di masa sekarang maupun di masa yang
akan datang.
6
NURJANAH
LAPORAN PENDAHULUAN
7
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut)
secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho
Wahyudi, 2000)
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun,
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah
dari orang lain (Wahyudi, 2000).
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999).
1.1.2 Batasan Lansia
WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/ biologis menjadi 4
kelompok yaitu :
1) usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun. NB : PENGGUNAAN HURUF KAPITAL
DIAWAL KALIMAT
Sedangkan Nugroho (2000) menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat
beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas.
Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi:
1.1 usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,
2.1 usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun atau 65 tahun,
3.1 lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi
dengan:
70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old),
lebih dari 80 (very old).
Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1965 Pasal 1 seseorang dapat dinyatakan sebagai
seorang jompo atau lanjut usia setelah bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-
9
hari dan menerima nafkah dari orang lain. Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas
4.1 Penggolongan lansia menurut Depkes RI dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga
kelompok yakni :
Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
1.1.3 Fisiologi Lansia
Proses penuaan adalah normal, berlangsung secara terus menerus secara alamiah.
Dimulai sejak manusia lahir bahkan sebelumnya dan umunya dialami seluruh makhluk hidup.
Menua merupakan proses penurunan fungsi struktural tubuh yang diikuti penurunan daya tahan
tubuh. Setiap orang akan mengalami masa tua, akan tetapi penuaan pada tiap seseorang berbeda-
beda tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat
berupa faktor herediter, nutrisi, stress, status kesehatan dan lain-lain (Stanley, 2006).
1.1.4 Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992).
Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang
mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat,
kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang
menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus-menerus. Apabila proses penyesuaian diri
dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti
dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai
lansia yaitu:
a) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain
b) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya
10
c) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah
d) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak
e) Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan
fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan
gerak.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat,
buta. Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud dengan
tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya
indera penglihatan. Karena adanya hambatan dalam penglihatan serta tidak berfungsinya
penglihatan (Heward & Orlansky, 1988 cit Akbar 2011).
Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke
lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi,
tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar
pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva
menipis dan berwarna kekuningan,produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi
untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap,
sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan
reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning dan
berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi
kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat,
hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap
kegelapan berkurang ( sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko sedera.
Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk
membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat memengaruhi kemampuan
fungsional para lansia.
modifikasi Susenas 2000 dan ICF) (tidak termasuk orang yang menggunakan kacamata
plus, minus ataupun silinder).
1.2.2.2 Light Perception (Persepsi Cahaya) yaitu seseorang hanya dapat membedakan terang
dan gelap namun tidak dapat melihat benda didepannya.
1.2.2.3 Totally blind (Buta Total) yaitu seseorang tidak memiliki kemampuan untuk
mengetahui/ membedakan adanya sinar kuat yang ada langsung di depan matanya.
Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, ada beberapa klasifikasi
tunanetra, seperti di bawah ini:
Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan:
1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.
2) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan
visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
4) Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu
melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
5) Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan
penyesuaian diri.
yang sedang dilihat difokuskan di belakang retina dan pada kondisi seperti ini penderita
merasakan penglihatannya menjadi kabur. Kelainan seperti ini disebut hyperopia atau
penglihatan jauh (farsightedness). Penderita hyperopia mengalami penurunan ketajaman
penglihatan dan mengalami gangguan penglihatan pada jarak dekat tetapi normal pada jarak
jauh.
` Dalam kasus hyperopia yang parah penglihatan menjadi tidak efektif. Hyperopia
sederhana dapat dikoreksi hingga ke penglihatan normal dengan mengunakan lensa cembung
(lensa plus) sehingga berkas cahaya terfokus pada retina. Permasalahan biasanya timbul hanya
apabila kondisi ini disertai kondisi penglihatan lain seperti katarak. Dalam kasus seperti ini,
meskipun kaca mata akan diresepkan, tetapi ketajaman penglihatan tetap akan berkurang dan
kondisi ini dapat disertai dengan keadaan juling.
1.2.3.2 Presbyopia
Dengan meningkatnya usia, seseorang pada umumnya mengalami penurunan fungsi
akomodasi sehubungan dengan lemahnya elastisitas lensa dan cairan lensa yang mengeras. Oleh
karena gangguan penglihatan ini umumnya berkaitan dengan meningkatnya usia maka, keadaan
ini disebut presbyopia. Presbyopia biasanya terjadi pada usia 40-an dan penderita mengalami
penurunan ketajaman penglihatan dan mengalami gangguan untuk membaca. Seseorang yang
mengalami presbyopia dapat dibantu dengan sepasang kaca mata yang memiliki dua lensa. Lensa
semacam ini disebut lensa bifocals, satu lensa untuk membantu menyebarkan (diverge) cahaya
dan yang lain untuk memfokuskan (converge) cahaya.
1.2.3.3 Astigmatism
Penyebab utama astigmatism adalah bervariasinya daya refraksi cornea atau lensa
akibat kelainan dalam bentuknya permukaannya. Hal ini mengakibatkan distorsi pada image
yang terbentuk pada macula. Bila kasusnya sederhana, kondisi ini dapat dikoreksi dengan
memakai kaca mata dengan lensa silindris, tetapi permasalahan menjadi lebih berat bila kondisi
ini disertai myopia dan hypermetropia. Bila disertai dengan jenis gangguan penglihatan lain,
koreksinya akan menjadi sulit dan dapat mengakibatkan berkurangnya ketajaman penglihatan
bahkan kebutaan.
` PERUBAHAN SISTEM PENGLIHATAN
15
1.2.5 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis: Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan
mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior merupakan
bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya traansparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan: koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan
bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling
sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol,
merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang.
Pathway
Trauma mata
17
Tunanetra
maka ada banyak informasi yang sekaligus diperoleh seperti misalnya warna mobil, ukuran
mobil, bentuk mobel, dan lain-lain termasuk detail bagian-bagiannya. Informasi semacam itu
tidak mudah diperoleh dengan indera selain penglihatan.
Kehilangan indera penglihatan berarti kehilangan saluran informasi visual. Sebagai
akibatnya penyandang kelainan penglihatan akan kekuarangan atau kehilangan informasi yang
bersifat visual. Seseorang yang kehilangan atau mengalami kelainan penglihatan, sebagai
kompensasi, harus berupaya untuk meningkatkan indera lain yang masih berfungsi.
Seberapa jauh dampak kehilangan atau kelainan penglihatan terhadap kemampuan
seseorang tergantung pada banyak faktor misalnya kapan (sebelum atau sesudah lahir, masa
balita atau sesudah lima tahun) terjadinya kelainan, berat ringannya kelainan, jenis kelainan dan
lain-lain. Seseorang yang kehilangan penglihatan sebelum lahir sering sampai usia lima tahun
pengalaman visualnya sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan yang
kehilangan penglihatan setelah usia lima tahun atau lebih dewasa biasanya masih memiliki
pengalaman visual yang lebih baik tetapi memiliki dampak yang lebih buruk terhadap
penerimaan diri.
.6.1 Dampak terhadap Kognisi
Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyekobyek yang
diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap orang dan obyek tergantung pada
bagaimana orang dan obyek tersebut tampak dalam dunia kognitifnya ,dan citra atau “peta”
dunia setiap orang itu bersifat individual. Setiap orang mempunyai citra dunianya masingmasing
karena citra tersebut merupakan produk yang ditentukan oleh factor-faktor berikut: (1)
Lingkungan fisik dan sosisalnya, (2) struktur fisiologisnya, (3) keinginan dan tujuannya, dan (4)
pengalaman-pengalaman masa lalunya.
Dari keempat faktor yang menentukan kognisi individu tunanetra menyandang kelainan
dalam struktur fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan dengan
indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak di antara mereka tidak pernah
mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi orang awas mereka tentang dunia ini sejauh
tertentu mungkin berbeda dari konsepsi orang awas pada umumnya.
1.3.6.2 Dampak terhadap Keterampilaan Sosial
Orang tua memainkan peranan yang penting dalam perkembangan sosial anak.
Perlakuan orang tua terhadap anaknya yang tunanetra sangat ditentukan oleh sikapnya terhadap
19
ketunanetraan itu, dan emosi merupakan satu komponen dari sikap di samping dua komponen
lainnya yaitu kognisi dan kecenderungan tindakan. Ketunanetraan yang terjadi pada seorang
anak selalu menimbulkan masalah emosional pada orang tuanya. Ayah dan ibunya akan merasa
kecewa, sedih, malu dan berbagai bentuk emosi lainnya. Mereka mungkin akan merasa bersalah
atau saling menyalahkan, mungkin akan diliputi oleh rasa marah yang dapat meledak dalam
berbagai cara, dan dalam kasus yang ekstrem bahkan dapat mengakibatkan perceraian. Persoalan
seperti ini terjadi pada banyak keluarga yang mempunyai anak cacat.
Pada umumnya orang tua akan mengalami masa duka akibat kehilangan anaknya yang
“normal” itu dalam tiga tahap; tahap penolakan, tahap penyesalan, dan akhirnya tahap
penerimaan, meskipun untuk orang tua tertentu penerimaan itu mungkin akan tercapai setelah
bertahun-tahun. Proses “dukacita” ini merupakan proses yang umum terjadi pada orang tua anak
penyandang semua jenis kecacatan. Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap
hubungan di antara mereka (ayah dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan hubungan
tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak.
1.3.6.3 Dampak terhadap Bahasa
Pada umumnya para ahli yakin bahwa kehilangan penglihatan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kemampuan memahami dan menggunakan bahasa, dan secara umum mereka
berkesimpulan bahwa tidak terdapat defisiensi dalam bahasa anak tunanetra. Mereka mengacu
pada banyak studi yang menunjukkan bahwa siswa-siswa tunanetra tidak berbeda dari siswa-
siswa yang awas dalam hasil tes intelegensi verbal. Mereka juga mengemukakan bahwa berbagai
studi yang membandingkan anak-anak tunanetra dan awas tidak menemukan perbedaan dalam
aspekaspek utama perkembangan bahasa. Karena persepsi auditif lebih berperan daripada
persepsi visual sebagai media belajar bahasa, maka tidaklah mengherankan bila berbagai studi
telah menemukan bahwa anak tunanetra relatif tidak terhambat dalam fungsi bahasanya. Banyak
anak tunanetra bahkan lebih termotivasi daripada anak awas untuk menggunakan bahasa karena
bahasa merupakan saluran utama komunikasinya dengan orang lain.
Secara konseptual sama bagi anak tunanetra maupun anak awas, karena makna kakat-
kata dipelajarinya melalui konteksnya dan penggunaannya di dalam bahasa. Sebagaimana halnya
dengan semua anak, anak tunanetra belajar kata-kata yang didengarnya meskipun kata-kata itu
tidak terkait dengan pengalaman nyata dan tak ada makna baginya. Kalaupun anak tunanetra
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, hal itu bukan semata-mata akibat
20
langsung dari ketunanetraannya melainkan terkait dengan cara orang lain memperlakukannya.
Ketunanetraan tidak menghambat pemrosesan informasi ataupun pemahaman kaidah-kaidah
bahasa.
1.2.6.4 Dampak terhadap Orientasi dan Mobilitas
Mungkin kemampuan yang paling terpengaruh oleh ketunanetraan untuk berhasil dalam
penyesuaian social individu tunanetra adalah kemampuan mobilitas yaitu ketrampilan untuk
bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya. Ketrampilan mobilitas ini sangat terkait dengan
kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara satu obyek
dengan obyek lainnya di dalam lingkungan (Hill dan Ponder,1976).
Para pakar dalam bidang orientasi dan mobilitas telah merumuskan dua cara yang dapat
ditempuh oleh individu tunanetra untuk memmproses informasi tentang lingkungannya, yaitu
dengan metode urutan (sequncial mode) yang menggambarkan titk-titik di dalam lingkungan
sebagai rute yang berurutan, atau dengan metode peta kognitif yang memberikan gambaran
topografis tentang hubungan secara umum antara berbagai titik di dalam lingkungan (Dodds et al
dalam Hallahan dan Kaufman,1991).
Metode peta kognitif lebih direkomendasikan karena cara tersebut menawarkan
fleksibilitas yang lebih baik dalam menavigasi lingkungan. Bayangkan tiga titik yang berurutan –
A, B, dan C. Memproses informasi tentang orientasi lingkungan dengan metode urutan
membatasi gerakan individu sedemikian rupa sehingga dia dapat bergerak dari A ke C hanya
melalui B. Tetapi individu yang memiliki peta kognitif dapat pergi dari titik A langsung ke titik C
tanpa memlalui B. Akan tetapi, metode konseptualisasi ruang apapun , metode urutan ataupun
metode peta kognitif- individu tunanetra tetap berkekurangan dalam bidang mobilitas
dibandingkan dengan sebayanya yang awas. Mereka kurang mapu atau tidak mampu sama sekali
menggunakan “visual metaphor” (Hallahan dan Kauffman, 1991:310) Di samping itu, para
palancong tunanetra harus lebih bergantung pada ingatan untuk memperoleh gambaran tentang
lingkungannya dibandingkan dengan individu yang awas (Holfield & Fouke dalam Hallahan dan
Kauffman,1991)
Untuk membentuk mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh orang tuna
netra di Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara barat penggunaan anjing
penuntun (guide dog) juga populer. Dan penggunaan alat elektronik untuk membantu orientasi
dan mobilitas individu tunanetra masih terus dikembangkan. Agar anak tuna netra memiliki rasa
21
percaya diri untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya dala bersosialisasi, mereka
harus memperoleh latihan orientasi dan mobilitas. Program latihan orientasi dan mobilitas
tersebut harus mencakup sejumlah komponen, termasuk kebugaran fisik, koordinasi motor,
postur, keleluasaan gerak, dan latihan untuk mengembangkan fungsi indera –indera yang masih
berfungsi.
1.3.1.3 Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di
ruang gelap (katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut). Perubahan kacamata/pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan penyebab katarak mata.
1.3.1.4 Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair, nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada
dan sekitar mata, sakit kepala.
1.3.1.5 Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi,
gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin. Terpajan
pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini :
1) Ukuran pupil
2) Pemakaian kacamata
3) Penglihatan ganda
4) Sakit pada mata seperti glaucoma dan katarak
5) Mata kemerahan
6) Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan).
7) Kesulitan memasukan benang ke lubang jarum.
8) Permintaan untuk membacakan kalimat
9) Kesulitan/ kebergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAK/BAB, serta berpindah)
10) Visus
1.3.2 Diagnosa keperawatan yang muncul
1.3.2.1 Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari
organ penerima,
23
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
N
KEPERAWATAN
O TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DAN
DX
KOLABORASI
1 Gangguan persepsi NOC : NIC
sensori: penglihatan Vision compensation behavior Pencapaian Komunikasi: Defisit Penglihatan
berhubungan dengan KKriteria hasil: Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan
gangguan Memakai kaca mata atau Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan
penerimaan sensori lensa dengan benar cara yang lain
25
dari organ penerima, Memakai huruf braile Deskripsikan lingkungan disekitar pasien
Memakai penyinaran/ cahaya Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi
yang sesuai informasi pada pasien
Bacakan surat atau koran atau info lainnya
Sediakan huruf braile
Informasikan letak benda-benda yang sering diperlukan pasien
Manajemen Lingkungan
1) Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
2) Pindahkan benda-benda berbahaya dari lingkungan pasien
3) Pasang side steril
4) Sediakan tempat tidur yang rendah
5) Tempatkan benda-benda pada tempat yang dapat dijangkau pasien
1.2.3 Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan
(Potter & Perry, 2005).
1.2.4 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PASIEN DENGAN
TUNANETRA
Genogram
29
Sistem pendukung pasien yaitu bidan dan perawat, jarak dari rumah ≤5 km,
jarak dari rumah sakit ≤500 km, jarak dari klinik ≤ 10 km, Oma. B tidak ada
pelayanan kesehatan di rumah hanya saja satu bulan sekali ada bidan dan dokter
yang berkunjung kepanti asuhan, pasien hanya makan-makanan yang ada dipanti
asuhan itupun pasien ada yang memasakan pasien tidak dapat melakukan aktivitas
apapun karna karna pasien susah untuk bejalan pasien hanya duduk dikorsi roda.
2.7 DISKRIPSI KEHUSUSAN
Oma. B kebiasaan ritual pasien berdoa bersama-sama teman- teman dan
keluargayang ada dipanti.
2.8 STATUS KESEHATAN
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu yaitu pasien hanya
mengalami flu dan batuk-batuk. Setatus kesehatan umum selama lima tahun yang
lalu pernah mengalami benturan dikepala saat pasien masih berada dirumahnya.
Adan oleh anaknya Ny. L Pasien dibawa ke RS karna mengalami pendarahan
didaerah kepala.
2.8.1 Keluhan Utama
Oma. B mengatakan sama sekali tidak dapat melihat sejak umur 73 tahun
yang lalu sedangkan usia Oma. B sekarang berusia 77 tahun.
2.8.2 Provokative/ paliative
Pasien mengatakan tidak dapat bekerja dan melakukan kegiatan sehari-hari karna
pasien tidak dapat melihat dan susah bejalan pasien menggunakan kursi roda.
2.8.3 Quality/ Quantity
Pasien tidak terdapat rasa nyeri
2.8.4 Region
Oma. B Tidak nyeri
2.8.5 Timming
Tidak ada masalah
OBAT-OBATAN
Pasien tidak pernah minum obat apapun saat pasien pusing dan sakit pasien
hanya tidur dan beristirahat ditempat tidur.
STATUS IMUNISASI: (catatan tanggal terbaru)
33
tiga langkah saja pasien tampak susah untuk bejalan. Sistem endokrin pasien tidak
mengalami alergi. Sistem gastrointestinal buang air besar terkadang pasien 1x/
hari. Pada sistem penglihatan saat dilakukan pengakjian didapatkan bahwa pasien
sama sekali tidak dapat melihat sejak umur 73 tahun sedangkan pasien sekarang
umur 77 tahun pasien tidak melihat sejitar 4 tahunan. Sietm pendengaran pasien
fungsi pendengaran pasien masih sangat baik pasien dapat mendengarkan suara
suster dengan nada yang kecil . pada sistem pengecapan pasien noramal pasien
masih dapat merasakan makanan dan membedakan rasa. Sistem penciuman pasien
juga normal pasien dapat mencium bau-bauan seperti bau parfum dan bau-bauan
lainnya. Tectil respon pasien dapat membedakan rasa kasar dan halus saat disuruh
membedakan mana yang halus dan kasar.
2.10 STATUS KOGNITIF/AFEKTIF/SOSIAL
Short porteble mental status questionnnaire (SPMSQ) adalah kesalahan 0-
2 fungsi intelektual utuh.
Mini mental state exam ( MMSE) adalah 28 nilai total
Intervensi depresi beck
2.11 DATA PENUNJANG
Pasien tidak melakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan lainnya.
35
INDEKS KATZ
Indeks Kemandirian Pada Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 (satu) kesalahan untuk subyek kulit
hitam, dengan menggunakan kriteria pendidikan yang lama.
KETERANGAN :
Mengkaji Tingkat Kesadaran klien sepanjang Kontinum :Composmentis,
Apatis, Somnolens, Suporus, Coma.Nilai Maksimum 30 (Nilai 21 / kurang
indikasi ada kerusakan kognitifperlu penyelidikan lanjut)
SKORE KRITERIA
A KESEDIHAN
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia, dimana saya tidak dapat
menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan tidak dapat keluar
darinya
1 Saya merasa sedih/galau
0 0 Saya tidak merasa sedih
B PERSIMISME
3 Merasa masa depan adalah sia-sia & sesuatu tidak dapat
membaik
2 Merasa tidak punya apa-apa & memandang ke masa depan
1 Merasa kecil hati tentang masa depan
0 0 Tidak begitu pesimis / kecil hati tentang masa depan
C RASA KEGAGALAN
3 Merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami/istri)
39
D KETIDAK PUASAN
3 Tidak puas dengan segalanya
2 Tidak lagi mendapat kepuasan dari apapun
1 Tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 0 Tidak merasa tidak puas
E RASA BERSALAH
3 Merasa seolah sangat beuruk / tidak berharga
2 Merasa sangat bersalah
1 Merasa buruk/tidak berharga sebagai bagian dari waktu yang
baik
0 0 Tidak merasa benar-benar bersalah
0 mempunyai
0 sedikit perasaan pada mereka
I KERAGU-RAGUAN
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
0
J PERUBAHAN GAMBARAN DIRI
40
K KESULITAN KERJA
3 Tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
melakukan sesuatu
1 Memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan
0 sesuatu
0 Saya dapat berkerja ± sebaik-baiknya
L KELETIHAN
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 0 Saya tidak merasa lebih lelah biasanya
M ANOREKSIA
3 Saya tidak lagi punya nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya
KETERANGAN :
PENILAIAN
0 - 4 Depresi Tidak Ada / Minimal
5 - 7 Depresi Ringan
8 - 15 Depresi Sedang
16 + Depresi Berat
41
&mengungkapkan
masalah dengan saya
3 Saya puas dengan cara keluarga GROWTH 2
(teman-teman) saya menerima &
mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas / arah baru
4 Saya puas dengan cara keluarga AFFECTION 2
(teman-teman) saya
mengekspresikan
afek & berespons terhadap emosi
saya seperti marah, sedih /
mencintai
5 Saya puas dengan cara teman- RESOLVE 2
teman
saya & saya menyediakan waktu
bersama-sama.
6 PENILAIAN : Total 10
Pertanyaan-pertanyaan yang di
Jawab
Selalu : Skore 2
Kadang-kadang : Skore 1
· Hampir Tidak Pernah : Skore 0
43
ANALISA DATA
PRIORITAS MASALAH
RENCANA TINDAKAN
Bacakan surat atau koran atau info merupakan hal yang penting agar
2. Resiko jatuh NOC Sediakan lingkungan yang aman Menyediakan tempat yang aman
berhubungan dengan Risk Kontrol untuk pasien merupakan salah satu untuk
keterbatasan lapang Kriteria Hasil : Identifikasi kebutuhan keamanan menghindari cedera atau jatuh
pandang Klien terbebas dari pasien, sesuai dengan kondisi fisik Mengidentifikasi kebutuhan keamanan
cedera dan fungsi kognitif pasien dan pasien merupakan cara agar pasien
Klien mampu riwayat penyakit terdahulu pasien aman dalam menjalankan aktivitas
menjelaskan Menghindarkan lingkungan yang Menghindari lingkungan yang
cara/metode berbahaya (misalnya berbahaya merupakan salah satu cara
untukmencegah memindahkan perabotan) mencegah cedera
injury/cedera Memasang side rail tempat tidur Merupakan cara menghindari jatuh
Klien mampu
49
menjelaskan factor Menyediakan tempat tidur yang Merupakan agar pasien merasa nyaman
resiko dari nyaman dan bersih dalam istirahatnya
lingkungan/perilaku Menempatkan saklar lampu Untuk mempermudah pasien dalam
personal ditempat yang mudah dijangkau melakukan kegiatan
Mampumemodifikasi pasien. Agar pasien merasa nyaman dan tidak
gaya hidup Membatasi pengunjung bisisng
untukmencegah injury Memberikan penerangan yang Agar mempermudah pasien
Menggunakan fasilitas cukup Merupakan cara agar pasien merasa
kesehatan yang ada Menganjurkan keluarga untuk tidak kesepian
Mampu mengenali menemani pasien. Cara mengontrol lingkungan dari
perubahan status Mengontrol lingkungan dari kebisingan merupakan cara agar pasien
kesehatan
kebisingan merasa nyaman
Memindahkan barang-barang yang Memindahkan barang-barang
dapat membahayakan merupakan cara agar tidak cedera
Berikan penjelasan pada pasien dan Utuk mencegah penyakit atau
keluarga atau pengunjung adanya penularan
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
50
IMPLEMENTASI
2. Kamis 15 januari 2015 1) Menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien S: Pasien mengatakan sudah mengerti dan
Pukul 10.30 WIB 2) Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien, tau letak barang-barang diseklilingnya
Resiko jatuh berhubungan sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif O:
dengan keterbatasan pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien Pasien tampak kesusahan mencari sesuatu
lapang pandang 3) Menghindarkan lingkungan yang berbahaya Pasien menggunakan
(misalnya memindahkan perabotan) kusi roda.
4) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
pasien tampak meragap-ragap saat mencari
5) Membatasi pengunjung
barang yang mau diambilnya
6) Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Pasien tampak resiko jatuh karna pasien
7) Memindahkan barang-barang yang dapat
hanya bisa jalan 3 langkah saja
membahayakan
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
52
CATATAN PERKEMBANGAN
No
Hari / Tanggal Catatan Perkembangan (SOAPIER) Nama / Paraf
.
1. Kamis 15 januari 2015 S: Oma. B Mengatakan” mata saya sama sekali
NB : TAMBAHKAN
tidak bisa melihat sejak umur 73 tahun yang
SATU KOLOM
LAGI UNTUK lalu sudah sekitar 4 tahun.
IMPLEMENTAN
O:
ASI KEP YANG
TELAH Tampak menggunakan kursi roda
DILAKUKAN
Pasien tampak tidak dapat melihat sama
sekali
NURJANAH
pasien hanya dapat jalan hanya tiga langkah
saja saat dilakukan pengkajian
pasien tidak dapat mengenali siapa yang
datang pasien mengenalinya dengan suaranya
karna pasien sama sekali tidak dapat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
I:
Kaji reaksi pasien terhadap penurunan
penglihatan
R:
CATATAN PERKEMBANGAN
R:
CATATAN PERKEMBANGAN
lain
R:
CATATAN PERKEMBANGAN
R:
CATATAN PERKEMBANGAN
I:
Menyediakan lingkungan yang aman untuk
pasien
Mengidentifikasi kebutuhan keamanan
pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat
63
R:
pasien.
CATATAN PERKEMBANGAN
R:
DAFTAR PUSTAKA
Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut). Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Pudjiastuti SS, Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC