Anda di halaman 1dari 6

Alamat LM: http://student.ut.ac.id/repository/viewer/temp/1362458577/index.

html

Tutor: Sri Kurniati

MATERI INISIASI 3

BIOGEOGRAFI, ASAL USUL KEHIDUPAN, DAN POLA POKOK EVOLUSI

Sejarah Terbentuknya Daratan


Terbentuknya daratan diperkirakan dimulai saat suhu bumi turun. Daratan berupa batuan
yang berasal dari magma yang membeku saat suhu bumi turun. Suhu bumi turun tidak
serempak, sehingga banyak daratan yang terpisah-pisah. Pada waktu daratan mulai terbentuk,
terdapat banyak sekali daratan berukuran kecil. Hal ini karena komposisi batuan yang
terbentuk dari magma panas tidak sama dan turunnya temperatur bumi juga terjadi secara
tidak serempak.
Cairan magma panas di bawah batuan yang membeku akan mencari jalan keluar, terutama
untuk mengeluarkan gas, selain itu volumenya masih mengembang karena panas. Karena
adanya hal yang demikian, maka bentuk daratan bumi masih sangat tidak stabil. Magma yang
masih keluar dan membeku serta pergerakan batuan pada akhirnya membuat daratan-daratan
tersebut bersatu disertai proses pembentukan gunung.
Pada proses pergerakan daratan ada dua kemungkinan, yaitu: 1 berbenturan dan terangkat,
menghasilkan gunung non vulkanik, dan 2 subduksi, salah satu bagian terangkat dan yang
lain masuk ke perut bumi, biasanya menyebabkan terbentuknya gunung berapi.

Masa Pangea
Dalam masa ini, semua daratan yang ada di muka bumi membentuk satu benua yang utuh.
Konsekuensinya, organisme yang hidup pada masa itu secara teoritis dapat bergerak ke mana
saja, sehingga ada sejumlah fosil yang ditemukan di banyak benua. Masalah lain yang timbul
adalah adanya kematian besar-besaran. Daratan yang bersatu menyebabkan garis pantai
menjadi sangat pendek, maka banyak organisme yang mati akibat predasi, kekeringan dan
lain-lain.
Selain itu adanya benturan antardaratan akan menyebabkan dua macam kemungkinan, yaitu:
1. Timbulnya pegunungan. Ada sejumlah pegunungan yang timbul akibat benturan.
Misalnya pegunungan Ural. Akibat benturan, pegunungan yang terbentuk umumnya tidak
bersifat vulkanis.
2. Tenggelamnya suatu daratan. Masalah ini sulit untuk ditelusuri, karena daratan yang
masuk ke dalam bumi dapat sangat dalam dan masuk ke dalam dapur magma. Dengan
demikian daratan tersebut akan mencair kembali.
Perkiraan bumi mulai terdiri dari satu benua sekitar 255-65 juta tahun yang lalu, dinamakan
Pangea. Baru 65 juta tahun yang lalu Pangea pecah menjadi benua-benua yang kita kenal
sekarang.
Bersatunya daratan menimbulkan gurun pasir, karena luasnya daratan tidak setimbang
dengan curah hujan yang dapat diberikan alam. Semua titik air sudah diturunkan sebagai
hujan di daerah yang lebih dekat dengan pantai. Apabila sebelumnya ada kehidupan, maka
kehidupan akan berkurang secara drastis sejak daratan bersatu.
Bersatunya daratan menimbulkan percampuran flora dan fauna. Bercampurnya flora dan
fauna akan menyebabkan suatu daratan kehilangan identitas awal. Sebagai contoh adalah
Eurasia. Tidak banyak organisme yang dapat dipakai untuk membedakan fauna dan flora
Eropa dari Asia. Hal tersebut disebabkan oleh bersatunya Eropa dengan Asia sudah
berlangsung sangat lama. Jadi tidak mungkin membedakan fauna dan flora khas dari
Laurentia, Uralian, Caledonian, Kaskhstania, China dan lain-lainnya.

Masa Laurasia Dan Gondwana


Ada yang mengajukan hipotesis bahwa adanya meteorit yang jatuh di sekitar Yucatan,
Mexico menyebabkan pertambahan volume batuan di satu pihak dan menjadikan bumi
berubah kesetimbangannya. Untuk menetralisasi hal tersebut, terjadi pergeseran benua. Pada
masa Laurasia dan Gondwana terpisah, maka timbullah laut Tethys I. Jadi ada dua benua
besar, Laurasia yang terdiri dari sebagian Asia, Eropa dan Amerika (Utara) dan Gondwana
yang terdiri dari Antartika, Australia, Afrika, Neotropika dan sebagian besar Asia Selatan.
Adanya hubungan daratan antara benua-benua tersebut menyebabkan fauna dan flora
Gondwana dan Laurasia terpisah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:
Teori ini dikuatkan oleh adanya persamaan batuan antara Afrika barat dengan Amerika
Selatan sebelah timur. Banyak orang mempertanyakan mengapa bentuk teluk di Afrika barat
setangkup dengan Amerika selatan dekat Guyana dan Brasil. Bukti geologi yang ada dan
adanya fosil menghilangkan keraguan yang ada.

Proses Terbentuknya Kepulauan Di Indonesia


Pada dasarnya sejarah terbentuknya kepulauan Indonesia masih belum selesai dipelajari. Hal
ini disebabkan oleh sejarah geologi Indonesia adalah yang paling pelik di dunia, karena
pergeseran bumi pun mengalami suatu perputaran di Indonesia sehingga batas-batasnya pun
belum dapat ditelusuri dengan baik. Pada dasarnya ada tiga teori yang pernah dilontarkan.
1. Indonesia Muncul dari Dasar Laut.
2. Indonesia sebagian Berasal dari Laurasia dan Sebagian dari Gondwana.
3. Indonesia Seluruhnya Berasal dari Gondwana.

Pola Pokok Evolusi


Teori evolusi menjelaskan bahwa evolusi adalah perubahan bertahap suatu organism sejalan
dengan waktu. Pada dasarnya, proses evolusi adalah perubahan frekuensi alel dari suatu
populasi. Dengan demikian, semua organisme berevolusi dari waktu ke waktu. Konsep teori
evolusi menerangkan bahwa suatu organisme berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan
tekanan seleksi alam, sehingga suatu organisme tetap berada dalam kondisi yang cocok
dengan lingkungannya.
Bahan Dasar Perubahan Evolusi
Bahan dasar evolusi adalah keanekaragaman. Keanekaragaman merupakan faktor utama
terjadinya proses evolusi. Adanya individu yang lemah, dan adanya individu yang kuat dalam
satu spesies memungkinkan proses seleksi alam berjalan. Hasil seleksi alam pada
keanekaragaman individu menyebabkan timbulnya evolusi.

Kemunculan dan Kepunahan


Kemunculan organisme merupakan proses yang sangat sulit, ditunjukkan oleh lamanya bumi
ini kosong. Organisme banyak yang muncul tetapi banyak juga yang punah merupakan
indicator rumitnya proses kemunculan dan kepunahan.
Kepunahan suatu kelompok merupakan kehilangan, tetapi juga merupakan suatu keuntungan
bagi kelompok lainnya. Adanya kepunahan memberikan kesempatan pada kelompok yang
sebelumnya tertekan perkembangannya untuk dapat berevolusi.

Radiasi Adaptasi
Berkembangnya suatu kelompok organisme, selain disebabkan kepunahan kelompok lain,
juga disebabkan terbentuknya habitat baru. Berhasilnya suatu kelompok organisme untuk
berkembang dikenal dengan istilah radiasi adaptasi.Pada proses kepunahan, faktor predator
dan pesaing akan berkurang dengan drastis. Hal ini menyebabkan variasi yang sebenarnya
kurang menguntungkan muncul tanpa gangguan. Jadi, radiasi adaptasi hanya mungkin terjadi
setelah kepunahan masal. Selain itu, parameter lain yang diperlukan adalah keanekaragaman.
Kelompok yang keanekaragamannya rendah tidak mungkin dapat melakukan maka radiasi
adaptasi.
Organisme yang termasuk sukses dalam radiasi adaptasi adalah:
1. reptilia, termasuk dinosaurus akibat adanya daratan yang masih kosong
2. kuda, akibat dari berkurangnya hutan dan terbentuknya padang rumput
3. mamalia, akibat dari musnahnya dinosaurus
4. angiospermae, akibat dari evolusi yang memungkinkan kehidupan di daratan
Contoh hasil radiasi adaptasi adalah kasus hipertelisme atau hypermorphosis.
Hipertelisme adalah keadaan yang mengakomodasi suatu struktur yang biasanya tidak banyak
manfaatnya dan bahkan mengganggu. Contoh hipertelisme yang banyak digunakan adalah
kasus rusa jantan Megaloceros giganteus yang mempunyai tanduk yang luar biasa besarnya,
sehingga rusa sukar untuk bergerak. Dalam keadaan umum, rusa jantan yang demikian akan
sulit sekali melindungi diri apabila diserang oleh musuh, apalagi kalau di dalam hutan, akan
mudah terkait di antara pohon-pohonan.

Tendensi Kerdil, dan Raksasa


Dalam mengatasi predator terdapat tendensi/kecenderungan dari suatu organisme untuk
tumbuh lebih besar dan lebih kuat. Sebagai contoh, manusia pada awal abad ke-19 berukuran
rata-rata 155 cm, namun saat ini sudah berkisar antara 160-170 cm. Namun, disisi lain,
organisme yang biasanya besar cenderung menjadi kecil. Sebagai contoh, gajah purba, kuda
nil yang ditemukan di pulau-pulau kecil berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan
populasi dari Asia atau Eropa daratan.
Apakah kecenderungan memang ada? Apabila kecenderungan merupakan aspek pokok dari
evolusi, maka evolusi mempunyai tujuan akhir. Adanya organisme kerdil tidak dapat
diabaikan bahwa evolusi juga bekerja ke arah yang lebih kecil. Dengan demikian hingga kini,
para ahli menolak bahwa kecenderungan merupakan aspek yang penting dalam evolusi.
Kalau organisme kecil menjadi besar pada umumnya dikaitkan dengan ada tidaknya predator.
Di pulau, organisme kecil tidak banyak mendapat keuntungan dari absennya predator. Jadi,
mempunyai tubuh lebih besar tidak akan menimbulkan gangguan.
Di daratan, ukuran besar menyebabkan pergerakan menjadi lebih lambat dan mudah di
mangsa oleh predator. Organisme besar di suatu pulau kecil, terutama karnivora akan dapat
menghabiskan sumber daya yang tersedia. Apabila ukurannya lebih kecil, maka sumber daya
akan tetap mencukupi kehidupannya. Dengan demikian, suatu organisme mengatur strategi
untuk dapat tetap hidup.

Timbulnya Kehidupan di Daratan


Salah satu kejadian yang cukup penting dalam evolusi adalah berhasilnya organisme
menginvasi daratan. Untuk dapat menginvasi daratan pada tumbuhan, diperlukan:
1. Kutikula dan dinding sel, untuk mencegah penguapan.
2. Spora, yang berdinding chitine.
3. Jaringan pembuluh.
4. Perakaran, untuk dapat tetap berhubungan dengan air.
5. Percabangan, untuk menangkap oksigen dan memperluas permukaan.
6. Stomata, untuk pertukaran oksigen dan penyaluran makanan ke atas.
7. Kayu, untuk menopang batang tubuh.
8. Daun, untuk mengefisienkan penangkapan cahaya.
9. Biji, yang keras dengan masa dormansi.
10. Pembentukan bunga dengan asesori.

Struktur yang Diperlukan Pada Hewan


1. Kulit atau struktur lain pencegah kekeringan.
2. Sistem seksualitas internal.
3. Terbentuknya sel telur berdinding ganda (telur amniota) atau beranak.
4. Kulit tubuh yang ditutupi perisai (misalnya kura-kura dan Dinosaurus) atau
sisik guna melindungi diri terhadap kekeringan.
5. Terbentuknya sistem ekskresi yang terpisah kalau dibandingkan dengan hewan Vertebrata
lainnya yang telah ada sebelumnya (Ikan, Amphibia).
6. Penciuman yang lebih baik.
7. Pendengaran yang lebih baik.
8. Mekanisme kesetimbangan tubuh.
9. Mata yang terlindung (membran nictitans, kelopak mata).
10. Alat pergerakan yang sesuai untuk di darat.
11. Paru-paru.

Timbulnya Seks dan Jenis Kelamin


Evolusi seks sering menjadi bahan yang cukup menarik dari segi evolusi. Seks adalah
penyatuan materi genetik dari suatu organisme. Seks menyangkut tiga hal yaitu: hidup,
tumbuh, dan berkembang biak. Seks dapat menyangkut satu sampai pada beberapa individu,
misalnya monoseksual: antara satu individu, biasanya pada tumbuhan. Atau dalam banyak
kasus kita kenal dengan autofekundasi.
1. diseksual: menyangkut dua individu. Pada Paramaecium terjadi antara dua individu tanpa
pembedaan antara jantan dan betina, tetapi dapat juga terjadi pada dua jenis kelamin yang
berbeda. Pada prokariot dapat terjadi dari dua jenis prokariot yang berbeda. Dalam
kategori ini dapat juga kita masukkan proses adopsi gen oleh mikroorganisme, atau
infeksi oleh virus atau mikroba dan proses lisogeni.
2. paraseksual: melibatkan lebih dari dua individu. terjadi pada Acrasia, Dictyostelium
Serratia, dan Volvox. Biasanya ada sejumlah individu yang bergabung dan kemudian
membentuk alat reproduksi.
Konsekuensi dari adanya seksualitas, antara lain:
1. variabilitas dari anggota populasi;
2. penurunan sifat;
3. tingkah laku kawin - interaksi antarindividu;
4. kehidupan sosial;
5. kesintasan spesies.

Berkembangnya Akal Budi dan Kebudayaan


Akal budi dan kebudayaan adalah ciri yang hanya dimiliki oleh manusia. Adanya akal budi
merupakan salah satu loncatan penting dalam evolusi dan sangat menentukan kesintasan
manusia di muka bumi. Melihat keberadaan manusia yang tanpa alat untuk mempertahankan
diri, maka intelegensia merupakan satu-satunya alat untuk mempertahankan diri. Adanya
kehidupan sosial dan saingan yang berat dengan organisme lain (termasuk manusia lain) dan
alam sekitar merupakan tantangan bagi manusia untuk mengembangkan intelegensia.
Kehidupan sosial manusia dimulai dengan adanya kemampuan wanita untuk menerima pria
setiap saat, dilanjutkan adanya tekanan untuk mempertahankan keutuhan pasangan dan
keluarga. Sejalan dengan itu, manusia yang lemah mulai mengembangkan peralatan untuk
mengusir hewan dan berburu. Tekanan hewan buas menyebabkan manusia mencari tempat
yang aman untuk mempertahankan diri, terutama di gua-gua. Kebutuhan akan makanan
seperti daging memaksa manusia untuk berburu. Sisa makanan, terutama biji-bijian yang
dibuang di sekitar tempat hidup memberikan pengetahuan mengenai bercocok tanam. Dengan
demikian, mulailah manusia mengembangkan kebudayaan.

Kecepatan Evolusi
Kecepatan evolusi dapat diukur sebagai besarnya perubahan pada suatu organisme sejalan
dengan waktu. Aspek yang diukur dapat sangat bervariasi sesuai dengan kelompok organisme
yang dipelajari. Salah satu aspek yang dianggap ideal adalah perubahan genetik suatu
populasi sejalan dengan waktu. Cara untuk menghitung kecepatan evolusi adalah dengan
membandingkan berapa banyak perbedaan yang ada antara dua spesies. Banyaknya substitusi
dibagi dengan waktu divergensi. Jadi kalau waktu katak berevolusi sejak 360 juta tahun dan
manusia 5 juta tahun yang lalu, jumlah substitusi kita bagi dengan 360-5 juta atau 355 juta
tahun adalah waktu divergensi. Harus diingat bahwa cara penghitungan yang dilakukan para
ahli tidak tepat, karena mengasumsi bahwa evolusi katak berhenti 360 tahun yang lalu. Hanya
hingga kini, cara penghitungan ini masih tetap dipakai.

Evolusi genom
Telah lama diketahui bahwa jumlah DNA yang dimiliki eukariot tidak sebanding dengan
jumlah gen yang ada. Pada manusia, sejak sel gamet bertemu dan membentuk sigot hingga
kita meninggal, terdapat sekitar 30.000 protein yang dibentuk. Oleh karena itu, jumlah gen
yang dibutuhkan hanya sekitar 50.000. Menurut perhitungan dari analisis DNA dan
kromosom manusia, terdapat paling banyak sekitar 100.000 gen. Sedangkan jumlah DNA
yang kita miliki dapat menampung sekitar 5 juta gen.
Banyaknya DNA pada dasarnya berbanding lurus dengan kompleksitas suatu organisme,
walaupun demikian, jumlah DNA yang tertinggi bahkan dimiliki oleh sejumlah ikan berparu-
paru, kebanyakan amfibia, terutama Salamander yang jumlah DNA-nya jauh lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah DNA manusia. Jumlah DNA terbesar dimiliki oleh Protozoa,
ganggang biru, dan Angiospermae. Tingginya jumlah DNA pada eukariot merupakan
paradoks karena jumlah DNA yang mempunyai fungsi hanyalah sekitar 5% saja.

Sumber: Iskandar, D.T. 2008, Evolusi, Jakarta, Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai