Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PEREKONOMIAN INDONESIA
“ANALISIS KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR INDONESIA”

DISUSUN OLEH :

1. RISA NURJANNAH 32192465


2. SYAPROTUL KHOIMAIROTILLAH (32192470)
3. SELLA AGUSTINA PRATIWI (32192471)
4. ANIS SALSABILLA( 32192474)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 BANYUWANGI
2020
Daftar Isi

1. Menjelaskan alasan rasional mengapa percepatan pembangunan infrastruktur


Indonesia diperlukan

2. Menjelaskan peranan pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam percepatan


pembangunan infrastruktur Indonesia
3. Menelisik pengeluaran pemerintan pusat untuk pembangunan infrastruktur
pada tingkat nasional (APBN)
4. Menelisik pengeluaran pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur
pada tingkat Kabupaten/Kota
5. Menejalaskan pembiayaan infrastruktur di Indonesia, khususnya dengan PPP
(Public Private Partnership)
1. Menjelaskan alasan rasional mengapa percepatan pembangunan
infrastruktur Indonesia diperlukan

Pergerakan ekonomi tidak bisa lepas dari pembangunan infrastruktur. Pembangunan


infrastruktur nantinya akan menggerakkan roda perekonomian menjadi lebih baik. Pada
zaman dahulu kala, setiap orang bertani untuk dirinya sendiri sehingga tiap orang dapat
memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Sejak manusia bisa memproduksi lebih banyak barang pertanian, maka barang yang
diproduksi melebihi barang yang dibutuhkan. Surplus inilah yang kemudian bisa dijual untuk
mendapatkan kebutuhan barang yang lainnya. Sejak tiap orang tidak perlu bertani untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, maka orang tersebut dapat fokus untuk memproduksi barang
yang lain. Sistem saling melengkapi inilah yang membentuk ekonomi.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah yang membentuk harga terutama harga komoditas?
Secara garis besar yang membentuk harga adalah bahan dasar, proses pengolahan, dan
transportasi ke pengguna. Harga komoditas sangat bergantung kepada tiga aspek tersebut.
Untuk menyederhanakan pemahaman, maka hubungan antara ekonomi dan infrastruktur yang
kita bahas hanya pada aspek transportasi saja.

Economics of scale sebenarnya sering kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.


Pernahkah Anda membeli makanan dengan layanan pesan antar atau dengan ojek daring?
Harga total yang anda bayarkan adalah harga makanan ditambah dengan ongkos kirim.
Contoh saja harga makanan Rp20.000 dan ongkos kirim Rp 10.000. Maka total harga yang
anda bayarkan adalah Rp 30.000.
Jika anda memesan bersama teman anda, maka total harga makanan adalah Rp 40.000 dan
ongkos kirim tetap Rp 10.000. Kita lihat bahwa biaya yang dikeluarkan tiap orang menjadi
semakin sedikit yaitu Rp 25.000.

2. Menjelaskan peranan pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam


percepatan pembangunan infrastruktur Indonesia
 PERAN PEMERINTAH

Penyediaan Infrastruktur untuk rakyat merupakan kewajiban utama Pemerintah. Namun


karena adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh Pemerintah, maka Pemerintah berupaya
untuk membuka peluang investasi penyediaan Infrastruktur kepada sektor swasta melalui
skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha atau lazim disebut KPBU. Pemerintah sebagai
regulator juga berupaya untuk menjaga iklim investasi di Indonesia, diantaranya dengan
dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagai landasan penyelenggaraan
KPBU.

Adanya kesenjangan pembiayaan (financing gap) yang cukup besar di mana Pemerintah
(termasuk BUMN) diperkirakan hanya mampu membiayai sekitar 63,48 % dari kebutuhan
pembiayaan infrastruktur. Untuk itu perlu dibuka peluang untuk sektor swasta juga
berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur. Dalam meningkatkan iklim investasi,
Pemerintah memberikan kontribusi kepada swasta diantaranya Dukungan Pemerintah berupa
beberapa fasilitas diantaranya Dana Penyiapan Proyek (PDF (Project Development Fund,
Dana Dukungan Kelayakan (VGF (Viability Gap Funding) dan Penjaminan Pemerintah yang
timbul akibat terjadinya Risiko Politik.

 PERAN SWASTA

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan keterlibatan swasta sangat penting
untuk mengatasi keterbatasan anggaran belanja pemerintah dalam mewujudkan pembangunan
sarana infrastruktur.

"Ruang anggaran terbatas, tapi kita bisa memanfaatkan skema pendanaan dan menarik
investasi swasta agar tidak bergantung APBN," kata Sri Mulyani dalam pembukaan acara
Indonesia Infrastructure Finance Forum di Jakarta, Selasa (25/7/2017).

Sri Mulyani mengatakan Indonesia harus mengejar ketertinggalan dalam penyediaan sarana
infrastruktur karena kondisi ekonomi saat ini sedang bergerak maju didukung oleh bonus
demografi serta pertumbuhan kelas menengah.

Namun, kata dia, upaya itu tidak bisa dilakukan dengan cepat karena pemerintah memiliki
keterbatasan dalam hal pembiayaan sehingga membutuhkan peran swasta untuk membangun
sarana infrastruktur dan meningkatkan konektivitas antardaerah.

"Pembangunan infrastruktur jadi hal yang sangat penting, karena mengejar sesuatu yang
sudah tertinggal 18 tahun tidak mudah. Kalau dipaksakan kita akan berhadapan dengan isu
keberlanjutan dan stabilitas keuangan negara. Karena itu penting untuk melibatkan sektor
swasta," katanya.

 PERAN MASYARAKAT

Setiap kegiatan pembangunan haruslah bersifat pareto superior (membangun menguntungkan


segala pihak terutama masyarakat), bukan pareto optimal (membangun mengorbankan orang
lain). Tujuan utama pembangunan adalah untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
warga negara Indonesia. Nilai-nilai penting dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan
adalah untuk; pertama, peran masyarakat adalah sebagai suatu strategi. Maksudnya, peran
serta masyarakat merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakat (public
support).

Kedua, peran masyarakat sebagai suatu kebijakan. Masyarakat merupakan subjek yang
potensial dikorbankan atau terkorbankan oleh pembangunan. Oleh sebab itu, masyarakat
memiliki posisi tawar untuk mengkonsultasikan haknya (right be to consulted) yang menjadi
dasar kebijakan oleh pemerintah. Ketiga, peran serta masyarakat sebagai alat komunikasi.
Peran serta masyarakat ditujukan untuk mendapatkan informasi untuk pengambilan
keputusan-keputusan pemerintah.

Keempat, peran serta masyarakat sebagai alat penyelesaian sengketa. Pada tahap ini peran
serta masyarakat didayagunakan untuk meredam konflik melalui upaya pencapaian
konsensus dari pendapat-pendapat yang ada. Sebagai penutup, bagian terpenting dalam
pembangunan Indonesia adalah membangun Indonesia haruslah dimulai dari membangun
jiwa warga negara Indonesia, barulah membangun badannya (fisik).
3. Menelisik pengeluaran pemerintan pusat untuk pembangunan
infrastruktur pada tingkat nasional (APBN)

APBN 2020 telah dirilis oleh pemerintah. Harapan akan perbaikan perekonomian dalam
negeri tentunya bergantung pada akurasi angka-angka anggaran pendapatan dan pengeluaran
yang disajikan. Sebab, ketepatan pencapaian target anggaran yang diajukan pada saatnya
nanti amat menentukan tingkat kredibilitas anggaran.
Namun tentunya, sebelum APBN 2020 disahkan oleh legislatif publik punya hak untuk
menilai dan memberi masukan. Press Rilis Indef kemarin (19/8) mencatat anggaran negara
2020 disusun berlandaskan perkembangan perekonomian nasional yang sampai semester
I/2019 kemarin masih berjuang untuk lepas dari defisit neraca pembayaran. Begitu pula
dengan defisit neraca perdagangan dan current account deficit akibat melemahnya ekspor.
Kondisi tersebut menjadikan kajian kritis terhadap APBN 2020 penting untuk diajukan.
Anggaran penerimaan negara pada 2020 mendatang dipatok pada angka Rp2.221,5 triliun.
Terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.861,8 triliun, penerimaan negara bukan pajak
(PNBP) Rp359,3 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp 0,5 triliun.
Sementara segi pengeluaran ditargetkan pada angka Rp2.528,8 triliun. Terdiri dari belanja
pemerintah pusat Rp1.670 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp858,8
triliun.

Dari komposisi APBN 2020 terlihat bahwa anggaran negara masih menggunakan anggaran
defisit sejak 2015. Defisit anggaran 2020 masih sebesar Rp307,2 triliun atau 1,76 persen
terhadap PDB. Angka itu turun dibanding APBN 2019 yang defisitnya mencapai Rp310,8
triliun.
Namun, hal menarik adalah defisit keseimbangan primer APBN RI yang mengalami defisit
sejak 2012. Defisit keseimbangan primer menunjukkan bahwa negara masih terus berutang
untuk menutupi kewajiban pembayaran (bunga) utang. Dengan kondisi tersebut apakah
pembiayaan pembangunan dan operasional negara masih bisa optimal? Bagaimana dengan
sisi penerimaan negara yang 85 persen mengandalkan pemasukan pajak? Lalu, bagaimana
dengan kualitas penerimaan negara pada APBN 2020? Bisakah target pertumbuhan ekonomi
5,3 persen pada 2020 tercapai?
Kajian kualitas pendapatan negara menjadi amat penting. Angka penerimaan negara yang
ditarget sebesar 13,72 persen PDB pada 2020 sepertinya menjadi tidak realistis mengingat
kondisi perlambatan ekonomi global yang sedikit banyak berpengaruh pada perekonomian
nasional. Namun, kondisi perekonomian global tentu saja tidak bisa terus menerus dijadikan
alasan menurunnya perekonomian dalam negeri.
Angka tax ratio yang dipatok sebesar 10,57 persen - 11,18 persen dari PDB, harus
mengupayakan membaiknya tingkat kepatuhan wajib pajak jika ingin mengupayakan
peningkatan penerimaan. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak diindikasikan menurun sejak
adanya program tax amnesty pada 2016-2017. Apakah insentif-insentif pajak seperti tax
holiday, investment allowance dan super deduction efektif untuk mendorong perekonomian?
Kajian pengeluaran, juga penting untuk menelisik apakah perencanaan belanja modal yang
dapat mendorong pertumbuhan masih lebih besar dari anggaran belanja pegawai seperti
terjadi selama ini. Begitu pula dengan fungsi ekonomi dan fungsi anggaran pendidikan serta
pelayanan kesehatan yang merupakan fungsi mendasar fiskal.

Anggaran pendidikan dan pelayanan kesehatan, harus diprioritaskan mengingat fokus kabinet
pemerintahan ke depan salah satunya adalah meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Hal
penting untuk menyauti tantangan bonus demografi dan cita-cita menjadikan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi lima besar dunia pada 2030.
4. Menelisik pengeluaran pemerintah daerah untuk pembangunan
infrastruktur pada tingkat Kabupaten/Kota

Infrastruktur adalah aspek vital dalam akselerasi pembangunan nasional. Infrastruktur


memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi.

Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat pisahkan dari
ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi.

Oleh karena itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi
selanjutnya. Pembangunan infrastruktur suatu negara harus sejalan dengan kondisi makro
ekonomi negara.

Dalam 30 tahun terakhir ditengarai pembangunan ekonomi Indonesia tertinggal akibat


lemahnya pembangunan infrastruktur.

Menurunnya pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia dapat dilihat dari pengeluaran
pembangunan infrastruktur yang terus menurun dari 5,3% terhadap GDP (Gross Domestic
Product) tahun 1993/1994 menjadi sekitar 2,3% terhadap GDP tahun 2005/2006, hanya
mencapai 1.8% terhadap GDP dalam APBN 2011.

Padahal, dalam kondisi normal, pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur bagi negara
berkembang adalah sekitar 5-6 % dari GDP.

Belanja infrastruktur di daerah juga dapat dikatakan sangat kecil, walaupun sejak
dilakukannya desentralisasi/otonomi daerah, pengeluaran pemerintah daerah untuk
infrastruktur meningkat, sementara pengeluaran pemerintah pusat untuk infrastruktur
mengalami penurunan yang drastis.

Ini merupakan suatu persoalan serius, karena walaupun pemerintah pusat meningkatkan porsi
pengeluarannya untuk pembangunan infrastruktur, sementara pemerintah daerah tidak
menambah pengeluaran mereka untuk pembangunan infrastruktur di daerah masing-masing,
maka akan terjadi kepincangan pembangunan infrastruktur antara tingkat pusat (nasional) dan
daerah, yang akhirnya akan menghambat kelancaran investasi dan pembangunan ekonomi
antar wilayah di dalam negeri.

Akibatnya daerah menjadi sangat tertinggal dalam pembangunan Infrastrukturnya.


Pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan di daerah tentu harus mendapat
perhatian serius, karena faktor terbesar yang dihadapai pembangunan selama ini adalah
buruknya kualitas pembangunan infrastruktur khususnya di daerah.

Berbagai upaya untuk mengatasi kondisi tersebut terus dilakukan, salah satunya adalah
dengan akselerasi pembangunan infrastruktur daerah guna mengejar ketertinggalan daerah
dengan pusat dan daerah yang tertinggal dengan daerah lain.
Transfer ke Daerah

Berdasarkan peraturan perundang-undangan serta mengacu pada hasil pembahasan antara


Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan,
dalam rangka Pembicaraan Penyusunan APBN tahun 2011, kebijakan anggaran transfer ke
daerah pada tahun 2011 diarahkan untuk

1. meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat
dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance);
2. menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah sejalan dengan pembagian urusan
pemerintahan antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota;
3. meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan
pelayanan publik antardaerah;
4. mendukung kesinambungan fiskal nasional (fiscal sustainability) dalam rangka
kebijakan ekonomi makro;
5. meningkatkan daya saing daerah;
6. meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (7)
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; dan
7. meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana
pembangunan daerah.

Kebijakan transfer ke daerah tidak akan berhasil tanpa disertai kebijakan yang
mendukungnya, termasuk dalam optimalisasi penyerapan anggaran.

Harus ada komitmen Badan Anggaran untuk selalu mengarahkan politik anggaran
guna mempercepat pembangunan di daerah demi kesejahteraan masyarakat, dan
disinergiskan dengan political will pihak eksekutif dan pemerintah daerah. Selama ini
terjadi kelemahan dalam pengawalan penyerapan anggaran sehingga anggaran
tersebut bocor di tengah jalan.

Di dalam APBN 2011 alokasi anggaran Transfer ke Daerah ditetapkan sebesar


Rp392,980 triliun, atau 5,6 persen terhadap PDB. Secara nominal, jumlah tersebut
berarti mengalami kenaikan Rp48,4 triliun, atau 14,0 persen dari alokasi anggaran
Transfer ke Daerah dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp344,6 triliun.

Kenaikan anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN 2011 tersebut selain disebabkan
adanya kenaikan Dana Perimbangan, juga disebabkan oleh adanya peningkatan Dana
Otonomi Khusus (Otsus) dan Penyesuaian terutama adanya komponen baru pada pos
Dana Penyesuaian, yaitu bantuan operasional sekolah (BOS) dan dana penyesuaian
infrastruktur daerah (DPID).

BOS merupakan realokasi dari Belanja Pemerintah Pusat ke Transfer ke Daerah. Dari
jumlah alokasi anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN 2011 tersebut, sekitar 85,1
persen merupakan alokasi Dana Perimbangan, dan sisanya sebesar 14,9 persen
merupakan alokasi Dana Otsus dan Penyesuaia.

Khusus untuk Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), merupakan dana


penyesuaian yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendorong percepatan
pembangunan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal. DPID harus
didorong untuk mempercepat pembangunan infrastruktur daerah, yang selama ini
tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintah.

Selama ini dana transfer ke daerah sebagian besar habis dipergunakan untuk menutup
biaya operasional pemerintahan daerah dalam hal ini membayar gaji dan honorer
pegawai di daerah. Termasuk juga berbagai potongan oleh oknum-oknum yang
mencederai anggaran tersebut.

Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah sebesar Rp7,7 triliun yang disepakati oleh
Banggar DPR, mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
pembangunan infrastruktur di daerah jika sinergitas tersebut terjadi.

Alokasi anggaran tersebut telah menerbitkan harapan dan rasa optimis dari daerah
untuk melihat maju dan berkembang. Kepala daerah yang sudah merasakan dana
tersebut sangat merasakan manfaatnya bagi pembangunan daerah.

Timbulnya banyak masalah dan penyelewengan, merupakan tantangan untuk


meciptakan pemerintahan yang bersih (clean government) dan bermanfaat bagi
masyarakat.

Sinergi penyelenggara negara dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, baik


dibidang eksekutif, legislatif dan yudikatif harus mampu menciptakan harmonisasi
penyelenggaraan negara yang efektif dan efisien.

Hal ini tentu berangkat dari awarness (kesadaran) para aparatur pemerintahan bahwa
anggaran tersebut berasal dari rakyat dan outputnya harus kembali kepada rakyat.

5. Menejalaskan pembiayaan infrastruktur di Indonesia, khususnya dengan


PPP (Public Private Partnership)

Pada awal 2018 pemerintah merencanakan pembangunan stadion sepakbola bertaraf


internasional di Tanjung Priok, Jakarta Utara senilai Rp4,5 trilliun dengan skema Public
Private Partnership (“PPP”). Proyek ini salah satunya untuk persiapan Indonesia bila terpilih
menjadii tuan rumah Piala Dunia pada tahun 2034 nanti. Namun, hingga akhir tahun 2018
proyek itu belum juga dimulai. Pada artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai skema
PPP dan mengapa skema itu yang dipilih untuk membangun infrastruktur? Public Private
Partnership (“PPP”) atau Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (“KPBU”) adalah skema
penyediaan infrastruktur publik yang melibatkan peran pihak swasta. PPP pertama kali diatur
dalam Peraturan Presiden 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS).
Peraturan tersebut diperbaharui dengan disahkannya Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang
KPBU (“Perpres 38/2015”). Dalam skema PPP, pemerintah dan swasta dapat berbagi
tanggung jawab dan risiko. Pihak pemerintah akan merencanakan pembangunan infrastruktur
publik. Sedangkan, peran pihak swasta adalah menyediakan dan mengelola infrastruktur
publik selama jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Bantuan dari pihak swasta dapat
menekan pengeluaran APBN maupun APBD dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Sehingga pemerintah dapat memanfaatkan APBN maupun APBD untuk menjalankan
program lain yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Kelebihan lain dari skema KPBU ini
adalah pihak swasta dipandang memiliki sumber daya yang berkualitas dan mumpuni
sehingga dapat mewujudkan pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien. Hal unik
yang perlu diketahui dalam skema KPBU adalah pihak swasta akan mendirikan Perseroan
Terbatas yang memang hanya bertujuan untuk melaksanakan proyek. Objek Infrastruktur
dengan Skema KPBU Ternyata tidak semua proyek pembangunan dapat dilakukan dengan
skema PPP. Berdasarkan Pasal 5 Perpres 38/2015, infrastruktur yang dapat dilakukan
kerjasama dengan swasta berdasarkan skema PPP adalah infrastruktur ekonomi dan
infrastruktur sosial yang mencakup: transportasi, jalan, sumber daya air dan irigasi, air
minum, sistem pengelolaan limbah terpusat, sistem pengelolaan air limbah setempat, sistem
pengelolaan persampahan, telekomunikasi dan informatika, ketenagalistrikan, minyak dan
gas bumi dan energi terbarukan, konservasi energi fasilitas perkotaan fasilitas Pendidikan
fasilitas sarana dan prasarana olahraga serta kesenian Kawasan Pariwisata Kesehatan
Lembaga pemasyarakatan Perumahan rakyat Baca juga: Apakah PT Lokal Wajib Membuat
LKPM? Tahapan Skema PPP Melihat banyaknya sektor infrastruktur yang dapat didirikan
dengan skema PPP, penting untuk mengetahui tahap-tahap dalam menjalankan skema ini.
Berdasarkan Perpres 38/2015 yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. 4 Tahun
2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan KPBU, tahap-tahap skema PPP terdiri dari: Tahap
Perencanaan oleh pemerintah untuk mengidentifikasi, mengkalkulasikan anggaran, dan
mengkategorikan proyek infrastruktur yang dapat direalisasikan dengan skema PPP. Hasil
dari tahap ini adalah PPP Book yang berisi daftar rencana proyek PPP setiap tahunnya. Tahap
Penyiapan oleh pemerintah untuk mengkaji kesiapan dan kelayakan proyek yang sudah
direncanakan. Kajian juga dilengkapi dengan rencana dukungan pemerintah, tata cara
pengembalian investasi ke swasta, dan pengadaan tanah untuk lokasi proyek. Seluruh
rangkaian tahap ini akan menghasilkan dokumen pra-studi kelayakan. Tahap Transaksi yaitu
proses pelelangan hingga penandatanganan kontrak kerjasama antara pemerintah dan pihak
swasta sampai dengan dilaksanakannya kegiatan konstruksi. Dengan demikian, skema PPP
sejauh ini dapat dipandang sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan APBN dan APBD
dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur. Walaupun untuk merealisasikan skema ini di
Indonesia tentu tidak mudah. Oleh karena itu, tahapan dalam skema PPP perlu dilakukan
dengan matang dan hati-hati.
KESIMPULAN

Pergerakan ekonomi tidak bisa lepas dari pembangunan infrastruktur. Pembangunan


infrastruktur nantinya akan menggerakkan roda perekonomian menjadi lebih baik. Pada
zaman dahulu kala, setiap orang bertani untuk dirinya sendiri sehingga tiap orang dapat
memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Penyediaan Infrastruktur untuk rakyat merupakan kewajiban utama Pemerintah. Namun


karena adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh Pemerintah, maka Pemerintah berupaya
untuk membuka peluang investasi penyediaan Infrastruktur kepada sektor swasta melalui
skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha atau lazim disebut KPBU. Pemerintah sebagai
regulator juga berupaya untuk menjaga iklim investasi di Indonesia, diantaranya dengan
dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagai landasan penyelenggaraan
KPBU.

APBN 2020 telah dirilis oleh pemerintah. Harapan akan perbaikan perekonomian dalam
negeri tentunya bergantung pada akurasi angka-angka anggaran pendapatan dan pengeluaran
yang disajikan. Sebab, ketepatan pencapaian target anggaran yang diajukan pada saatnya
nanti amat menentukan tingkat kredibilitas anggaran.

Infrastruktur adalah aspek vital dalam akselerasi pembangunan nasional. Infrastruktur


memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi.
Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat pisahkan dari
ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi.
Oleh karena itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi
selanjutnya. Pembangunan infrastruktur suatu negara harus sejalan dengan kondisi makro
ekonomi negara.

Pada awal 2018 pemerintah merencanakan pembangunan stadion sepakbola bertaraf


internasional di Tanjung Priok, Jakarta Utara senilai Rp4,5 trilliun dengan skema Public
Private Partnership (“PPP”). Proyek ini salah satunya untuk persiapan Indonesia bila terpilih
menjadii tuan rumah Piala Dunia pada tahun 2034 nanti. Namun, hingga akhir tahun 2018
proyek itu belum juga dimulai. Pada artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai skema
PPP dan mengapa skema itu yang dipilih untuk membangun infrastruktur? Public Private
Partnership (“PPP”) atau Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (“KPBU”) adalah skema
penyediaan infrastruktur publik yang melibatkan peran pihak swasta. PPP pertama kali diatur
dalam Peraturan Presiden 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS).
Peraturan tersebut diperbaharui dengan disahkannya Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang
KPBU (“Perpres 38/2015”). Dalam skema PPP, pemerintah dan swasta dapat berbagi
tanggung jawab dan risiko. Pihak pemerintah akan merencanakan pembangunan infrastruktur
publik. Sedangkan, peran pihak swasta adalah menyediakan dan mengelola infrastruktur
publik selama jangka waktu tertentu yang telah disepakati
DAFTAR PUSTAKA :

https://kumparan.com/pijak-indonesia/kenapa-pembangunan-infrastruktur-diperlukan-21dM5TZBct

https://news.detik.com/opini/d-1758145/infrastruktur-dan-sinergi-pemerintah-pusat-daerah

https://smartlegal.id/smarticle/layanan/2019/01/07/apa-itu-skema-public-private-partnership/

https://news.detik.com/kolom/d-4021236/pembangunan-infrastruktur-dan-partisipasi-masyarakat

https://nasional.kontan.co.id/news/peran-swasta-dalam-pembangunan-infrastruktur-turun-dari-
tahun-ke-tahun

Anda mungkin juga menyukai