Anda di halaman 1dari 7

Hak pekerja yang harus dipenuhi majikan

Contohnya

Sebagai manajer sdm saya akan

Oleh pekerja jika tidak dipenuhi


Hak-hak pekerja yang harus dipenuhi majikan
Pada umumnya hak-hak pekerja terdapat pada pasal-pasal dibawah ini:
Pasal 77 ayat 2
Waktu kerja meliputi:
 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pasal 78 ayat 2
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Hak Karyawan Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja

Peraturan Pemerintah yang masuk dalam UU Ketenagakerjaan tersebut tertulis


dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 104 tentang Serikat Pekerja dan
Undang-undang nomor 21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja.

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja memberikan hukuman


pidana kepada siapapun yang melakukan tindakan anti serikat pekerja/serikat buruh

Hak Karyawan Atas Jaminan Sosial dan K3 (Keselamatan serta Kesehatan Kerja)
Peraturan mengenai hak karyawan atas jaminan sosial ini tertulis dalam UU
Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, UU No. 03 Tahun 1992, UU No. 01 Tahun 1970,
Ketetapan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun 1993, Peraturan Pemerintah (PP) No. 14
Tahun 1993, Peraturan Menteri (Permen) No. 4 Tahun 1993, dan No. 1 Tahun 1998.

Hak Karyawan Menerima Upah yang Layak

Menurut Permen No. 1 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1, upah minimum adalah upah bulanan
terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Peraturan tersebut tertulis dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003, PP No. 8 Tahun 1981
dan Peraturan Menteri No. 01 Tahun 1999.

Hak Karyawan atas Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti & Libur

UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 79 mengenai waktu kerja:

 Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.


 Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:
o Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja;
o Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
o Cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan
secara terus menerus; dan
o Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi
pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus
menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun
berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam)
tahun.
o Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.

 Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku
bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
 Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan
Keputusan Menteri.

Hak Karyawan Membuat Perjanjian Kerja (PKB)

Peraturan mengenai hak membuat perjanjian kerja ini tertulis dalam UU Ketenagakerjaan
No. 13 Tahun 2003 dan UU No. 21 Tahun 2000.

Hak Karyawan Perempuan Seperti Libur PMS atau Cuti Hamil

UU No.13 Tahun 2013 Pasal 82 mengatur hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan.
Pekerja perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5
bulan setelah melahirkan

No.6
Langkah-langkah hukum

Pada dasarnya pengusaha harus membayar upah pekerja tepat pada waktu yang telah
diperjanjikan. Jika pengusaha terlambat membayar dan/atau tidak membayar upah, maka
pengusaha akan dikenai denda. Langkah pertama yang dapat Anda lakukan adalah
membicarakan hal ini terlebih dahulu dengan pengusaha (jalur bipartit). Apabila tidak menemukan
penyelesaian, Anda dapat melakukan penyelesaian perselisihan melalui tripartit dengan mediasi.
Jika mediasi juga tidak berhasil, Anda dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan
Industrial. 

pada pokoknya adalah tentang tidak dibayarnya gaji Anda dan teman-teman pekerja lain untuk bulan
Desember. Hal tersebut bertentangan dengan aturan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Sebelumnya, ada baiknya kita
melihat definisi pekerja yang terdapat dalam Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan di bawah ini:

 
“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain.”

Dengan demikian, “bekerja” dan “upah” adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lainnya,
sehingga upah merupakan hak Anda yang harus diperjuangkan selama Anda menjalankan tugas
sebagai pekerja.

Hal tersebut juga didukung ketentuan Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan
bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Di samping itu, terdapat
juga pengecualian-pengecualian terhadap pekerja yang tidak melakukan pekerjaan namun
disebabkan alasan-alasan yang terdapat dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, seperti
misalnya karena sakit, dll. Dengan demikian, apabila selama Desember tersebut Anda masih
melaksanakan pekerjaan, maka Anda dan teman-teman Anda berhak atas upah yang belum
dibayarkan tersebut.

 
Apabila perusahaan tempat Saudara bekerja tidak memberikan upah atau terlambat membayar upah
Anda, maka perusahaan tersebut dapat dikenakan denda. 1[1]

 
Lebih lanjut, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP
78/2015”) diatur bahwa Pengusaha yang terlambat membayar dan/atau tidak membayar upah dikenai
denda, dengan ketentuan:2[2]
a.    mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya Upah dibayar,
dikenakan denda sebesar 5% (lima persen) untuk setiap hari keterlambatan dari Upah yang
seharusnya dibayarkan;
b.    sesudah hari kedelapan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditambah 1% (satu persen) untuk setiap hari
keterlambatan dengan ketentuan 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari
Upah yang seharusnya dibayarkan; dan
c.    sesudah sebulan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b ditambah bunga sebesar suku bunga yang
berlaku pada bank pemerintah.

 
Perlu diketahui bahwa pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap
membayar Upah kepada Pekerja/Buruh.3[3]

Dari uraian di atas jelas bahwa upah merupakan komponen yang penting dan pokok dalam hubungan
industrial, sehingga UU Ketenagakerjaan dan PP 78/2015 memberikan perlindungan atas upah.
Upaya yang dapat Anda dan teman-teman Anda lakukan dalam hal ini adalah menempuh melalui
jalur atau cara-cara sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (“UU PPHI”). Dasar perselisihan antara Anda dengan
pengusaha adalah perselisihan hak. Yang dimaksud dengan perselisihan hak berdasarkan Pasal 1
ayat (2) UU PPHI adalah:

3
“Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”.

Jalur atau cara yang Saudara dapat tempuh berdasarkan ketentuan UU PPHI dalam upaya
penyelesaian perselisihan mengenai hak atas upah antara lain:

 
1.    Jalur Bipartit adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial, yang berupa perselisihan hak antara pekerja dengan
pengusaha. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30 hari. 4
[4]
 
Jika dalam perundingan bipartit dicapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian
Bersama yang ditandatangani oleh para pihak. 5[5] Apabila perundingan Bipartit ini gagal atau
pengusaha menolak berunding, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur Tripartit
yaitu dengan mendaftarkan ke Suku Dinas atau Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi di
wilayah kabupaten atau kotamadya wilayah tempat kerja Anda. 6[6]
 
2.    Jalur Tripartit adalah merupakan suatu penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan
pengusaha, dengan ditengahi oleh mediator yang berasal dari Dinas Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi. Untuk perselisihan hak, yang dapat dilakukan adalah melakukan mediasi. Mediasi
Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
mediator yang netral.

 
Apabila mediasi berhasil, maka hasil kesepakatan dituangkan dalam suatu Perjanjian Bersama
yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan
Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. 7[8] Jika tidak terdapat titik temu,
maka Mediator menuangkan hasil perundingan dalam suatu anjuran tertulisdan apabila salah
satu pihak menolak anjuran tersebut, maka salah satu pihak dapat melakukan gugatan
perselisihan pada Pengadilan Hubungan Industrial.
 
3.    Jalur Pengadilan Hubungan Industrial adalah jalur yang ditempuh oleh pekerja/pengusaha
melalui mekanisme gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial yang
mewilayahi tempat kerja Anda dengan dasar gugatan Perselisihan Hak berupa upah pekerja yang
tidak dibayarkan oleh perusahaan.

Dasar hukum:
1.     Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2.     Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan;
3.     Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

7
8
[1] Pasal 95 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
9
[2] Pasal 55 ayat (1) PP 78/2015
10
[3] Pasal 55 ayat (2) PP 78/2015
11
[4] Pasal 3 ayat (2) UU PPHI
12
[5] Pasal 7 ayat (1) UU PPHI
13
[6] Pasal 4 ayat (1) UU PPHI
14
[7] Pasal 1 angka 11 UU PPHI
15
[8] Pasal 13 ayat (1) UU PPHI
16
[9] Pasal 13 ayat (2) huruf a UU PPHI
17
[10] Pasal 5 UU PPHI

10

11

12

13

14

15

16

17
5. Sebagai Manajer SDM yang Berintegritas saya akan menjelaskan semua hak
dan kewajiban pekerja, karena bagi saya saling menghargai dan menghormati
hak-hak orang lain merupakan nilai yang luhur lebih dari sebuah keuntungan
semata. Dan juga di zaman secanggih ini para pegawai dapat memperoleh
informasi sebanyak-banyaknya dengan mudah, oleh karena itu daripada pegawai
tau dibelakang dan malah menimbulkan konflik maka lebih baik saya jelaskan
semua hak dan tanggung jawabnya sedari awal agar sama sama menghargai
hak dan kewajibannya

6.

Anda mungkin juga menyukai